• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

Dalam dokumen PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS (Halaman 75-84)

Dinas Kesehatan Provinsi Bali sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 58 Tahun 2019 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Bali mempunyai tugas dan fungsi membantu Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan bidang kesehatan yang menjadi kewenangan daerah serta melaksanakan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan bidang kesehatan.

Permasalahan dan isu strategis Dinas Kesehatan Provinsi Bali akan menjadi strategi dan arah kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Adapun permasalahan bidang kesehatan mengacu kepada indikator kinerja kunci berdasarkan tugas dan fungsi adalah sebagai berikut:

3.1.1 Kesehatan Ibu dan Anak

Secara umum Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Bali dalam lima tahun terakhir berada di bawah angka nasional dan dibawah target yang ditetapkan Provinsi Bali yaitu 100 per 100.000 kelahiran hidup, namun setiap tahunnya belum bisa diturunkan secara sigifikan. Angka Kematian ibu berfluktuatif dari tahun 2016-2020, tahun 2016 sebesar 78,72 per 100.000 KH mengalami penurunan pada tahun 2017 sebesar 62,69 per 100.000 KH dan pada tahun 2018 mengalami penurunan lagi menjadi 54,03 per 100.000 KH namun pada tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi 67,6 per 100.000 KH dan tahun 2020 terjadi lonjakan peningkatan yang cukup besar menjadi 83,8 per 100.000 KH

Jika dilihat dari jumlah absolut kematian ibu per kabupaten, dalam lima tahun kasus terbanyak selalu berada di kabupaten Buleleng, walaupun di tahun 2020 terjadi penurunan yang cukup signifikan. Berdasarkan hasil Audit Maternal dan Perinatal (AMP) yang dilaksanakan di Kabupaten/Kota dan Provinsi, sesungguhnya kematian ibu yang terjadi sebagian besar masih bisa dicegah jika semua pihak sepakat dan berbuat untuk upaya penurunan kematian ibu baik dari masyarakat, fasilitas kesehatan dasar maupun rujukan termasuk dukungan sarana dan tenaga yang kompetens. Penyebab kematian ibu antara lain perdarahan 20,00% tahun 2016, 26,7% pada tahun 2017, 28,6% tahun 2018, 28,9 % tahun 2019 dan 7,1% pada tahun 2020. Secara nasional penyebab kematian terbanyak didominasi oleh perdarahan yang sampai saat ini masih menjadi masalah, termasuk di Bali. Kasus perdarahan ini sebagian besar di rumah sakit yang terjadi pada

BAB III

PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 69

fase setelah bayi lahir. kondisi yang paling sulit diatasi adalah pada kasus plasenta previa dan plasenta akreta.

Penyebab kematian yang disebabkan oleh eklampsia juga masih tinggi dan mengalami kecendrungan peningkatan. Pada tahun 2016 sebesar 20%, pada tahun 2017 menurunt menjadi 17,8%, tahun 2018 turun menjadi 17,1%, tahun 2019 naik menjadi 17,8%, namun tahun 2020 meningkat menjadi 25%. Kasus eklampsia umumnya bisa dideteksi secara dini melalui antenatal sesuai standar namun sering juga terjadi secara tiba-tiba. Penyebab kematian ibu terbanyak di Provinsi Bali adalah karena penyebab non obstetri, antara lain pada tahun 2016 adalah sebesar 59,00%, tahun 2017 sebesar 55,60%, tahun 2018 sebesar 51,4%, tahun 2019 sebesar 53,3% dan tahun 2020 sebesar 66,1%.

Kasus non obstetri yang terjadi pada ibu hamil setiap tahunnya rata-rata di atas 50%. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan ibu tidak mendukung untuk menghadapi kehamilan dan persalinan secara aman. Sementara itu berdasarkan tempat, kematian ibu sebagian besar terjadi di rumah sakit. Pada tahun 2015 sebanyak 90,91%, tahun 2016 sebanyak 90,48% dan tahun 2017 sebanyak 95,92%. Disamping itu masih ada kematian ibu dalam proses rujukan (Death Of Arrival), terkait dengan pengetahuan keluarga dan petugas kesehatan dalam penanganan awal kegawatdaruratan obstetri. Kematian Ibu di Bali masih sulit diturunkan secara signifikan walaupun faktor pendukung sangat memadai namun hambatan juga sangat komplek seperti 1) Walaupun akses masyarakat ke fasilitas kesehatan sudak baik, tetapi cakupan dan kualitas pelayanan belum optimal, 2) Sumber daya sudah mencukupi, namun distribusinya belum merata untuk mendukung askes dan kualitas pelayanan, 3) Sumber daya yang cukup belum didukung dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, 4) Kepatuhan tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan terhadap standar pelayanan, mencakup sumber daya fisik, sistem maupun sumber daya manusia belum optimal.

Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Bali pada lima tahun terakhir cenderung terus menurun. Target RPJMD Bali untuk AKB pada tahun 2020 adalah 10 per 1000 Kelahiran Hidup, sehingga untuk capaian AKB angka yang ada sudah memenuhi target RPJMD karena kematian kita sudah sangat rendah. Agar dapat menurunkan AKB secara signifikan setelah mencapai angka yang sangat rendah memang sangat sulit, karena kematian bayi bukan hanya dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama faktor ibu dari sebelum hamil maupun pada masa kehamilan.

Secara umum cakupan K1 dan K4 relatif stabil, meski terjadi sedikit penurunan cakupan K1 dan juga K4. Ada kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1 dan K4. Pada tahun 2019 terjadi selisih antara cakupan K1 dan K4 sebesar 7,4% dan pada tahun 2020 sebesar 76,5%. Kesenjangan antara cakupan K1 dan K4 menunjukkan angka drop out K1-K4, dengan kata lain jika kesenjangan K1 dengan K4 kecil maka hampir semua ibu

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 70

hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal selalu berkunjung ke pelayanan kesehatan sampai pada kunjungan ke dua trisemester ketiga kehamilannya dengan kata lain seluruh ibu hamil telah mendapatkan pelayanan kehamilannya sesuai dengan standar. Hal ini dapat meminimalisir kematian ibu melahirkan. Adapun kemungkinan penyebab cakupan K1 yang masih rendah antara lain:

a. Pengetahuan ibu hamil dan keluarga yang kurang serta partisipasi masih belum optimal

b. Faktor budaya setempat (belum ke tenaga kesehatan jika perut belum kelihatan besar, takut hamilnya tidak jadi disebabkan keguguran yang membuat malu)

c. Kondisi geografis yang sulit (daerah perbukitan dan pegunungan)

d. Kurangnya peran serta perangkat desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam memberikan promosi kesehatan khususnya informasi pemeriksaan antenatal rutin ke tenaga kesehatan dan mendorong ibu hamil mengikuti kelas ibu hamil

e. Keterjangkauan di daerah sulit dan terpencil untuk mengakses ke fasilitas dan tenaga kesehatan

Sedangkan masih ada ibu hamil yang tidak tercatat pada kunjungan di trimester 3 (drop out) karena:

a. Ada budaya masyarakat pada saat menjelang persalinan pulang ke kampung halaman sehingga susah dilacak.

b. Ada ibu hamil yang selalu berpindah-pindah tempat pelayanan dalam kunjungan antenatal (ibu hamil antenatal dari Bidan ke Dokter spesialis dan tidak kembali ke Bidan).

c. Pencatatan dan pelaporan masih belum optimal.

3.1.2 Penyakit Menular.

Di Provinsi Bali, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan serius terutama peyakit tuberculosis (TBC), demam berdarah dengue (DBD), HIV-AIDS dan rabies. Angka Notifikasi Kasus (CNR) TBC di Provinsi Bali sudah terjadi peningkatan signifikan dan sudah mencapai target yaitu secara nasional Case Notification Rate ditargetkan naik 5% setiap tahun CNR TBC untuk Provinsi Bali.

Proporsi kasus TBC yang diobati dan sembuh dalam program DOTS dalam empat tahun terakhir juga berfluktuatif dan pada tahun 2020 sebesar 90,3%, capaian ini sudah melebihi dari target nasional yaitu sebesar 85%. Cakupan penemuan kasus (CDR) TBC Tahun 2020 masih rendah yaitu 23,22 % dari target yang ditentukan yaitu 32 % sedangkan angka keberhasilan pengobatan TBC juga belum mencapai target yaitu 89,6 % dari target yang ditentukan 90 %. Penyebab dari belum tercapainya target pada kasus TBC antara lain disebabkan oleh kurang optimalnya peran fasilitas pelayanan kesehatan

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 71

swasta dan paraktek dokter mandiri dalam melaporkan kasus TBC serta kurangnya dukungan stakeholder dan masyarakat dalam pengendalian kasus TBC. Kasus DBD juga perlu mandapat perhatian karena mengalami peningkatan selama dua tahun terakhir dimana 2019 sebesar 137,3 per 100.000 dan tahun 2020 sebesar 276,2 per 100,000 penduduk. Sedangkan untuk Case Fatality Rate (CFR) adalah untuk melihat jumlah penderita DBD yang meninggal dibandingkan dengan jumlah yang sakit karena DBD.

Target CFR DBD secara nasional adalah lebih kecil dari 1 % sedangkan capaian CFR DBD Provinsi Bali tahun 2019 dan tahun 2020 adalah sebesar 0,2 %. Angka ini menujukkan jumlah penderita DBD yang meninggal tahun dibandingkan dengan jumlah penderita sangat kecil. Tahun 2020 kematian oleh karena DBD terjadi di tujuh kabupaten/kota. Dua kabupaten yang melaporkan tidak ada kematian yaitu kabupaten Tabanan dan Bangli. Upaya yang telah dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan DBD oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali diantaranya advokasi peran kabupaten/kota pada upaya-upaya di Hulu untuk melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), revitalisasi peran Pokjanal DBD sampai pokja tingkat desa, pemetaan resistensi vektor,pemetaan subtype virus dan memperkuat peran jumantik.

Kecenderungan kasus HIV/AIDS yang terus meningkat dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2019 kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali 7.035 orang dan tahun 2020 telah mencapai 7.189 orang. Kasus kematian akibat AIDS mengalami penurunan dari tahun 2019 sebanyak 90 orang menjadi 84 orang di tahun 2019. Program Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS merupakan salah satu program yang tercantum dalam target MDGs maupun SDGs. Badan PBB untuk HIV-AIDS (UNAIDS) mengelompokkan epidemic HIV-AIDS menjadi tiga kelompok, yaitu : 1). low epidemic bila proporsi (prevalensi) HIV pada kelompok-kelompok masyarakat masih dibawah 1 %, 2).

Concentrated epidemic, bila proporsi HIV pada key population diatas 5 %, dan 3).

Generalized epidemic bila proporsi HIV di masyarakat umum di atas 1% dan adanya perilaku berganti-ganti pasangan seksual yang luas di masyarakat umum. Karena penularan HIV di Indonesia kebanyakan melalui hubungan seksual dan jarum suntik pada pemakai narkoba, maka yang dikatagorikan sebagai populasi kunci adalah : pemakai narkoba suntik, pekerja seks, pelanggan pekerja seks, lelaki yang hubungan seks dengan lelaki (LSL). Sangat penting mengetahui status HIV untuk memudahkan pengendaliannya.

Dalam rangka menurunkan kejadian luar biasa (KLB) karena penyakit menular, telah dilakukan pengembangan sistem kewaspadaan dini dan respon (SKDR) oleh pemerintah pusat dan telah dilaksanakan juga oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang juga merupakan salah satu Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan disamping penanganan bencana kluster kesehatan. Walaupun penanganan KLB oleh

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 72

Dinas Kesehatan Provinsi Bali sudah mencapai 100%, masih perlu mendapat perhatian.

Salah satu untuk mencegah agar tidak terjadi KLB penyakit menular adalah dengan memberikan imunisasi kepada penduduk sasaran. Secara cakupan, Imunisasi Dasar Lengkap rata-rata setiap tahun telah mencapa diatas 98,4 % Kasus PD3I yang ditemukan terutama campak adalah kasus campuran antara rubella dengan campak yang disebabkan dari akumulasi sasaran yang tidak terimunisasi dan efikasi vaksin hanya 85 %. Hasil cakupan imunisasi dari tahun 2015 - 2017 terjadi kecenderungan penurunan. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh perubahan sasaran yang ditargetkan tahun (IDL) 2015 - 2016 menggunakan estimasi daerah tahun 2017 menggunakan estimasi pusdatin yang berbeda lebih kurang 3 - 4 %, dan proyeksi perkabupaten/kota tidak sesuai dengan performen daerah. Untuk imunisasi rutin kecukupan vaksin tidak mengalami kendala.

Kecukupan cold chain sudah cukup, namun dari segi usia coldchain di puskesmas dan kabupaten/kota 30 % diatas 10 tahun, sehingga perlu dilakukan peremajaan.

Pada awal bulan Maret 2020 di Indonesia terjadi Pandemi COVID-19. Pandemi ini berdampak sangat buruk terhadap perekonomian Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 mencapai minus 9,31%.

Sejak ditetapkannya sebagai pandemi, pertambahan kasus positif di Indonesia maupun Bali menunjukkan perkembangan meningkat dengan terjadinya peningkatan jumlah kasus positif dan persebaran semakin meluas di Bali. Kasus Covid-19 di Bali yang terkonfirmasi pada tahun 2020 adalah sebanyak 17661 orang, sebanyak 16062 orang dinyatakan sembuh dan sebanyak 519 orang dinyatakan meninggal atau 2,94 % angka kematian (CRF) Covid-19. Dalam rangka pencegahan dan percepatan penanganan Dinas Kesehatan telah berupaya melakukan pencegahan Covid-19 salah satunya adalah dengan melakukan vaksinasi massal secara bertahap baik untuk tenaga kesehatan maupun masyarakat Bali di seluruh lapisan. Vaksinasi massal tahap I dimulai pada tanggal 4 pebruari 2021.

3.1.3 Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa

Kecenderungan penyakit menular terus meningkat diikuti juga oleh peningkatan Penyakit Tidak Menular (PTM) dan selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan dimana penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit menular masih berat juga. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, tampak kecenderungan peningkatan prevalensi PTM seperti penyakit kardiovaskuler (jantung koroner, hipertensi, stroke), penyakit pernafasan kronis, kanker, diabetes dan penyakit sendi/rematik/encok.

Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut. Hasil Sample Registration Survey (SRS) yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 73

Kesehatan RI tahun 2014, menunjukkan bahwa proporsi kematian PTM di Indonesia terus meningkat (71%) dibandingkan tahun 1995 (41,7%; SKRT, 1995), 2001 (49,9%;

SKRT 2001), 2007 (59,9%; Riskesdas 2007). Empat dari 5 penyebab kematian tertinggi tahun 2014 adalah stroke (21,1%), penyakit jantung koroner (12,9%), diabetes melitus dengan komplikasi (6,7%), dan hipertensi dengan komplikasi (5,3%). Dilihat dari penyakit tidak menular diatas, merupakan penyakit yang bisa dicegah. Oleh karena itu deteksi dini terhadap faktor resiko perlu proaktif dilakukan disamping menguatkan sistem surveilans epidemiologi faktor risiko dan kasus penyakit tidak menular serta mengembangkan dan memperkuat kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular berbasis masyarakat.

3.1.4 Gizi Masyarakat

Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi stunting di Provinsi Bali mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013 sebesar 10,9%. Hasil Riskesdas 2013 sebesar 32,6%

dan pada tahun 2018 sebesar 21,7%. Hal ini membutuhkan peran serta lintas program dan lintas sektor dalam upaya penurunan stunting di Provinsi Bali. Prevalensi gizi kurang pada periode yang sama menunjukkan penurunan sebesar 0,1%. Prevalensi tahun 2013 sebesar 13,2% dan tahun 2018 sebesar 13,1%. Sementara prevalensi balita kurus pada periode yang sama menunjukkan penurunan sebesar 2,5%. Tahun 2013, prevalensi kurus sebesar 8,8%, sedang prevalensi kurus tahun 2018 sebesar 6,3%.

Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) di Provinsi Bali yang dilaksanakan setiap tahun, terlihat bahwa prevalensi balita gizi kurang (BB/U<-2SD) pada tahun 2019 sebesar 5,9 % dan tahun 2020 sebesar 3,1 %. Sedangkan prevalensi balita gizi kurang pada tahun 2019 dibandingkan tahun 2020 mengalami peningkatan dari 137 menjadi 152 balita yang mengalami gizi buruk. Kondisi ini menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi buruk sudah tergolong masalah kesehatan. Sedangkan Indikator status gizi berdasarkan indeks TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Di Provinsi Bali masih baik, walaupun tahun 2019 sebesar 12,5% yang tergolong masalah tergolong baik (<20%) dan menurun lagi tahun 2020 sebesar 6,1%.

Masih ada permasalahan gizi masyarakat di Provinsi Bali yang memerlukan perhatian serius seperti 1) Masih rendahnya cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet tambah darah; 2) Masih rendahnya cakupan ASI eksklusif pada bayi kurang dari 6 bulan,;

3) Masih rendahnya cakupan bayi yang mendapat IMD;4) Masih rendahnya cakupan

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 74

remaja puteri mendapat tablet tambah darah; 5) Masih rendahnya konsumsi garam beryodium di masyarakat dan 6) Masih tingginya prevalensi balita stunting.

3.1.5 Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan

Sampai saat ini, jumlah puskesmas yang ada di Provinsi Bali sebanyak 120 buah dan rumah sakit umum sebanyak 61 buah dan 11 rumah sakit khusus. Di Provinsi Bali rasio puskesmas per 30.000 penduduk sebesar 0,83 per 30.000 penduduk. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar 0,84, kondisi ini disebabkan karena laju pertambahan jumlah puskesmas tidak sebanding dengan laju pertumbuhan penduduk. Di Provinsi Bali, ratio 0,84 puskesmas per 30.000 penduduk disebabkan karena jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi dengan wilayah yang tidak luas. Jika dilihat dari rasio terhadap jumlah penduduk, Provinsi Bali angkanya masih rendah. Rasio puskesmas 0,83 per 30.000 penduduk belum menggambarkan kondisi real aksessibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Walaupun demikian dalam hal sarana pelayanan kesehatan dasar, Bali memiliki kondisi yang baik yang berasal dari sektor swasta, dipertegas lagi dengan capaian kesehatan di Provinsi Bali yang menunjukkan angka yang baik. Sedangkan untuk rumah sakit di tahun 2019 total rumah sakit umum di Provinsi Bali sejumlah 58 unit dan rumah sakit khusus berjumlah 10 unit dengan total jumlah tempat tidur 13.401 buah dan di tahun 2020 mengalami pertambahan rumah sakit umum menjdai 61 unit dan rumah sakit khusus berjumlah 11 unit dengan total jumlah tempat tidur 14.790 buah.

Jumlah Puskesmas Pembantu Tahun 2019 tidak ada perubahan yaitu sebanyak 523 Pustu pada tahun 2020 jumlah Puskesmas Pembantu menurun menjadi sebanyak 521 Pustu. Jumlah ambulan pada tahun 2019 sebanyak 116 buah pada tahun 2020 meningkat menjadi 215 buah, Untuk puskesmas keliling terjadi penambahan sebanyak 11 buah yaitu dari 120 buah pada tahun 2019 menjadi 131 buah pada tahun 2020, hal ini disebabkan karena kegiatan pelayanan puskesmas keliling sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan lebih dekat kepada masyarakat terutama kepada masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari puskesmas ataupun pelayanan kesehatan lainnya.

Dari sisi kesiapan pelayanan, pada fasilitas pelayanan tingkat pertama (FKTP) khususnya puskesmas sampai tahun 2020, 120 puskesmas sudah terakreditasi. Sesuai dengan Peta jalan akeditasi puskesmas di Provinsi Bali, tahun 2019 semua puskesmas (120) diharapkan sudah terakreditasi. Sarana yang mendukung pelayanan di puskesmas sudah memadai, hanya saja masih ada beberapa bangunan puskesmas yang memerlukan perbaikan agar sesuai dengan pedoman bangunan puskesmas (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014). Begitu juga dengan prasarana dan alat kesehatan, masih ada yang belum lengkap. Untuk rumah sakit pemerintah, semua rumah sakit

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 75

pemerintah di Provinsi Bali sudah terakreditasi. Untuk akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan tingkat rujukan, tahun 2020, semua rs umum baik pemerintah dan swasta telah terakreditasi.

3.1.6 Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Provinsi Bali meningkat dari tahun ke tahun. Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai rumah tangga ber-PHBS antara lain:

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi bayu ASI eksklusif

3. Menimbang balita setiap bulan 4. Menggunakan air bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu 8. Makan sayur dan buah setiap hari

9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok didalam rumah

3.1.7 Sumber Daya Manusia Kesehatan

Sumber daya manusia kesehatan di Provinsi Bali pada tahun 2019 sebanyak 36.008 orang yang terdiri dari 26.638 orang tenaga kesehatan (73,97%) dan 9.370 orang tenaga penunjang kesehatan (26,02%). Proporsi tenaga kesehatan terbanyak yaitu tenaga paramedis sebanyak 61,34% dari total tenaga kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja dan pembagian waktu kerja.

Standar ketenagaan di puskesmas diukur berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas. Berdasarkan hal tersebut, tahun 2019, tenaga kesehatan di Provinsi Bali dilihat dari segi jumlah masih kurang dan sebaran yang tidak merata. Rata-rata tenaga medis, perawat dan bidan sudah memenuhi standar, sedangkan tenaga yang perlu dipenuhi untuk di pelayanan dasar adalah tenaga sanitarian, gizi, kefarmasian dan ahli teknologi laboratorium medik.

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 76

Untuk tenaga kesehatan di rumah sakit, tahun 2019, semua rumah sakit pemerinah sudah memiliki tenaga sesuai standar yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit.

Jadi, berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan, permasalahan kesehatan di Provinsi Bali tahun 2021 adalah sebagai berikut:

1. Angka Kematian Bayi Provinsi Bali sudah lebih rendah dari target daerah dan nasional tetapi perlu dipertahankan dan diturunkan

2. Angka kematian ibu Provinsi Bali sudah lebih rendah dari target daerah dan nasional tetapi perlu dipertahankan dan diturunkan

3. Cakupan kunjungan ibu hamil K1 di Provinsi Bali belum mencapai target daerah shinnga perlu ditingkatkan

4. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 di Provinsi Bali lebih tinggi dari target nasional, perlu ditingkatkan karena belum mencapai target daerah

5. Cakupan ibu bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan belum mencapai target daerah dan nasional sehingga perlu ditingkatkan.

6. Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) di Provinsi Bali sudah mencapai target daerah dan nasional namun perlu dipertahankan dan ditingkatkan.

7. Cakupan puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk anak usia sekolah kelas 1,7 dan 10 sudah melebihi target daerah dan nasional namun perlu dipertahankan dan ditingkatkan.

8. Prevalensi balita gizi buruk di Provinsi Bali lebih rendah dari target daerah dan target nasional namun perlu dipertahankan dan diturunkan.

9. Prevalensi balita gizi kurang di Provinsi Bali lebih rendah dari target daerah dan target nasional namun perlu dipertahankan dan diturunkan.

10. Prevalensi ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) di provinsi Bali lebih kecil dari target daerah dan nasional namun perlu dipertahankan dan diturunkan.

11. Cakupan balita stunting lebih rendah dari target nasional dan sesuai target daerah tetapi perlu pertahankan dan diturunkan.

12. Cakupan bayu usia kurang dari 6 bulan mendapatkan ASI eksklusif di Provinsi Bali sudah mencapai target daerah dan nasional namun perlu dipertahankan dan ditingkatkan.

13. Cakupan ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah 90 tablet di Provinsi Bali belum mencapai target daerah dan nasional sehingga perlu ditingkatkan.

14. Angka Notifikasi Kasus/ Case Notification RateTuberculosa (TBC) perlu ditingkatkan karena lebih rendah dari target nasional dan target daerah.

15. Angka keberhasilan pengobatan TBC perlu ditingkatkan karena belum mencapai target baik target daerah maupun target nasional.

Perubahan Renstra 2018-2023 Dinas Kesehatan Provinsi Bali 77

16. Angka kesakitan/ incidance rate Demam Berdarah Dengue (DBD) perlu diturunkan karena lebih tinggi dari target nasional.

17. Kasus rabies pada manusia perlu diturunkan karena lebih tingi dari target nasional 18. Kejadian Luar Biasa (KLB) yang ditangani kurang dari 24 jam telah mencapai target,

17. Kasus rabies pada manusia perlu diturunkan karena lebih tingi dari target nasional 18. Kejadian Luar Biasa (KLB) yang ditangani kurang dari 24 jam telah mencapai target,

Dalam dokumen PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS (Halaman 75-84)