• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

C. PROSEDUR PENELITIAN

1. Identifikasi Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Bogor

Penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi sistem pengelolaan sampah Kota Bogor. Identifikasi ini diperoleh dari data sekunder dan hasil survai lapangan. Data sekunder diperoleh dari literatur maupun dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (DLHK Kota Bogor). Sedangkan survai lapangan dilakukan di beberapa TPS di Kota Bogor, diantaranya yaitu di pusat perbelanjaan Giant Yasmin dan Plasa Jambu Dua Bogor, Pasar Induk Kemang Bogor, Pasar Merdeka dan Pasar Bogor.

Produksi sampah di Kota Bogor pada tahun 2007 per harinya mencapai 2,210 meter kubik. Dari jumlah tersebut yang dapat diangkut oleh DLHK Kota Bogor sebanyak 1,515 meter kubik atau sejumlah kurang lebih 69 persen. Dengan demikian 695 meter kubik (31%) sampah tidak terangkut

Ada beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pengangkutan sampah di Kota Bogor, seperti terbatasnya kendaraan operasional, sulitnya sejumlah lokasi pemukiman penduduk dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah, serta kesadaran masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

Untuk mengangkut sampah dari bak-bak sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Galuga, Pemkot Bogor memiliki kendaraan operasional antara lain: 64 dump truck, enam unit mobil pick- up, lima unit gerobak motor, 138 unit gerobak dorong, serta 100 unit kontainer penampung sampah yang tersebar di berbagai tempat di Kota Bogor.

Kesulitan lain dalam pengangkutan sampah di Kota Bogor adalah tidak semua pemukiman warga Kota Bogor bisa terjangkau oleh kendaraan operasional pengangkut sampah, terutama pemukiman warga yang berada di lereng dan lembah bukit yang prasarana jalannya hanya berupa gang kecil. Selain itu, belum semua warga memiliki kesadaran yang tinggi untuk membuang sampah di bak-bak sampah yang telah disediakan. Ada juga warga yang tinggal di bantaran kali atau di lahan berlereng yang membuang sampah ke kali atau ke tanah kosong. Kondisi ini bisa menimbulkan permasalahan baru, yakni pencemaran lingkungan (www.monitordepok.com 26 Februari 2008, diakses 30 Agustus 2008).

Berdasarkan hasil survai lapangan di beberapa TPS di Kota Bogor, pengelolaan sampah di pusat perbelanjaan umumnya cukup baik, sampah sebelum diangkut ke TPA oleh truk sampah, di TPS tersebut sampah dipisahkan terlebih dahulu antara sampah basah dan sampah kering, sehingga lebih mudah dalam pengelolaan selanjutnya. Sedangkan di pasar- pasar tradisional, seperti pasar Merdeka sampah hanya dikumpulkan di

TPS pasar kemudian diangkut ke TPA oleh armada pengangkut sampah dari DLHK Kota Bogor.

Hasil identifikasi sistem pengelolaan sampah ini akan digunakan untuk menentukan batasan sistem dan metode pengambilan data yang akan dilakukan. Energi yang diperlukan untuk kegiatan pada sistem pengelolaan sampah ini adalah energi manusia dan energi bahan bakar. Energi manusia, dalam hal ini seperti personil angkutan truk sampah dan petugas kebersihan sampah di TPS. Untuk energi bahan bakar dimanfaatkan untuk transportasi sampah dari TPS ke TPA.

2. Metode Analisis

Analisis Komposisi Sampah

Pengambilan sampel sampah yang diambil secara acak, kemudian dipisahkan komposisi sampah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Adapun sampah organik adalah sisa sayuran, sisa buah-buahan, jerami, daun dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik adalah kertas, kaca, barang pecah belah, mika, plastik, kaleng, kain, besi, logam, kayu, karet (pada dasarnya kertas dan kayu merupakan sampah organik, tetapi sifat dari kedua benda ini sulit terdekomposisi sehingga penanganan untuk kertas dan kayu sama seperti sampah anorganik lainnya). Pengambilan sampel berdasarkan volume yang sama yaitu 3.375 x 10-3 m3.

2.2. Analisis Biaya Energi

2.2.1. Sistem Pengelolaan Sampah secara konvensional (Kumpul- Angkut-Buang)

Secara umum sistem pengelolaan sampah Kota Bogor adalah pengumpulan sampah dari sumber ke TPS, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dan pengolahan sampah di TPA. Sehingga dari sini dibutuhkan biaya energi yang tidak sedikit, baik itu untuk pemeliharaan kendaraan pengangkut sampah maupun untuk para personil angkutan dan petugas kebersihan lainnya. Menurut Sudradjat (2007) jumlah kendaraan dan personil angkutan ditentukan berdasarkan volume sampah per hari. Batasan sistem yang dilakukan analisis biaya energi pada penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan kegiatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Dalam penelitian yang dilaksanakan, batasan sistem yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut :

a. Kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh para pengelola sampah dalam usaha pengangkutan sampah dari sumber ke TPS dan dari TPS ke TPA.

b. Kebutuhan energi manusia yang dihitung hanya meliputi kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses pengumpulan dan pengangkutan sampah, tidak termasuk bagian administrasi.

Analisis biaya energi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Besarnya energi yang dikeluarkan akan dikonversi dalam bentuk biaya, baik itu pada energi manusia maupun energi BBM. Data yang dibutuhkan yaitu volume sampah yang terbuang per hari, kapasitas truk satu kali angkut sampah, frekuensi angkut, upah personil angkutan, upah petugas kebersihan pasar, jumlah personil

angkutan, jumlah petugas kebersihan pasar, biaya pembelian bahan bakar untuk setiap truk, biaya pemeliharaan truk.

2.2.2. Sistem Pengelolaan Sampah Secara Modern (pengolahan sebagian sampah di sumber sampah (TPS))

Sistem pengelolaan sampah secara modern ini yaitu dengan melakukan analisis penggunaan biaya energi untuk mengolah sebagian sampah yang berupa sampah organik untuk diolah menjadi pupuk kompos dan sebagian sampah yang anorganik diangkut ke TPA. Biaya energi pembuatan kompos dihitung berdasarkan tahapan-tahapan dalam proses pembuatan kompos.

2.3. Analisis Potensi Sampah

Potensi sampah organik untuk pupuk kompos dihitung berdasarkan harga jual pupuk kompos. Untuk kemasan karung (kapasitas 25 kg) mempunyai nilai jual Rp. 400/kg sampai Rp. 600/ kg, sedangkan pupuk kompos dalam kemasan plastik (kapasitas 5 kg) mempunyai nilai jual Rp. 700/kg sampai Rp. 1,000/kg.

Asumsi perhitungan:

Potensi pupuk kompos dengan mengasumsikan harga pupuk kompos sebesar Rp. 700/kg adalah massa pupuk kompos dikalikan dengan harga pupuk kompos. Misalkan dari hasil pengolahan sampah dihasilkan sebanyak 202.5 kg pupuk kompos, maka potensi pupuk kompos tersebut jika dijual sebesar Rp. 141,750,-.

3. Alternatif Sistem Pengelolaan Sampah

Penentuan alternatif sistem pengelolaan sampah yaitu dari hasil analisis biaya energi yang dikeluarkan. Sistem pengelolaan sampah yang mampu menghemat biaya energi akan direkomendasikan sebagai alternatif sistem pengelolaan sampah yang dapat diterapkan pada kondisi tersebut.

Pengelolaan sampah seharusnya dilakukan bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah citra sampah sebagai barang negatif menjadi barang positif di mata masyarakat. Tingginya sampah organik di Kota Bogor yaitu

sebanyak 72.88 % dari keseluruhan komposisi sampah yang ada, maka alternatif pengelolaan sampah yang dapat dilakukan adalah dengan pengomposan. Selain dapat mengendalikan bahaya pencemaran, pengomposan juga dapat menghasilkan produk yang menguntungkan secara ekonomis dan kemudahan dalam teknologi produksi kompos.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi literatur terkait dengan usaha pengelolaan sampah yaitu DLHK Kota Bogor.

b. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara yaitu:

1. Wawancara, dilakukan kepada petugas kebersihan dan personil angkutan di TPS pasar.

2. Observasi, berupa pengamatan langsung di lapangan dengan mendatangi lokasi.

Gambar 5. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan sampah dari sumber ke TPS Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA

- Energi manusia - Energi manusia

- Energi BBM

Analisis biaya energi

alternatif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah

Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah sampah ini bervariasi menurut waktu dan tempat yang berbeda. Sampah kota dalam jumlah besar dijumpai pada daerah dengan kepadataan penduduk tinggi (Beukens, 1975 di dalam Winarti, 1997). Sedangkan berdasarkan Status Lingkungan Hidup Daerah ( SLHD) Kota Bogor 2006, DLHK Kota Bogor, bahwa karakteristik dan kuantitas sampah yang dihasilkan oleh kegiatan perkotaan sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi dan karakteristik kota yang bersangkutan.

Jumlah sampah di Kota Bogor terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Dari tahun 2005 timbulan sampah sebanyak 793,448 m3/tahun atau sekitar 2,204 m3/hari menjadi 800,640 m3/tahun atau sekitar 2,224 m3/hari pada tahun 2008. Berdasarkan Tabel 3 sumber sampah terbesar yaitu berasal dari rumah tangga atau pemukiman sebesar 63.1 persen, kemudian disusul sampah yang berasal dari pasar sebesar 13.3 persen. Secara lengkap persentase sampah dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase sampah dan sumbernya di Kota Bogor

No. Sumber Sampah Jumlah (%)

1 Rumah tangga atau pemukiman 63.1

2 Pasar 13.3

3 Sapuan jalan 7.5

4 Pertokoan atau restoran 7

5 Fasilitas umum 4.5

6 Industri 4.7

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (2005)

Limbah padat organik di Kota Bogor memiliki persentase yang paling tinggi sebesar 72.88 persen. Komposisi sampah di Kota Bogor dapat

dilihat pada Tabel 4. Dari hasil pengukuran komposisi sampah di beberapa TPS pasar di Kota Bogor jenis sampah organik memiliki persentase yang tinggi yaitu rata-rata di atas 60 persen. Sampah di TPS pasar berasal dari sisa- sisa kegiatan pasar berupa sisa sayuran, sisa buah-buahan serta dari kemasan produk pangan (plastik, kertas, kayu dan lain-lain). Penentuan komposisi sampah di TPS pasar dilakukan dengan pengambilan sampel sampah di tiga titik yang berbeda untuk tiap TPS. Untuk di TPS pasar Jl. Dewi Sartika dilakukan pengambilan sampel sampah di enam titik yang berbeda karena terdapat dua TPS. Data hasil pengkomposisian sampah di TPS Pasar dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 4. Tingginya jumlah sampah organik yang dihasilkan di beberapa pasar di Kota Bogor sangat berpotensi untuk dilakukan pengolahan di sumbernya (TPS) untuk diolah menjadi kompos. Sehingga akan mengurangi biaya pengangkutan sampah ke TPA.

Tabel 4. Komposisi sampah di Kota Bogor

No. Jenis Sampah Jumlah (%)

1 Organik 72.88

2 Kertas 5.98

3 Plastik 11.11

4 Logam 1.74

5 Kaca atau gelas 2.07

6 Karet 1.65

7 Kain/tekstil 1.88

8 Kayu 1.18

9 Lain – lain 1.51

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (2005)

Tingginya sampah organik di pasar-pasar tradisional di Kota Bogor karena banyaknya sampah yang berasal dari sisa sayur-sayuran, buah-buahan dan sisa makanan yang terbuang. Sampah plastik biasanya berasal dari sisa pembungkus, begitu juga kertas. Sampah kain kebanyakan dari pedagang

tekstil, sedangkan sampah kaca, kayu, logam dan karet berasal dari sisa pedagang pecah belah, buah-buahan, sembako, elektronik dan lain-lain.

2. Sifat Kimia Sampah

Untuk sifat kimia sampah Kota Bogor, DLHK Kota Bogor tidak secara

langsung melakukan perhitungan sendiri terhadap sifat kimia sampah. Departemen Cipta Karya Jakarta pada Tahun 2006 melakukan penelitian

terhadap sifat kimia sampah Kota Bogor mengenai “Profil Kota Bogor 2006”. Karakteristik timbulan sampah Kota Bogor berdasarkan sifat kimianya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat kimia sampah Kota Bogor

Parameter Nilai Kadar Air Kadar Abu Kadar C- Organik Kadar N Kadar P C/N Nilai Kalor 58.82 % 7.75 % 39.46 % 0.97 % 17,052.30 mg/kg 40.68 2,200 – 2,500 kkal/kg

Sumber: Konsultan, Departemen Cipta Karya Jakarta (2006)

B. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA

Dari limbah yang dihasilkan di beberapa daerah dapat dilakukan penanganan dengan beberapa kemungkinan yaitu didaur ulang menjadi bahan baku pada suatu proses produksi (kertas, karton, plastik, logam, botol dan sebagainya), diolah menjadi kompos (umumnya dari jenis sampah organik), ditumpuk di tempat pembuangan sampah akhir. Penanganan sampah yang tepat, selain dapat menjadi jalan keluar dari masalah keterbatasan lahan untuk penumpukan/pembuangan sampah, juga dapat memberikan manfaat atau nilai ekonomis.

Secara umum pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah Kota Bogor tetapi masyarakat bertanggung jawab untuk mengumpulkan atau menempatkan sampah rumah tangga pada tempat sampah sementara (TPS) individu, kemudian pengangkutan dari TPS ke TPA menjadi tanggung jawab pemerintah Kota (DLHK). Secara garis besar tahap pertama di dalam penanganan sampah Kota Bogor ialah mengumpulkan sampah dari berbagai tempat ke suatu lokasi pengumpulan, kemudian pengangkutan sampah ke TPA, kemudian mulai melakukan pengolahan sampah menjadi kompos di lokasi TPA Galuga, Kecamatan Cibungbulang. Di TPA Galuga yang diolah menjadi kompos pun hanya sampah yang berasal dari sampah pasar. Sampah organik dari sumber lain langsung dibuang di lahan TPA yang disediakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum sistem pengelolaan sampah di Kota Bogor masih menggunakan sistem kumpul-angkut-buang tanpa ada penanganan di lokasi sumber sampah.

Menurut Clark (1977) di dalam Kurniawan (2006) banyak cara dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah diantaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah sistem penimbunan atau pemadatan secara berlapis (Sanitary Landfill), sehingga sampah tidak terbuka lebih dari 24 jam. Di TPA Galuga pengelolaan sampah dengan metode controlled landfill yang sebenarnya hampir sama dengan metode open dumping, namun pada metode controlled landfill terdapat proses penanganan sampah lanjutan, seperti pengolahan menjadi kompos untuk sampah organik dan sampah tidak hanya dibuang ke tempat terbuka tanpa ada perlakuan. Sampah yang dibawa oleh truk sampah ke TPA Galuga memperhatikan lokasi pembuangan, dimana untuk tumpukan sampah dilakukan secara merata tidak hanya ditumpuk pada satu titik yang menyebabkan sampah menumpuk pada satu titik. Selain memperhatikan lokasi penumpukan sampah, metode controlled landfill juga telah dilengkapi dengan unit pengolahan air lindi.

Gambar 6. TPA Galuga (Kecamatan Cibungbulang)

Pelayanan penanganan sampah belum sepenuhnya terjangkau oleh petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor. Hal ini dapat disebabkan karena kesulitan menjangkau area pelayanan (seperti lingkungan perumahan yang padat, lokasi yang tidak bisa dilalui truk sampah) dan karena keterbatasan jumlah personil tenaga kebersihan. Untuk lokasi yang belum dapat terjangkau pelayanan kebersihan, masyarakat melakukan penanganan sampah sendiri, seperti membakar, membenamkan sampah dalam tanah dan sebagian membuang ke sungai.

Untuk melaksanakan tugas, DLHK Kota Bogor memiliki petugas operasional Kebersihan (diluar 1 Kepala Bidang) dengan total jumlahnya sebanyak 563 orang. Secara lengkap petugas kebersihan DLHK Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Petugas kebersihan DLHK Kota Bogor

Petugas Kebersihan Jumlah (orang)

Kepala Dinas 1

Kepala Seksi 2

Pengawas Angkutan 2

Koord. Wilayah 9

Pengemudi Dump Truk 64

Pengemudi Arm Roll Truk 30

Crew Angkutan 185

Pengawas Penyapu 2

Pengendali 28

Penyapu 240

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (2007)

Sarana operasional yang dimiliki DLHK Kota Bogor dalam upaya penanganan sampah meliputi alat pengangkut sampah dan prasarana pengelolaan sampah . Secara lengkap jenis dan jumlah secara operasional tersebut disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Sarana operasional yang dimiliki DLHK Kota Bogor No. Sarana Operasional Jumlah(unit)

1 Alat Pengangkut Sampah

- motor sampah 10

- dump truck 64

- arm roll 30

- kijang pick up 6

- minibus 2

- truk tangki air 1

- truk tinja 4 - sepeda motor 16 - container 100 - gerobak sampah 68 - bulldozer 3 - whell loader 2 - excavator 1 - track loader 1 - backhoe loader 2

2 Prasarana Pengelolaan Sampah

- transfer depo 9

- TPS 967

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (2007)

Pola operasional dalam pengelolaan sampah di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 7. Pola operasional pengelolaan sampah pasar di Kota Bogor masih sangat sederhana, yaitu sampah yang berasal dari sumber sampah di dalam pasar disapu dan dikumpulkan oleh petugas dari dinas pasar atau dinas kebersihan kedalam tempat penampungan sementara (TPS). Kemudian sampah yang telah tertampung tersebut siap untuk diangkut oleh truk, dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Kecamatan Cibungbulang. Dari sistem pengelolaan sampah yang ada di pasar-pasar Kota Bogor akan dilakukan analisis biaya pada tahap pengumpulan sampah ke TPS sampai

pengangkutan sampah ke TPA baik itu berupa tenaga manusia maupun dari segi konsumsi BBM.

Penyapuan dan pengumpulan oleh petugas dari dinas kebersihan

Pengumpulan dan pengangkutan dengan truk

Gambar 7. Bagan Pola Operasional Pengelolaan Sampah Pasar di Kota Bogor

Gambar 8. Pola Pengelolaan Sampah Di Kota Bogor

C. ANALISIS BIAYA ENERGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA

Analisis biaya energi diarahkan kepada sistem pengelolaan sampah kota khususnya sampah pasar secara konvensional tanpa adanya pengolahan di

Sumber sampah pasar

Tempat pemindahan (TPS)

sumber (TPS), dimana sampah langsung diangkut ke TPA dan sebagai alternatif yaitu sistem pengelolaan sampah kota khususnya sampah pasar secara modern dengan adanya sebagian sampah yang diolah di sumber (TPS).

Untuk sistem pengelolaan sampah pasar secara konvensional dihitung energi pengangkutan mulai dari pengumpulan sampah dari sumber ke TPS sampai kepada pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Hitungan ini terdiri dari dua komponen pokok yaitu biaya personal (gaji/upah) dan biaya peralatan (bahan bakar, dan pemeliharaan). Dalam penelitian ini hanya biaya operasional (operasional cost) yang diperhitungkan. Biaya seperti yang ditampilkan pada Tabel 8 dihitung berdasarkan data Tabel Lampiran 5, dalam satuan waktu dengan asumsi 30 hari kerja per bulan.

Tabel 8. Biaya Pengumpulan Sampah dari Sumber ke TPS dan Pengangkutan dari TPS ke TPA

Pengangkutan sampah dari sumber sampai ke TPA

Vol. Sampah terangkut (m3/hari) Biaya operasional (Rp/hari) Psr. Merdeka 12 569,470 Psr. Jl. Dewi Sartika 24 867,274 Psr. Bogor 48 2,645,142 Psr. Jambu Dua 9 507,857

Sumber: Hasil Analisis

Data Tabel 8 menunjukkan biaya operasional pengelolaan sampah pasar secara konvensional per hari mulai dari pengumpulan sampai pengangkutan sampah ke TPA tanpa adanya sebagian sampah yang diolah di sumber (TPS) untuk pasar Merdeka adalah Rp 569,470 per hari atau sebesar Rp 47,456 per m3 sampah pasar, pasar Jl. Dewi Sartika adalah Rp 867,274 per hari atau sebesar Rp 36,136 per m3 sampah pasar, sedangkan untuk pasar Bogor adalah Rp 2,645,142. per hari atau sebesar Rp 55,107 per m3 sampah pasar dan pasar Jambu Dua adalah Rp 507,857 per hari atau sebesar Rp 56,429 per m3 sampah pasar.

Untuk sistem pengelolaan sampah pasar secara modern dihitung biaya operasional pembuatan pupuk kompos per hari untuk sebagian sampah pasar yang berupa sampah organik yang didasarkan atas perkiraan biaya pembuatan pupuk kompos sebanyak 4 m3 sampah per hari (Lampiran 6). Hitungan ini terdiri dari biaya yang dibutuhkan untuk masing-masing tahapan dalam pembuatan pupuk kompos. Biaya pembuatan pupuk kompos di tiap tempat penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 dihitung berdasarkan data Tabel Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran 9 dan Lampiran 10, dalam satuan waktu dengan asumsi 30 hari kerja per bulan.

Tabel 9. Biaya Pembuatan Pupuk Kompos di Tiap Tempat

Lokasi Vol. Sampah (m3/hari) Biaya operasional

(Rp/hari)

TPS Psr. Merdeka 12 373,000

TPS Psr. Jl. Dewi Sartika 24 720,000

TPS Psr. Bogor 48 1,131,000

TPS Psr. Jambu Dua 9 344,250

Sumber: Hasil Analisis

Pada sistem pengelolaan sampah pasar secara modern selain dihitung biaya pembuatan pupuk kompos per hari untuk sampah organiknya, maka untuk sisa sampah yang berupa anorganik harus diangkut ke TPA. Untuk pengangkutan sampah anorganik ke TPA dibutuhkan biaya pengangkutan. Biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut sampah anorganik per hari ke TPA ditampilkan pada Tabel 10 dihitung berdasarkan data Lampiran 12, dalam satuan waktu dengan asumsi 30 hari kerja per bulan.

Tabel 10. Biaya Pengangkutan Sampah Anorganik Ke TPA Pengangkutan sampah

anorganik dari sumber ke TPA

Vol. Sampah anorganik terangkut (m3/hari) Biaya operasional (Rp/hari) Psr. Merdeka 2.88 136,673 Psr. Jl. Dewi Sartika 0.24 8,673 Psr. Bogor 15.84 872,895 Psr. Jambu Dua 1.53 86,336

Sumber: Hasil Analisis

Dari Tabel 9 dan 10 menunjukkan bahwa besarnya biaya energi yang harus dikeluarkan bila menggunakan sistem pengelolaan sampah pasar secara modern dengan adanya pengolahan sebagian sampah di lokasi sumber sampah (TPS) yaitu dari penjumlahan biaya untuk pembuatan pupuk kompos dan biaya pengangkutan sampah anorganik ke TPA untuk lokasi pasar Merdeka adalah Rp 509,673 per hari atau sebesar Rp 42,473 per m3 sampah pasar, pasar Jl. Dewi Sartika adalah Rp 728,673 per hari atau sebesar Rp 30,361 per m3 sampah pasar, sedangkan untuk pasar Bogor adalah Rp 2,003,895 per hari atau sebesar Rp 41,748 per m3 sampah pasar dan pasar Jambu Dua adalah Rp 430,586 per hari atau sebesar Rp 47,843 per m3 sampah pasar.

12 24 48 9 569.470 2.645.142 867.274 507.857 430.586 2.003.895 728.673 509.673 0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 Psr. Merdeka Psr. Jl. Dew i Sartika

Psr. Bogor Psr. Jambu Dua

Lokasi B ia y a O p e ra s io n a l

Vol. Sampah terangkut (m3/hari) Sistem Konvensional Sistem Modern

Gambar 9. Diagram Perbandingan Biaya Energi Sistem Pengelolaan Sampah Secara Konvensional dan Secara Modern

D. ALTERNATIF PENGELOLAAN SAMPAH KOTA

Pengelolaan sampah merupakan salah satu prioritas program pemerintah Kota Bogor pada tahun 2005-2009 dalam rangka pengelolaan kesehatan lingkungan masyarakat. Tujuan pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu, dan menekan volume sehingga mudah diatur.

Selama ini alternatif pengelolaan sampah yang ada di Kota Bogor yaitu dimulai dengan melakukan pengumpulan sampah, pengangkutan sampah ke TPA Galuga, pembakaran sebagian sampah dengan insinerator dan pengolahan sampah di TPA Galuga dengan pengomposan. Di Kota Bogor

mempunyai 2 unit insinerator di Pasar Bogor dan 3 unit insinerator di DLHK Kota Bogor. Pengelolaan sampah dengan insinerator di kedua tempat tidak lagi beroperasi dikarenakan biaya operasional yang mahal. Jika sampah diangkut dan diolah menjadi kompos di TPA, masalah yang timbul adalah tidak semua sampah dapat terangkut dikarenakan banyak pemukiman warga yang susah dijangkau oleh mobil pengangkut sampah dan kebiasaan warga pinggir sungai yang membuang sampahnya ke sungai. Beberapa alternatif pengelolaan sampah adalah penumpukan, pengomposan, pembakaran, sanitary landfill, untuk pakan ternak serta untuk pembuatan biogas.

Dokumen terkait