KAWASAN KAJIAN
5.2 Identifikasi Sistem Prasarana Lingkungan Permukiman
Adapun beberapa aspek yang akan dianalisis dalam prasarana lingkungan permukiman meliputi kondisi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan air limbah, dan pengelolaan persampahan.
5.2.1 Kondisi jaringan jalan
Berdasarkan obsevasi diketahui bahwa pembangunan jalan lingkungan tersebut dilakukan swadaya masyarakat dan pemeritah daerah. Hal tersebut berarti sebagian besar jalan di Kampung Nelayan dibangun dengan swadaya masyarakat.
Adapun jalan di Kampung Nelayan termasuk jalan lingkungan dengan lebar 1,2 meter (sepanjang 3854,49 m), lebar 1,3 meter (sepanjang 609,29 m), lebar 1,4 meter (sepanjang 701,20 m), dan lebar 1,5 meter (sepanjang 533,22 m). Material prasarana jalan di Kampung Nelayan umumnya kayu (sepanjang 4313,14 m), tetapi ada beberapa bagian berupa rabat beton (sepanjang 683,86 m) dan dengan kondisi beberapa bagian mengalami kerusakan. Standard cakupan jaringan jalan yaitu panjang 40-60 m/ha dengan lebar 2-5 meter, dapat dilalui dengan kecepatan 5 s.d 10 km/jam dan harus dapat diakses dengan mudah. Pada jaringan jalan di Kampung Nelayan dimanfaatkan sebagai penghubung antar rumah dan tidak terdapat pemanfaatan lainnya seperti pedestrian dan hanya dapat dilalui oleh kenderaan roda 2 (Tabel 5.1, Gambar 5.6, 5.7, 5.8 dan 5.9).
Tabel 5.1 Analisa Jaringan Jalan
No Komponen Kondisi Standard Pemanfaatan Keterangan
1 Dimensi 1. Lebar 1,2 m
Gambar 5.6 Kondisi Jaringan Jalan di Kampung Nelayan Sumber: Survey Lapangan, 2015
Mobilitas atau pergerakan penduduk Kampung Nelayan dilayani dengan keberadaan sarana transportasi berupa perahu/sampan dengan biaya Rp. 3.000.
Gambar 5.7 Jaringan Jalan Sumber: Survey Lapangan, 2015
Gambar 5.8 Penampang Jalan Material Papan Sumber: Survey Lapangan, 2015
Gambar 5.9 Penampang Jalan Material Beton Sumber: Survey Lapangan, 2015
Menurut Organization For Economic Coorporation and Development (1991:19) jalan lingkungan dalam studi ini difokuskan pada perumahan yang telah terbangun yaitu jalan yang hanya melayani suatu lingkungan tertentu dan lain-lain yang menghubungkan antar bangunan serta mempunyai hubungan langsung dengan pekarangan atau bangunan yang ada dikiri kananannya. Tipe jalan lingkungan untuk Kampung Nelayan yaitu jalan lokal sekunder tipe I yang berfungsi sebagai pejalan kaki karena mempunyai lebar tidak lebih dari 1,5 meter, berlokasi didalam lingkungan permukiman dan tanggung jawab ada pada masyarakat.
5.2.2 Kondisi jaringan air bersih
Lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan air minum atau sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan air
sambungan halaman (SNI-03-1733-2004).
Berdasarkan observasi diketahui sumber air bersih yang didapat dengan cara membeli eceran, sumur dan tangki air (Tabel 5.2, Gambar 5.10). Adapun penduduk yang terlayani air bersih di Kampung Nelayan yaitu sekitar 1.500 jiwa penduduk (55,05% dari jumlah penduduk Kampung Nelayan) dengan sumber air bersih berasal dari sumur-sumur bor yang ada. Tangki air di Kampung Nelayan hanya untuk melayani MCK-MCK yang ada.
Tabel 5.2 Analisa Jaringan Air Bersih
No Komponen Kondisi Standard Pemanfaatan Ket
1 Dimensi - 1. Standar cakupan
pelayanan jaringan air bersih yaitu 55 s.d 75% dan memenuhi standar air bersih.
2. Standard pelayanan jaringan air besih di eksisitng dan standar, maka di Kampung Nelayan penduduk terlayani jaringan air bersih hanya 55% dari seluruh penduduk.
4. Standard kualitas air bersih dengan melihat
Dimanfaatka
4. Untuk eksisting cakupan
pelayanan jaringan air bersih 1500x30=45.000 l/org/hr
bening) , rasa (tidak berasa) dan bau (tidak berbau) sesuai dengan SK Men Kes No.
416/MEN/KES/Per/IX /1990
Sumber: Analisa, 2015
Gambar 5.10 Kondisi Jaringan Air Bersih di Kampung Nelayan Sumber: Survey Lapangan, 2015
Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001 Tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk jaringan air bersih standar cakupan pelayanan yaitu 55 s.d 75% penduduk terlayani dengan tingkat pelayanan 30-50 lt/org/hari untuk lingkungan perumahan dan memenuhi standar air bersih (warna, rasa dan bau) sesuai dengan SK Men Kes No 416/MEN/KES/Per/IX/1990 (Tabel 5.2).
Penyediaan air bersih di bedakan menjadi 2(dua) sistem (Chatib, 1996), yaitu sistem penyediaan air bersih individual (Individual Water Supply Septik) dan sistem penyediaan air bersih komunitas (Community/Municipality Water Supply Septik).
adalah sistem penyediaan air bersih untuk penggunaan pribadi atau pelayanan terbatas. Sumber air yang digunakan dalam sistem ini umumnya berasal dari air tanah. Sistem penyediaan ini biasnya tidak memiliki komponen transmisi yang dibangun oleh pengembang untuk melayani suatu lingkungan perumahan yang dibangunnya. Berdasarkan uraian tersebut, yang termasuk dalam sistem ini adalah sumur gali,pompa tangan dan sumur bor (untuk pelayanan suatu lingkungan
perumahan tertentu). Masyarakat di Kampung Nelayan memperoleh air bersih dari sumur, tangki air dan dengan membeli eceran. Untuk sumur bor, di Kampung Nelayan ini telah terdapat 25 titik sumur bor yang menyebar di seluruh blok kampung.(Gambar 5.11).
Sumber: Survey Lapangan, 2015
Sistem penyediaan air bersih komunitas (Community/Municipality Water Supply Septik) adalah suatu sistem penyediaan air bersih untuk masyarakat umum atau skala kota, dan untuk pelayanan yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan rumah tangga (domestik), sosial maupun industri. Sumber air yang digunakan umumnya air sungai atau sumber mata air yang memiliki kuantitas cukup besar.
Sistem penyediaan air bersih meliputi berbagai peralatan seperti: tangki air bawah tanah, tangki air di atas atap, pompa-pompa, perpipaan dan sebagainya. Untuk sistem
ini di Kampung Nelayan yaitu dengan adanya tangki-tangki air yang mengalirkan air di MCK umum (Gambar 5.12).
Gambar 5.12 Tangki Air dan MCK Umum Sumber: Survey Lapangan, 2015 5.2.3 Kondisi jaringan listrik
Dengan jumlah penduduk di Kampung Nelayan sebanyak 2.725 jiwa penduduk, untuk ketersediaan jaringan listrik telah memenuhi standar pelayanan minimal. Akan tetapi tetapi kondisi kabel yang cukup rendah dapat membahayakan keamanan masyarakat Kampung Nelayan (Tabel 5.3 dan Gambar 5.13).
Gambar 5.13 Kondisi Jaringan Listrik Sumber: Survey Lapangan, 2015
Adapun berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001 Tentang Pedoman Penentuan Standar dengan jumlah penduduk < 30.000 orang dengan standard kualitas berdasarkan kuat penyinaran yaitu
< 500 lux dengan tinggi > 5 meter dari muka tanah (Tabel 5.3).
Tabel 5.3 Analisa Jaringan Listrik
No Komponen Kondisi Standard Pemanfaatan Keterangan
1 Dimensi Jumlah penduduk di telah mendapat aliran
listrik dan
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi (Dirjen Cipta Karya, 1998) adalah setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya
dilayani daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga. Jadi, untuk 2.725 jiwa di Kampung Nelayan harus dapat dilayani daya listrik minimum sebesar 1.226,25 KVA dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga (1226,25 KVA) yaitu sebesar 490,50 KVA. Selain itu jaringan listrik lingkungan disediakan dengan mengikuti hirarki pelayanan, dimana besar pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit hunian yang mengisi blok siap bangun; disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area damija (daerah milik jalan) yang tidak menghalangi sirkulasipejalan kaki; disediakan gardu listrik untuk
setiap 200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada lahan yang bebas dari kegiatan umum.
5.2.4 Kondisi jaringan pembuangan air limbah
Untuk jaringan pembuangan air limbah dan air hujan di Kampung Nelayan tidak ada. Limbah rumah tangga dan tinja langsung dibuang di bawah rumah mereka.
Hal tersebut dikarenakan berdasarkan observasi diketahui bahwa masyarakat umumnya tidak mengetahui sistem pembuangan air limbah. Hal tersebut terlihat pada MCK umum yang ada di Kampung Nelayan tidak memiliki saluran pembuangan.
Masyarakat di Kampung Nelayan menganggap dengan membuang limbah rumah tangga dan tinja langsung ke bawah rumah mereka lebih praktis karena pada saat
dan Gambar 5.14).
Gambar 5.14 Kondisi Jaringan Pembuangan Air Limbah Sumber: Survey Lapangan, 2015
Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001 Tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM), untuk jaringan pembuangan air limbah cakupan pelayanan yaitu berdasarkan presentase jumlah penduduk yaitu 50-70% dengan tingkat pelayanan berupa tangki septik dan MCK yang disesuaikan oleh masyarakat, mobil tinja untuk pelanan
maksimal 120.000 jiwa yang melayani 2 tangki septik setiap hari, IPLT sistem kolam dengan debit 5 m3/hari dan pengosongan lumpur tinja setiap 5 tahun sekali (Tabel 5.8). Untuk standar jaringan pembuangan air limbah sesuai dengan SK SNI T-07-1989-F Kep. Dirjen CK No. 07/KPTS/1999 dengan asumsi produksi lumpur tinja 50 l/org/hr dan produksi air limbah 85-1751/org/hr.
Tabel 5.4 Analisa Jaringan Pembuangan Air Limbah
No Komponen Kondisi Standard Pemanfaatan Keterangan
1 Dimensi Tidak terdapat
disesuaikan oleh tangki septik setiap hari.
Beberapa jenis tempat pembuangan tinja (Budi Sinulingga, 254:1999) antara lain sebagai berikut pit latrine (kaskus), pit latrine (kaskus) dengan ventilasi, leher angsa, tangki septik dan lapangan peresapan. Adapun untuk kawasan studi yang sesuai yaitu pit latrine (kaskus) dengan ventilasi. Pit latrine atau kaskus ini adalah bentuk konstruksi yang paling sederhana, dibuat dengan menggali tanah diameter ±1 meter sedalam ±1,5 meter dan membuat konstruksi penutup diatasnya. Konstruksi ini murah dan mudah dalam pembuatannya, tetapi memiliki kelemahan antara lain bau, dan dapat menjadi pembiakan binatang yang mengakibatkan penyakit. Jadi pit latrine (kaskus) dengan ventilasi ini yaitu pit latrine (kaskus) tetapi ditambah dengan sistem ventilasi dari lubang sehingga ruangan menjadi tidak bau (Gambar 5.15).
Gambar 5.15 Pit Latrine (Kaskus) dengan Ventilasi Sumber: Survey Lapangan, 2015
5.2.5 Kondisi pengelolaan sampah
Selain itu, berdasarkan wawancara menyatakan masyarakat setempat dengan sengaja membuang sampah di sekitar permukiman mereka agar tumpukan-tumpukan sampah mereka semakin padat dan jika tumpukan tersebut padat akan menambah daratan di sekitar permukiman mereka. Masyarakat Kampung Nelayan sudah terbiasa dengan bau tidak sedap yang diakibatkan tumpukan sampah dan limbah rumah tangga (Gambar 5.16).
Gambar 5.16 Kondisi Pengelolaan Persampahan Sumber: Survey Lapangan, 2015
Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001 Tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM),
penduduk terlayani untuk kepadatan rendah, dengan asumsi timbunan sampah 2,5-3,5 lt/org yang terdiri dari 75% sampah domestik dan 25% sampah non domestik.
Adapun tingkat pelayanan terdiri dari pewadahan (kantong plastik bekas untuk setiap sumber sampah), pengumpulan (gerobak sampah 1m3/1000 penduduk terlayani, dump truck 6m3/10.000 tranfers depo dengan 100-250 m2 untuk 30.000 penduduk), pengangkutan (Dump truck 6 m3 untuk 10.000 pendudukan), dan pemindahan (transfer depo dengan 100-150 m2 untuk 30.000 terlayani dengan radius 400-600 m), dan tempat pembuangan akhir (TPA) menggunakan sistem ”contolled landfill” pada lokasi yang tidak produktif bagi pertanian, muka air tanah cukup dalam dan jenis
tanah kedap air (Tabel 5.4). Untuk di Kampung Nelayan, sistem pewadahan berupa kantong plastik dan untuk sistem pengumpulan menggunakan gerobak sampah.
Tabel 5.4 Analisa Jaringan Pengelolaan Sampah
No Komponen Kondisi Standard Pemanfaatan Keterangan
1 Dimensi Tidak terdapat
penduduk terlayani untuk kepadatan rendah, dengan asumsi timbunan sampah 2,5-3,5 lt/org yang terdiri
terdiri dari:
f. pewadahan: kantong plastik bekas untuk setiap sumber sampah g. pengumpulan; gerobak
sampah 1m3/1000
i. pemindahan: transfer depo dengan 100-150 sistem ”contolled landfill”
pada lokasi yang tidak produktif bagi pertanian, muka air tanah cukup dalam dan jenis tanah kedap air
Sumber: Analisa, 2015
Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya, tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber; dan tahap pengangkutan (Chandra, 2007). Tahapan pengelolaan sampah di Kampung Nelayan yaitu tahapan pengumpulan dan penyimpanan sampah di tempat sumber. Sampah yang ada di lokasi sumber (rumah tangga) ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya.
harus memenuhi persyaratan berikut ini konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor, memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan, ukuran sesuai sehingga mudah diangkat oleh satu orang. Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam depo (rumah sampah). Depo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. Pengelolaannya dapat diserahkan pada pihak pemerintah.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut masyarakat Kampung Nelayan mengharapkan pemerintah perlu bekerja sama dengan masyarakat dalam mengembangkan sistem manajemen persampahan yang berbasiskan masyarakat yang dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga sampai ke TPS. Setiap rumah tangga memisahkan sampah yang dihasilkan kedalam tiga tempat sampah, yang masing-masing diisi oleh sampah organik, anorganik yang dapat didaur ulang seperti gelas, plastik, besi, kertas, dan sebagainya. Sampah plastic dikumpulkan
kemudian dikirim ke industri yang mengolah sampah plastik demikian juga sampah kertas dikirim ke industri pengolah kertas.
Teknis pengolahan sampah antara lain pertama, pemilahan sampah organik dan anorganik. Setiap rumah tangga diwajibkan memilih sampah sebelum dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS). Dan setiap TPS harus menyediakan
warna yang berbeda pula. Kedua, menggunakan teknologi murah meriah yang mudah dilakukan oleh masyarakat. untuk sampah organik dapat dibuat kompos. Metode komposting merupakan langkah sederhana yang tidak menimbulkan efek samping bagi lingkungan, tetapi memberi nilai tambah bagi sampah. Pengelolaan sampah dengan komposting merupakan alternatif terbaik.