• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

5) Risiko keuangan

6.1. Identifikasi Sumber-Sumber Risiko

Identifikasi sumber-sumber risiko pada pembenihan larva ikan bawal air tawar merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam manajemen risiko. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai penyebab risiko dan kejadian-kejadian yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Identifikasi sumber-sumber risiko ini berdasarkan hasil pengamata dan wawancara dengan pihak Ben’s Fish Farm dari bulan April sampai Juli 2010. Pada kegiatan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm terdapat beberapa sumber risiko yang secara signifikan mempengaruhi kegiatan usaha. Sumber-sumber risiko tersebut diklasifikasikan ke dalam risiko produksi dan risiko pasar.

Besarnya peluang risiko dihitung berdasarkan jumlah kejadian yang menyebabkan kerugian rata-rata tiap bulannya. Perhitungan dampak yang ditimbulkan berdasarkan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh sumber risiko rata-rata tiap bulannya, nilai kerugian ini berdasarkan pengalaman perusahaan yang biasa terjadi di lapangan dan nilainya ditentukan oleh pemilik Ben’s Fish Farm.

6.1.1. Risiko Produksi

Risiko produksi yang teridentifikasi pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm terdapat pada beberapa kegiatan utama pembenihan. Faktor penyebab risiko produksi tersebut terdiri atas penyakit yang menyerang induk dan larva ikan bawal air tawar, faktor cuaca, dan faktor manusia serta kerusakan peralatan teknis.

1. Penyakit stres yang menyerang indukan

Penyakit pada ikan bawal dapat menyerang induk maupun larva. Penyakit yang paling berisiko menyerang induk bawal air tawar adalah stres, penyakit stres disebabkan kurangnya pasokan oksigen, air kolam dan waktu pemijahan yang kurang tepat. Stres pada ikan bawal berkaitan dengan timbulnya penyakit pada ikan tersebut akibat naiknya batas keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya. Penyakit ini biasanya muncul pada pertengahan musim kemarau dan pasokan air yang mengalir dari sungai Cisaladak ke kolam indukan

55 berkurang. Hal lain yang menjadi penyebab stres pada induk bawal di Ben’s Fish Farm adalah kepadatan ikan, indukan dipelihara dengan kepadatan yang tinggi yakni melebihi 7 ekor indukan per meter persegi, padahal kepadatan yang ideal yaitu 4 ekor per meter persegi. Dalam empat bulan terakhir yaitu dari bulan April sampai Juli 2010 telah 20 ekor induk betina yang mati akibat stres dengan total kerugian sekitar Rp 8.000.000,- atau rata-rata kerugian tiap bulannya Rp 2.000.000,- karena setiap indukan harganya sekitar Rp 400.000,-. Jika dihitung besarnya probabilitas penyakit stres yang timbul di Ben’s Fish Farm sekitar 5 persen karena tiap bulannya rata-rata Ben’s Fish Farm memijahkan 100 ekor induk betina. Walaupun tingkat kematian akibat stres tergolong kecil, namum sangat berpengaruh terhadap produksi larva karena satu ekor induk betina bisa menghasilkan 200.000 hingga 300.000 butir telur.

2. Penyakit white spot yang menyerang larva

Penyakit yang sering menyerang larva adalah white spot (bintik putih). Penyakit bintik putih merupakan penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan hidup larva yang tidak baik, seperti air yang jarang diganti, akuarium yang jarang dicuci sehingga jamur penyebab penyakit dengan mudah berkembang biak. Penyakit ini juga disebabkan oleh faktor cuaca, karena cuaca yang dingin dan pasokan air dari sungai Cisaladak yang kotor menyebabkan larva dengan cepat terserang penyakit. Larva yang terserang penyakit bintik putih ditandai dengan berkurangnya nafsu makan sehingga pertumbuhan larva menjadi lamban, larva menjadi kurus dan kepala membesar. Penyakit ini juga timbul akibat suhu air yang tidak stabil, hal ini terjadi jika kompor gas di ruang akuarium pemeliharaan tidak berfungsi. Ben’s Fish Farm mempunyai dua unit kompor gas yang difungsikan sebagai pemanas ruangan agar suhu air tetap stabil. Menurut pemilik Ben’s Fish Farm risiko yang timbul akibat penyakit bintik putih ini paling sering muncul di musim hujan. Pada bulan April hingga Juli 2010, tercatat 10 kali penyakit bintik putih menyerang larva di Ben’s Fish Farm. Jika dihitung probabilitas timbulnya serangan penyakit ini sekitar 35 persen tiap bulannya, karena tiap bulan Ben’s Fish Farm menghasilkan 7-8 kali siklus produksi. Dampak yang ditimbulkan dari penyakit ini menurut kepala bagian produksi Ben’s Fish Farm tidak besar, karena tiap kali serangan penyakit bintik putih

56 jumlah larva yang mati sekitar 5 persen dari total larva, atau kerugian sekitar Rp 15 juta tiap bulannya jika diasumsikan harga jual larva dalam keadaan normal Rp 9,- per ekor.

3. Faktor cuaca

Pembenihan larva ikan bawal air tawar merupakan usaha yang sangat tergantung pada kondisi alam dan kualitas indukan. Pembenihan larva membutuhkan telur yang sudah dibuahi sebagai input untuk menghasilkan benih larva, namun untuk mendapatkan telur yang sudah dibuahi secara kontinyu sangat sulit karena induk bawal tidak bisa setiap saat menghasilkan telur atau sperma. Produksi telur dan sperma induk bawal sangat dipengaruhi oleh cuaca. Pada saat musim hujan induk bawal dapat menghasilkan telur dan sperma serta dapat memijah secara maksimal. Pada saat musim kemarau kemampuan ikan untuk memijah hanya 50 persen dari keadaan normal, ini berarti pada saat musim kemarau benih larva yang dihasilkan oleh Ben’s Fish Farm turun secara drastis. Menurut pemilik Bens Fish Farm pada saat musim kemarau produksi benih larva perusahaan turun hingga 50 persen. Penyebab turunnya produksi pada musim kemarau bukan hanya dari sifat biologis ikan yang sulit untuk memijah, juga disebabkan kualitas air di sungai Cisaladak menurun karena kemarau yang menyebabkan larva lebih mudah terserang penyakit. Besarnya kemungkinan munculnya risiko yang disebabkan oleh faktor cuaca adalah 50 persen, karena di Bogor cuma ada musim hujan dan musim kemarau. Menurut pemilik perusahaan, kerugian yang ditimbulkan akibat faktor cuaca sekitar Rp 55 juta, walaupun produksi larva turun hingga 50 persen, namun penerimaan perusahaan tidak turun drastis karena pada saat musim kemarau harga jual larva mengalami peningkatan.

4. Faktor manusia

Struktur organisasi di Ben’s Fish Farm tidak ditentukan secara baku dan masih bersifat kekeluargaan. Hal ini membuat timbulnya risiko yang disebabkan oleh tenaga kerja. Risiko ini muncul ketika tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan bidangnya, padahal pembenihan larva ikan bawal air tawar terdiri dari beberapa tahap yang setiap tahapnya membutuhkan ketelitian dan keahlian tinggi. Tenaga kerja bagian produksi larva di Ben’s Fish Farm merupakan tenaga kerja yang terlatih dan berpengalaman, namun terkadang ada juga pekerja melakukan

57 kesalahan di proses pemijahan dan perawatan larva. Faktor lain yang menyebabkan indukan stres adanya tenaga kerja bagian pengangkutan dan bagian pemeliharaan yang ikut membantu bagian pemijahan sehingga sering terjadi kesalahan, hal ini terjadi karena penerapan sistem kekeluargaan di Ben’s Fish Farm. Sistem kekeluargaan ini menyebabkan job description yang diberikan pemilik perusahaan secara tidak tertulis tidak dijalankan sepenuhnya oleh tenaga kerja, tenaga kerja cenderung saling bantu dalam menyelesaikan pekerjaannya. Jenis kesalahan lain yang biasa terjadi seperti waktu dan cara pemijahan yang kurang tepat, akuarium yang kurang bersih, kesalahan pada saat perhitungan dan pengemasan, dan lain-lain. Menurut pihak Ben’s Fish Farm kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia rata-rata tiga kali tiap bulannya, namun kesalahan tersebut tidak berdampak besar bagi perusahaan. Jika dihitung probabilitas risiko yang disebabkan oleh faktor manusia yaitu sekitar 40 persen tiap bulannya karena tiap bulan Ben’s Fish Farm menghasilkan 7-8 kali siklus produksi. Kerugian secara langsung yang disebabkan oleh risiko ini menurut pemilik Ben’s Fish Farm tidak lebih dari Rp 5 juta,- tiap bulannya.

5. Kerusakan pada peralatan teknis

Peralatan teknis pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm seperti akuarium, pompa air dan peralatan lainnya terkadang mengalami kerusakan kecil maupun besar. Keusakan yang paling berisiko adalah kerusakan

blower, jika tidak ditangani dengan cepat kerusakan ini bisa membunuh semua

larva yang ada di aquariaum, namun risiko yang ditimbulkan dari kerusakan teknis ini tidak terlalu fatal karena selalu cepat diatasi dan peluang kerusakan pun jarang terjadi. Risiko kerusakan peratan teknis ini berpeluang terjadi sekitar 20 persen tiap tahun atau 1,667 persen tiap bulannya. Dampak dari kerusakan peralatan menurut pemilik Ben’s Fish Farm sekitar Rp 25 juta,- tiap tahun atau Rp 2.083.333,- tiap bulannya.

6.1.2. Risiko Pasar

Risiko pasar merupakan risiko yang terjadi di luar kendali manajemen Ben’s Fish Farm dan merupakan risiko yang tidak bisa dihilangkan karena timbul dari mekanisme pasar. Risiko pasar yang timbul karena pergerakan harga jual

58 larva di pasaran, sehingga berdampak negatif bagi Ben’s Fish Farm. Risiko pasar yang teridentifikasi pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm disebabkan oleh fluktuasi harga pasar beberapa komponen produksi seperti pakan dan larva.

1. Fluktuasi harga pakan

Fluktuasi harga pakan dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar terjadi pada harga pakan pelet untuk indukan dan pakan Artemia sp untuk larva, dua komponen pakan tersebut rentan berfluktuasi karena tergantung mekanisme pasar (suplay dan demand). Menurut pemilik Ben’s Fish Farm peluang kenaikan harga pakan pelet dan Artemia sp bisa dua sampai tiga kali per tahun, harga pakan

Artemia sp saat ini berkisar Rp 290.000,- per kaleng dan besarnya tingkat

kenaikan harga sekitar 5-10 persen, namun dampak yang ditimbulkan dari kenaikan pakan tersebut tidak besar walau mengurangi keuntungan perusahaan. Harga pakan alami atau pakan tambahan untuk indukan cenderung stabil karena berupa keong mas dan oncom dan Ben’s Fish Farm bisa mendapatkannya dari petani sekitar. Jika dihitung besarnya kemungkinan terjadinya kenaikan harga pakan yang dialami Ben’s Fish Farm sekitar 0,5 persen tiap bulannya karena menurut Ben’s Fish Farm kemungkinan kenaikan harga pakan tiap tahunnya dua sampai tiga kali. Dampak yang ditimbulkan dari kenaikan harga pakan Artemia sp sekitar Rp 7.250,- per kaleng tiap bulannya. Untuk memenuhi kebutuhan pakan benih larva, Ben’s Fish Farm membutuhkan 25 kaleng Artemia sp tiap bulan. Dampak kerugian yang dialami Ben’s Fish Farm akibat kenaikan harga pakan sebesar Rp 181.250,- tiap bulannya.

2. Fluktuasi harga jual larva

Konsumen benih larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm sebagian besar berasal dari daerah Bogor. Walaupun Ben’s Fish Farm merupakan perusahaan penghasil benih larva ikan bawal air tawar terbesar di Kabupaten Bogor, tetap saja mempunyai risiko jika terjadi penurunan harga jual larva. Hal ini disebabkan harga jual larva di pasaran ditentukan berdasarkan mekanisme pasar dan faktor musimam, harga naik mencapai level tinggi jika permintaan banyak pada musim kemarau, karena pada saat musim kemarau larva ikan bawal air tawar sulit diproduksi. Harga jual larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm relatif

59 berfluktuatif yang berkisar antara Rp 7,- sampai Rp 13,- per ekor. Harga larva dalam keadaan normal Rp 9 per ekor. Harga jual tertinggi berada pada saat bulan Mei sampai bulan Juli 2010 yaitu mencapai Rp 13,- per ekor, sedangkan harga jual larva terendah pada bulan April 2010 yaitu Rp 7,- per ekor. Ben’s Fish Farm mengalami kerugian saat musim hujan pada bulan April, yang mana pada musim tersebut perusahaan banyak menghasilkan larva. Jika dihitung kemungkinan terjadinya penurunan harga dari bulan April sampai bulan Juli 2010 sebesar 25 persen, hal ini dikarenakan penurunan harga yang melebihan dari harga normal Rp 9,- per larva hanya terjadi pada bulan April. Besarnya kerugian yang disebabkan oleh risiko ini secara tidak langsung sebesar Rp 72 juta,- karena pada bulan April tersebut produksi larva Ben’s Fish Farm sebesar 36 juta larva.

Dokumen terkait