• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN RISIKO PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR STUDI KASUS PADA BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN RISIKO PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR STUDI KASUS PADA BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN RISIKO PEMBENIHAN LARVA

IKAN BAWAL AIR TAWAR

STUDI KASUS PADA BEN’S FISH FARM

CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

BUJANG SAHAR H34086018

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Manajemen Risiko Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar, Studi Kasus Pada Ben’s Fish Farm, Cibungbulang, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010

Bujang sahar H34086018

(3)

RINGKASAN

BUJANG SAHAR. Manajemen Risiko Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar, Studi Kasus Pada Ben’s Fish Farm Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Skripsi Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan ANITA RISTIANINGRUM).

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor penyumbang terbesar pada Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian nasional. Perikanan budidaya merupakan bagian dari sektor perikanan yang sangat baik untuk dikembangkan karena menghasilkan produksi yang kontinyu dan berkesinambungan. Jenis perikanan budidaya yang saat ini banyak digemari masyarakat salah satunya adalah ikan bawal air tawar. Ikan bawal air tawar digemari karena mudah dikembangkan dan mempunyai permintaan yang cukup tinggi. Tingginya permintaan tersebut menjadikan ikan bawal sebagai peluang bisnis yang potensial, termasuk bisnis di bidang pembenihannya. Salah satu daerah sentra pembenihan ikan bawal air tawar adalah Kabupaten Bogor, daerah ini memiliki curah hujan tinggi sepanjang tahun yang sangat cocok untuk usaha pembenihan larva maupun pembenihan lanjutan ikan bawal air tawar.

Ben’s Fish Farm adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembenihan larva ikan bawal air tawar di Kabupaten Bogor, namun dalam menjalankan usahanya Ben’s Fish Farm dihadapi pada risiko produksi dan risiko pasar yang cukup tinggi. Risiko produksi dan pasar sangat dipengaruhi oleh musim, produksi turun hingga 50 persen pada musim kemarau disebabkan oleh indukan berada pada fase istirahat untuk memijah. Risiko pasar muncul pada saat musim hujan yang mana larva yang dihasilkan perusahaan banyak, namun harga jual larva turun hingga Rp 7,- per ekor larva, dari harga normal Rp 9,- per ekor larva. Tingginya risiko dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar maka perusahaan perlu menerapkan strategi penanganan risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang ada dapat di cegah dan diatasi dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan sumber risiko yang terdapat pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm; 2) Menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko yang ada; dan 3) Merumuskan strategi penanganan risiko yang sebaiknya dilakukan oleh Ben’s Fish Farm untuk pengendalian risiko dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2010, Pada waktu tersebut Kabupaten Bogor berada pada alih musim kemarau ke musim hujan, yang mana musim kemarau merupakan musim yang memiliki risiko paling tinggi bagi induk ikan bawal untuk memproduksi larva, sedangkan musim hujan merupakan musim yang cocok bagi induk ikan bawal memproduksi larva. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menentukan sumber-sumber risiko yang ada di Ben’s Fish Farm, coefficient variation untuk menentukan nilai risiko, z-score untuk menentukan probabilitas risiko, dan Value at Risk (VaR) untuk mengukur dampak risiko.

(4)

Sumber-sumber risiko yang ada pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm diklasifikasikan menjadi dua jenis risiko yaitu risiko produksi dan risiko pasar, sumber risiko tersebut dikelompokkan berdasarkan peta risiko. Sumber risiko yang ada pada kuadran 1 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya besar akan tetapi dampak yang ditimbulkan oleh risiko ini kecil, dalam hal ini tidak teridentifikasi sumber risiko. Sumber risiko yang berada di kuadran 2 atau risiko yang memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang ditimbulkan jika risiko tersebut terjadi juga besar adalah risiko dari faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva. Sumber risiko yang berada di kuadran 3 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya kecil dan dampak yang ditimbulkan dari risiko ini juga kecil adalah penyakit yang menyerang indukan, penyakit white spot yang menyerang larva, kerusakan peralatan teknis, fluktuasi harga pakan, dan faktor manusia. Risiko yang berada di kuadran 4 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya kecil dan dampak yang ditimbulkan dari risiko ini besar, dalam identifikasi sumber risiko di Ben’s Fish Farm tidak ditemukan sumber risiko di kuadran 4.

Hasil analisis probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko menunjukkan bahwa risiko produksi di Ben’s Fish Farm memiliki probabilitas sebesar 33,36 persen, probabilitas risiko penerimaan sebesar 19,22 persen dan probabilitas risiko harga sebesar 30,20 persen. Hasil analisis dampak atau kerugian yang diakibatkan oleh risiko produksi sebesar Rp 136.236.663,- dan risiko harga memiliki dampak sebesar Rp 72.000.000,- serta dampak risiko penerimaan sebesar 61.729.200,-. Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko yang mempunyai probabilitas dan dampak paling besar adalah risiko produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca.

Strategi preventif yang bisa dilakukan untuk memperkecil probabilitas risiko meliputi membuat SOP (standar operatinal procedure), melengkapi sarana dan prasarana produksi, mengoptimalkan sumberdaya manusia dengan cara membuat job description, pemilihan induk yang berkualitas, dan sistem kontrak dengan pemasok, kontrak penjualan larva dengan pelanggan, dan pengendalian penyakit. Strategi mitigasi yang bisa dilakukan oleh Ben’s Fish Farm untuk memperkecil dampak risiko yaitu dengan cara membuat unit bisnis pendederan.

(5)

MANAJEMEN RISIKO PEMBENIHAN LARVA

IKAN BAWAL AIR TAWAR

STUDI KASUS PADA BEN’S FISH FARM

CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

BUJANG SAHAR H34086018

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, karunia dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar, Studi Kasus di Ben’s Fish Farm, Cibungbulang, Kabupaten Bogor”

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sumber-sumber risiko di Ben’s Fish Farm dan menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko yang ada, serta menganalisis strategi penanganan risiko yang sebaiknya dilakukan oleh Ben’s Fish Farm untuk pengendalian risiko dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2010

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Terbangiang Kecamatan Bandar Petalangan, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau pada tanggal 17 Februari 1986 yang merupakan anak ke dua dari Bapak Hasim dan Ibu Asmawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 019 Desa Terbangiang pada tahun 1999, kemudian pada tahun 2002 penulis lulus dari SLTP Negeri 1 Pangkalan Kuras, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMK Pertanian Negeri 1 Pasir Penyu. Tahun 2005 penulis diterima di Program Diploma IPB melalui jalur USMI, dan tahun 2008 diterima pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Selama kuliah, penulis aktif sebagai aktivis mahasiswa di dalam dan di luar kampus. Aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Diploma IPB, dan di luar kampus penulis aktif di berbagai organisasi seperti Organisasi Mahasiswa daerah (IKPMR-Bogor) pada tahun 2005-2006 dan di organisasi Ikatan Mahasiswa Pelajar Kampar (IKAPEMAKA) pada tahun 2007 sampai sekarang. Selain itu penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai ketua umum komisariat Diploma IPB pada tahun 2007-2008, selain aktif di organisasi penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kepanitian yang berada di dalam maupun di luar kampus.

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3.

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.

4.

Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

5.

Pihak Ben’s Fish Farm yang telah memberikan kesempatan, waktu dan informasi pada penulis selama penelitian.

6.

Teman-teman seperjuangan dan teman-teman di Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus Agribisnis atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.

Bogor, Desember 2010

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Agribisnis Ikan Bawal Air Tawar ... 10

2.2. Diskripsi Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar ... 11

2.3. Penelitian Terdahulu ... 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

IV METODE PENELITIAN ... 34

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.2. Data dan Sumber Data ... 34

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 35

4.4. Metode Pengolahan Data ... 35

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 44

5.1. Sejarah Perusahaan ... 44

5.2. Struktur Organisasi ... 44

5.3. Fasilitas Pembenihan ... 45

5.4. Kegiatan Pembenihan Larva ... 50

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

6.1. Identifikasi Sumber-Sumber Risiko ... 54

6.2 Pemetaan Risiko ... 59

6.3. Analisis Probabilitas Risiko... 62

6.4. Analisis Dampak Risiko ... 66

6.5. Penetaan Risiko Produksi, Risiko Pasar dan Penerimaan ... 68

6.6. Strategi Penanganan risiko ... 69

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

7.1. Kesimpulan ... 79

7.2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Hubungan Tingkat Kepuasan dengan Pendapatan ... 25

2 Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan ... 28

3 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 33

4 Peta Risiko ... 41

5 Peta Strategi Penanganan Risiko Secara Preventif ... 42

6 Peta Penanganan Risiko Secara Mitigasi ... 42

7 Struktur Organisasi Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ... 45

8 Kolam Pemeliharaan Induk Bawal di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ... 46

9 Bak Pemijahan Induk Bawal di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ... 47

10 Akuarium Penetasan Telur di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ... 48

11 Akuarium Pemeliharaan Larva di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 48

12 Wadah Penetasan Artemia di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ... 49

13 Sistem Aerasi (Blower) Kapasitas 1,3 PK di Ben’s Fish Farm Tahun 2010... 50

14 Generator Set Daya 1.300 Watt di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 50

15 Peta Hasil Identifikasi Sumber Risiko di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ... 61

16 Peta Risiko Produksi, Pasar, dan Penerimaan di Ben’s Fish Farm Tahun 2010... 69

17 Strategi Preventif yang Bisa Dilakukan oleh Ben’s Fish Farm .... 76

(11)

ii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Produksi Benih per Kecamatan di Kabupaten Bogor

(12)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara bahari yang mempunyai luas laut mencapai 5,8 juta km2 (75 persen dari luas wilayah) dengan 17.503 buah pulau dan garis pantai 81.000 km atau 14 persen dari garis pantai dunia yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi yang cukup besar, termasuk potensi di sektor perikanan. Berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian tahun 2007-2008, maka peningkatan tertinggi ada pada sektor perikanan (Tabel 1).

Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2006-2008

Sektor Tahun (Rp miliar)

2006 2007 2008 Kenaikan rata-rata ( %) Perikanan 40.552,30 67.285,60 92.220,30 37,06 Peternakan 34.778,67 42.113,10 57.631,60 36,85 Perkebunan 55.809,20 63.124,40 70.805,70 12,17 Tanaman Pangan 175.876,10 214.890,80 287.461,40 33,77 Kehutanan 23.465,22 26.536,90 29.007,10 9,31 Jumlah 320.061,45 413.950,86 552.215 29,76 PDB Nasional 1.973.731,70 2.901.268,50 3.705.234,30 27,71

Sumber : Dinas Kelautan Perikanan (2009)

Produk Domestik Bruto sektor perikanan selama tahun 2006-2008 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 37,06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor perikanan setiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Jika dibandingkan dengan sektor peternakan, perkebunan, tanaman pangan, dan kehutanan maka kenaikan PDB sektor perikanan paling tinggi, oleh karena itu sektor perikanan merupakan sektor yang mempunyai prospek dan potensi yang besar.

Produksi perikanan Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Pada tahun 1999 produksi perikanan tangkap mendominasi yakni mencapai 81,95 persen terhadap perikanan budidaya, akan tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 65 persen. Penurunan produksi pada

(13)

2

perikanan tangkap ternyata diikuti dengan peningkatan produksi pada perikanan budidaya, yaitu tahun 2002 volume produksi sebesar 1,1 juta ton dan pada tahun 2007 volume produksi meningkat menjadi 3,2 juta ton. Hal ini menunjukkan pertumbuhan volume produksi perikanan budidaya rata-rata per tahun sebesar 23,6 persen. Pada tahun 2006 Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dunia penghasil komoditas perikanan budidaya (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan usaha perikanan, khususnya usaha budidaya ikan air tawar. Hal ini dikarenakan Kabupaten Bogor memiliki curah hujan yang tinggi, sehingga terdapat banyak sumber air sebagai media budidaya ikan. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, produksi perikanan khususnya yang berasal dari aktivitas budidaya ikan air tawar terus mengalami peningkatan selama priode tahun 2004 hingga tahun 2008, baik untuk kegiatan usaha pembenihan ikan, pembesaran ikan konsumsi maupun ikan hias (Tabel 2).

Tabel 2. Perkembangan Produksi Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor Tahun 2004-2008

Jenis Produksi 2004 2005 2006 2007 2008

Ikan Konsumsi (Ton) 7.356 22.906 23.141 23.703 25.087 Ikan Hias (ekor) 66.152 72.524 75.383 78.288 84.517 Pembenihan (ribu ekor) 669.580 703.098 708.594 716.660 744.600

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Bogor (2009)

Berdasarkan Tabel 2, perkembangan produksi ikan konsumsi dari tahun 2004 hingga tahun 2008 terjadi peningkatan yang sangat signifikan, begitu juga dengan ikan hias dan pembenihan rata-rata selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya ikan air tawar di Kabupaten Bogor masih mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Salah satu komoditas ikan air tawar yang tergolong ikan konsumsi adalah ikan bawal air tawar.

(14)

3

Ikan bawal air tawar (Collossoma macropomum) adalah salah satu jenis ikan budidaya yang mulai digemari oleh konsumen, habitat asli ikan bawal air tawar berasal dari Brazil. Ikan bawal air tawar mulai digemari oleh masyarakat karena rasa dagingnya yang enak serta ukurannya yang besar. Pada habitat awalnya ikan bawal air tawar hidup di perairan sungai, semakin majunya teknologi budidaya saat ini membuat budidaya ikan bawal air tawar dapat dikembangbiakkan di dalam kolam pemeliharaan. Selain itu, pemijahan pun juga tidak lagi secara alami namun dapat dilakukan secara buatan dengan menyuntikkan hormon ke tubuh ikan bawal air tawar. Keuntungan pemijahan buatan ikan bawal air tawar yaitu persediaan ikan bawal air tawar dapat kontinyu dan rasa ikan bawal air tawar lebih gurih. Di dalam negeri sendiri ikan bawal air tawar mulai digemari oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari keempat provinsi tersebut, Jawa Barat dapat dikatakan sebagai pelopor karena di provinsi inilah ikan bawal air tawar dikembangkan (Arie, 2006).

Di Kabupaten Bogor, ikan bawal air tawar merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang sangat digemari masyarakat. Hal ini terlihat dari data Dinas Perikanan Kabupaten Bogor yang menunjukkan bahwa produksi bawal air tawar terus mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun 2009, bahkan peningkatan produksi ikan bawal air tawar mencapai level tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 2.026,14 ton. Produksi tersebut ternyata meningkat 121,91 persen dari tahun 2008 yaitu sebesar 904,91 ton. Peningkatan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009 tersebut menandakan bahwa ikan bawal air tawar sedang

booming dan mempunyai prospek yang sangat baik untuk diusahakan. Secara rinci

data produksi per jenis ikan konsumsi di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.

(15)

4

Tabel 3. Produksi Perikanan Budidaya Per Jenis Ikan Konsumsi Kabupaten Bogor Tahun 2006-2009 (Ton)

NO Komoditas Tahun Peningkatan

2008-2009 (%) 2006 2007 2008 2009 1 Mas 9.882,50 8,619,00 8.124,35 3.859,62 -52,49 2 Nila 3.310,00 4.387,50 3.494,96 1.842,17 -47,29 3 Gurame 1.426,00 1.719,00 1.854,82 1.946,43 4,94 4 Patin 724,00 1.020,00 571,76 584,84 2,29 5 Lele 6.472,00 6.388,00 9.744,80 18.315,02 87,95 6 Bawal 630,00 891,40 904,91 2.026,14 121,91

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Bogor (2009)

Meningkatnya produksi ikan bawal air tawar dari tahun ke tahun juga meningkatkan permintaan akan benihnya. Usaha pembenihan mempunyai peran yang cukup besar dalam sistem budidaya ikan bawal air tawar, oleh karena itu salah-satu tantangan besar dalam kegiatan budidaya bawal air tawar adalah bagaimana menyediakan ketersediaan benih yang berkualitas secara kontinyu. Data Dinas Perikanan Kabupaten Bogor menunjukkan adanya peningkatan terhadap produksi benih ikan bawal air tawar dari tahun 2008 ke tahun 2009 yaitu sebesar 1.777,86 persen. Peningkatan sebesar 1.777,86 persen tersebut disebabkan oleh peningkatan produksi ikan bawal konsumsi pada tahun yang sama dan tingginya permintaan benih ikan dari luar Kabupaten Bogor (Tabel 4).

(16)

5

Tabel 4. Produksi Benih Ikan di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2009

NO Jenis Ikan Produksi (Ribu Ekor) Peningkatan

(%) 2008 2009 1 Mas 166.502,00 56.663,190 -65,97 2 Nila 109.580,00 35.700,400 -67,42 3 Nilem 397,00 0,000 -100,00 4 Mujair 2.181,00 693,060 -68,22 5 Gurame 92.282,00 36.166,890 -60,81 6 Tawes 9.459,00 5.510,480 -41,74 7 Patin 79.893,00 26.358,490 -67,67 8 Lele 244.634,00 62.020,270 -74,65 9 Sepat Siam 488,00 0,000 -100,00 10 Tambakan 6.051,00 1.807,470 -70,86 11 Bawal 33.133,00 622.191,810 1.777,86 Jumlah 744.600 847.112,06 13,77

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Bogor (2009)

Tingginya produksi benih ikan bawal air tawar tentunya akan meningkatkan permintaan terhadap benih larvanya, hal ini dikarenakan benih larva bawal merupakan input dari usaha pembenihan bawal air tawar. Benih larva bawal air tawar adalah benih yang berumur kurang dari 15 hari yang didapat dari hasil pemijahan induk bawal jantan dan betina, baik secara alami maupun pemijahan buatan (Arie, 2006). Untuk menghasilkan benih larva yang berkualitas dibutuhkan teknik dan waktu pemijahan yang tepat, teknik pemijahan yang biasa dilakukan yaitu dengan cara menyuntikkan hormon perangsang pada induk jantan dan betina (Djarijah, 2001). Oleh sebab itu untuk memproduksi larva harus didukung dengan keahlian dan keterampilan di bidangnya. Saat ini teknologi produksi benih larva masih terbatas di kalangan masyarakat karena risiko pada pembenihan larva ini cukup besar. Menurut Prhasta (2009), risiko produksi yang terdapat pada kegiatan pembenihan larva ikan bawal air tawar adalah buruknya kualitas air yang disebabkan oleh faktor cuaca dan serangan penyakit Trichodina

(17)

6

padahal tingkat kelangsungan hidup normal larva yaitu 75-80 persen. Pada pembenihan lanjutan dan pembesaran, risiko produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca dan penyakit pada ikan bawal air tawar akan terus berkurang seiring dengan pertumbuhannya karena ikan bawal air tawar dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Risiko pasar pada pembenihan larva ikan bawal air tawar yaitu berfluktuasinya harga pakan artemia sp yang cenderung meningkat sehingga membuat biaya produksi di tingkat petani membengkak1.

Pembenihan larva ikan bawal air tawar merupakan tahap yang rentan dan mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi disebabkan oleh tingginya risiko produksi dan risiko pasar, maka para petani yang mengusahakannya harus melakukan manajemen risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang muncul dapat dicegah dan diatasi. Salah satu usaha yang saat ini sudah melakukan produksi benih larva ikan bawal air tawar adalah Ben’s Fish Farm. Ben’s Fish Farm merupakan salah satu perusahaan pembenihan larva terbesar di Kabupaten Bogor dengan core bisnisnya pembenihan larva ikan bawal air tawar yang berlokasi di Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang. Adanya risiko dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar maka Ben’s Fish Farm perlu melakukan manajemen risiko yang tepat untuk menangani setiap sumber risiko yang muncul di perusahaan.

1.2 Perumusan Masalah

Ben’s Fish Farm berdiri sejak tahun 1996 merupakan usaha yang bergerak dalam menghasilkan larva ikan bawal air tawar hingga sekarang sudah mempunyai 30 cabang. Meningkatnya permintaan akan larva ikan bawal air tawar sebagai input untuk usaha pembenihan dan pembesaran ikan bawal air tawar, maka Ben’s Fish Farm juga berpeluang meningkatkan produksi larva ikan bawal air tawarnya untuk dijual di pasaran. Namun berdasarkan wawancara dengan Bapak Andrian selaku pemilik Ben’s Fish Farm bahwa perkembangan produksi larva bawal air tawar selama 10 tahun terakhir secara umum terus mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 1998 sampai tahun 2000 produksi larva di Bens Fish Farm mengalami penurunan yang sangat signifikan yakni dari rata-rata 5

1

(18)

7

juta produksi larva tiap bulannya turun menjadi 3 juta larva tiap bulannya. Penurunan produksi ini disebabkan oleh harga input produksi yang tinggi serta daya beli konsumen yang menurun akibat dari krisis moneter.

Saat ini produksi larva Bens Fish Farm rata-rata 28 juta larva tiap bulannya, namun menurut Bapak Andrian produksi larva selalu berfluktuatif karena dipengaruhi oleh faktor cuaca. Faktor cuaca ini mengakibatkan tingginya risiko yang dihadapi oleh Ben’s Fish Farm dalam memproduksi larva bawal air tawar. Pada saat musim hujan produksi larva di atas 35 juta tiap bulannya, namun sebaliknya yaitu pada musim kemarau produksi larva menurun secara drastis hingga 50 persen dari produksi normal. Rendahnya produksi larva pada musim kemarau dikarenakan tingkat SR (survival rate) yang mencapai 50 persen. Selain dari faktor cuaca, risiko produksi juga disebabkan oleh penyakit white spot yang menyerang larva sampai 5 persen tiap siklusnya serta human eror yang sering terjadi pada proses produksi larva. Selain menyebabkan tingginya risiko produksi, faktor cuaca juga menyebabkan tingginya risiko pasar, hal ini disebabkan oleh keterkaitan faktor cuaca pada supply dan demand larva di pasaran. Pada saat musim hujan supply larva yang membanjiri pasaran menyebabkan harga larva turun, menurut pemilik Ben’s Fish Farm harga terendah pada musim hujan mencapai Rp 7,- per ekor larva, dan harga tertinggi pada musim kemarau yakni Rp 13,- per ekor larva. Tingginya risiko pada pembenihan larva bawal air tawar di Ben’s Fish Farm juga diperkuat oleh penelitian Surahmat (2009), bahwa risiko kegagalan pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm cukup tinggi dengan tingkat mortalitas hampir mencapai 50 persen yakni 300.000 butir telur yang dipijahkan hanya bisa menghasilkan 151.200 benih larva. Adanya risiko produksi dan risiko pasar dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar yang tinggi maka perusahaan perlu menerapkan strategi penanganan risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang ada dapat di cegah dan diatasi dengan baik, dengan demikian perusahaan dapat meminimalisir kerugian.

Berdasarkan permasalahan di atas, secara khusus permasalahan yang perlu dijawab adalah:

(19)

8

1. Sumber risiko apa saja yang terdapat pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar, baik risiko produksi maupun risiko pasar yang dihadapi perusahaan Ben’s Fish Farm?

2. Bagaimana tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar terhadap perusahaan Ben’s Fish Farm?

3. Bagaimana strategi penanganan risiko yang tepat seharusnya dilakukan perusahaan Ben’s Fish Farm untuk mengendalikan risiko dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan sumber risiko yang terdapat pada usaha pembenihan

larva ikan bawal air tawar, baik risiko produksi maupun risiko pasar yang dihadapi perusahaan Ben’s Fish Farm

2. Menganalisis tingkat dan dampak risiko pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di perusahaan Ben’s Fish Farm

3. Merumuskan strategi penanganan risiko yang seharusnya dilakukan perusahaan Ben’s Fish Farm untuk mengendalikan risiko dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar

1.4 Kegunaan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan bagi perusaahaan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menjalankan usahanya pada saat menghadapi berbagai risiko pada usaha pembenihan ikan bawal air tawar

2. Sebagai masukan bagi pemerintah, khususnya Dinas Perikanan untuk melakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap petani tentang manajemen risiko pada pembenihan larva ikan bawal iar tawar.

(20)

9

1.5 Ruang lingkup

1. Produk yang dikaji adalah ikan bawal air tawar yang diproduksi pada tahap pembenihan larva, hal ini dikarenakan tahap pembenihan larva ikan bawal air tawar merupakan tahap yang rentan dan mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi

2. Penelitian ini menggunakan data periode selama siklus produksi pembenihan berlangsung dan didukung dengan data time series produksi dan pemasaran bulan sebelumnya

3. Penelitian ini difokuskan pada analisis manajemen dan risiko dalam usaha pembenihan ikan bawal air tawar yang meliputi risiko produksi dan risiko pasar, kemudian dikaitkan dengan risiko penerimaan dan dianalisis berdasarkan teori penanganan risiko.

(21)

10

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agribisnis Ikan Bawal Air Tawar

Usaha perikanan harus dikelola secara profesional dan bukan hanya sebuah usaha sampingan yang sebatas memenuhi kebutuhan hidup, namun harus mengacu pada target keuntungan atau profit oriented (Prahasta, 2009). Untuk memulai bisnis ikan bawal air tawar secara profesional harus dilihat potensi dan pola pengembangan bisnis yang bisa dilakukan pada ikan bawal tersebut agar lebih menguntungkan.

2.1.1. Potensi Ikan Bawal Air Tawar

Ikan bawal air tawar merupakan jenis ikan yang cukup populer di pasar ikan konsumsi. Budidaya ikan bawal menjadi pilihan banyak petani karena beberapa hal antara lain: pemeliharaan yang mudah, cepat besar dan mudah dipasarkan. Ikan bawal air tawar memiliki rasa daging yang gurih dan enak, meski cukup banyak duri pada dagingnya. Ikan ini sekarang menjadi alternatif baru bagi petani, bahkan beberapa petani ikan yang sebelumnya memelihara ikan nila dan ikan mas beralih memelihara ikan bawal air tawar, karena potensi ekonominya yang lebih menguntungkan. Ikan bawal air tawar dipilih karena jenis ikan ini tidak memerlukan pakan dengan kandungan protein tinggi, sehingga para pembudidaya dapat menghemat biaya pengeluaran untuk pakan. Ikan bawal air tawar tidak membutuhkan pakan yang berkualitas bagus dan mahal, cukup dengan pakan yang biasa saja hasilnya sudah bagus (Balai Informasi Penyuluh Pertanian Magelang, 2007).

2.1.2. Pola Pengembangan Agribisnis Ikan Bawal Air Tawar

Untuk memenuhi kebutuhan benih ikan bawal sebagai ikan konsumsi, pola pengembangan ikan bawal air tawar dapat dibagi dalam beberapa subsistem. Setiap pelaku dapat bergerak dalam masing-masing subsistem tergantung dari modal yang dimiliki dan prasarana budidaya yang tersedia, dapat pula setiap pelaku bergerak mulai dari pembenihan sampai pembesaran. Subsistem ini meliputi pembenihan, pendederan, pembesaran, dan subsistem penunjang (Balai Informasi Penyuluh Pertanian Magelang, 2007).

(22)

11

1 Subsistem pembenihan

Pada subsistem pembenihan, pelaku bisnis dapat mulai dari kegiatan memelihara induk sampai menghasilkan benih ukuran 2 inci atau seberat 3 gram seriap ekornya. Benih ukuran tersebut menjadi input untuk subsistem pendederan atau bisa langsung dijual. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 6 minggu.

2 Subsistem pendederan

Pada subsistem pendederan, pelaku bisnis memulai dari kegiatan memelihara benih ukuran 2 inci sampai benih mencapai ukuran 4 inci atau seberat 25 gram per ekornya. Benih ukuran ini bisa dijual atau menjadi input subsistem pembesaran. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 6 minggu.

3 Subsistem pembesaran

Pada subsistem pembesaran, pelaku bisnis bertugas membesarkan benih dari hasil pendederan ukuran 4 inci (25 g) sampai menjadi ikan konsumsi. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 3 bulan. Selain itu, subsistem ini bertugas mencari pasar dalam dan luar negeri.

4 Subsistem penunjang

Pada subsistem penunjang, pelaku bisnis bertugas menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masing-masing subsistem, seperti menyediakan pakan tambahan, peralatan, dan sarana produksi lainnya. Adanya subsistem tersebut diharapkan kegiatan budidaya dapat berjalan lancar, karena masing-masing subsistem mempunyai tugas yang berlainan dan akan terjalin kerjasama yang saling menguntungkan.

2.2. Deskripsi Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar

Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Ikan ini berasal dari Brazil. Pada mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena pertumbuhannya cepat, dagingnya enak dan dapat mencapai ukuran besar, maka masyarakat menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi. Rasa daging dan kandungan gizinya tidak kalah dengan ikan bawal laut, tetapi harganya tidak

(23)

12

mahal dan bisa dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat sehingga wajar saja bila ikan ini pun banyak dicari orang (Arie, 2000).

Kegiatan pembenihan larva merupakan salah satu tahapan kegiatan untuk menghasilkan ikan bawal siap konsumsi. Menurut Prahasta (2009), ada beberapa kegiatan dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar yaitu : perawatan induk, pemijahan, penetasan telur dan perawatan larva, pemberian pakan, dan pemanenan larva.

2.2.1. Perawatan Induk

Menurut Effendi (2004), pemeliharaan induk dapat dilakukan pada kolam beton ataupun kolam tanah dengan kepadatan 4 ekor per meter persegi dan dilakukaan pemberiaan pakan sebanyak 3 persen dari bobot tubuh per hari dengan frekuensi pemberian dua kali yaitu pagi dan sore. Pemeliharaan induk bertujuan untuk menumbuhkan dan mematangkan gonad.

Perawatan induk dilakukan pada kolam penampungan yang cukup besar. Tujuan perawatan adalah untuk memulihkan stamina (kesehatan) melalui perbaikan gizi makanan dan kenyamanan lingkungan, sekaligus memberikan tenggang waktu perkembangan telur untuk pemujahan periode berikutnya (Djarijah, 2001).

2.2.2. Pemijahan

Pemijahan adalah suatu proses pembuahan telur oleh sperma, dimana proses tersebut bisa berlangsung secara alami atau buatan yang dibantu oleh tangan manusia (Effendi, 2004). Menurut Arie (2000), ikan bawal air tawar dapat dirangsang supaya memijah dengan rangsangan hormon (kawin suntik). Kawin suntik memiliki kelebihan yaitu pemijahan lebih terkontrol saat pembuahan dibandingkan cara alami. Penyuntikan ikan bawal air tawar menggunakan ovaprin dengan dosis untuk betina 0,75 ml per kilogram, sedangkan untuk jantan 0,5 ml. Perkawinan antara induk yang telah matang gonad memiliki perbandingan 3:1, yaitu 3 jantan dan 1 betina.

(24)

13

2.2.3. Penetasan Telur dan Perawatan Larva

Menurut Arie (2000), penetasan merupakan kegiatan merawat telur yang dikeluarkan induk betina hingga menetas menjadi larva. Kegiatan dalam penetasan meliputi persiapan wadah penetasan, pengisian air akuarium penetasan dengan suhu tidak lebih dari 28o C. Penebaran telur dengan padat tebar 150 sampai 200 butir per liter air, dan telur akan menetas dalam waktu 18 sampai 24 jam. Untuk menjaga kualitas air setelah telur menetas dilakukan pergantian air sebanyak 50 persen dan dilakukan pembuangan telur yang tidak menetas.

Teknik pemisahan larva dari cangkang dan telur busuk dapat dilakukan secara mekanik dan kimiawi. Pembuangan cangkang dan telur busuk secara mekanik dilakukan dengan teknik swimming out atau siponisasi. Pemisahan cangkang dan telur busuk secara kimiawi dapat menggunakan larutan enzim

Alkaline Protease, enzim ini aktif memecah dan melarutkan cangkang telur, juga

dapat mempercepat proses penetasan telur (Djarijah, 2001).

2.2.4. Pemberian Pakan dan Pemanenan Larva

Menurut Djarijah (2001), larva ikan bawal tidak sanggup makan makanan dari luar selama masih tersedia makanan cadangan berupa kuning telur yang melekat di bawah perutnya. Makanan yang dapat ditelan oleh larva ikan bawal berumur sekitar 4 sampai 5 hari adalah organisme renik berupa artemia. Pakan

artemia diberikan sebanyak satu sendok makan per akuarium dan dilakukan tiga

kali sehari sampai larva berumur 14 hari.

Panen larva dilakukan pada akhir masa pemeliharaan. Panen larva dapat dilakukan secara total dengan cara menangkap semua larva dan mengeringkan akuarium. Pelaksanaan panen harus dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi risiko stres pada benih. Benih yang telah ditangkap kemudian dipindahkan ke bak penampungan (Djarijah, 2001).

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema penelitian yang akan dilakukan, diantaranya adalah mengenai pembenihan ikan bawal air tawar, manajemen risiko, risiko produksi maupun risiko pasar dan penelitian lain yang relevan.

(25)

14

2.1.3. Penelitian tentang Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar

Telah banyak dilakukan penelitian tentang pembenihan ikan bawal air tawar. Diantaranya Brajamusti (2008), meneliti tentang pendapatan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar pada perusahaan Ben’s Fish Farm, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menghitung tingkat pendapatan usaha serta menganalisis efisiensi usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar jika terjadi perubahan-perubahan dalam produksi. Hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2007 memperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 509.288.400,00,- sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar Rp 431.097.400,00,- Nilai R/C ratio tunai usahatani pembenihan larva ikan bawal air tawar menunjukkan sebesar 2,96 dan R/C ratio total menunjukkan 2,28. Dalam penelitian itu juga dijelaskan bahwa adanya fluktuasi harga jual larva, fluktuasi harga barang-barang input yang mempengaruhi pendapatan perusahaan.

Surahmat (2009), meneliti tentang kelayakan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar pada perusahaan Ben’s Fish Farm di Cibubulang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan alat analisis kelayakan usaha yaitu NPV, IRR dan Net B/C ratio, hasilnya menunjukkan bahwa usaha ikan bawal sangat layak untuk dilaksanakan karena mempunyai nilai NPV sebesar Rp 587.596.184,05,- pada tingkat diskonto 7,25 persen dan nilai IRR sebesar 61 persen pada tingkat bunga deposito 7,25 persen serta nilai Net B/C ratio sebesar 4,15. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar mempunyai risiko operasional yang sangat tinggi yaitu mendekati 50 persen pada saat musim kemarau, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas indukan, kualitas air kolam, pakan yang digunakan, dan skill tenaga kerja yang digunakan, serta fluktuasi harga input dan output. Selain itu, hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa pembenihan ikan bawal air tawar juga mempunyai risiko pasar yang sangat tinggi yaitu dari analisis Switching value penurunan harga

jual larva hanya bisa ditolerir sebesar 7,04 persen yaitu dari harga jual Rp 8,00,- per ekor menjadi Rp 7,43,- per ekor.

Beberapa contoh penelitian terdahulu di atas memperlihatkan bahwa pembenihan ikan bawal air tawar layak untuk diusahakan, tetapi pembenihan

(26)

15

bawal air tawar juga rentan terhadap risiko pasar seperi fluktuasi harga jual larva dan harga pakan yang sangat mempengaruhi pendapatan perusahaan.

2.1.1. Penelitian Tentang Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan adanya risiko, juga suatu cara untuk menangani masalah-masalah yang mungkin timbul karena adanya ketidakpastian dengan cara mengukur dan memetakan, mengembangkan alternatif risiko dalam memonitoring serta mengendalikan implementasi penanganan risiko.

Beberapa alat analisis yang digunakan dalam penelitian manajemen risiko seperti standar deviasi, koefisien variasi, z-score, dan VaR yang berfungsi untuk memetakan risiko dalam hal merumuskan strategi risiko. Robi’ah (2006), melakukan penelitian mengenai manajemen risiko usaha peternakan ayam broiler dengan studi kasus di Sunan Kudus Farm (SKF) di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan analisis kualitatif untuk mengetahui manajemen risiko usaha peternakan di SKF. Selain itu, desain penelitian yang dipakai adalah eksplorasi dengan menggunakan analisis risiko (nilai tengah, standar deviasi, koefisien variasi dan batas bawah pendapatan) dan analisis keputusan berisiko dengan bantuan diagram keputusan (decision tree) untuk mengetahui expectecd value yang akan didapatkan SKF dalam rangka pengambilan keputusan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa manajemen risiko belum berjalan dengan baik terutama pada aspek produksi. Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa SKF akan menghadapi risiko kerugian. Analisis keputusan risiko menunjukkan pada periode lebaran expected value menambah populasi lebih besar dari tidak menambah populasi. Sedangkan pada periode tahun ajaran baru expected value mengurangi populasi lebih kecil daripada expected value tidak mengurangi populasi. Pada penelitian ini alat analisis risiko yang digunakan hanya standar deviasi dan koefisien variasi untuk merumuskan diagram keputusan perusahaan.

Berbeda dengan penelitian Lestari (2009), yang melakukan analisis manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang Vanname dengan mengambil studi kasus di PT Suri Tani Pemuka Serang, Banten. Risiko operasional disebabkan oleh cuaca dan penyakit yang menyebabkan fluktuasi produksi benih

(27)

16

udang, sedangkan risiko pasar disebabkan oleh fluktuasi harga jual benih dimana peluang terjadinya disebabkan karena jenis udang yang diteliti merupakan komoditi baru yang sedang merintis pasar dan baru dikenal oleh konsumen. Analisis risiko dilakukan dengan nilai z-score yang merupakan analisis standar, sedangkan untuk dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at

Risk (VaR). Sumber risiko diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko.

Pertama, sumber risiko dianggap memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang ditimbulkan juga besar adalah risiko timbulnya penyakit serta risiko karena tingginya tingkat mortalitas benih udang vanname. Kedua, sumber risiko dengan kemungkinan terjadinya kecil tetapi berdampak besar adalah risiko pada pengadaan induk. Ketiga, sumber risiko dengan kemungkinan terjadinya besar tetapi berdampak kecil adalah fluktuasi harga induk, pakan dan benih. Keempat, sumber risiko dengan kemungkinan terjadinya kecil dan berdampak kecil yaitu risiko yang disebabkan oleh cuaca dan kerusakan peralatan. Strategi preventif dilakukan untuk mengurangi terjadinya risiko yang terdapat pada kuadran 1 dan 3 dengan persiapan pemeliharaan, pelatihan sumberdaya manusia, dan kontrak pembelian dengan pemasok. Strategi mitigasi untuk menangani risiko pada kuadran 2 melalui kegiatan pengendalian penyakit dan pengadan induk yang tepat.

Gumayantika (2009), melakukan penelitian tentang analisis sistem manajemen risiko kredit dan pengaruhnya terhadap laba perusahaan, studi kasus pada Bank Jabar Cabang Ciamis. Metode pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif, korelasi pearson product moment dan regresi linear sederhana. Pada analisis tersebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: a) sumberdaya dan keuangan perusahaan; b) faktor debitur yaitu jangka waktu kredit dan suku bunga; c) faktor eksternal yaitu persaingan dengan bank lain. Manajemen risiko kredit pada Bank Jabar Cabang Ciamis meliputi: 1) identifikasi risiko kredit; 2) pengelompokan risiko kredit sesuai dengan kolektibilitas; 3) pengukuran risiko kredit dilihat dari rasio NPL; dan 4) pengendalian dan pengelolaan risiko kredit. Hasil analisis korelasi pearson product moment didapatkan r =-0,652 yang berarti bahwa terdapat hubungan

(28)

17

sebesar 43 persen laba perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel risiko kredit. Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa tingkat risiko kredit mempunyai pengaruh negatif terhadap laba Bank, yang mana setiap kenaikan tingkat risiko kredit akan mengakibatkan penurunan laba pada Bank.

Nandifa (2008), menganalisis manajemen risiko kredit umum pedesaan dengan menggunakan simulasi program komputer di Bank BRI Unit Ciampea. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan alat yang dipakai adalah program komputer Visual Basic 6.0. faktor yang mempengaruhi risiko kredit Kupedes BRI Unit Ciampea terdiri dari faktor internal bank (SDM dan kebijakan Bank) dan faktor eksternal bank (debitur). Berdasarkan pengujian validitas menggunakan metode backtesting dihasilkan penyimpangan sebesar 4,06 persen sehingga metode Creditrisk Portofolio sesuai untuk mengukur kerugian yang diperkirakan (expected loss). Pengelolaan dan pengendalian risiko kredit yang dilakukan oleh BRI Unit Ciampea adalah dengan penerapan prinsip 5C, penetapan kolektibilitas debitur, pembentukan PPAP, IPTW, pembinaan dan penagihan intensif, rescheduling, reconditing, peningkatan kualitas SDM dan kerjasama dengan perusahaan asuransi.

Dari beberapa contoh penelitian yang berhubungan dengan manajemen risiko, maka penelitian yang merumuskan strategi risiko pada output penelitiannya adalah Lestari (2009), sementara penelitian Nandifa (2008) dan Gumayantika (2009), lebih banyak menggunakan analisis deskriptif dalam menentukan risiko yang terjadi.

2.1.2. Penelitian tentang Risiko Produksi dan Pasar

Fariyanti (2008), meneliti perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH), sedangkan analisis perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran digunakan persamaan simultan. Adapun komoditas yang diteliti adalah kentang dan kubis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibanding dengan kubis, tetapi sebaliknya

(29)

18

risiko harga pada kentang lebih rendah dari kubis. Diversifikasi usaha kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibanding spesialisasi kentang dan kubis.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan harga produk adalah dengan menggunakan penggunaan lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yaitu dengan menggunakan benih yang tahan terhadap kekeringan dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan usahatani maupun luar usahatani. Adapun strategi untuk mengatasi harga produk diperlukan penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan secara berkelompok pada tingkat petani, pengembangan kegiatan sistem contract farming kelembagaan pemasaran.

Penelitian Siregar (2009), menggunakan alat analisis model ARCH-GARCH pada analisis risiko day old chick (DOC) broiler dan layer di PT Sierad Produce, Parung Kabupaten Bogor. Hasil analisis ARCH-GARCH yaitu bahwa pola pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan DOC. Hasil analisis GARCH (1,1) diperoleh bahwa harga DOC dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga DOC sebelumnya dengan tanda yang positif yang berarti jika terjadi peningkatan risiko harga DOC pada periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga DOC periode berikutnya dengan tingkat koefisien determinasi (R2) sebesar 9,99 persen. Harga jual DOC layer dengan ARCH (1) diperoleh hasil bahwa harga DOC layer dipengaruhi oleh volatilitas priode sebelumnya dengan tingkat koefisien determinasi (R2) sebesar 18,81 persen. Hal ini menunjukkan setiap rupiah yang diperoleh perusahaan ternyata risiko harga jual DOC broiler lebih tinggi dibanding risiko harga jual DOC layer. Strategi yang dapat disarankan adalah melakukan perencanaan produksi dan penjualan berdasarkan aktivitas perusahaan sebelumnya dan melakukan kemitraan dengan peternak lain.

Aziz (2009) melakukan penelitian pada usaha peternakan X. Analisis risiko yang digunakan adalah dengan menghitung expected return, variance, standar

deviation dan coefficient variation. Selain itu juga menggunakan analisis

(30)

19

return yang diperoleh adalah sebesar Rp 5.768.199,-, nilai ini menggambarkan

bahwa pendapatan bersih yang diharapkan dapat diperoleh usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp5.768.199,- (ceteris

paribus). Nilai standar deviasi yang diperoleh di usaha peternakan X adalah

sebesar Rp 10.095.088,-, nilai ini menunjukkan bahwa risiko yang harus dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 10.095.088,- (ceteris parubus).

Nilai coefficient variation yang diperoleh oleh usaha peternakan X adalah sebesar 1,75. Nilai coefficient variation sebesar 1,75 menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 175 persen dari nilai return yang diperoleh. Nilai coefficient variation yang lebih besar dari 0,5 menunjukkan bahwa usaha peternakan X akan menghadapi peluang merugi pada setiap periode di masa yang akan datang (ceteris paribus). Nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp 14.421.977,-, nilai ini menunjukkan bahwa kemungkinan risiko paling rendah atau kerugian paling rendah yang akan dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 14.421.977,- (ceteris paribus). Berdasarkan analisis risiko , risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X yaitu risiko harga, risiko produksi, dan risiko sosial yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternakan X. Risiko-risiko tersebut menyebabkan pendapatan usaha peternakan X berfluktuasi tajam. Bahkan pada periode ke-6 dan ke-12 usaha peternakan X mengalami kerugian masing-masing sebesar Rp 3.326.570,- dan Rp21.213.029,-.

Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada konsep dan produk yang diteliti. Persamaan dalam hal manajemen risiko yaitu pada penelitian Lestari (2009), Robi’ah (2006), Gumayantika (2009), dan Nandifa (2008). Namun, pada penelitian Lestari (2009), selain dalam hal manajemen, terdapat persamaan metode yang digunakan yakni sama-sama menggunakan metode Model z-score dan Value at Risk (VaR) namun objek atau komoditas yang diteliti berbeda.

Persamaan dalam hal risiko produksi dan harga terdapat pada penelitian Fariyanti, Tarigan dan Siregar. Namun, pada penelitian Fariyanti (2008), dan Siregar (2009) menggunakan model GARCH dan ARCH-GARCH dalam

(31)

20

menganalisis tingkat risiko, dan perbedaan lain yaitu komoditas yang diteliti berbeda dengan komoditas pada penelitian ini. Pada penelitian tentang pembenihan ikan bawal seperti yang diteliti oleh Surahmat (2009), dan Brajamusti (2008) persamaan terdapat dalam hal komoditas yang diteliti, selain itu lokasi penelitian juga sama-sama di Ben’s Fish Farm. Perbedaan terdapat pada konsep yang digunakan dalam menganalisis benih larva ikan bawal air tawar.

(32)

21

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terdiri dari definisi risiko, sumber dan kategori risiko, sikap individu terhadap risiko, pengukuran risiko, manajemen risiko dan penanganan risiko.

3.1.1. Definisi Risiko

Risiko adalah ketidakpastian yang dapat menimbulkan terjadinya peluang kerugian terhadap pengambilan suatu keputusan, karena risiko adalah konsekuensi dari apa yang kita lakukan (Harwood, et al 1999). Basyib (2007), mendefinisikan risiko sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi. Kountur (2008), mendefinisikan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ketidakpastiaan ini terjadi akibat kurangnya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi, dan ada tiga unsur penting dari suatu yang dianggap risiko yaitu: (1) merupakan suatu kejadian; (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa saja terjadi atau tidak terjadi; (3) jika sampai terjadi akan menimbulkan kerugian. Darmawi (1990), juga menghubungkan risiko dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, dengan kata lain “kemungkinan” yang menunjukkan adanya ketidakpastian.

Kountur (2008), menjelaskan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dapat berdampak merugikan atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai risiko, maka dari itu risiko didefinisikan sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Kountur (2008), juga mendefinisikan risiko operasional sebagai suatu risiko kerugian yang disebabkan karena tidak berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia dan sistem serta oleh peristiwa internal. Risiko operasional dapat disebabkan oleh kerugian langsung atau tidak langsung karena ketidakcukupan atau kegagalan proses internal dan umumnya merujuk pada

(33)

22

peristiwa yang diakibatkan oleh teknologi, kesalahan manusia, risiko hukum dan terjadinya penipuan.

Harwood, et al (1999), mendifinisikan bahwa risiko produksi adalah proses produksi yang menimbulkan kejadian yang tidak ditangani, sehingga menyebabkan kerugian bagi petani atau perusahaan. Produksi harus senantiasa disesuaikan dengan output yang akan dicapai dengan pemakaian input-input yang tepat melalui teknologi tepat guna sehingga mengurangi dampak merugikan.

3.1.2. Sumber dan Kategori Risiko

Harwood, et al (1999), menjelaskan beberapa risiko yang sering terjadi pada pertanian dan dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu:

1) Risiko hasil produksi

Hasil produksi yang selalu berubah-ubah dalam pertanian disebabkan karena kejadian yang tidak terkontrol, biasanya disebabkan oleh kondisi alam yang ekstrim seperti curah hujan, iklim, cuaca, dan serangan hama dan penyakit. Produksi juga harus memperhatikan teknologi tepat guna untuk memaksimumkan keuntungan dari hasil produksi optimal.

2) Risiko harga atau pasar

Risiko harga dapat dipengaruhi oleh perubahan harga produksi atau input yang digunakan. Risiko harga muncul ketika proses produksi sudah berjalan, hal ini lebih disebabkan kepada proses produksi dalam jangka waktu lama pada pertanian sehingga kebutuhan input setiap periode memiliki harga yang berbeda.

3) Risiko institusi

Institusi mempengaruhi hasil pertanian melalui kebijakan dan peraturan, kebijakan pemerintah dalam menjaga kestabilan proses produksi, distribusi, dan harga input-input yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan produksi petani. Fluktuasi harga input maupun output pertanian dapat mempengaruhi biaya produksi

4) Risiko manusia atau orang

Risiko ini disebabkan oleh tingkah laku manusia dalam melakukan proses produksi. Sumberdaya manusia perlu diperhatikan untuk menghasilkan output optimal. Moral manusia dapat menimbulkan kerugian seperti

(34)

23

adanya kelalaian sehingga menimbulkan kebakaran, pencurian, dan rusaknya fasilitas produksi.

5) Risiko keuangan

Risiko keuangan merupakan dampak yang ditimbulkan oleh para petani dalam mengelolah keuangannya. Modal yang dimiliki dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan output. Peminjaman modal yang banyak memberikan manfaat seimbang berupa laba antara pengelola dan pemilik modal.

Menurut Sofyan (2004), faktor-faktor penyebab munculnya risiko pada umumnya berasal dari dua sumber, yakni sumber internal dan sumber eksternal. Sumber internal terjadi karena masalah internal umumnya lebih mudah dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber eksternal umumnya jauh di luar kendali pembuat keputusan, antara lain muncul dari pasar, ekonomi, politik suatu negara, perkembangan teknologi, perubahan sosial budaya suatu daerah atau negara, dan kondisi suplai atau pemasok.

Menurut Kountur (2008), risiko bisa dikategorikan berdasarkan sudut pandang yaitu risiko dari sudut pandang penyebab, risiko dari sudut pandang akibat, risiko dari sudut pandang aktivitas dan risiko dari sudut pandang kejadian.

a. Risiko dari sudut pandang penyebab terdiri dari risiko keuangan dan risiko operasional (produksi). Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga dan nilai tukar mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non-keuangan seperti manusia, alam dan teknologi.

b. Risiko dari sudut pandang akibat terdiri dari risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni adalah suatu kejadian berakibat hanya merugikan dan tidak memungkinkan adanya keuntungan.

c. Risiko dari sudut pandang aktivitas yaitu risiko yang timbul karena adanya berbagai macam aktivitas.

d. Risiko dari sudut pandang kejadian yaitu risiko yang timbul dari beberapa kejadian, seperti kebakaran, kebanjiran dan pencurian.

(35)

24

Menurut Fahmi (2010), risiko dikategorikan menjadi dua yaitu risiko murni (pure risk) dan risiko spekulatif (speculative risk). Risiko murni dikelompokkan menjadi tiga tipe risiko yaitu:

a. Risiko aset fisik, merupakan risiko yang berakibat timbulnya kerugian pada aset fisik suatu perusahaan.

b. Risiko karyawan, merupakan risiko apa yang dialami oleh karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.

c. Risiko legal, merupakan risiko dalam bidang kontrak yang mengecewakan atau kontrak yang tidak berjalan sesuai dengan rencana.

Adapun resiko spekulatif dapat dikelompokkan menjadi empat tipe risiko yaitu: a. Risiko pasar, merupakan risiko yang terjadi dari pergerakan harga di pasar b. Risiko kredit, merupakan risiko yang terjadi karena counter party gagal

memenuhi kewajibannya.

c. Risiko likuiditas, merupakan risiko karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kas.

d. Risiko operasional, merupakan risiko yang disebabkan pada kegiatan operasional yang tidak berjalan dengan lancar.

3.1.3. Sikap Individu terhadap Risiko

Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasar pada konsep expected utility. Expected utility sangat erat kaitannya dengan probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Utility sangat sulit diukur sehingga umumnya didekati dengan pengukuran return. Setiap keputusan investasi menyajikan risiko dan return tertentu, oleh karena itu semua keputusan harus ditinjau dari return yang diharapkan (expected return) dan risiko yang dihadapi. Semakin tinggi risiko dari suatu kegiatan usaha (investasi) maka makin tinggi tingkat pengembalian, namun demikian pelaku bisnis mengalami risiko kemungkinan akan kehilangan uang atas investasi bersangkutan, maka dilakukan analisis dengan menggunakan penilaian terhadap risiko. Menurut Debrin (1986), sikap terhadap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut:

(36)

25 utility Income Risk-Averse utility Income Risk-Neutral utility Income Risk-Taker 1. Risk Aversion

Risk Aversion merupakan pembuatan keputusan yang takut terhadap risiko.

Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan tingkat kepuasan.

2. Risk Taker

Risk Taker merupakan pembuat keputusan yang berani terhadap risiko.

Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dan menurunkan keuntungan yang diharapkan.

3. Risk Neutral

Risk Neutral merupakan pembuat keputusan yang netral terhadap risiko,

sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan. Hubungan antara varian return merupakan ukuran dari tingkat risiko yang dihadapi, return yang diharapkan (expected return) merupakan ukuran dari tingkat kepuasan pembuat keputusan yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Tingkat Kepuasan dengan Pendapatan Sumber: Debrin (1986)

(37)

26

Debrin (1986), menjelaskan mengenai hubungan tingkat kepuasan petani dengan keputusan strategi yang diambil pada tingkat risiko tertentu. Gambar 2 menunjukkan setiap petani yang ingin mendapatkan income (pendapatan) yang lebih tinggi maka akan menghadapi risiko yang besar, dimana tingkat risiko selalu berbanding lurus dengan tingkatan harapan pendapatan. Risiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh pengambil risiko. Semakin besar risiko yang dihadapi, umumnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga lebih besar. Pola pengambilan risiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan risiko.

3.1.4. Pengukuran Risiko

Pengukuran probabilitas risiko bertujuan untuk mengetahui risiko yang timbul atas pengambilan keputusan perusahaan, dengan hal ini pengelompokan setiap risiko yang ada akan dapat dipetakan sehingga terjadi penanganan yang efektif terhadap semua sumber risiko. Menurut Fahmi (2010), pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar (tolak ukur) untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisasinya suatu risiko, baik risiko tunggal maupun portofolio, terhadap kesehatan dan kelangsungan usaha. Signifikansi suatu risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui atau disimpulkan dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko yaitu: (1) kuantitas risiko yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko; (2) kualitas risiko yaitu probabilitas dari terjadinya risiko.

Menurut Kountur (2008), pengukuran kemungkinan terjadinya risiko bertujuan untuk mengetahui risiko apa saja yang besar dan risiko apa saja yang kecil sehingga dalam penanganannya dapat diketahui risiko-risiko yang perlu diprioritaskan. Mengetahui besarnya kemungkinan terjadinya risiko juga dapat digunakan sebagai petunjuk strategi penanganan risiko yang sesuai. Risiko-risiko yang kemungkinan terjadinya sangat besar menggunakan strategi penanganan yang berbeda, karena setiap kali terjadi risiko akan memberikan dampak kerugian. Pada umumnya dampak kerugian dihitung dalam satuan mata uang tertentu, sehingga setiap terjadi risiko, perusahaan mengetahui berapa besar nominal kerugiannya.

(38)

27

3.1.5. Manajemen Risiko

Manajemen risiko menurut Darmawi (1990), merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan dengan tujuan memperoleh efektifitas dan efesiensi yang lebih tinggi. Menurut Fahmi (2010), manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi atau perusahaan menerapkan ukuran dalam mematahkan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis. Tahapan-tahapan dalam melaksanakan manajemen risiko menurut Fahmi (2010) yaitu:

a. Identifikasi risiko, yaitu perusahaan melakukan tindakan berupa mengidentifikasi setiap bentuk risiko yang dialami perusahaan termasuk bentuk-bentuk risiko yang mungkin dialami perusahaan ke depannya.

b. Mengidentifikasi bentuk-bentuk risiko, yaitu pihak manajemen perusahaan telah mampu menemukan bentuk dan format risiko yang dimaksud.

c. Menempatkan ukuran-ukuran risiko, yaitu pada tahap ini manajemen perusahaan sudah menempatkan ukuran atau skala yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi yang digunakan.

d. Menempatkan alternatif-alternatif, yaitu manajemen perusahaan telah melakukan pengolahan data, hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif beserta akibat atau pengaruh yang ditimbulkan jika keputusan tersebut diambil

e. Menganalisis setiap alternatif, yaitu setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang ditimbulkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

f. Memutuskan suatu alternatif, yaitu setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan secara detail maka manajer perusahaan memilih salah satu allternatif yang terbaik.

g. Melaksanakan alternatif yang dipilih.

h. Mengontrol alternatif yang dipilih, yaitu manajer perusahaan melakukan kontrol yang maksimal guna menghindari timbulnya berbagai risiko yang tidak diinginkan.

(39)

28

i. Mengevaluasi jalannya alternatif yang dipilih, yaitu mengevaluasi setiap hasil yang dicapai.

Kountur (2008), menjelaskan manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan adanya risiko, juga suatu cara untuk menangani masalah-masalah yang mungkin timbul karena adanya ketidakpastian dengan cara mengukur dan memetakan, mengembangkan alternatif risiko dalam memonitoring serta mengendalikan implementasi penanganan risiko. Sistematika pengelolaan risiko menurut Kountur dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan Sumber : Kountur (2008)

Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk memaksimumkan laba. Konsep manajemen risiko yang penting untuk penilaian suatu risiko diataranya adalah tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau disebut dengan eksposur, besarnya kemungkinan suatu peristiwa yang berisiko. Hal yang sama dipaparkan oleh Fahmi (2010) yaitu berdasarkan konsep manajemen risiko, pandangan yang ditawarkan oleh manajemen risiko dalam mengelola risiko yaitu risiko dapat didekati dengan menggunakan suatu kerangka berpikir yang sangat rasional. Hal ini dimungkinkan dengan berkembanganya teori probabilitas dan

Evaluasi Identifikasi Risiko Pengukuran Risiko Penanganan Risiko Proses Output Daftar Risiko 1. Peta Risiko 2. Status Risiko Usulan (penanganan risiko)

Gambar

Gambar 1. Hubungan Tingkat Kepuasan dengan Pendapatan   Sumber: Debrin (1986)
Gambar 5.   Peta Strategi Penanganan Risiko Secara Preventif  Sumber : Kountur (2008)
Gambar 7.  Struktur Organisasi Ben’s Fish Farm Tahun 2010
Gambar  11.      Akuarium    Pemeliharaan  Larva  Ikan  Bawal  Air  Tawar  di  Ben’s  Fish Farm Tahun 2010
+5

Referensi

Dokumen terkait