• Tidak ada hasil yang ditemukan

II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori

yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi asumsi dan model ekosistem serta metode perturbasi homotopi.

2.1 Asumsi dan Model

Dalam suatu ekosistem dapat terjadi proses daur ulang nutrisi. Komponen penyusun daur ulang nutrisi ini terdiri dari tiga komponen. Komponen pertama adalah nutrisi abiotik berupa kalium (K), fosfor (P), oksigen (O2), karbon dioksida (CO2), dan mineral-mineral lainnya. Komponen kedua adalah organisme autotrof, seperti algae plankton. Kemudian, komponen ketiga adalah organisme detritus yang berupa bakteri dan fungi (jamur). Komponen penyusun daur ulang nutrisi ini dinamakan kolam nutrisi. Nutrisi abiotik yang berada pada kolam nutrisi berperan sebagai bahan mentah yang digunakan oleh autotrof (produsen) untuk membuat makanannya sendiri. Kemudian nutrisi biotik yang berupa organisme autotrof dimakan oleh organisme yang berperan sebagai konsumen tingkat pertama. Dinamakan konsumen tingkat pertama, karena organisme tersebut pertama kali mengambil makanan dari produsen. Setelah itu, proses berlanjut pada tingkat konsumen yang lebih tinggi sampai akhirnya konsumen tingkat akhir mati dan berakhir pada organisme detritus.

Detritus merupakan organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati, seperti feses, daun yang gugur, dan bangkai organisme mati dari semua tingkat trofik (Campbell et al. 2004). Pengurai disebut juga komponen makro (sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Detritus menguraikan kembali konsumen dan produsen tingkat akhir menjadi nutrisi abiotik. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut melepaskan bahan-bahan sederhana sehingga dapat digunakan kembali oleh produsen. Model proses daur ulang nutrisi yang ditinjau adalah model yang disusun oleh (Deangelis et al. 1986). Pada proses permodelan, sistem yang ditinjau dibagi atas tiga komponen, yaitu: nutrisi abiotik, organisme autotrof, dan organisme detritus seperti dalam Gambar 1. Misalkan banyaknya nutrisi abiotik dalam kolam nutrisi adalah , banyaknya autotrof dalam kolam nutrisi adalah , dan banyaknya detritus dalam kolam nutrisi adalah .

Gambar 1 Model tiga komponen dari kolam nutrisi abiotik, autotrof, dan detritus.

Berdasarkan Gambar 1 laju perubahan banyaknya nutrisi yang berada dalam kolam nutrisi dipengaruhi oleh:

1. Banyaknya nutrisi yang masuk ke dalam kolam nutrisi per satuan waktu, dinotasikan .

2. Banyaknya nutrisi yang hilang per satuan waktu, karena keluarnya air dari dalam kolam. Keluarnya air dari dalam kolam nutrisi dapat disebabkan oleh kebocoran atau hal lainnya. Banyaknya nutrisi yang hilang dinotasikan . Dengan suatu konstanta yang disebut tingkat kehilangan nutrisi.

3. Banyaknya nutrisi dalam kolam nutrisi yang dimakan oleh organisme autotrof per satuan waktu adalah , dengan bergantung pada banyaknya nutrisi pada kolam nutrisi dinotasikan , dengan suatu konstanta yang menyatakan perbandingan banyaknya nutrisi dengan banyaknya organisme autotrof dan detritus. Untuk masing-masing dan menyatakan tingkat pertumbuhan autotrof dan tingkat jenuh nutrisi.

4. Banyaknya nutrisi yang diperoleh dari hasil urai yang dilakukan oleh organisme detritus per satuan waktu, dinotasikan

, dengan suatu konstanta yang menyatakan perbandingan banyaknya nutrisi dengan banyaknya organisme autotrof dan detritus. Konstanta adalah laju reminearilisasi yang dilakukan oleh detritus. Reminearilisasi adalah proses kembalinya menjadi mineral.

3

Oleh karena itu, laju perubahan banyaknya nutrisi yang berada dalam kolam, secara matematis dinyatakan dengan:

. Laju perubahan banyaknya organisme autotrof yang berupa nutrisi dipengaruhi oleh:

1. Banyaknya organisme autotrof yang keluar dan diuraikan oleh organisme pengurai per satuan waktu, dinotasikan

dengan suatu konstanta yang disebut laju kematian autotrof yang memengaruhi detritus.

2. Banyaknya organisme autotrof yang keluar dan tidak diuraikan oleh organisme pengurai per satuan waktu, tetapi meninggalkan sistem, dinotasikan dengan suatu konstanta yang disebut laju kematian autotrof yang tidak dapat diuraikan.

3. Banyaknya organisme autotrof yang terbentuk per satuan waktu karena tersedianya nutrisi yang ada pada kolam nutrisi, yaitu .

Oleh karena itu, laju perubahan banyaknya autotrof yang berada dalam kolam, secara matematis dinyatakan oleh :

.

Selanjutnya, laju perubahan banyaknya organisme detritus dipengaruhi oleh :

1. Banyaknya organisme autotrof yang diuraikan oleh organisme detritus per satuan waktu yang dinotasikan oleh . 2. Banyaknya hasil urai dari organisme

detritus yang menjadi nutrisi dalam kolam nutrisi per satuan waktu yang dinotasikan

.

3. Banyaknya organisme detritus yang meninggalkan sistem per satuan waktu dengan laju .

Oleh karena itu, laju perubahan banyaknya detritus yang berada dalam kolam, secara matematis diperoleh :

.

Dengan demikian, proses daur ulang nutrisi dalam kasus ini dimodelkan oleh sistem persamaan sebagai berikut:

. . Model bagi masalah daur ulang nutrisi pada kolam sederhana yang diberikan oleh sistem persamaan (2.1) akan diselesaikan dengan menggunakan metode perturbasi homotopi. Metode ini akan dijelaskan sebagai berikut:

2.2 Metode Perturbasi Homotopi

Berikut ini diberikan ilustrasi konsep dasar metode homotopi berdasarkan alur pada pustaka (Jaharuddin 2008). Misalkan diberikan persamaan diferensial berikut:

, (2.2) dengan suatu operator turunan yang taklinear dan fungsi yang akan ditentukan dan bergantung pada peubah bebas

. Selanjutnya didefnisikan pula suatu operator linear yang memenuhi

, bila . (2.3) Sehingga operator dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu dan yang masing-masing merupakan operator linear dan taklinear. Jadi, persamaan diferensial (2.2) dapat ditulis:

. (2.4) Misalkan pendekatan awal dari penyelesaian persam (2.2) dan , suat am sikan fungsi real

aan u par eter. Didefini

, : , , dan suatu fungsi H sebagai ber kut: i

, atau

, .

Berdasarkan persamaan (2.5), maka untuk dan masing-masing memberikan persamaan berikut:

4

, , ,

dan

, , , .

Sehingga menurut persamaan (2.2) dan persamaan (2.3) diperoleh bahwa fungsi

, dan

, ,

masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

, , dan

, , .

Dengan demikian peningkatan nilai dari 0 ke 1 menyatakan perubahan nilai , dari ke . Dalam topologi, proses ini disebut deformasi. Proses deformasi yang ditinjau meliputi deformasi orde nol dan orde tinggi. Pada deformasi orde nol memberikan penyelesaian awal , sedangkan deformasi orde tinggi memberikan penyelesaian

, , … , . Untuk menentukan

, , , . . . dilakukan sebagai berikut. Jika

persamaan (2.5) diturunkan terhadap hingga kali dan dihitung pada kemudian dibagi oleh !, maka diperoleh persamaan berikut: ; , , | dan dinotasikan ! ! ; , , | . Deret r terhadap adala

Taylo dari fungsi , h ; , , ; , , ! ; , , | atau , . . Dalam metode perturbasi homotopi, fungsi

, yang dinyatakan pada persamaan (2.6) merupakan penyelesaian dari persamaan

, .

Berdasarkan persamaan (2.5), maka diperoleh .

Jadi, untuk dari persamaan (2.6) diperoleh

,

. Karena , , maka diperoleh

.

Hasil ini menunjukkan hubungan antara penyelesaian eksak dari persamaan (2.2) dengan pendekatan awal dan ,

, , … yang akan ditentukan. Persamaan

untuk menentukan , , , … diperoleh dengan menggunakan metode perturbasi, dimana persamaan (2.6) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.5) dan diperoleh . Secara umum diperoleh dengan menyamakan koefisien kepangkatan

, dan merupakan pendekatan awal dari penyelesaian . Selanjutnya, misalkan diberikan suatu masalah yang dinyatakan oleh sistem ersamaan diferensial berikut : p

, . dengan syarat awal . (2.8)

Penyelesaian eksak masalah nilai awal (2.8) adalah

5

e e . . Berikut ini akan dicari penyelesaian dari masalah nilai awal persamaan (2.8) dengan menggunakan metode perturbasi homotopi. Berdasarkan persamaan (2.5) dan persamaan (2.7) diperoleh persamaan berikut:

. (2.10) Misalkan penyelesaian persamaan (2.10) dinyatakan dalam persamaan beriku : t

, , , ,

, , , ,

(2.11) Jika persamaan (2.11) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.10), kemudian dipisahkan berda kan derajat kepangkatan , maka koefisi e ikan

sar

en m mber ,

, . .

Jika persamaan (2.12) diintegralkan terhadap , maka diperoleh

,

, .

Bentuk lain dari , dan , dengan , , , , (dibuktikan dalam lampiran 1). Selajutnya, diperoleh penyelesaian untuk dan dari persamaan (2.7) dengan syarat awal dan hingga orde kelima, sebagai berikut:

Gambar 2 Grafik perbandingan penyelesaian eksak (2.9) dan metode perturbasi homotopi dari masalah nilai awal (2.7).

Berdasarkan Gambar 2 diperoleh bahwa penyelesaian pendekatan dari masalah nilai awal (2.7) mendekati penyelesaian eksaknya dengan cukup baik. Hasil ini menunjukkan

bahwa metode perturbasi homotopi dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan diferensial dengan nilai awal atau nilai batas yang diberikan.

Dokumen terkait