• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah atau nama program bidang studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah ”Social Studies” dalam

kurikulum persekolahan di negara lain, khususnya di negara-negara Barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Nama IPS lebih dikenal sosial studies di negara lain itu merupakan istilah hasil kesepakatandari para ahli atau pakar di Indonesia.

Menurut James A. Banks yang dikutip dari Sapriya, Sulistyawati dan Sajarudin Nurdin bahwa sosial studi adalah bagian dari Kurikulum sekolah dasar dan menengah yang mempunyai tanggung jawab pokok membantu para siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kterampilan, sikap dan nilai yang diperlukan dalam hidup bernegara untuk dapat hidup berpartisipasi dalam bermasyarakat demokratis21. Sedangkan

menurut Calhoun dalam Hasan yang dikutip dari Ahmad Yani bahwa ”

Ilmu-ilmu sosial adalah studi tentang tingkah laku kelompok manusia”22 . jadi Ilmu Pengetahuan Sosial adalah Ilmu yang mempelajari tentang

21

Sapriya, Susilawati, Sadjarudin Nurdin, Konsep Dasar IPS (Bandung: Upi Press. 2006) hal.4

22

tingkah laku dan sikap agar peserta didik menjadi manusia yang bersifat demokratis, bertangggung jawab dan mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam hidup bermasyarakat.

b. Hakikat Pembelajaran IPS

Hakikat IPS dalam pengertian yang terpadu inilah yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP). Dengan pengertian itu menunjukan bahwa IPS sebenarnya merupakan pelajaran yan cukup komprehensif yang dapat menjadi salah satu instrument untuk ikut

memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan di Indonesia.

Pendidikan IPS juga dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral pendidikan budi pekerti. Pendidikan IPS memiliki arah dan tujuan yang sama dengan tujuan pembelajaran IPS, yakni sama-sama bertujuan agar peserta didik dan warga belajar pada umumnya menjadi warga negara yang baik. Pembelajaran IPS diarahkan untuk menjadikan warga negara yang baik, melahirkan pelaku-pelaku sosial yang cerdas, arif dan bermoral. Dalam konteks pendidikan karakter para peserta didik dengan potensi yang dimilikinya, difasilitasi untuk mengembangkan berfikir kritis dan kreatif, percaya diri dan membangun kemandirian, memiliki semangat kebangsaan, dan bangga terhadap hasil karya budaya bangsa sendiri.

Jadi pembelajaran IPS adalah proses pembelajaran bagi peserta didik untuk menjadi manusia yang berkarakter dan bertanggung jawab.

a. Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah untuk mengembangkan siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mentsal positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang

menimpa masyarakat. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci bahwa tujuan IPS adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar:

1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau

lingkungannya

2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan

metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta

membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu

membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.

7) Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi

8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam

kehidupannya ” to prepare to be well-functioning citizens in a democratic society”.

9) Menekankan perasaan, emosi dan derajat penerimaan atau penolakan

siswa terhadap materi pembelajaran IPS yang diberikan23.

Tujuan pembelajaran IPS, secara umum dapat dirumuskan anatara lain untuk mengantarkan, membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik agar : (1) menjadi warga negara (dan juga warga dunia) yang baik, (2) mengembangkan pemahaman mengenai pengetahuan dasar kemasyarakatan, (3) mengembangkan kemampuan berpikir dengan penuh kearifan dan keterampilan inkuiri untuk dapat memahami, menyikapi, dan mengambil langkah-langkah untuk ikut memecahkan masalah sosial kebangsaan, (4) membangun komitmen

terhadap nilai-nilai luhur dan budaya Indonesia, dan (5)

mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dalam

23

kehidupan masyarakat yang majemuk, baik lokal, regional maupun internasional.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah agar peserta didik mampu mengembangkan pemahaman mengenai pengetahuan dasar kemasyarakatan, berfikir dengan bijaksana, mengembangkan keterampilan dan mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah maupun isu-isu yang berkembang di lingkungan masyarakat.

c. Contextual Teaching And Learning (CTL)

a. Pengertian Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

Contextual Teaching And Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari24.

Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

Sedangkan menurut Drs. B. Suryosubroto pengajaran merupakan hasil proses belajar mengajar, efektifitasnya tergantung dari beberapa unsur. Efektifitas suatu kegiatan tergantung dari terlaksana tidaknya perencanaan, maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif. Cara untuk mencapai hasil belajar yang efektif yaitu murid-murid harus dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan dalam mengajar.25 Untuk lebih jelasnya tentang Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) berikut akan diuraikan beberapa definisinya menurut para ahli sebagai berikut:

24

Depdiknas, Pendekatan Kontextual . 2002. Hlmn.1.

25

1. Menurut Mulyasa

Pembelajaran Contextual Teaching And Learing (CTL)

adalah konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari . melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan

memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang

dipelajarinya26.

2. Menurut Nurhadi

Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliknya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat27.

3. Menurut Dr. Wina Sanjaya

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka28.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan

26

E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung:PT. Remaja Rosda Karya, 2005)

27

Nurhadi, Op.cit., hlm.13

28

Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi KBK, (Jakarta:Prenada Media, 2005), hlm.109

konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa belajar dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke

siswa melainkan dengan pendekatan Contextual Teaching And

Learning (CTL) adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah. Selain itu siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi.

Bila pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

diterapkan dengan benar, diharapkan siswa akan berlatih untuk dapat menghubungkan apa yang diperoleh dikelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada dilingkungannya. Untuk itu, guru

perlu memahami konsep pendekatan Contextual Teaching And

Learning (CTL) terlebih dahulu dan dapat menerapkannya dengan benar. Agar siswa dapat belajar lebih efektif, guru perlu mendapat

informasi tentang konsep-konsep pembelajaran Contextual

Teaching And Learning (CTL) dan penerapannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menghubungkan suatu mata pelajaran dengan pekerjaaan atau

kehidupan sehari-hari mereka sehingga mereka semakin akrab/dekat dengan lingkungannya.

b. Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

b. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka

memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring

knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh secara dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan secara terperinci.

c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.

d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat dialikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

c. Sejarah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Penerapan pembelajaran Kontekstual di Amerika Serikat bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik Jhon Dewey pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang

pembelajaran kontekstual berakar dari paham Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan sekolah berpusat pada anak (Child-Centered), sebagai refleksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (Teacher-Centered) atau bahan pelajaran (subject-centered29.

Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah.

Selain teori Progresivisme Jhon dewey, teori kognitif juga melatar belakangi filosofi pembelajaran Kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat aktif dalam kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukan hasil belajar dalam bentuk apa yang dapat mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Disamping itu siswa yang menggunakan strategi kognitif memungkinkan ketika ia mengikutiberbagai uraian dari apa yang sedang ia baca, apa yang ia pelajari, mungkin keterampilan intelektual, mungkin informasi. Dia menggunakan strategi kognitif untuk memilih dan menggunakan kode bagi apa yang dia pelajari, dan strategi lain untuk mengungkapkannya kembali. Yang terpenting, dia menggunakan beberapa strategi kognitif dalam memikirkan apa yang telah dia pelajaridan dalam memecahkan masalah. Strategi kognitif adalah cara yang dimiliki pelajar dalam mengelolaproses belajar. Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah stragegi belajar baru yang lebih meeberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswamenghafal fakta-fakta, tetapi

29

Redja Mudyaharja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 142

sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui landasan Filosofi Konstruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. menurut (Jhonson, 2007: 72-85) dikutip dari Ahmad Yani bahwa ada tiga prinsip pembelajaran yang menjadi ciri khas pembelajaran CTL dibandingkan dengan pembelajaran yang lain yaitu prinsip kesaling ketergantungan, prinsip diferensisasi, dan prinsip pengaturan diri30.

d. Langkah-langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan

Contextual Teaching and Learning (CTL), tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain (langkah-langkah) pembelajarannya, sebagai pedoman dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada

intinya pengembangan setiap komponen Contextual Teaching and

Learning (CTL) tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar

lebih bermakna apakah dengan bekerja sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik

yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan

pertanyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu kemampuan yang

sebenarnya pada setiap siswa.31

30

Ahmad Yani, Pembelajaran IPS (Jakarta: 2009) hal.56

31

e. Komponen Pembelajaran Contexstual Teaching and Learning (CTL)

1. Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah landasan filosofis yang beranggapan bahwa pengetahuan manusia diperoleh sedikit demi sedikit dan setelah diperoleh sejumlah pengetahuan lalu dikonstruksi(bentukan) sendiri oleh siswa. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintrpretasikan objek tersebut.

2. Menemukan (inquiry)

Merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

kontekstual. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.

3. Bertanya (questioning)

pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran

diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Hsil belajar diperoleh dari tukar pikiran atau sharingantar tema, antar kelompok, dan antar teman yang tahu ke yang belum tahu.

5. Pemodelan (Modeling)

pemodelan pada dasrnya membahasakan yang dipikirkan

mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswwanya melakukan.

6. Refleksi (reflection)

merupakan cara berfikir atau respon tentang apa yang baru

dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.

7. Penilaian yang sebenarnya (authentic Assessment)

penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa32.

b. Kelebihan dan kelemahanPembelajaran CTL Kelebihan dari model pembelajaran CTL :

a. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.

b. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif

c. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.

d. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.

e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.

f. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.

g. Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.

Kelemahan dari model pembelajaran CTL :

a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama

b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM

c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang

32

memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya

d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.

e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.

f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki

kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk

mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan

soft skill daripada kemampuan intelektualnya.

g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.

h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan.

Dokumen terkait