TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Abdus Syukur 18090183000055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH DUAL MODE SYSTEM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
i
Nama: Abdus Syukur, NIM: 18090183000055, Judul Skripsi: Peningkatan
Hasil Belajar IPS (Pada Studi Perkembangan Teknologi Transportasi) Melalui Penerapan Pendekatan Belajar Pembelajaran Kontekstual (Siswa kelas IV MI Miftahusshibyan Curug Tangerang).
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peranan strategis dalam mempersiapkan peserta didik sekolah dasar memasuki masyarakat dinamis, seiring berkembangnya teknologi, informasi dan komunikasi serta laju globalisasi. Namun apa yang diharapkan masih jauh dari kenyataan. Penyajian Mata Pelajaran IPS terkesan belum berorientasi pada pembelajaran aktif dan masih rendahnya nilai siswa pada mata pelajaran IPS.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penggunaan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS pokok bahasan perkembangan Teknologi Transportasi. (2) bagaimanakah hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran IPS pada pokok bahasan perkembangan teknologi transportasi setelah diterapkan pendekatan pembelajaran CTL.
ii
Name: Abdus Syukur, NIM: 18090183000055, Thesis Title: Improved
Learning Outcomes At the IPS (Studin Perkembangan Transportation Through Technology) Implementation Approach Contextual Learning In
(MI Miftahusshibyan fourth grade students).
Subjects Social Sciences (IPS) has a strategic role in preparing students to enter public elementary dynamic, as the development of technology, information and communication as well as the pace of globalization. However, what is expected is still far from reality. Presentation of Subject-oriented IPS impressed yet active
learning and the low value of the students in social studies.
The problems to be examined in this study are: (a) How does the use of Contextual Teaching and Learning Approach Learning to improve student learning outcomes in social studies subject of the development of transportation technology. (B) how the learning outcomes of students after teaching social studies in the subject of the development of transportation technology as applied learning approach CTL.This study uses action research (action research) as many as two rounds. Each round consists of four phases: planning, implementing, observation and reflection. The target of this study is class IV (four) MI Miftahusshibyan Pasirandu Tangerang. Data obtained in the form of formative test results, observation sheets and learning activities.
i
Skripsi ini dengan penuh rasa bahagia ku persembahkan untuk keempat orang
tuaku, istriku dan anaku tercinta, atas do’a restu dan motivasinya penulis dapat
ii
Rahmat dan Karunia-Nya maka skripsi yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPS (Pada Studi Perkembangan Teknologi Transportasi) Melalui Penerapan
Belajar Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas IV Mi Miftahusshibyan Curug
Tangerang” ini dapat diselesaikan dengan bentuk seperti yang terlihat seperti saat ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan tercinta,
Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan segala kebaikan kepada
umatnya.
Skripsi ini terselesaikan karena bantuan semua pihak. Untuk itu, penulis
dengan hati yang tulus dan ikhlas menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. DR. Komaruddin Hidayat selaku rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
2. Ibu Dra.Nurlena Rifa’i, M A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Bapak Dr. Fauzan, M.A selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI) FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Muh Arif, M.Pd selaku pembimbing penulisan skripsi ini, yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan.
5. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan kemudahan, pelayanan dan ilmu serta bimbingan kepada penulis
selama menempuh pendidikan pada jenjang Strata 1 (S1) Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Dual Mode System (DMS).
6. Ibu (Hj. Maesaroh), Bapak (H. Abdul Latif) dan istri (Iis Istiyanah) tercinta
yang telah mendorong penulis dengan seluruh cinta dan harapan hingga
iii
9. Seluruh Dewan Guru dan Staff Mi Miftahusshibyan Pasirandu Kecamatan
Curug Kabupaten Tangerang.
10.Untuk Putri mungilku (Farah Aribatunnisa), penyemangat Ayah, terima kasih
untuk seluruh cinta, dorongan dan bantuannya.
Akhirnya, kepada mereka senantiasa penulis berharap semoga Allah SWT
membalas budi baik tersebut, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama
untuk penulis dan pembaca pada umumnya. Amin……
Tangerang, 2 Desember 2014
iv
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ……….... i
ABSTRAK ………..………. ii
PENGESAHAN PEMBIMBING ………. iv
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ……….. v
PERSEMBAHAN ………. vi
KATA PENGANTAR ……….. vii
DAFTAR ISI ………. ix
DAFTAR TABEL ……….…… xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………..……… 1
B. Identifikasi Masalah ……….……… 5
C. Pembatasan Masalah ……….……… 5
D. Rumusan Masalah ……… 6
E. Tujuan Penelitian ………... 6
F. Manfaat Penelitian ……… 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN TEORITIS A. Kajian Pustaka………... 8
1. Hasil Belajar ……… 8
a. Pengertian Hasil Belajar ………... 8
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi hasil Belajar ……… 11
c. Indikator Hasil Belajar ……….. 20
2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ………... 24
v
a. Pengertian Pembelajaran CTL ……….. 27
b. Karakteristik Pembelajaran CTL……….………….. 30
c. Sejarah Pembelajaran CTL ....……….…….. ……… 30
d. Langkah-langkah Pembelajaran CTL………. 32
e. Komponen Pembelajaran CTL ……….………. 33
f. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran CTL ………. 34
B. Kerangka Berfikir ………..…………. 36
C. Hasil Penelitian Yang Relevan ………...………..…………. 37
D. Hipotesis Tindakan ………..…... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 39
B. Metode Penelitian ……… 40
C. Subjek Penelitian ………. 42
D. Peran Posisi Peneliti Dalam Penelitian ………... 42
E. Tahapan Intervensi Tindakan ……….. 42
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan …………... 44
G. Data dan Sumber Data ………. 44
H. Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data ………... 45
I. Tehnik Pemeriksaan Kepercayaan Studi ………... 52
J. Tehnik Analisis Data dan Intervensi Hasil Analisis Data ……… 54
K. Pengembangan perencanaan Tindakan ………..……….. 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ………..……….. 55
B. Pemeriksaan Keabsahan Data ……….……….. 57
C. Analisis Data ……….…………... 61
vi
DAFTAR PUSTAKA ……….….. 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah salah
satunya dengan cara melakukan perbaikan proses belajar mengajar.
Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar di
sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai orang yang memiliki posisi
strategis dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, dituntut
untuk terus mengikuti berkembangnya konsep-konsep baru yang berkaitan
sebagai seorang pendidik.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan unsur vital dalam
kehidupan dan merupakan kebutuhan serta tuntutan yang amat penting
untuk menjamin perkembangan, kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun
2010 pengajaran IPS di SD bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
2. Memiliki kemapuan dasar untuk berpikir logis dan kritis , rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan
dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai social
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat
lokal, nasional dan global.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, jika ditelaah lebih jauh tujuan
intruksional dari pengajaran IPS SD/MI tidak hanya menekankan aspek
kognitif (pengetahuan) saja, tetapi juga mencakup aspek afektif (sikap) dan
psikomotor (tingkah laku). Oleh karena itu, seorang guru tidak seharusnya
hanya menonjolkan salah satu aspek saja dalam kegiatan belajar-mengajar,
tetapi harapannnya ketiga aspek tersebut dapat berkembang secara
harmonis dan seimbang.
Dalam mengembangkan aspek kognitif, tidak cukup seorang guru
hanya menggunakan metode ceramah saja karena itu tidak mendorong
daya kreatifitas dan daya nalar anak. Akibatnya anak akan cenderung
menghafal materi. Padahal pengetahuan yang diperolah dari hafalan
kurang bermakna dan cenderung mudah lupa. Berbeda dengan
pengetahuan yang diperoleh dengan pengertian dan pemanhaman akan
lebih bermakna dan tahan lama.
Untuk dapat menguasai nilai dan sikap selama proses belajar berlangsung,
diharapkan siswa tersebut terlibat secara intelektual, emosioanal dan
sosial. Artinya mereka benar-benar mengalami sendiri atau berada dalam
situasi yang seolah-olah nyata dengan begitu pembelajaran akan semakin
bermakna dalam diri siswa dan pengetahuan yang di dapat akan bertahan
lama dalam ingatan.
Dalam pengembangan aspek psikomotor, seorang guru harus
mampu mengajak siswanya untuk senantiasa mengaplikasikan atau
menerapkan ilmu-ilmu yang ada untuk membantu mengatasi masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Barangkali dalam proses penerapan ini perlu
pembiasaan yang terus menerus dari guru sehingga perilaku yang baik itu
Apabila ketiga aspek tersebut dikembangkan secara seimbang, maka tugas
dari pendidikan IPS dapat terealisasi dengan baik.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi belum
mampu menghasilakan peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif.
Peserta didik berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali peserta didik didik memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang. Oleh karena itu, perlu ada perubahan pendekatan
pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta
didik dalam menghadapi permasalahan hidup sekarang maupun yang akan
datang. Pendekatan yang paling cocok dengan hal di atas adalah
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Contextual Teaching And Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuik dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka1.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama,
CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman
secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan
agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan
menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan
antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa
dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan
dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan
1
tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,
sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi
pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk di tumpuk di otak dan
kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi
kehidupan nyata.
MI Miftahusshibyan merupakan salah satu sekolah yang terdapat di
wilayah kecamatan Curug Kabupaten Tangerang. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan di kelas saat mengajar kelas IV MI
Miftahusshibyan serta diperkuat dengan dokumentasi hasil belajar pada
semester satu. Dari rata-rata nilai ulangan harian menunjukan bahwa hasil
belajar siswa terutama pada mata pelajarn IPS tergolong rendah yaitu 60
nilai tersebut masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang
ditetapkan minimal 65.
Pada saat peneliti melakukan kegiatan pembelajaran IPS kelas IV
secara langsung peneliti hanya menggunakan metode ceramah dalam
penyampaian materi, karena peneliti menganggap metode ceramah adalah
metode yang paling mudah dilaksanakn oleh guru. Siswa kurang
bersemangat dan terlihat jenuh dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Guru menggunakan sumber belajar berupa buku teks saja. Dalam
pembelajaran terlihat masih rendahnya perhatian dan aktifitas positif
siswa. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru saja, bahkan mereka
terlihat sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, seperti bermain sendiri,
ataupun mengganggu teman sebangkunya. Selain itu guru belum
mengetahui atau mencoba menerapkan pendekatan pembelajaran yang
lebih mengaktifkan siswa. Untuk memperbaikinya, maka peneliti
berinisiatif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil dalam
dalam proses pembelajaran IPS akan menarik minat siswa untuk aktif
mengikuti kegiatan belajar sehingga akan meningkatkan hasil belajar
siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk
melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pada Studi Perkembangan Teknologi
Transportasi Melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pada Siswa Kelas IV MI Miftahusshibyan”. Peneliti ingin membuktikan bahwa pembelajaran yang sangat menyenangkan dengan menggunakan
pembelajaran Contekstual Teaching Learning (CTL). Selain itu, dengan
menggunakan pembelajaran kontekstual (CTL), peneliti yakin bahwa hasil
belajar IPS khususnya di kelas IV MI Miftahusshibyan dapat ditingkatkan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan dapat
diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Masih rendahnya hasil belajar siswa kelas IV MI Miftahusshibyan
terutama pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
2. Rendahnya perhatian dan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran.
3. Pola pengajaran masih berpusat pada guru dari pada berpusat pada
siswa, di mana guru lebih banyak ceramah daripada melibatkan siswa
untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan sendiri.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang dikemukakan di atas peneliti
membatasi pada masih rendahnya hasil belajar siswa pada ranah kognitif
kelas IV MI Miftahusshibyan terutama pada mata pelajaran Ilmu
D. Rumusan Masalah
Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, peneliti
mengambil rumusan masalah yaitu, “Bagaimana Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pada Studi Perkembangan
Teknologi Transportasi Melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual Pada Siswa Kelas IV MI Miftahusshibyan?”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari
kegiatan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang
Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pada Studi
Perkembangan Teknologi Transportasi Melalui Penerapan Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas IV MI Miftahusshibyan.
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat penelitian bagi guru
a. Penelitian dapat dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki
pembelajaran yang dikelolanya karena memang sasaran akhir
penelitian adalah perbaikan pembelajaran.
b. Dengan melakukan penelitian guru dapat berkembang secara
professional karena dapat menunjukan bahwa ia mampu
menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.
c. Melalui penelitian guru mendapat kesempatan untuk berperan
aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri,
tidak hanya menerima hasil perbaikan yang ditemukan orang
lain namun ia sendiri adalah perancang dan perilaku perbaikan
tersebut yang menghasilklan berbagai teori dalam memperbaiki
pembelajaran.
2. Manfaat Penelitian bagi siswa
b. Menjadi modal bagi siswa untuk menyikapikinerja sehingga
siswa dapat berperan sebagai peneliti bagi hasil belajarnya
sendiri.
c. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar IPS
d. Meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran IPS
3. Manfaat Penelitian bagi sekolah
a. Sekolah mempunyai kesempatan besar untuk berkembang
pesat, bila para gurunya mempu membuat perubahan atau
berbagai perbaikan seperti: penanggulangan berbagai masalah
belajar siswa, perbaikan kesalahan konsep, serta
penanggulangan berbagai kesulitan mengajar yang dialami
guru.
b. Menumbuhkan iklim kerjasama yang kondusif untuk
memajukan sekolah yang berasal dari hubungan yang sehat
yang tumbuh dari rasa saling membutuhkan.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil menurut kamus Bahasa Indonesia artinya pendapatan,
perolehan, akibat dari suatu tindakan atau perbuatan. Sedangkan
belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.1 Nasution menyatakan hasil belajar adalah
suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar bukan saja
perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan
dan penghargaan dalam diri pribadi yang belajar.2 Hasil belajar yang
dimaksud adalah hasil belajar yang terjadi dari proses belajar mengajar
yang dilakukan di sekolah, hasil belajar yang diharapkan adalah
prestesi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan
manajemen disekolah. Pada dasarnya hasil pendidikan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hasil berupa akademik dan
presteasi non akademik, hasil prestasi akademik misalnya lomba karya
ilmiah, lomba matematika, fisika dan lain-lain.hasil belajar non
akademik misalnya kesenian dan olah raga, interaksio belajar dan
mengajar adalah suatu kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai
komponen untuk mewujudkan pembelajaran.
1
Slameto Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya I(Jakarta: Rineka Cipta) 2010, hal.2
2
Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dikatakan
berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan
dengan filosofisnya, namun untuk menyatakan persepsi sebaiknya kita
berpedoman pada kurikulu yang berlaku saat ini yang telah
disempurnakan, antar alain bahwa” suatu proses belajar mengajar
tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan
intruksional khususnya dapat tercapai3
Interaksi yang diupayakan guru baik yang di dalam kelas
maupun diluar, memposisikan hubungan antara guru dan siswa atau
sebaliknya dan hubungan siswa dengan siswa. Berdasarkan paparan ini
interaksi diartikan sebagai hubungan timbal balik, hubungan ini tidak
bersifat sepihak bahwa guru merupakan satu-satunya subjek. Siswa
dapat juga sebagai subjek belajar, artinya adakalanya guru
mendominasi proses interaksi, adakalanya baik guru maupun siswa
berinteraksi secara seimbang.
Proses interaksi ini merupakan proses interaksi belajar
mengajar, guru, siswa, dan materi pelajaran adalah tiga unsur utama
yang terlibat langsung dalam proses ini agar tujuan pembelajaran
tercapai, selain unsur utama, unsur lain yang terlibat adalah media,
dengan demikian interaksi belajar mengajar dapat didepinisikan
sebagai pendekatan khusus untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Perubahan yang terjadi dalam diri seorang banyak sekali baik
sifat maupun jenisnya karena itu tidak setiap perubahan tingkah laku
seorang dikatakan belajar. Hal tersebut dikemukakan oleh slameto,
bahwa ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar
adalah4:
1. Perubahan terjadi secara sadar
3
Drs.Syaiful Bahri Djamarah,Drs. Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,2006) hal.105
4
Ini berarti bahwa seorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi
adanya suatu perubahan dalam dirinya, ia menyadari bahwa
pengetahuannya bertambah.
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu atau fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
yang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu
perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau
proses belajar berikutnya. Seorang anak yang belajar menulis,
maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis
menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus hingga
kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna.
3. Perubahan dalam belajar dalam belajar bersifat positif dan aktif
Itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu
yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak
usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik
perubahan yang diperoleh.
4. Perubahan belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang berifat sementara atau temporer terjadi hanya
untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata,
bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai
perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses
belajar bersifat menetap atau permanen.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan
yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan
tingkah laku yang benar-benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melelui suatu proses
belajar meliputi perubahan seluruh tingkah laku. Jika seseorang
tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,
pengetahuan, dan sebagainya.
Dengan demikian seorang yang telah mengalami proses
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dari segi
pengetahuan maupun segi pengetahuan lainnya. Proses belajar
mengajar tidak hanya dilakukan disekolah saja akan tetapi lebih
dari itu, masyarakatpun bisa dijadikan lahan dunia pendidikan yang
notabene sering dilupakan oleh umumnya banyak orang.
Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan proses
terjadinya interaksi guru dengan siswa yang memiliki rumusan
tujuan sebagai target yang harus dicapai dalam proses belajar
mengajar. Menurut Benyamin S.Bloom dan Kratwool yang dikutif
dari Martinis Yamin bahwa isi rumusan tujuan dalam pendidikan
dikelompokkan menjadi tiga aspek5. Ketiga aspek tersebut dalam
istilah dunia pendidikan dengan istilah taksonomi Bloom yang
meliputi tiga ranah yaitu:
1. Ranah Kognitif yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sistesis dan evaluasi.
2. Ranah afektif yang meliputi atas penerimaan respon,
organisasi, evaluasi, dan memberi sifat (karakter).
3. Ranah Psikomotorik meliputi pentahapan imitasi, posisi,
artikulasi, dan naturalisasi.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Keberhasilan belajar siswa tidaklah berdiri sendiri, melainkan
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, baik itu faktor internal
maupun faktor eksternal. Secara global faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga macam :
5
1. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan / kondisi jasmani dan rohani siswa
2. Faktor Eksternal (Faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran6.
Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan
dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang conserving
terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal)
umpamanya, biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang
sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang
berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif
dari orangtuanya (faktor eksternal), akan memilih pendekatan belajar
yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi, karena
pengaruh faktor-faktor tersebut diataslah muncul siswa-siswa yang
high-echievers (berprestasi tinggi) dan under-echievers (berprestasi
rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini seorang guru yang
berkompeten dan professional diharapkan mampu mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang
menunjukan gejala kegagalan dengan berusaha mengethui dan
mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.
1. Faktor Internal
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi dua
aspek, yakni aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah), dan aspek
psikologis (yang bersifat rohaniah). Untuk lebih jelasnya akan
diuraikan sebagai berikut :
a. Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh yang lemah, dapat
6
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti
pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi disertai
pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah
cipta (kognitif) sehingga materi yang dipeljarinya pun kurang atau
tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap
bugar, siswa sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan
minuman yang bergizi . Selain itu, siswa juga dianjurkan memilih
pola istirahat dan olah raga ringan yang sedapat mungkin terjadwal
secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab
perubahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan
reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu
sendiri.Banyak Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa.
Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umunya
dipandang lebih esensial itu beberapa faktor sebagai berikut:
1) Intelegensi Siswa
Intelegensi dapat dikatakan sebagai sejumlah kecakapan
yang dimiliki siswa. Kecakapan tersebut dapat digunakan untuk
memecahkan masalah belajaratau dalam kehidupan
sehari-hari7. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa dapat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini berarti,
semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka
semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya,
semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka
semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses
2) Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecendrungan untuk mereaksi atau merespon dengan
cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang dan
7
sebagainya baik secara positif maupun negatif8. Sikap (attitude)
siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran
yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses
belajar siswa tersebut. Sebaliknya sikap yang negatif siswa
terhadap guru dan mata pelajaran yang disajikannya dapat
menimbulkan kesulitan belajar siwa tersebut.
3) Bakat Siswa
Bakat adalah bawaan yang merupakan potensi (
Potensial Ability) yang masih perlu dikembangkan9. Dengan
demikian, setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti
berpotensi untuk mencapai prestasi ke tingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu
mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya anak yang
berintelegensi sangat cerdas disebut juga anak berbakat. Bakat
dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar
bidang-bidang studi tertentu. Oleh sebab itu sebagai orangtua
hendaknya menyekolahkan anaknya sesuai dengan bakat yang
dimilikinya.
4) Minat Siswa
Minat adalah sikap jiwa seseorang yang tertuju pada
sesuatu, dan dalam hubungan itu unsur perasaan yang terkuat10.
Minat tidak termasuk istilah popular dalam psikologi karena
ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal
lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi,
dan kebutuhan. Namun terlepas dari masalah popular atau
tidak, minat dapat mempengaruhi kualitas pencapain hasil
belajar siswa dalam bidang-bidang tertentu.
8
Muhibbn Syah, Op Cit , hal 135
9
Alex Sobur, Psikologi Umum, ( Bandung : Pustaka Setia, 2003) hal 180
10
5) Motivasi siswa
Motivasi adalah keadaan internal organisme baik manusia
ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya
(energizer) untuk bertingkah laku secara terarah11. Motivasi
dapat dibedakan menjadi dua yaitu, motivasi intrinsic dan
motivasi ekstrinsik12. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang
ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan, tanpa
rangsangan atau bantuan orang lain. Motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang timbul dari rangsangan dari luar, motivasi
intrinsik pada umunya lebih efektif dalam mendorong
seseorang untuk belajar. Dengan demikian, kekurangan atau
ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun
eksternal , akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa
dalam melakukan proses pembelajaran baik di sekolah atau di
rumah.
2. Faktor Eksternal Siswa
Menurut Muhibbin Syah bahwa “ faktor eksternal yang mempengaruhi belajar siswa meliputi dua faktor, yaitu : faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial”. Untuk lebih
jelas akan diuraikan sebagai berikut:
a) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial berupa sekolah seperti para guru, para
staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar seorang siswa. Dengan demikian seoarang
guru yang memiliki sikap dan perilaku yang simpatik serta
memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya
dalam belajar dapat menjadi daya dorong yang positif bagi
Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah
masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan
disekitar perkampungan siswa tersebut13. Kondisi masyarakat
disekitar perkampungan yang kumuh akan menghambat dalam
aktivitas belajar siswa, siswa akan mengalami kesulitan pada
saat mereka membutuhkan teman belajar atau berdiskusi atau
pun pada saat mereka membutuhkan alat-alat belajar.
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi
kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri14.
Sifat-sifat orang orang tua, praktik pengelolaan keluarga,
ketegangan keluarga, dan letak rumah dapat memberi dampak
baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil belajar
yang dicapai siswa. Kebiasaan yang diterapkan orang tua dalam
mengelola keluarga yang keliru dapat mengakibatkan dampak
yang buruk bagi anak, tidak hanya dalam belajar tetapi juga
dapat mengakibatkan perilaku menyimpang seperti antisosial.
b) Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa
dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar
yang di gunakan siswa15. Kondisi rumah yang sempit dan
berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak
memiliki sarana umum untuk kegiatan remaja akan mendorong
siswa untuk berkeliaran ketempat-tempat yang sebenarnya tidak
pantas dikunjungi. Kondisi rumah yang seperti itu jelas berpengaruh
buruk terhadap kegiatan belajar siswa.
Waktu yang dapat digunakan untuk belajar adalah pagi atau
waktu-waktu lainnya. Namun, menurut penelitian beberapa ahli
gaya belajar, hasil belajar itu tidak bergantung pada waktu secara
mutlak, tetapi bergantung kepada pilihan waktu yang cocok dengan
kesiapsiagaan siswa. Di antara siswa ada yang siap belajar pada
pagi hari, ada pula yang siap pada sore hari bahkan tengah malam.
Perbedaan waktu dan kesiapan belajar inilah yang yang
menimbulkan study time preference antara seoarang siswa dengan
siswa lainnya.
Dengan demikian , perbedaan waktu yang digunakan siswa
dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Sebab, bukan
waktu yang penting dalam belajar melainkan kesiapan system
memori anak dalam menyerap, mengelola, dan menyimpan
informasi-informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut.
3. Faktor Pendekatan Belajar
Di samping faktor internal dan eksternal siswa yang
dipaparkan di atas, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh
terhadap keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut.
Pendekatan belajar adalah segala cara atau strategi yang digunakan
siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran materi tertentu16.
Menurut Ballard dan Clanchy yang dikutip dari Muhibbin
Syah Bahwa “pendekatan belajar siswa pada umunya dipengaruhi
oleh sikap terhadap pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua
macam siswa yang menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu : sikap
melestarikan yang sudah ada (conserving), dan sikap memperluas
(extendingI)17.
Siswa yang bersikap conserving pada umunya menggunakan
pendekatan belajar “reproduktif” (bersifat menghasilkan kembali
16
Ibid,hal 139
17
fakta dan informasi). Sedangkan siswa yang bersikap extending,
biasanya menggunakan pendekatan belajar “analisis” (berdasarkan
pemilahan dan interpretsi fakta dan informasi). Bahkan diantara
mereka yang bersikap extending cukup banyak menggunakan
pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif
(berdasarkan pemikiran yang mendalam), yang bukan saja bukan
saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga
mengembangkannya.
Selain pendekatan belajar yang telah dikemukakan di atas,
ada beberapa pendekatan belajar yang dikemukan oleh John B.
Biggs yang dikutip dari Muhibbin Syah, yaitu : 1). Pendekatan
surface (permukaan atau bersifat lahiriah), 2). Pendekatan deep
(mendalam), 3). Pendekatan achieving (pencapaian prestasi
tinggi)18.
Siswa yang menggunakan pendekatan surface, memiliki
keinginan belajar karena dorongan dari luar (ekstrinsik) antara lain
takut tidak lulus yang mengakibatkan dia malu.
Oleh karena itu gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak
mementingkan pemahaman yang mendalam.
Sebaliknya, siswa yang menggunakan pendekatan deep
biasanya mempelajari materi karena ia tertarik dan merasa
membutuhkannya (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya
serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta
memikirkan cara mengaplikasikannya.
Sementara itu, siswa yang menggunakan pendekatan
achieving pada umunya dilandasi motif ekstrinsik yang berciri
khusus disebut “ego enhacement” yaitu ambisi pribadi yang besar
dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih
indek prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih
18Ibid,
serius daripada siswa-siswa yang memakai pendekatan-pendekatan
lainnya.
Dalam kenyataan di sekolah, intelegensi yang dimiliki siswa
tidak menjadi jaminan mutlak bahwa siswa tersebut akan suksek
dalam belajar, karena masih ada faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa, baik itu yang berasal dari dalam diri
siswa maupun dari luar diri siswa. Faktor pendekatan belajar yang
dilakukan oleh siswa juga dapat memberikan peluang terhadap
siswa tersebut untuk meraih prestasi belajar yang tinggi.
Untuk memperjelas uraian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar di atas, maka penulis susun rinciannya dalam
bentuk table berikut:
TABEL 2.1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Ragam Faktor dan Unsurnya
Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan Belajar
c. Indikator Hasil Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi
segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat dari
pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian,
pengungkapkan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya
ranah rasa murid, sangat sulit. Hal disebabkan perubahan hasil belajar
itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu
yang dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan
perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan dapat diharapkan
dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar
siswa, baik yang berdimensi ranah cipta, rasa maupun yang
berdimensi karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar
siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis
besar indikator (petunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan
jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur19.
Selanjutnya agar dapat memberikan suatu pemahaman lebih
mendalam mengenai kunci pokok ukuran prestasi belajar siswa,
berikut ini penulis uraikan jenis prestasi, indikator, dan cara evaluasi
untuk menggambarkan hasil belajar siswa.
19Ibid,
TABEL 2.2
Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Hasil belajar Siswa
Ranah/ Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi
A. Ranah Cipta (Kognitif)
3. Dapat menghubungkan
Setelah mengetahui indikator prestasi belajar di atas, sorang
guru perlu mengetahui bagaimana menetapkan batas minimal
keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena
mempertimbangkan batas terendah yang dianggap berhasil dalam arti
luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti
keberhasilan meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa siswa.
Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain,
kenyataannya sukar diungkap sekaligus bila hanya melihat perubahan
yang terjadi pada salah satu ranah. Seorang siswa yang memiliki nilai
tinggi dalam bidang studi agama Islam, belum tentu rajin beribadah
sholat. Sebaliknya, siswa lain yang hanya mendapat nilai cukup
dalam bidang studi tersebut, justru menunjukan perilaku yang baik
dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, kemampuan dalam asfek kognitif tidak
menjamin suatu kemampuan afektif dan psikomotorik pada diri siswa.
Ini merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh para
guru. Untuk menjawab tantangan tantangan ini guru seyogyanya tidak
hanya terikat oleh penilaian yang bersifat kognitif, tetapi juga
memperhatikan penilaian afektif dan psikomotorik siswa.
Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu
berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa
alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar. Di antara norma-norma
pengukuran tersebut ialah: 1). Norma skala angka dari 0 sampai 10;
2). Norma skala angka dari 0 sampai 10020.
Pengunaan norma angka di atas menurut para ahli , bahwa
angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar
(passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala
0-100 adalah 55 atau 60. Jadi, pada prinsipnya jika seorang siswa
dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab
20
lebih dari setengah instrument evaluasi dengan benar, maka ia telah
dianggap memenuhi target minimal keberhasilan siswa. Namun
demikian, kiranya perlu dipertimbangkan oleh para guru penetapan
passing grade yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70) untuk
pelajaran-pelajaran inti (core subject). Pelajaran-pelajaran inti ini
meliputi, pelaran bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi
ini merupakan “kunci pintu” pengetahuan-pengetahuan lainnya. Hal terpenting dalam proses evaluasi prestasi bukanlah
mengenai norma mana yang akan ditetapkan atau diambil , melainkan
sejauh mana norma itu dipakai secara lugas untuk mengevaluasi
seluruh kecakapan siswa (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
2. Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) a. Pengertian Ilmu Sosial (IPS)
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan nama mata
pelajaran di tingkat sekolah atau nama program bidang studi di
perguruan tinggi yang identik dengan istilah ”Social Studies” dalam kurikulum persekolahan di negara lain, khususnya di negara-negara
Barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Nama IPS lebih dikenal
sosial studies di negara lain itu merupakan istilah hasil kesepakatandari
para ahli atau pakar di Indonesia.
Menurut James A. Banks yang dikutip dari Sapriya, Sulistyawati
dan Sajarudin Nurdin bahwa sosial studi adalah bagian dari Kurikulum
sekolah dasar dan menengah yang mempunyai tanggung jawab pokok
membantu para siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kterampilan,
sikap dan nilai yang diperlukan dalam hidup bernegara untuk dapat
hidup berpartisipasi dalam bermasyarakat demokratis21. Sedangkan
menurut Calhoun dalam Hasan yang dikutip dari Ahmad Yani bahwa ”
Ilmu-ilmu sosial adalah studi tentang tingkah laku kelompok manusia”22. jadi Ilmu Pengetahuan Sosial adalah Ilmu yang mempelajari tentang
21
Sapriya, Susilawati, Sadjarudin Nurdin, Konsep Dasar IPS (Bandung: Upi Press. 2006) hal.4
22
tingkah laku dan sikap agar peserta didik menjadi manusia yang bersifat
demokratis, bertangggung jawab dan mampu mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam hidup
bermasyarakat.
b. Hakikat Pembelajaran IPS
Hakikat IPS dalam pengertian yang terpadu inilah yang diajarkan
di tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP). Dengan pengertian itu
menunjukan bahwa IPS sebenarnya merupakan pelajaran yan cukup
komprehensif yang dapat menjadi salah satu instrument untuk ikut
memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan di Indonesia.
Pendidikan IPS juga dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan
moral pendidikan budi pekerti. Pendidikan IPS memiliki arah dan tujuan
yang sama dengan tujuan pembelajaran IPS, yakni sama-sama bertujuan
agar peserta didik dan warga belajar pada umumnya menjadi warga
negara yang baik. Pembelajaran IPS diarahkan untuk menjadikan warga
negara yang baik, melahirkan pelaku-pelaku sosial yang cerdas, arif dan
bermoral. Dalam konteks pendidikan karakter para peserta didik dengan
potensi yang dimilikinya, difasilitasi untuk mengembangkan berfikir
kritis dan kreatif, percaya diri dan membangun kemandirian, memiliki
semangat kebangsaan, dan bangga terhadap hasil karya budaya bangsa
sendiri.
Jadi pembelajaran IPS adalah proses pembelajaran bagi peserta
didik untuk menjadi manusia yang berkarakter dan bertanggung jawab.
a. Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah untuk
mengembangkan siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di
masyarakat, memiliki sikap mentsal positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang
menimpa masyarakat. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci bahwa
tujuan IPS adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar:
1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya
2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan
metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta
membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu
membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.
6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
7) Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi
8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam
kehidupannya ” to prepare to be well-functioning citizens in a democratic society”.
9) Menekankan perasaan, emosi dan derajat penerimaan atau penolakan
siswa terhadap materi pembelajaran IPS yang diberikan23.
Tujuan pembelajaran IPS, secara umum dapat dirumuskan
anatara lain untuk mengantarkan, membimbing dan mengembangkan
potensi peserta didik agar : (1) menjadi warga negara (dan juga warga
dunia) yang baik, (2) mengembangkan pemahaman mengenai
pengetahuan dasar kemasyarakatan, (3) mengembangkan kemampuan
berpikir dengan penuh kearifan dan keterampilan inkuiri untuk dapat
memahami, menyikapi, dan mengambil langkah-langkah untuk ikut
memecahkan masalah sosial kebangsaan, (4) membangun komitmen
terhadap nilai-nilai luhur dan budaya Indonesia, dan (5)
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dalam
23
kehidupan masyarakat yang majemuk, baik lokal, regional maupun
internasional.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran IPS adalah agar peserta didik mampu mengembangkan
pemahaman mengenai pengetahuan dasar kemasyarakatan, berfikir
dengan bijaksana, mengembangkan keterampilan dan mampu
mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah maupun isu-isu
yang berkembang di lingkungan masyarakat.
c. Contextual Teaching And Learning (CTL)
a. Pengertian Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
Contextual Teaching And Learning (CTL) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari24.
Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha
siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru
ketika ia belajar.
Sedangkan menurut Drs. B. Suryosubroto pengajaran merupakan
hasil proses belajar mengajar, efektifitasnya tergantung dari beberapa
unsur. Efektifitas suatu kegiatan tergantung dari terlaksana tidaknya
perencanaan, maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif.
Cara untuk mencapai hasil belajar yang efektif yaitu murid-murid harus
dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan dalam mengajar.25
Untuk lebih jelasnya tentang Pembelajaran Contextual Teaching And
Learning (CTL) berikut akan diuraikan beberapa definisinya menurut
para ahli sebagai berikut:
24
Depdiknas, Pendekatan Kontextual . 2002. Hlmn.1.
25
1. Menurut Mulyasa
Pembelajaran Contextual Teaching And Learing (CTL)
adalah konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan
antara materi pelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara
nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan
menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari .
melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari,
peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan
memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang
dipelajarinya26.
2. Menurut Nurhadi
Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata
kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliknya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan
dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit,
sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya
sebagai anggota masyarakat27.
3. Menurut Dr. Wina Sanjaya
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka28.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan
26
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung:PT. Remaja Rosda Karya, 2005)
27
Nurhadi, Op.cit., hlm.13
28
konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi nyata kedalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
belajar dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa melainkan dengan pendekatan Contextual Teaching And
Learning (CTL) adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang
menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam
proses belajar agar kelas lebih hidup dan bermakna karena siswa
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, pendekatan Contextual
Teaching And Learning (CTL) memungkinkan siswa untuk
menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan
kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah. Selain itu siswa
dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi
dalam suatu situasi.
Bila pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
diterapkan dengan benar, diharapkan siswa akan berlatih untuk
dapat menghubungkan apa yang diperoleh dikelas dengan
kehidupan dunia nyata yang ada dilingkungannya. Untuk itu, guru
perlu memahami konsep pendekatan Contextual Teaching And
Learning (CTL) terlebih dahulu dan dapat menerapkannya dengan
benar. Agar siswa dapat belajar lebih efektif, guru perlu mendapat
informasi tentang konsep-konsep pembelajaran Contextual
Teaching And Learning (CTL) dan penerapannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran
kehidupan sehari-hari mereka sehingga mereka semakin akrab/dekat
dengan lingkungannya.
b. Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa
yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang akan
diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh secara dengan cara
deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara
keseluruhan, kemudian memperhatikan secara terperinci.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini.
d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat dialikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
c. Sejarah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Penerapan pembelajaran Kontekstual di Amerika Serikat bermula
dari pandangan ahli pendidikan klasik Jhon Dewey pada tahun 1916
mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang
pembelajaran kontekstual berakar dari paham Progresivisme adalah
gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan
sekolah berpusat pada anak (Child-Centered), sebagai refleksi terhadap
pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru
(Teacher-Centered) atau bahan pelajaran (subject-centered29.
Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka
pelajari berhubungan dengan apa yang mereka pelajari berhubungan
dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan
produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah.
Selain teori Progresivisme Jhon dewey, teori kognitif juga melatar
belakangi filosofi pembelajaran Kontekstual. Siswa akan belajar dengan
baik apabila mereka terlibat aktif dalam kegiatan di kelas dan
berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukan hasil
belajar dalam bentuk apa yang dapat mereka ketahui dan apa yang dapat
mereka lakukan. Disamping itu siswa yang menggunakan strategi
kognitif memungkinkan ketika ia mengikutiberbagai uraian dari apa
yang sedang ia baca, apa yang ia pelajari, mungkin keterampilan
intelektual, mungkin informasi. Dia menggunakan strategi kognitif untuk
memilih dan menggunakan kode bagi apa yang dia pelajari, dan strategi
lain untuk mengungkapkannya kembali. Yang terpenting, dia
menggunakan beberapa strategi kognitif dalam memikirkan apa yang
telah dia pelajaridan dalam memecahkan masalah. Strategi kognitif
adalah cara yang dimiliki pelajar dalam mengelolaproses belajar. Sejauh
ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan
sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus
pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah
sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah
stragegi belajar baru yang lebih meeberdayakan siswa. Sebuah strategi
belajar yang tidak mengharuskan siswamenghafal fakta-fakta, tetapi
29
sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan
dibenak mereka sendiri. Melalui landasan Filosofi Konstruktivisme,
CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. menurut
(Jhonson, 2007: 72-85) dikutip dari Ahmad Yani bahwa ada tiga prinsip
pembelajaran yang menjadi ciri khas pembelajaran CTL dibandingkan
dengan pembelajaran yang lain yaitu prinsip kesaling ketergantungan,
prinsip diferensisasi, dan prinsip pengaturan diri30.
d. Langkah-langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
Contextual Teaching and Learning (CTL), tentu saja terlebih dahulu guru
harus membuat desain (langkah-langkah) pembelajarannya, sebagai
pedoman dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada
intinya pengembangan setiap komponen Contextual Teaching and
Learning (CTL) tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar
lebih bermakna apakah dengan bekerja sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik
yang diajarkan.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan
pertanyaan-pertanyaan.
4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.31
30
Ahmad Yani, Pembelajaran IPS (Jakarta: 2009) hal.56
31
e. Komponen Pembelajaran Contexstual Teaching and Learning (CTL)
1. Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah landasan filosofis yang beranggapan
bahwa pengetahuan manusia diperoleh sedikit demi sedikit dan
setelah diperoleh sejumlah pengetahuan lalu dikonstruksi(bentukan)
sendiri oleh siswa. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua
faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan
kemampuan subjek untuk mengintrpretasikan objek tersebut.
2. Menemukan (inquiry)
Merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
kontekstual. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah
siklus yang terdiri dari observasi, bertanya, mengajukan dugaan,
pengumpulan data, dan penyimpulan.
3. Bertanya (questioning)
pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran
berbasis kontekstual.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran
diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Hsil belajar
diperoleh dari tukar pikiran atau sharingantar tema, antar kelompok,
dan antar teman yang tahu ke yang belum tahu.
5. Pemodelan (Modeling)
pemodelan pada dasrnya membahasakan yang dipikirkan
mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya untuk
belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswwanya
melakukan.
6. Refleksi (reflection)
merupakan cara berfikir atau respon tentang apa yang baru
dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan
7. Penilaian yang sebenarnya (authentic Assessment)
penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa32.
b. Kelebihan dan kelemahanPembelajaran CTL Kelebihan dari model pembelajaran CTL :
a. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai
dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif
dalam PBM.
b. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data,
memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih
kreatif
c. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan
oleh guru.
e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g. Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun
kelompok.
Kelemahan dari model pembelajaran CTL :
a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada
kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan
siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam
menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi
tidak sama
b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam
PBM
c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas
antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang
32
memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa
tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya
d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL
ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan,
karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung
dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik
mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan
menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan
model CTL ini.
f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki
kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk
mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan
sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan
soft skill daripada kemampuan intelektualnya.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan
tidak merata.
h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini
peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih
menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi,
mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di
lapangan.
B. Kerangka Berfikir
Keberhasilan proses belajar mengajar dengan pencapaian tujuan yang
diharapkan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar itu terdiri dari : faktor internal, faktor eksternal , dan
faktor pendekatan belajar. Sebagaimana telah penulis sebutkan bahwa salah
satu faktor eksternal siswa yang dapat mempengaruhi belajar adalah interaksi