• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan hasil belajar IPS (pada studi perkembangan teknologi transportasi) melalui penerapan pendekatan belajar pembelajaran kontekstual siswa kelas IV MI Miftahusshibyan Curug Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan hasil belajar IPS (pada studi perkembangan teknologi transportasi) melalui penerapan pendekatan belajar pembelajaran kontekstual siswa kelas IV MI Miftahusshibyan Curug Tangerang"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

TANGERANG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Abdus Syukur 18090183000055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH

IBTIDAIYAH DUAL MODE SYSTEM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

(2)
(3)

i

Nama: Abdus Syukur, NIM: 18090183000055, Judul Skripsi: Peningkatan

Hasil Belajar IPS (Pada Studi Perkembangan Teknologi Transportasi) Melalui Penerapan Pendekatan Belajar Pembelajaran Kontekstual (Siswa kelas IV MI Miftahusshibyan Curug Tangerang).

Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peranan strategis dalam mempersiapkan peserta didik sekolah dasar memasuki masyarakat dinamis, seiring berkembangnya teknologi, informasi dan komunikasi serta laju globalisasi. Namun apa yang diharapkan masih jauh dari kenyataan. Penyajian Mata Pelajaran IPS terkesan belum berorientasi pada pembelajaran aktif dan masih rendahnya nilai siswa pada mata pelajaran IPS.

Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penggunaan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS pokok bahasan perkembangan Teknologi Transportasi. (2) bagaimanakah hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran IPS pada pokok bahasan perkembangan teknologi transportasi setelah diterapkan pendekatan pembelajaran CTL.

(4)

ii

Name: Abdus Syukur, NIM: 18090183000055, Thesis Title: Improved

Learning Outcomes At the IPS (Studin Perkembangan Transportation Through Technology) Implementation Approach Contextual Learning In

(MI Miftahusshibyan fourth grade students).

Subjects Social Sciences (IPS) has a strategic role in preparing students to enter public elementary dynamic, as the development of technology, information and communication as well as the pace of globalization. However, what is expected is still far from reality. Presentation of Subject-oriented IPS impressed yet active

learning and the low value of the students in social studies.

The problems to be examined in this study are: (a) How does the use of Contextual Teaching and Learning Approach Learning to improve student learning outcomes in social studies subject of the development of transportation technology. (B) how the learning outcomes of students after teaching social studies in the subject of the development of transportation technology as applied learning approach CTL.This study uses action research (action research) as many as two rounds. Each round consists of four phases: planning, implementing, observation and reflection. The target of this study is class IV (four) MI Miftahusshibyan Pasirandu Tangerang. Data obtained in the form of formative test results, observation sheets and learning activities.

(5)
(6)
(7)

i

Skripsi ini dengan penuh rasa bahagia ku persembahkan untuk keempat orang

tuaku, istriku dan anaku tercinta, atas do’a restu dan motivasinya penulis dapat

(8)

ii

Rahmat dan Karunia-Nya maka skripsi yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPS (Pada Studi Perkembangan Teknologi Transportasi) Melalui Penerapan

Belajar Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas IV Mi Miftahusshibyan Curug

Tangerang” ini dapat diselesaikan dengan bentuk seperti yang terlihat seperti saat ini.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan tercinta,

Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan segala kebaikan kepada

umatnya.

Skripsi ini terselesaikan karena bantuan semua pihak. Untuk itu, penulis

dengan hati yang tulus dan ikhlas menyampaikan rasa hormat dan terima kasih

kepada:

1. Bapak Prof. DR. Komaruddin Hidayat selaku rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Ibu Dra.Nurlena Rifa’i, M A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Dr. Fauzan, M.A selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah (PGMI) FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Muh Arif, M.Pd selaku pembimbing penulisan skripsi ini, yang

telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh

kesabaran dan keikhlasan.

5. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah

memberikan kemudahan, pelayanan dan ilmu serta bimbingan kepada penulis

selama menempuh pendidikan pada jenjang Strata 1 (S1) Pendidikan Guru

Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Dual Mode System (DMS).

6. Ibu (Hj. Maesaroh), Bapak (H. Abdul Latif) dan istri (Iis Istiyanah) tercinta

yang telah mendorong penulis dengan seluruh cinta dan harapan hingga

(9)

iii

9. Seluruh Dewan Guru dan Staff Mi Miftahusshibyan Pasirandu Kecamatan

Curug Kabupaten Tangerang.

10.Untuk Putri mungilku (Farah Aribatunnisa), penyemangat Ayah, terima kasih

untuk seluruh cinta, dorongan dan bantuannya.

Akhirnya, kepada mereka senantiasa penulis berharap semoga Allah SWT

membalas budi baik tersebut, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama

untuk penulis dan pembaca pada umumnya. Amin……

Tangerang, 2 Desember 2014

(10)

iv

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ……….... i

ABSTRAK ………..………. ii

PENGESAHAN PEMBIMBING ………. iv

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ……….. v

PERSEMBAHAN ………. vi

KATA PENGANTAR ……….. vii

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR TABEL ……….…… xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………..……… 1

B. Identifikasi Masalah ……….……… 5

C. Pembatasan Masalah ……….……… 5

D. Rumusan Masalah ……… 6

E. Tujuan Penelitian ………... 6

F. Manfaat Penelitian ……… 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN TEORITIS A. Kajian Pustaka………... 8

1. Hasil Belajar ……… 8

a. Pengertian Hasil Belajar ………... 8

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi hasil Belajar ……… 11

c. Indikator Hasil Belajar ……….. 20

2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ………... 24

(11)

v

a. Pengertian Pembelajaran CTL ……….. 27

b. Karakteristik Pembelajaran CTL……….………….. 30

c. Sejarah Pembelajaran CTL ....……….…….. ……… 30

d. Langkah-langkah Pembelajaran CTL………. 32

e. Komponen Pembelajaran CTL ……….………. 33

f. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran CTL ………. 34

B. Kerangka Berfikir ………..…………. 36

C. Hasil Penelitian Yang Relevan ………...………..…………. 37

D. Hipotesis Tindakan ………..…... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 39

B. Metode Penelitian ……… 40

C. Subjek Penelitian ………. 42

D. Peran Posisi Peneliti Dalam Penelitian ………... 42

E. Tahapan Intervensi Tindakan ……….. 42

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan …………... 44

G. Data dan Sumber Data ………. 44

H. Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data ………... 45

I. Tehnik Pemeriksaan Kepercayaan Studi ………... 52

J. Tehnik Analisis Data dan Intervensi Hasil Analisis Data ……… 54

K. Pengembangan perencanaan Tindakan ………..……….. 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ………..……….. 55

B. Pemeriksaan Keabsahan Data ……….……….. 57

C. Analisis Data ……….…………... 61

(12)

vi

DAFTAR PUSTAKA ……….….. 75

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah salah

satunya dengan cara melakukan perbaikan proses belajar mengajar.

Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar di

sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai orang yang memiliki posisi

strategis dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, dituntut

untuk terus mengikuti berkembangnya konsep-konsep baru yang berkaitan

sebagai seorang pendidik.

Pendidikan pada hakekatnya merupakan unsur vital dalam

kehidupan dan merupakan kebutuhan serta tuntutan yang amat penting

untuk menjamin perkembangan, kelangsungan hidup berbangsa dan

bernegara.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun

2010 pengajaran IPS di SD bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemapuan dasar untuk berpikir logis dan kritis , rasa

ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan

dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai social

(14)

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat

lokal, nasional dan global.

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, jika ditelaah lebih jauh tujuan

intruksional dari pengajaran IPS SD/MI tidak hanya menekankan aspek

kognitif (pengetahuan) saja, tetapi juga mencakup aspek afektif (sikap) dan

psikomotor (tingkah laku). Oleh karena itu, seorang guru tidak seharusnya

hanya menonjolkan salah satu aspek saja dalam kegiatan belajar-mengajar,

tetapi harapannnya ketiga aspek tersebut dapat berkembang secara

harmonis dan seimbang.

Dalam mengembangkan aspek kognitif, tidak cukup seorang guru

hanya menggunakan metode ceramah saja karena itu tidak mendorong

daya kreatifitas dan daya nalar anak. Akibatnya anak akan cenderung

menghafal materi. Padahal pengetahuan yang diperolah dari hafalan

kurang bermakna dan cenderung mudah lupa. Berbeda dengan

pengetahuan yang diperoleh dengan pengertian dan pemanhaman akan

lebih bermakna dan tahan lama.

Untuk dapat menguasai nilai dan sikap selama proses belajar berlangsung,

diharapkan siswa tersebut terlibat secara intelektual, emosioanal dan

sosial. Artinya mereka benar-benar mengalami sendiri atau berada dalam

situasi yang seolah-olah nyata dengan begitu pembelajaran akan semakin

bermakna dalam diri siswa dan pengetahuan yang di dapat akan bertahan

lama dalam ingatan.

Dalam pengembangan aspek psikomotor, seorang guru harus

mampu mengajak siswanya untuk senantiasa mengaplikasikan atau

menerapkan ilmu-ilmu yang ada untuk membantu mengatasi masalah

dalam kehidupan sehari-hari. Barangkali dalam proses penerapan ini perlu

pembiasaan yang terus menerus dari guru sehingga perilaku yang baik itu

(15)

Apabila ketiga aspek tersebut dikembangkan secara seimbang, maka tugas

dari pendidikan IPS dapat terealisasi dengan baik.

Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi belum

mampu menghasilakan peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif.

Peserta didik berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam

membekali peserta didik didik memecahkan persoalan dalam kehidupan

jangka panjang. Oleh karena itu, perlu ada perubahan pendekatan

pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta

didik dalam menghadapi permasalahan hidup sekarang maupun yang akan

datang. Pendekatan yang paling cocok dengan hal di atas adalah

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

Contextual Teaching And Learning (CTL) adalah suatu strategi

pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara

penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong

siswa untuik dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka1.

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama,

CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan

materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman

secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan

agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan

menemukan sendiri materi pelajaran.

Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan

antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa

dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di

sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan

dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,

bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan

1

(16)

tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,

sehingga tidak akan mudah dilupakan.

Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat

memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi

pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk di tumpuk di otak dan

kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi

kehidupan nyata.

MI Miftahusshibyan merupakan salah satu sekolah yang terdapat di

wilayah kecamatan Curug Kabupaten Tangerang. Berdasarkan hasil

pengamatan yang dilakukan di kelas saat mengajar kelas IV MI

Miftahusshibyan serta diperkuat dengan dokumentasi hasil belajar pada

semester satu. Dari rata-rata nilai ulangan harian menunjukan bahwa hasil

belajar siswa terutama pada mata pelajarn IPS tergolong rendah yaitu 60

nilai tersebut masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang

ditetapkan minimal 65.

Pada saat peneliti melakukan kegiatan pembelajaran IPS kelas IV

secara langsung peneliti hanya menggunakan metode ceramah dalam

penyampaian materi, karena peneliti menganggap metode ceramah adalah

metode yang paling mudah dilaksanakn oleh guru. Siswa kurang

bersemangat dan terlihat jenuh dalam mengikuti proses belajar mengajar.

Guru menggunakan sumber belajar berupa buku teks saja. Dalam

pembelajaran terlihat masih rendahnya perhatian dan aktifitas positif

siswa. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru saja, bahkan mereka

terlihat sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, seperti bermain sendiri,

ataupun mengganggu teman sebangkunya. Selain itu guru belum

mengetahui atau mencoba menerapkan pendekatan pembelajaran yang

lebih mengaktifkan siswa. Untuk memperbaikinya, maka peneliti

berinisiatif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil dalam

(17)

dalam proses pembelajaran IPS akan menarik minat siswa untuk aktif

mengikuti kegiatan belajar sehingga akan meningkatkan hasil belajar

siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk

melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pada Studi Perkembangan Teknologi

Transportasi Melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Pada Siswa Kelas IV MI Miftahusshibyan”. Peneliti ingin membuktikan bahwa pembelajaran yang sangat menyenangkan dengan menggunakan

pembelajaran Contekstual Teaching Learning (CTL). Selain itu, dengan

menggunakan pembelajaran kontekstual (CTL), peneliti yakin bahwa hasil

belajar IPS khususnya di kelas IV MI Miftahusshibyan dapat ditingkatkan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan dapat

diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Masih rendahnya hasil belajar siswa kelas IV MI Miftahusshibyan

terutama pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

2. Rendahnya perhatian dan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran.

3. Pola pengajaran masih berpusat pada guru dari pada berpusat pada

siswa, di mana guru lebih banyak ceramah daripada melibatkan siswa

untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan sendiri.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang dikemukakan di atas peneliti

membatasi pada masih rendahnya hasil belajar siswa pada ranah kognitif

kelas IV MI Miftahusshibyan terutama pada mata pelajaran Ilmu

(18)

D. Rumusan Masalah

Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, peneliti

mengambil rumusan masalah yaitu, “Bagaimana Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pada Studi Perkembangan

Teknologi Transportasi Melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran

Kontekstual Pada Siswa Kelas IV MI Miftahusshibyan?”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari

kegiatan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang

Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pada Studi

Perkembangan Teknologi Transportasi Melalui Penerapan Pendekatan

Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas IV MI Miftahusshibyan.

F. Manfaat penelitian

1. Manfaat penelitian bagi guru

a. Penelitian dapat dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki

pembelajaran yang dikelolanya karena memang sasaran akhir

penelitian adalah perbaikan pembelajaran.

b. Dengan melakukan penelitian guru dapat berkembang secara

professional karena dapat menunjukan bahwa ia mampu

menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.

c. Melalui penelitian guru mendapat kesempatan untuk berperan

aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri,

tidak hanya menerima hasil perbaikan yang ditemukan orang

lain namun ia sendiri adalah perancang dan perilaku perbaikan

tersebut yang menghasilklan berbagai teori dalam memperbaiki

pembelajaran.

2. Manfaat Penelitian bagi siswa

(19)

b. Menjadi modal bagi siswa untuk menyikapikinerja sehingga

siswa dapat berperan sebagai peneliti bagi hasil belajarnya

sendiri.

c. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar IPS

d. Meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran IPS

3. Manfaat Penelitian bagi sekolah

a. Sekolah mempunyai kesempatan besar untuk berkembang

pesat, bila para gurunya mempu membuat perubahan atau

berbagai perbaikan seperti: penanggulangan berbagai masalah

belajar siswa, perbaikan kesalahan konsep, serta

penanggulangan berbagai kesulitan mengajar yang dialami

guru.

b. Menumbuhkan iklim kerjasama yang kondusif untuk

memajukan sekolah yang berasal dari hubungan yang sehat

yang tumbuh dari rasa saling membutuhkan.

(20)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil menurut kamus Bahasa Indonesia artinya pendapatan,

perolehan, akibat dari suatu tindakan atau perbuatan. Sedangkan

belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya.1 Nasution menyatakan hasil belajar adalah

suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar bukan saja

perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan

dan penghargaan dalam diri pribadi yang belajar.2 Hasil belajar yang

dimaksud adalah hasil belajar yang terjadi dari proses belajar mengajar

yang dilakukan di sekolah, hasil belajar yang diharapkan adalah

prestesi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan

manajemen disekolah. Pada dasarnya hasil pendidikan dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hasil berupa akademik dan

presteasi non akademik, hasil prestasi akademik misalnya lomba karya

ilmiah, lomba matematika, fisika dan lain-lain.hasil belajar non

akademik misalnya kesenian dan olah raga, interaksio belajar dan

mengajar adalah suatu kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai

komponen untuk mewujudkan pembelajaran.

1

Slameto Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya I(Jakarta: Rineka Cipta) 2010, hal.2

2

(21)
(22)

Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dikatakan

berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan

dengan filosofisnya, namun untuk menyatakan persepsi sebaiknya kita

berpedoman pada kurikulu yang berlaku saat ini yang telah

disempurnakan, antar alain bahwa” suatu proses belajar mengajar

tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan

intruksional khususnya dapat tercapai3

Interaksi yang diupayakan guru baik yang di dalam kelas

maupun diluar, memposisikan hubungan antara guru dan siswa atau

sebaliknya dan hubungan siswa dengan siswa. Berdasarkan paparan ini

interaksi diartikan sebagai hubungan timbal balik, hubungan ini tidak

bersifat sepihak bahwa guru merupakan satu-satunya subjek. Siswa

dapat juga sebagai subjek belajar, artinya adakalanya guru

mendominasi proses interaksi, adakalanya baik guru maupun siswa

berinteraksi secara seimbang.

Proses interaksi ini merupakan proses interaksi belajar

mengajar, guru, siswa, dan materi pelajaran adalah tiga unsur utama

yang terlibat langsung dalam proses ini agar tujuan pembelajaran

tercapai, selain unsur utama, unsur lain yang terlibat adalah media,

dengan demikian interaksi belajar mengajar dapat didepinisikan

sebagai pendekatan khusus untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Perubahan yang terjadi dalam diri seorang banyak sekali baik

sifat maupun jenisnya karena itu tidak setiap perubahan tingkah laku

seorang dikatakan belajar. Hal tersebut dikemukakan oleh slameto,

bahwa ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar

adalah4:

1. Perubahan terjadi secara sadar

3

Drs.Syaiful Bahri Djamarah,Drs. Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,2006) hal.105

4

(23)

Ini berarti bahwa seorang yang belajar akan menyadari terjadinya

perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi

adanya suatu perubahan dalam dirinya, ia menyadari bahwa

pengetahuannya bertambah.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu atau fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang

yang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu

perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau

proses belajar berikutnya. Seorang anak yang belajar menulis,

maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis

menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus hingga

kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna.

3. Perubahan dalam belajar dalam belajar bersifat positif dan aktif

Itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu

yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak

usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik

perubahan yang diperoleh.

4. Perubahan belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang berifat sementara atau temporer terjadi hanya

untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata,

bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai

perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses

belajar bersifat menetap atau permanen.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan

yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan

tingkah laku yang benar-benar disadari.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melelui suatu proses

belajar meliputi perubahan seluruh tingkah laku. Jika seseorang

(24)

tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,

pengetahuan, dan sebagainya.

Dengan demikian seorang yang telah mengalami proses

belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dari segi

pengetahuan maupun segi pengetahuan lainnya. Proses belajar

mengajar tidak hanya dilakukan disekolah saja akan tetapi lebih

dari itu, masyarakatpun bisa dijadikan lahan dunia pendidikan yang

notabene sering dilupakan oleh umumnya banyak orang.

Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan proses

terjadinya interaksi guru dengan siswa yang memiliki rumusan

tujuan sebagai target yang harus dicapai dalam proses belajar

mengajar. Menurut Benyamin S.Bloom dan Kratwool yang dikutif

dari Martinis Yamin bahwa isi rumusan tujuan dalam pendidikan

dikelompokkan menjadi tiga aspek5. Ketiga aspek tersebut dalam

istilah dunia pendidikan dengan istilah taksonomi Bloom yang

meliputi tiga ranah yaitu:

1. Ranah Kognitif yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sistesis dan evaluasi.

2. Ranah afektif yang meliputi atas penerimaan respon,

organisasi, evaluasi, dan memberi sifat (karakter).

3. Ranah Psikomotorik meliputi pentahapan imitasi, posisi,

artikulasi, dan naturalisasi.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa

Keberhasilan belajar siswa tidaklah berdiri sendiri, melainkan

banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, baik itu faktor internal

maupun faktor eksternal. Secara global faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga macam :

5

(25)

1. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan / kondisi jasmani dan rohani siswa

2. Faktor Eksternal (Faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran6.

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan

dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang conserving

terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal)

umpamanya, biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang

sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang

berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif

dari orangtuanya (faktor eksternal), akan memilih pendekatan belajar

yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi, karena

pengaruh faktor-faktor tersebut diataslah muncul siswa-siswa yang

high-echievers (berprestasi tinggi) dan under-echievers (berprestasi

rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini seorang guru yang

berkompeten dan professional diharapkan mampu mengantisipasi

kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang

menunjukan gejala kegagalan dengan berusaha mengethui dan

mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.

1. Faktor Internal

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi dua

aspek, yakni aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah), dan aspek

psikologis (yang bersifat rohaniah). Untuk lebih jelasnya akan

diuraikan sebagai berikut :

a. Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang

menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh yang lemah, dapat

6

(26)

mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti

pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi disertai

pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah

cipta (kognitif) sehingga materi yang dipeljarinya pun kurang atau

tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap

bugar, siswa sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan

minuman yang bergizi . Selain itu, siswa juga dianjurkan memilih

pola istirahat dan olah raga ringan yang sedapat mungkin terjadwal

secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab

perubahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan

reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu

sendiri.Banyak Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat

mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa.

Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umunya

dipandang lebih esensial itu beberapa faktor sebagai berikut:

1) Intelegensi Siswa

Intelegensi dapat dikatakan sebagai sejumlah kecakapan

yang dimiliki siswa. Kecakapan tersebut dapat digunakan untuk

memecahkan masalah belajaratau dalam kehidupan

sehari-hari7. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa dapat

menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini berarti,

semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka

semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya,

semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka

semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses

2) Sikap Siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif

berupa kecendrungan untuk mereaksi atau merespon dengan

cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang dan

7

(27)

sebagainya baik secara positif maupun negatif8. Sikap (attitude)

siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran

yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses

belajar siswa tersebut. Sebaliknya sikap yang negatif siswa

terhadap guru dan mata pelajaran yang disajikannya dapat

menimbulkan kesulitan belajar siwa tersebut.

3) Bakat Siswa

Bakat adalah bawaan yang merupakan potensi (

Potensial Ability) yang masih perlu dikembangkan9. Dengan

demikian, setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti

berpotensi untuk mencapai prestasi ke tingkat tertentu sesuai

dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu

mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya anak yang

berintelegensi sangat cerdas disebut juga anak berbakat. Bakat

dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar

bidang-bidang studi tertentu. Oleh sebab itu sebagai orangtua

hendaknya menyekolahkan anaknya sesuai dengan bakat yang

dimilikinya.

4) Minat Siswa

Minat adalah sikap jiwa seseorang yang tertuju pada

sesuatu, dan dalam hubungan itu unsur perasaan yang terkuat10.

Minat tidak termasuk istilah popular dalam psikologi karena

ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal

lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi,

dan kebutuhan. Namun terlepas dari masalah popular atau

tidak, minat dapat mempengaruhi kualitas pencapain hasil

belajar siswa dalam bidang-bidang tertentu.

8

Muhibbn Syah, Op Cit , hal 135

9

Alex Sobur, Psikologi Umum, ( Bandung : Pustaka Setia, 2003) hal 180

10

(28)

5) Motivasi siswa

Motivasi adalah keadaan internal organisme baik manusia

ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.

Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya

(energizer) untuk bertingkah laku secara terarah11. Motivasi

dapat dibedakan menjadi dua yaitu, motivasi intrinsic dan

motivasi ekstrinsik12. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang

ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan, tanpa

rangsangan atau bantuan orang lain. Motivasi ekstrinsik adalah

motivasi yang timbul dari rangsangan dari luar, motivasi

intrinsik pada umunya lebih efektif dalam mendorong

seseorang untuk belajar. Dengan demikian, kekurangan atau

ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun

eksternal , akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa

dalam melakukan proses pembelajaran baik di sekolah atau di

rumah.

2. Faktor Eksternal Siswa

Menurut Muhibbin Syah bahwa “ faktor eksternal yang mempengaruhi belajar siswa meliputi dua faktor, yaitu : faktor

lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial”. Untuk lebih

jelas akan diuraikan sebagai berikut:

a) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial berupa sekolah seperti para guru, para

staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi

semangat belajar seorang siswa. Dengan demikian seoarang

guru yang memiliki sikap dan perilaku yang simpatik serta

memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya

dalam belajar dapat menjadi daya dorong yang positif bagi

(29)

Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah

masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan

disekitar perkampungan siswa tersebut13. Kondisi masyarakat

disekitar perkampungan yang kumuh akan menghambat dalam

aktivitas belajar siswa, siswa akan mengalami kesulitan pada

saat mereka membutuhkan teman belajar atau berdiskusi atau

pun pada saat mereka membutuhkan alat-alat belajar.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi

kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri14.

Sifat-sifat orang orang tua, praktik pengelolaan keluarga,

ketegangan keluarga, dan letak rumah dapat memberi dampak

baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil belajar

yang dicapai siswa. Kebiasaan yang diterapkan orang tua dalam

mengelola keluarga yang keliru dapat mengakibatkan dampak

yang buruk bagi anak, tidak hanya dalam belajar tetapi juga

dapat mengakibatkan perilaku menyimpang seperti antisosial.

b) Lingkungan nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah

gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa

dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar

yang di gunakan siswa15. Kondisi rumah yang sempit dan

berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak

memiliki sarana umum untuk kegiatan remaja akan mendorong

siswa untuk berkeliaran ketempat-tempat yang sebenarnya tidak

pantas dikunjungi. Kondisi rumah yang seperti itu jelas berpengaruh

buruk terhadap kegiatan belajar siswa.

Waktu yang dapat digunakan untuk belajar adalah pagi atau

(30)

waktu-waktu lainnya. Namun, menurut penelitian beberapa ahli

gaya belajar, hasil belajar itu tidak bergantung pada waktu secara

mutlak, tetapi bergantung kepada pilihan waktu yang cocok dengan

kesiapsiagaan siswa. Di antara siswa ada yang siap belajar pada

pagi hari, ada pula yang siap pada sore hari bahkan tengah malam.

Perbedaan waktu dan kesiapan belajar inilah yang yang

menimbulkan study time preference antara seoarang siswa dengan

siswa lainnya.

Dengan demikian , perbedaan waktu yang digunakan siswa

dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Sebab, bukan

waktu yang penting dalam belajar melainkan kesiapan system

memori anak dalam menyerap, mengelola, dan menyimpan

informasi-informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut.

3. Faktor Pendekatan Belajar

Di samping faktor internal dan eksternal siswa yang

dipaparkan di atas, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh

terhadap keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut.

Pendekatan belajar adalah segala cara atau strategi yang digunakan

siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses

pembelajaran materi tertentu16.

Menurut Ballard dan Clanchy yang dikutip dari Muhibbin

Syah Bahwa “pendekatan belajar siswa pada umunya dipengaruhi

oleh sikap terhadap pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua

macam siswa yang menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu : sikap

melestarikan yang sudah ada (conserving), dan sikap memperluas

(extendingI)17.

Siswa yang bersikap conserving pada umunya menggunakan

pendekatan belajar “reproduktif” (bersifat menghasilkan kembali

16

Ibid,hal 139

17

(31)

fakta dan informasi). Sedangkan siswa yang bersikap extending,

biasanya menggunakan pendekatan belajar “analisis” (berdasarkan

pemilahan dan interpretsi fakta dan informasi). Bahkan diantara

mereka yang bersikap extending cukup banyak menggunakan

pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif

(berdasarkan pemikiran yang mendalam), yang bukan saja bukan

saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga

mengembangkannya.

Selain pendekatan belajar yang telah dikemukakan di atas,

ada beberapa pendekatan belajar yang dikemukan oleh John B.

Biggs yang dikutip dari Muhibbin Syah, yaitu : 1). Pendekatan

surface (permukaan atau bersifat lahiriah), 2). Pendekatan deep

(mendalam), 3). Pendekatan achieving (pencapaian prestasi

tinggi)18.

Siswa yang menggunakan pendekatan surface, memiliki

keinginan belajar karena dorongan dari luar (ekstrinsik) antara lain

takut tidak lulus yang mengakibatkan dia malu.

Oleh karena itu gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak

mementingkan pemahaman yang mendalam.

Sebaliknya, siswa yang menggunakan pendekatan deep

biasanya mempelajari materi karena ia tertarik dan merasa

membutuhkannya (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya

serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta

memikirkan cara mengaplikasikannya.

Sementara itu, siswa yang menggunakan pendekatan

achieving pada umunya dilandasi motif ekstrinsik yang berciri

khusus disebut “ego enhacement” yaitu ambisi pribadi yang besar

dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih

indek prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih

18Ibid,

(32)

serius daripada siswa-siswa yang memakai pendekatan-pendekatan

lainnya.

Dalam kenyataan di sekolah, intelegensi yang dimiliki siswa

tidak menjadi jaminan mutlak bahwa siswa tersebut akan suksek

dalam belajar, karena masih ada faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan belajar siswa, baik itu yang berasal dari dalam diri

siswa maupun dari luar diri siswa. Faktor pendekatan belajar yang

dilakukan oleh siswa juga dapat memberikan peluang terhadap

siswa tersebut untuk meraih prestasi belajar yang tinggi.

Untuk memperjelas uraian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar di atas, maka penulis susun rinciannya dalam

bentuk table berikut:

TABEL 2.1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Ragam Faktor dan Unsurnya

Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan Belajar

(33)

c. Indikator Hasil Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi

segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat dari

pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian,

pengungkapkan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya

ranah rasa murid, sangat sulit. Hal disebabkan perubahan hasil belajar

itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu

yang dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan

perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan dapat diharapkan

dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar

siswa, baik yang berdimensi ranah cipta, rasa maupun yang

berdimensi karsa.

Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar

siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis

besar indikator (petunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan

jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur19.

Selanjutnya agar dapat memberikan suatu pemahaman lebih

mendalam mengenai kunci pokok ukuran prestasi belajar siswa,

berikut ini penulis uraikan jenis prestasi, indikator, dan cara evaluasi

untuk menggambarkan hasil belajar siswa.

19Ibid,

(34)

TABEL 2.2

Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Hasil belajar Siswa

Ranah/ Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi

A. Ranah Cipta (Kognitif)

3. Dapat menghubungkan

(35)
(36)

Setelah mengetahui indikator prestasi belajar di atas, sorang

guru perlu mengetahui bagaimana menetapkan batas minimal

keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena

mempertimbangkan batas terendah yang dianggap berhasil dalam arti

luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti

keberhasilan meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa siswa.

Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain,

kenyataannya sukar diungkap sekaligus bila hanya melihat perubahan

yang terjadi pada salah satu ranah. Seorang siswa yang memiliki nilai

tinggi dalam bidang studi agama Islam, belum tentu rajin beribadah

sholat. Sebaliknya, siswa lain yang hanya mendapat nilai cukup

dalam bidang studi tersebut, justru menunjukan perilaku yang baik

dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, kemampuan dalam asfek kognitif tidak

menjamin suatu kemampuan afektif dan psikomotorik pada diri siswa.

Ini merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh para

guru. Untuk menjawab tantangan tantangan ini guru seyogyanya tidak

hanya terikat oleh penilaian yang bersifat kognitif, tetapi juga

memperhatikan penilaian afektif dan psikomotorik siswa.

Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu

berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa

alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah

mengikuti proses belajar mengajar. Di antara norma-norma

pengukuran tersebut ialah: 1). Norma skala angka dari 0 sampai 10;

2). Norma skala angka dari 0 sampai 10020.

Pengunaan norma angka di atas menurut para ahli , bahwa

angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar

(passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala

0-100 adalah 55 atau 60. Jadi, pada prinsipnya jika seorang siswa

dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab

20

(37)

lebih dari setengah instrument evaluasi dengan benar, maka ia telah

dianggap memenuhi target minimal keberhasilan siswa. Namun

demikian, kiranya perlu dipertimbangkan oleh para guru penetapan

passing grade yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70) untuk

pelajaran-pelajaran inti (core subject). Pelajaran-pelajaran inti ini

meliputi, pelaran bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi

ini merupakan “kunci pintu” pengetahuan-pengetahuan lainnya. Hal terpenting dalam proses evaluasi prestasi bukanlah

mengenai norma mana yang akan ditetapkan atau diambil , melainkan

sejauh mana norma itu dipakai secara lugas untuk mengevaluasi

seluruh kecakapan siswa (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

2. Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) a. Pengertian Ilmu Sosial (IPS)

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan nama mata

pelajaran di tingkat sekolah atau nama program bidang studi di

perguruan tinggi yang identik dengan istilah ”Social Studies” dalam kurikulum persekolahan di negara lain, khususnya di negara-negara

Barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Nama IPS lebih dikenal

sosial studies di negara lain itu merupakan istilah hasil kesepakatandari

para ahli atau pakar di Indonesia.

Menurut James A. Banks yang dikutip dari Sapriya, Sulistyawati

dan Sajarudin Nurdin bahwa sosial studi adalah bagian dari Kurikulum

sekolah dasar dan menengah yang mempunyai tanggung jawab pokok

membantu para siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kterampilan,

sikap dan nilai yang diperlukan dalam hidup bernegara untuk dapat

hidup berpartisipasi dalam bermasyarakat demokratis21. Sedangkan

menurut Calhoun dalam Hasan yang dikutip dari Ahmad Yani bahwa ”

Ilmu-ilmu sosial adalah studi tentang tingkah laku kelompok manusia”22. jadi Ilmu Pengetahuan Sosial adalah Ilmu yang mempelajari tentang

21

Sapriya, Susilawati, Sadjarudin Nurdin, Konsep Dasar IPS (Bandung: Upi Press. 2006) hal.4

22

(38)

tingkah laku dan sikap agar peserta didik menjadi manusia yang bersifat

demokratis, bertangggung jawab dan mampu mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam hidup

bermasyarakat.

b. Hakikat Pembelajaran IPS

Hakikat IPS dalam pengertian yang terpadu inilah yang diajarkan

di tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP). Dengan pengertian itu

menunjukan bahwa IPS sebenarnya merupakan pelajaran yan cukup

komprehensif yang dapat menjadi salah satu instrument untuk ikut

memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan di Indonesia.

Pendidikan IPS juga dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan

moral pendidikan budi pekerti. Pendidikan IPS memiliki arah dan tujuan

yang sama dengan tujuan pembelajaran IPS, yakni sama-sama bertujuan

agar peserta didik dan warga belajar pada umumnya menjadi warga

negara yang baik. Pembelajaran IPS diarahkan untuk menjadikan warga

negara yang baik, melahirkan pelaku-pelaku sosial yang cerdas, arif dan

bermoral. Dalam konteks pendidikan karakter para peserta didik dengan

potensi yang dimilikinya, difasilitasi untuk mengembangkan berfikir

kritis dan kreatif, percaya diri dan membangun kemandirian, memiliki

semangat kebangsaan, dan bangga terhadap hasil karya budaya bangsa

sendiri.

Jadi pembelajaran IPS adalah proses pembelajaran bagi peserta

didik untuk menjadi manusia yang berkarakter dan bertanggung jawab.

a. Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah untuk

mengembangkan siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di

masyarakat, memiliki sikap mentsal positif terhadap perbaikan segala

ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang

(39)

menimpa masyarakat. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci bahwa

tujuan IPS adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar:

1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau

lingkungannya

2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan

metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta

membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu

membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.

7) Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi

8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam

kehidupannya ” to prepare to be well-functioning citizens in a democratic society”.

9) Menekankan perasaan, emosi dan derajat penerimaan atau penolakan

siswa terhadap materi pembelajaran IPS yang diberikan23.

Tujuan pembelajaran IPS, secara umum dapat dirumuskan

anatara lain untuk mengantarkan, membimbing dan mengembangkan

potensi peserta didik agar : (1) menjadi warga negara (dan juga warga

dunia) yang baik, (2) mengembangkan pemahaman mengenai

pengetahuan dasar kemasyarakatan, (3) mengembangkan kemampuan

berpikir dengan penuh kearifan dan keterampilan inkuiri untuk dapat

memahami, menyikapi, dan mengambil langkah-langkah untuk ikut

memecahkan masalah sosial kebangsaan, (4) membangun komitmen

terhadap nilai-nilai luhur dan budaya Indonesia, dan (5)

mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dalam

23

(40)

kehidupan masyarakat yang majemuk, baik lokal, regional maupun

internasional.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan

pembelajaran IPS adalah agar peserta didik mampu mengembangkan

pemahaman mengenai pengetahuan dasar kemasyarakatan, berfikir

dengan bijaksana, mengembangkan keterampilan dan mampu

mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah maupun isu-isu

yang berkembang di lingkungan masyarakat.

c. Contextual Teaching And Learning (CTL)

a. Pengertian Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

Contextual Teaching And Learning (CTL) adalah konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan

situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari24.

Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha

siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru

ketika ia belajar.

Sedangkan menurut Drs. B. Suryosubroto pengajaran merupakan

hasil proses belajar mengajar, efektifitasnya tergantung dari beberapa

unsur. Efektifitas suatu kegiatan tergantung dari terlaksana tidaknya

perencanaan, maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif.

Cara untuk mencapai hasil belajar yang efektif yaitu murid-murid harus

dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan dalam mengajar.25

Untuk lebih jelasnya tentang Pembelajaran Contextual Teaching And

Learning (CTL) berikut akan diuraikan beberapa definisinya menurut

para ahli sebagai berikut:

24

Depdiknas, Pendekatan Kontextual . 2002. Hlmn.1.

25

(41)

1. Menurut Mulyasa

Pembelajaran Contextual Teaching And Learing (CTL)

adalah konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan

antara materi pelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara

nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan

menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari .

melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari,

peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan

memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang

dipelajarinya26.

2. Menurut Nurhadi

Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata

kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimiliknya dengan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan

dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit,

sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya

sebagai anggota masyarakat27.

3. Menurut Dr. Wina Sanjaya

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada

proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat

menerapkannya dalam kehidupan mereka28.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan

26

E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung:PT. Remaja Rosda Karya, 2005)

27

Nurhadi, Op.cit., hlm.13

28

(42)

konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi nyata kedalam

kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil

pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses

pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa

belajar dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke

siswa melainkan dengan pendekatan Contextual Teaching And

Learning (CTL) adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang

menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam

proses belajar agar kelas lebih hidup dan bermakna karena siswa

mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, pendekatan Contextual

Teaching And Learning (CTL) memungkinkan siswa untuk

menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan

keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan

kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah. Selain itu siswa

dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi

dalam suatu situasi.

Bila pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

diterapkan dengan benar, diharapkan siswa akan berlatih untuk

dapat menghubungkan apa yang diperoleh dikelas dengan

kehidupan dunia nyata yang ada dilingkungannya. Untuk itu, guru

perlu memahami konsep pendekatan Contextual Teaching And

Learning (CTL) terlebih dahulu dan dapat menerapkannya dengan

benar. Agar siswa dapat belajar lebih efektif, guru perlu mendapat

informasi tentang konsep-konsep pembelajaran Contextual

Teaching And Learning (CTL) dan penerapannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran

(43)

kehidupan sehari-hari mereka sehingga mereka semakin akrab/dekat

dengan lingkungannya.

b. Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa

yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang akan

diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki

keterkaitan satu sama lain.

b. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka

memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring

knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh secara dengan cara

deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara

keseluruhan, kemudian memperhatikan secara terperinci.

c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk

dipahami dan diyakini.

d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying

knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya

harus dapat dialikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak

perubahan perilaku siswa.

e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik

untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

c. Sejarah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Penerapan pembelajaran Kontekstual di Amerika Serikat bermula

dari pandangan ahli pendidikan klasik Jhon Dewey pada tahun 1916

mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang

(44)

pembelajaran kontekstual berakar dari paham Progresivisme adalah

gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan

sekolah berpusat pada anak (Child-Centered), sebagai refleksi terhadap

pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru

(Teacher-Centered) atau bahan pelajaran (subject-centered29.

Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka

pelajari berhubungan dengan apa yang mereka pelajari berhubungan

dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan

produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah.

Selain teori Progresivisme Jhon dewey, teori kognitif juga melatar

belakangi filosofi pembelajaran Kontekstual. Siswa akan belajar dengan

baik apabila mereka terlibat aktif dalam kegiatan di kelas dan

berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukan hasil

belajar dalam bentuk apa yang dapat mereka ketahui dan apa yang dapat

mereka lakukan. Disamping itu siswa yang menggunakan strategi

kognitif memungkinkan ketika ia mengikutiberbagai uraian dari apa

yang sedang ia baca, apa yang ia pelajari, mungkin keterampilan

intelektual, mungkin informasi. Dia menggunakan strategi kognitif untuk

memilih dan menggunakan kode bagi apa yang dia pelajari, dan strategi

lain untuk mengungkapkannya kembali. Yang terpenting, dia

menggunakan beberapa strategi kognitif dalam memikirkan apa yang

telah dia pelajaridan dalam memecahkan masalah. Strategi kognitif

adalah cara yang dimiliki pelajar dalam mengelolaproses belajar. Sejauh

ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan

sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus

pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah

sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah

stragegi belajar baru yang lebih meeberdayakan siswa. Sebuah strategi

belajar yang tidak mengharuskan siswamenghafal fakta-fakta, tetapi

29

(45)

sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan

dibenak mereka sendiri. Melalui landasan Filosofi Konstruktivisme,

CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. menurut

(Jhonson, 2007: 72-85) dikutip dari Ahmad Yani bahwa ada tiga prinsip

pembelajaran yang menjadi ciri khas pembelajaran CTL dibandingkan

dengan pembelajaran yang lain yaitu prinsip kesaling ketergantungan,

prinsip diferensisasi, dan prinsip pengaturan diri30.

d. Langkah-langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan

Contextual Teaching and Learning (CTL), tentu saja terlebih dahulu guru

harus membuat desain (langkah-langkah) pembelajarannya, sebagai

pedoman dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada

intinya pengembangan setiap komponen Contextual Teaching and

Learning (CTL) tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai

berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar

lebih bermakna apakah dengan bekerja sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik

yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan

pertanyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu kemampuan yang

sebenarnya pada setiap siswa.31

30

Ahmad Yani, Pembelajaran IPS (Jakarta: 2009) hal.56

31

(46)

e. Komponen Pembelajaran Contexstual Teaching and Learning (CTL)

1. Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah landasan filosofis yang beranggapan

bahwa pengetahuan manusia diperoleh sedikit demi sedikit dan

setelah diperoleh sejumlah pengetahuan lalu dikonstruksi(bentukan)

sendiri oleh siswa. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua

faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan

kemampuan subjek untuk mengintrpretasikan objek tersebut.

2. Menemukan (inquiry)

Merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

kontekstual. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah

siklus yang terdiri dari observasi, bertanya, mengajukan dugaan,

pengumpulan data, dan penyimpulan.

3. Bertanya (questioning)

pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari

bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran

berbasis kontekstual.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran

diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Hsil belajar

diperoleh dari tukar pikiran atau sharingantar tema, antar kelompok,

dan antar teman yang tahu ke yang belum tahu.

5. Pemodelan (Modeling)

pemodelan pada dasrnya membahasakan yang dipikirkan

mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya untuk

belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswwanya

melakukan.

6. Refleksi (reflection)

merupakan cara berfikir atau respon tentang apa yang baru

dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan

(47)

7. Penilaian yang sebenarnya (authentic Assessment)

penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang

bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa32.

b. Kelebihan dan kelemahanPembelajaran CTL Kelebihan dari model pembelajaran CTL :

a. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai

dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif

dalam PBM.

b. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data,

memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih

kreatif

c. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.

d. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan

oleh guru.

e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.

f. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.

g. Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun

kelompok.

Kelemahan dari model pembelajaran CTL :

a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada

kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan

siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam

menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi

tidak sama

b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam

PBM

c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas

antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang

32

(48)

memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa

tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya

d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL

ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan,

karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung

dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik

mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan

menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.

e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan

mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan

model CTL ini.

f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki

kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk

mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan

sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan

soft skill daripada kemampuan intelektualnya.

g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan

tidak merata.

h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini

peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih

menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi,

mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di

lapangan.

B. Kerangka Berfikir

Keberhasilan proses belajar mengajar dengan pencapaian tujuan yang

diharapkan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar itu terdiri dari : faktor internal, faktor eksternal , dan

faktor pendekatan belajar. Sebagaimana telah penulis sebutkan bahwa salah

satu faktor eksternal siswa yang dapat mempengaruhi belajar adalah interaksi

Gambar

TABEL 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
TABEL 2.2
tabel berikut:
Gambar 3.1 Alur PTK
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, yang di sebut Masyarakat berasal dari bahasa Arab. “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau “masyaraka” yang berarti

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Model pembelajaran bahasa Indonesia yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara

Dengan asumsi setiap TKI yang ditempatkan membuka usaha, tingkat pengangguran di Sumatera Utara tahun 2008 berkurang sebesar 20,53%; usaha TKI Puma berperan

source CRS (concatenated coordinate operation) = source CRS (coordinate operation step 1) target CRS (coordinate operation step i) = source CRS (coordinate operation step i+1); i =

pengaruh perputaran piutang, perputaran modal kerja, dan rasio utang terhadap tingkat likuiditas perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia1. Adapun

[r]

[r]

Sensor yang digunakan adalah “PING)))™ Ultrasonic Range Finder ”, buatan Parallax. Agar sensor ini dapat digunakan untuk mengukur jarak dibutuhkan sebuah