• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMAGING, HISTOPATOLOGI DAN

Dalam dokumen PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL (Halaman 115-200)

IMAGING PADA CERVICAL

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

Perubahan degeneratif pada plain X ray akan menunjukan gambaran sebagai berikut:

- penyempitan celah sendi - arthropaty sendi facet - osteofit

- penyempitan celah diskus - Bulging disc

2.1. Tampak Lateral (Lateral view)

Gambar 3.1. Gambaran radiografi plain X-ray cervical lateral view

Pada plain X-ray cervical lateral dapat dievaluasi:

Alignment (lordosis atau kifosis)

● Corpus vertebrae,

o Bentuk simetris dan persegi panjang

o Tepi corpus vertebrae dievaluasi secara visual untuk evaluasi adanya fraktur atau proses osteolitik, seperti tumor.

● Ukuran tinggi masing-masing diskus juga harus dievaluasi o Berkurangnya tinggi diskus dapat mengindikasikan

degeneratif disc disease atau kondisi infeksi yang kronis.

nonbridging, nonmarginal adalah temuan klasik pada pasien dengan penyakit degeneratif.

Garis-garis yang dapat digunakan untuk mengevaluasi gambaran X ray cervical lateral view, antara lain:

● Garis vertebrae anterior

● Garis vertebrae posterior

● Garis spinolaminar

● Garis interspinosus

Disrupsi dari salah satu garis ini, menunjukan adanya proses patologis. Misalnya, spondylolisthesis, atau displacement dari corpus vertebrae.

Gambar 3.2. Garis-garis yang digunakan untuk mengevaluasi cervical X ray lateral view

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

o Berkurangnya tinggi diskus dengan osteofit yang

Gambar 3.3. Spondylolisthesis

Penilaian jaringan lunak pada lateral view

● Jarak anterior ke corpus vertebrae normal o < 5 mm pada tingkat C3

o < 22 mm pada tingkat C6.

Gambar 3.4. Edema pada jaringan lunak anterior PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

● Jaringan lunak akan tampak lebih besar karena edema, dapat disebabkan oleh karena:

o Fraktur

o Infeksi dengan abses retropharyngeal o Hematoma retropharyngeal post operasi

2.1.1. Occipitocervical Junction

Occipitocervicaljunction merupakan regio yang sulitdievaluasi pada radiografi konvensional karena terjadi gambaran tumpang tindih pada struktur di regio tersebut.

Gambar 3.5. “Rule of twelves” dari Harris

Untuk mengevaluasi occipitocervical junction dapat digunakan “Rule of twelves” dari Harris

● Interval dens-basion: yaitu jarak dari basis ke ujung proses odontoid, kurang dari 12 mm.

● Interval basion-aksial: yaitu jarak dari garis vertikal yang ditarik sepanjang aspek posterior dari dens (dikenal dengan istilah garis aksial posterior) ke basis, yang memiliki ukuran kurang dari 12 mm.

● Jarak lebih dari 12 mm menunjukkan disosiasi atlanto- oksipital.

secara luas menggantikan radiografi konvensional untuk evaluasi definitif.

2.1.2. Regio Atlantoaksial

Hal yang perlu dievaluasi pada regio atlantoaxial junction, antara lain:

● Arkus anterior C1

● Arkus posterior C1

● Processus odontoid

Interval atlantodens anterior dan posterior dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien rheumatoid arthritis. Interval atlantodens anterior normal adalah kurang dari 3 mm pada orang dewasa dan kurang dari 3,5 mm pada anak-anak kurang dari 10 tahun. Interval atlantodens posterior kurang dari 14 mm.

Pada kasus trauma, regio atlantoaksial harus dievaluasi dengan open-mouth view untuk evaluasi:

fraktur hangman

fraktur Jefferson atau burst fracture

● fraktur odontoid

Evaluasi yang lebih menyeluruh terhadap fraktur ini dapat dilakukan dengan CT dan MRI.

Gambar 3.6. Interval atlantodens anterior dan poterior PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

CT dan MRI dapat membantu evaluasi regio ini serta telah

Beberapa parameter spesifik yang harus dievaluasi pada regio subaksial antara lain:

Rasio Pavlov atau Torg, dievaluasi pada pasien dengan penyakit stenosis cervical. Rasio kurang dari 0,8 (rasio diameter kanalis spinalis anteroposterior (AP) dibandingkan diameter corpus vertebrae AP) menunjukkan adanya stenosis cervical kongenital.

Pada pasien dengan dislokasi facet bilateral dapat ditemukan gambaran sail sign atau bow tie sign.

● Fraktur lain dapat terlihat pada regio cervical subaksial antara lain fraktur kompresi, burst fracture, teardrop fracture, quadrangular fracture, dan clay-shoveler fracture.

Gambar 3.7. Pavlov Ratio

Denis membagi vertebrae menjadi tiga kolom: kolom anterior, media, dan posterior. Ketiga kolom ini dievaluasi sebagai berikut:

● Berkurangnya tinggi corpus vertebra anterior dibandingkan dengan tinggi corpus vertebra posterior, dapat menandakan adanya cedera kolom anterior atau fraktur kompresi.

● Keterlibatan corpus vertebra posterior atau kolom media menunjukkan cedera dua kolom atau burst fracture.

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

2.1.3. Daerah Subaksial

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

Fraktur teardrop dan quadrangular berhubungan dengan pelebaran processus interspinous, yang mengindikasikan gangguan kolom posterior atau cedera tiga kolom.

Fraktur clay-shoveler dihasilkan dari avulsi processus spinosus secara sekunder akibat hiperfleksi

Gambar 3.8. Konsep 3 kolom menurut Dennis

2.2. Tampak Anteroposterior (AP view)

Pada radiografi cervical AP, harus dievaluasi alignment koronal. Pada vertebrae cervical normal, radiografi AP didapatkan gambaran:

● Processus spinosus di garis tengah

● Sendi uncovertebral simetris (sendi Luschka)

● Lateral mass bilateral dengan tepi kortikal lateral yang tidak terdisrupsi dan bergelombang

● Corpus vertebra dengan tinggi yang sama

● Ruang diskus yang paralel.

Pada AP view, tulang costae pertama berfungsi sebagai penanda untuk membantu menentukan tingkat C7-T1. Secara umum, gambaran AP cervical tidak memberikan informasi sebanyak lateral view pada pasien dengan kelainan degeneratif.

Gambar 3.9. Anatomi normal tampak AP

2.3. Oblique view

Pada gambaran radiografi cervical oblique dapat dievaluasi:

● Pedikel

● Sendi facet

● Foramen neural

● Osteofit foraminal.

Sebelum adanya CT dan MRI, radiografi oblique lebih sering digunakan untuk mengevaluasi pasien stenosis foraminal.

Gambar 3.10. Oblique view dengan stenosis foramina akibat formasi osteofit pada foramina C4-5 dan C5-6

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

Gambaran radiografi cervical pada posisi fleksi dan ekstensi memungkinkan untuk evaluasi instabilitas atau spondylolisthesis.

Manfaat dari evaluasi dynamic view antara lain:

● Sebagai evaluasi pra operasi prosedur bedah yang membutuhkan intubasi pada pasien rheumatoid arthritis, posisi fleksi dan ekstensi pada radiografi lateral sangat penting untuk menilai instabilitas subklinis.

● Perubahan interval atlantodens anterior pada posisi fleksi dan ekstensi menunjukkan instabilitas atlantoaksial.

● Setelah arthrodesis, posisi fleksi dan ekstensi pada radiografi dapat digunakan untuk mengevaluasi ada atau tidaknya fusi.

Gambar 3.11. Dynamic view pada pasien rheumatoid arthritis menunjukkan pelebaran atlantodens anterior akibat instabilitas atlantoaksial.

2.5. Odontoid view atau Open-Mouth

Open-mouth view atau odontoid view digunakan untuk mengevaluasi C1-C2 pada posisi AP view, yang dapat dievaluasi antara lain:

● Processus odontoid/dens

Burst fracture C1 (fraktur Jefferson).

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

2.4. Dynamic view

Gambar 3.12. Tampak odontoid pada anatomi normal

2.6. Swimmer view

Swimmer view dapat digunakan untuk membantu mengevaluasi cervicothoracic junction

Gambar 3.13. Swimmer view

Indikasi swimmer view adalah pasien dengan radiografi cervical lateral yang tidak dapat memberikan visualisasi cukup pada C7 sampai T1.

Cervicothoracic junction sering tidak tervisualisasikan dengan baik karena efek tumpang tindih bahu yang menutupi vertebrae. Salah satu cara untuk membantu visualisasi C7- T1 adalah:

o Menarik lengan pasien untuk menurunkan bahu di bawah C7 - T1.

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

o Pasien dapat diminta mengangkat satu lengan di atas kepala sambil mempertahankan lengan kontralateral di samping, dalam gerakan seperti perenang (swimmer), sehingga memungkinkan visualisasi yang lebih baik dari cervicothoracic junction.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

• MRI bekerja berdasarkan interaksi antara gelombang frekuensi radio (RF) dan inti hidrogen dengan pengaruh medan magnet yang kuat.

• Kekuatan medan magnet MRI diukur dalam Tesla, yang merupakan satuan kekuatan medan magnet yang setara dengan 10.000 gauss.

• Gelombang radiofrekuensi ditransmisikan berulang kali ke area tubuh yang akan divisualisasi dalam waktu singkat yang diukur dalam milisekon (ms). Semburan energi ini disebut RF pulse.

• Sinyal elektrik kemudian diterima oleh antena sebagai penerima (receiver), kemudian disusun berdasarkan gradien agar membentuk imaging.

• Gambar T1-weighted (T1WI) digunakan untuk diskriminasi jaringan

Gambar T2-weighted (T2WI) sangat sensitif terhadap adanya peningkatan cairan dan perbedaan antar jaringan.

• T1WI dan T2WI biasa digunakan dalam pencitraan rutin vertebrae. Kombinasi intensitas sinyal dari dua sekuens ini memungkinkan untuk identifikasi jaringan yang spesifik.

Proton density–weighted images (PDWI) menunjukkan kontras berdasarkan konsentrasi proton hidrogen mobile yang ada dan berguna untuk spesifisitas diagnostik.

• Tulang kortikal dan udara mengandung sedikit molekul air sehingga tidak banyak terdapat proton hidrogen.

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

Oleh karena itu tulang kortikal dan udara akan tampak berwarna hitam.

• Tulang kanselus memiliki intensitas yang lebih tinggi baik pada T1WI maupun T2WI, dibandingkan dengan tulang kortikal.

Jaringan fibrous dari anulus dan serat Sharpey memiliki sinyal rendah (gelap) pada T1WI maupun T2WI

• Nukleus pulposus, yang terdiri dari jaringan fibrokartilaginus dengan matriks mukoid, memiliki intensitas sinyal yang tinggi pada T2WI.

• Pada diskus normal, T1WI tampak homogen. Nukleus pulposus dan anulus fibrosus tidak dapat dibedakan.

Gambar 3.14. Perbedaan sekuens T1 dan T2 dalam MRI

Pada T1-weighted gambaran CSF akan lebih terang dan memberikan visualisasi yang lebih jelas untuk nerve root dan diskus.

Pada T2-weighted diskus normal dan nucleus pulposus memiliki gambaran yang lebih terang dan dapat dengan mudah dibedakan dari anulus fibrosus dan tulang

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

kortikal yang lebih gelap. Ketika diskus mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia, maka ketebalan dan kadar air akan berkurang, sehingga menghasilkan diskus berwarna hitam.

Nerve root tampak sebagai struktur abu-abu gelap pada T2 dan lebih terang daripada CSF pada T1-weighted.

• Jaringan lemak tampak terang pada kedua gambar T1 dan T2.

Gambar 3.15. MRI cervical T1 sekuens (kiri) dan T2 sekuens (kanan)

Sinyal pada bone marrow tergantung pada usia pasien.

o Pada orang muda, red marrow tampak lebih gelap o Fatty marrow (yellow), terlihat lebih sering pada

orang tua, serta tampak lebih cerah.

● Vena basivertebralis, yang berbentuk Y dan berukuran besar, terlihat sebagai garis terang yang masuk ke corpus vertebrae pada gambar T2-weighted.

3.1. Sagittal view

Pada sagittal view dapat dievaluasi:

● Gambaran lengkap odontoid

● Sebagian besar corpus vertebrae

● Sendi facet dan foramen saraf pada parasagittal.

● Dorsal nerve root dan ventral nerve root

● End plate dan osteofit

● Batas ligamen longitudinal anterior -posterior.

Gambar 3.16. Gambaran sagittal view MRI

● Diskus intervertebralis yang sehat menunjukkan:

o Intensitas sinyal intermediate pada gambar T1- weighted

o Intensitas sinyal tinggi pada gambar T2-weighted dan gradient-echo.

● Pada corpus vertebrae, fatty marrow normal menunjukkan intensitas sinyal yang terang pada gambar T1-weighted.

● Alignment normal cervical adalah lordotik.

● Pedikel cervical akan terlihat pada parasagittal.

● Cairan serebrospinal dilihat sebagai:

o intensitas sinyal rendah pada gambar T1-weighted o intensitas sinyal tinggi pada gambar T2-weighted.

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

● Spinal cord

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

Gambar T2-weighted sagital dari medula spinalis memberikan efek myelographic yang memungkinkan evaluasi morfologi spinal cord dan evaluasi untuk kompresi ekstrinsik. Medula spinalis biasanya memiliki sinyal homogen tanpa kelainan intrinsik.

● Ligamen akan menunjukkan intensitas sinyal rendah pada semua sekuens.

● Ligamen yang penting untuk diidentifikasi pada sagittal view:

o ligamentum transversum: terletak posterior dari proses odontoid.

o ligamentum flavum: tampak sebagai band hipointens tepat di posterior dura dan berjalan turun pada posterior dari kanalis spinalis.

o ligamentum longitudinal anterior dan posterior:

biasanya melekat pada kolumna vertebralis.

Gambar 3.17. Potongan parasagittal T2-weighted untuk evaluasi sendi facet dengan MRI

Identifikasi vertebrae tidak mudah dilakukan pada bidang aksial MRI. Sebagian besar studi MRI modern menyediakan lokalizer sagital, tetapi jika tidak ada localizer sagittal, level vertebrae dapat ditentukan dengan:

● Mengidentifikasi processus odontoid dan penomoran setiap corpus vertebrae pada level tersebut.

● Perbedaan intensitas sinyal antara diskus intervertebralis dan corpus vertebrae dapat digunakan untuk mengetahui level vertebrae.

● Pada setiap tingkat vertebrae, morfologi kanalis spinalis, spinal cord, dan nerve root harus diamati dengan teliti.

Gambar 3.18. Potongan aksial T2-weighted pada C3-4 dengan MRI menunjukkan bulging diskus parasentral kanan yang mengakibatkan stenosis

moderate dengan kompresi spinal cord asimetris

3.3. Potongan Koronal (Coronal view)

Meskipun hampir semua struktur vertebrae dapat dievaluasi pada potongan sagittal dan aksial, potongan koronal dapat digunakan untuk evaluasi:

● Konfirmasi anatomi yang normal.

● Sebagai perspektif alternatif yang sangat diperlukan ketika mengevaluasi fitur patologis bentuk koronal seperti skoliosis,

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

3.2. Potongan Aksial (Axial view)

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

terutama yang berkaitan dengan morfologi foramen saraf, lateral recesses, dan sendi facet.

Gambar 3.19. Potongan koronal T2-weighted dengan MRI menunjukkan herniasi sentral diskus C4-C5

4. Computed Tomography (CT) Scan

Gambar CT merupakan radiografi konvensional dengan resolusi tinggi yang ditransmisikan melalui beberapa bidang.

Melalui penggunaan algoritma software komputer, gambar dapat direkonstruksi secara 3 dimensi.

● Pada regio cervical, CT scan berguna untuk evaluasi area yang kompleks, contoh: occipitocervical junction dan cervicothoracic junction

CT scan bermanfaat dalam evaluasi fraktur cervical, fusi, maupun instrumentasi.

● Pada pasien dengan kontraindikasi untuk MRI, CT scan disertei injeksi intratekal dengan kontras dapat digunakan untuk myelogram.

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

Gambar 3.20. Evaluasi postoperatif menggunakan CT scan

Keuntungan dari CT scan:

● Pada trauma, instabilitas tulang cervical, tumor, atau infeksi, CT dapat menjadi pemeriksaan imaging utama.

● CT scan dapat menunjukan gambaran patologis yang tidak tampak pada radiografi konvensional, contohnya OPLL, fraktur nondisplaced

● CT menyediakan detail dan morfologi tulang post operasi fusi cervical.

● Keunggulan CT dibanding MRI

o CT dapat menghindari artefak logam yang terlihat pada MRI sehingga mempersulit interpretasi cervical post instrumentasi implan.

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

o CT dapat akurat mengevaluasi posisi implan relatif terhadap struktur neurovaskular penting.

o Penggunaanalatpacujantungatauperangkatimplanlain seperti stimulator spinal cord sering dikontraindikasikan pada MRI. Pada pasien ini, view sagital, coronal, dan aksial yang sama dapat diperoleh dengan CT setelah pemberian bahan kontras intratekal.

o Walaupun detail jaringan lunak yang diberikan tidak setara dengan MRI, detail osseous dapat lebih jelas dibanding MRI, serta hasil myelogram yang dapat membantu untuk memvisualisasikan adanya kompresi struktur saraf di vertebrae leher.

5. Computed Tomography Myelografi

CT myelografi memberikan visualisasi yang sangat baik pada level yang dipasang instrumen, di mana pada MRI akan tampak terlalu banyak artefak.

● CT myelografi adalah pemeriksaan pilihan untuk pasien dengan instrumentasi yang tidak dapat dilakukan MRI dan dapat menunjukkan adanya sklerosis ligamentum longitudinal posterior.

● CT myelografi dapat membantu sebagai pemeriksaan tambahan untuk MRI dalam menggambarkan anatomi osseous dan deformasi spinal cord.

● Namun tidak seperti MRI CT myelografi memberikan visualisasi yang buruk terhadap proses patologis intrinsik pada spinal cord.

● CT myelografi juga lebih invasif dibandingkan MRI karena membutuhkan pungsi lumbal serta pemberian kontras radiopak.

Gambar 3.21. CT Myelografi

6. Bone Scan

Bone Scan dengan Technetium dapat berguna pada lesi vertebrae cervical seperti osteoid osteoma. Biasanya ditemukan pada elemen posterior termasuk lamina, pedikel, dan processus spinosus. Lesi ini dapat sulit diidentifikasi pada foto polos karena ukurannya yang kecil. Alternatifnya dapat digunakan CT scan untuk identifikasi lesi serta dapat menunjukkan nidus penghasil osteoid yang dikelilingi oleh halo sklerotik berdiameter kurang dari 2 cm. Bone Scan dengan Technetium akan menunjukkan lesi secara detail dengan lokalisasi lesi melalui peningkatan uptake yang intens serta fokus di daerah terkait.

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

Gambar 3.22. Bone Scan Technetium menunjukkan osteoid osteoma pada vertebrae cervical

Daftar Pustaka

Blom A, Warwick D, Whitehouse M. Apley & Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma 10th Edition. Boca Raton: CRC Press; 2017

Cannada L K, Scherping SC, Yoo JU, et al.: Pseudoarthrosis of the cervical spine: a comparison of radiographic diagnostic measures, Spine 28:46–51, 2003

Castro S, Verstraete K, Mielants H, et al.: Cervical spine involvement in rheumatoid arthritis: a clinical, neurological and radiological evaluation, Clin Exp Rheumatol 12:369–374, 1994.

Dorfman HD, Czerniak B. Bone tumors. 2nd Ed. St. Louis: Mosby;

2015.

Fast, A., & Goldsher, D. (2007). Navigating the adult spine:

Bridging clinical practice and neuroradiology. New York:

Demos.

Greenspan, A., Beltran, J., & Steinbach, L. S. (2015). Orthopedic imaging: A practical approach.

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

Moeller, T. B., & Reif, E. (2014). Pocket atlas of sectional anatomy:

Computed tomography and magnetic resonance imaging:

spine, joint, extremities. Stuttgart: Thieme.

Rothman, R. H., Simeone, F. A., & Herkowitz, H. N. (2011).

Rothman-Simeone, the spine 6th ed. Philadelphia, PA:

Saunders Elsevier

Shen FH, Samartzis D, Fessler RG. Textbook of the Cervical Spine.

Maryland Heights, Mo: Elsevier/Saunders. 2015

Uhlenbrock D. Degeneratif disorders of the spine. MR imaging of the spine and spinal cord, New York, 2004, Thieme

Weyreuther, M. (2007). MRI atlas: Orthopedics and neurosurgery:

the spine. Berlin: Springer.

Zebala LP, Buchowski JM, Daftary AR, et al: The cervical spine.

MRI for orthopaedic surgeons, New York, 2010, Thieme

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

IMAGING PADA PROSES DEGENERASI CERVICAL

Elysanti Dwi Martadiani

1. Pendahuluan

Proses degenerasi cervical biasanya terjadi pada orang usia tua dengan manifestasi klinis yang bervariasi. Proses ini berhubungan dengan stress biomekanik dan predisposisi genetis yang menyebabkan perubahan metabolik dan integritas struktur diskus intervertebralis. Perubahan-perubahan menyebabkan berkurangnya kemampuan diskus intervertebralis dalam menahan serta menyalurkan tekanan.

Penggunaan imaging mampu memberikan gambaran mengenai struktur cervical yang mengalami proses degenerasi serta akibat yang ditimbulkan pada struktur di sekitarnya terutama spinal cord dan nerve root. Untuk itu perlu diketahui mengenai modalitas imaging apa yang diperlukan dalam mengevaluasi perubahan degenerasi pada cervical.

2. Modalitas Imaging Pada Proses Degenerasi Cervicalis 2.1. Radiografi polos

American College of Radiology (ACR) merekomendasikan radiografi polos sebagai pemeriksaan awal yang paling tepat bagi pasien dengan nyeri leher kronik. Proyeksi yang diperlukan adalah:

• Anterior-posterior (AP)

• Lateral

• Oblique kanan-kiri

Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri leher kronik seperti keganasan ataupun infeksi. Umumnya, disc space cervical lebar mulai dari C2 ke C6,

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

dimana C5-6 adalah disc space terlebar dan mulai menyempit pada C6-7.

1.2. CT Scan Vertebra Cervical

CTscanmemberikanvisualisasi elemen tulang dengansangat baik, dimana C6 dan C7 seringkali sulit dievaluasi pada proyeksi lateral. Adanya osifikasi ligamentum longintudinalis posterior (OPLL) dapat divisualisasikan dengan baik menggunakan CT.

CT dengan kontras intrathecal (CT myelografi) memiliki akurasi mencapai 96% dalam mendiagnosis herniasi discus cervicalis.

Namun selain invasif, CT myelografi tetap lebih inferior dibandingkan MRI dalam visualisasi jaringan lunak diskus dan nerve root.

1.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic resonance imaging (MRI) memiliki peran penting dalam diagnostic work-up kasus-kasus degeneratif vertebra cervicalis. Tersedia berbagai sekuens MRI untuk mendeteksi dan evaluasi karakteritik lesi. Sekuens MRI pada dasarnya adalah berbagai seri dari radio-frequency (RF) pulse yang berbeda-beda dan diaplikasikan pada waktu tertentu dengan cara yang spesifik untuk memperoleh gambaran MRI. Dua parameter utama yang mempengaruhi kontras pada gambaran MRI adalah:

TR (repetition time): TR merupakan interval waktu antara aplikasi RF excitation pulse dan dimulainya RF pulse berikutnya.

TE (echo time): TE merupakan waktu yang berlalu diantara RF pulse dan terdeteksinya peak echo.

Evaluasi vertebra cervical menggunakan MRI konvensional dengan sekuens berikut:

T1-weighted (T1W). Sekuens T1W memiliki TR dan TE yang pendek.

Hiperintens (bright): Lemak, hematoma subakut, aliran darah yang bergerak lambat.

PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL

Hipointens (dark): jaringan yang mengandung cairan (air, cairan cerebrospinal), kalsifikasi dan hematoma kronik.

Untuk menilai derajat dari penyerapan kontras (contrast enhancement), diperlukan sekuens T1W.

T2-weighted (T2W) memiliki TR dan TE yang panjang

Hiperintens (bright): cairan bebas dan jaringan yang mengandung cairan terlihat.

Hipointens (dark): kalsifikasi, hematoma fase akut, subakut awal dan kronik pada T2W

Kombinasi sekuens T2W dan T1W mampu membedakan karakteritik lesi apakah iso-, hipo-, atau hiperintens. Selain cairan, lemak juga menunjukkan hiperintensitas pada T2W.

STIR (Short TI Inversion Recovery) adalah inversion recovery pulse dalam waktu yang spesifik sehingga dapat menekan sinyal dari lemak. Untuk menilai adanya abnormalitas pada bone marrow, diperlukan STIR atau T2 fat suppression sequence. STIR akan memberikan gambaran hipointens pada jaringan lemak dan hiperintens pada komponen jaringan yang mengandung cairan.

American College of Radiology merekomendasikan MRI rutin sebagai pemeriksaan yang paling tepat bagi pasien dengan nyeri leher kronik yang disertai gejala neurologis dengan hasil radiografi normal. MRI dapat memvisualisasikan dengan sangat baik adanya:

• Herniasi diskus

• Disrupsi ligament

• Seluruh bagian dari spinal cord

• Nerve roots

• CSF

• Canal stenosis

• Stenosis foramina

Penekanan terhadap nerve root.

BAB I I I Im AGING, HISTo PATo Lo GI DAN ELEKTRo DIAGNo STIK PADA CERVICAL

3. Perubahan Anatomi Pada Proses Degenerasi Vertebra Cervicalis Dan Manifestasi Radiologis

3.1. Perubahan pada kurva vertebra cervical

Pada corpus vertebra yang mengalami proses degenerasi, dapat dijumpai adanya perubahan struktural yang dapat divisualisasikan oleh radiografi polos berupa

• Spondylolisthesis / subluksasi,

• Deformitas vertebra cervicalis,

• Vertebral autofusion,

• Kifosis

• Hiperlordosis

• Scoliosis

Adanya instabilitas / movement-dependent spondylolisthesis dari vertebra cervical dapat diketahui dengan radiografi dinamik (fleksi dan ekstensi). White dan Panjabi memformulasikan definisi dari cervical instabilitas, yaitu:

(i) Adanya listhesis corpus vertebra pada saat fleksi dan ekstensi terhadap corpus vertebra yang berdekatan sebesar lebih dari 3,5 mm;

(i) Adanya listhesis corpus vertebra pada saat fleksi dan ekstensi terhadap corpus vertebra yang berdekatan sebesar lebih dari 3,5 mm;

Dalam dokumen PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL (Halaman 115-200)

Dokumen terkait