• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 Transformasi Iman dalam Kehidupan dan Capaian

B. Iman dan Amal

Untuk memudahkan pemahaman tentang iman dan amal, diperlukan beberapa catatan tambahan sebagai berikut:

1. Ilmu terbagi dua, yaitu ilmu dharuri dan ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan oleh indra, dan tidak memerlukan dalil, disebut ilmu dharuri. Misalnya, adanya tali di hadapan Anda tidak memerlukan lagi dalil atau bukti bahwa benda itu ada. Sedangkan, ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut ilmu nazhari. Misalnya, ketiga sisi segi tiga sama sisi mempunyai panjang yang sama. Hal ini memerlukan dalil bagi orang-orang yang belum mengetahui teori itu. Di antara ilmu nazhari , ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal, tidak memerlukan lagi dalil. Misalnya, sebagian lebih sedikitdari seluruh (utuh). Hal ini disebut badihiyah, yaitu segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging, maka kebenaran itu tidak perlu lagi pembuktian.

2. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (bertuhan), indra untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran, dan manusia memerlukan wahyu untuk

Program StudiTeknologiLaboratoriumMedik FakultasFarmasiInstitutKesehatanMedistraLubukPakam

20

menjadi pedoman dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Tentang Allah, misalnya, setiap manusia memiliki fitrah bertuhan. Dengan indra dan akal, dia bisa membuktikan adanya Tuhan. Tetapi, hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenarnya.

3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikit pun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin (ilmu), dia akan mengalami beberapa hal lebih dahulu. Pertama, syak (sama kuat antara membenarkan dan menolak). Kedua, zhan (salah satu lebih kuat tetapi belum bisa menghasilkan keyakinan). Ketiga, ghalabatuzhan, cenderung lebih menguatkan salah satu karena dalilnya lebih kuat, tetapi belum bisa menghasilkan keyakinan penuh. Keempat, ilmu, menerima salah satu dengan sepenuh hati karena sudah meyakini dalil kebenarannya. Keyakinan yang sudah sampai ke tingkat ilmu inilah disebut iman atau ‘aqidah.

4. Iman/‘aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa. Lahiriah seseorang bisa saja pura-pura meyakini sesuatu, tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa, karena dia melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya.

5. Bila orang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya, seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan.

6. Tingkat keimanan seseorang tergantung pada tingkat pemahamannya terhadap dalil.

Misalnya, seseorang akan meyakini adanya suatu “keajaiban” bila dia mendapat informasi tentang hal tersebut dari seseorang yang dikenal dan tidak pernah bohong, demikian seterusnya.

Program StudiTeknologiLaboratoriumMedik FakultasFarmasiInstitutKesehatanMedistraLubukPakam

20

Sayyid Qutb berkata, “Amal adalah sebuah konsekuensi yang wajar dari iman, sebagaimana bunga yang tak kuasa untuk menahan bau harumnya yang menyebar.”86 Sayyid Qutb ingin menjelaskan hubungan antara iman dan amal.Iman dan amal adalah dua hal yang sinergi.Iman dan amal menjadi satu paket.Sehingga, dalam setiap langkah, iman harus selalu menyertai amal. Jika seseorang jatuh cinta dan terus merasa dilihat dan dijangkau oleh yang Tercinta, tak hanya kalimat-kalimat manis yang terucap, tetapi juga realisasi cinta dalam kenyataan. Begitu pula hubungan iman dan amal.Iman memang diyakini dalam hati, diucapkan secara lisan, namun belum sempurna jika tidak diamalkan dalam bentuk perbuatan nyata.

Ada dua kemungkinan bila iman berdiri tanpa amal, yakni iman palsu atau iman yang telah mati.Sebagaimana yang diibaratkan oleh Sayyid Quthb, bunga tak mungkin kuasa menahan bau harumnya. Demikian juga dengan tumbuhan yang mempunyai akar yang kuat, akan tumbuh dengan baik, berbunga atau berbuah, menghiasi maupun bermanfaat bagi sekelilingnya. Jika tidak berbunga maupun berbuah, menghiasi maupun bermanfaat bagi sekelilingnya, maka kemungkinan saja karena akarnya rusak, atau memerlukan banyak siraman air. Mereka yang ikhlas beriman tidak akan merasa cukup tanpa memberikan sesuatu kepada yang diimaninya.

Iman adalah kondisi jiwa yang timbul atas dasar pengetahuan dan kecenderungan.

Iman ini menuntut sang mukmin pemiliknya agar bertekad mewujudkannya dalam bentuk

Program StudiTeknologiLaboratoriumMedik FakultasFarmasiInstitutKesehatanMedistraLubukPakam

20

amal-amal sebagai konsekuensinya, juga menuntut agar ia melakukan amal yang sesuai dengan imannya. Oleh karena itu, seseorang yang mengetahui hakikat sesuatu, namun bermaksud untuk tidak mengamalkan konsekuensi dari pengetahuan itu , sebenarnya ia belum beriman kepada sesuatu itu. Begitu pula orang yang ragu untuk mengamalkannya.

Allah Swt. berfirman dalam QS.al-Hujurāt [49]: 14 sebagai berikut, “Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah, ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk,’ karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun pahala amalanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya, iman itu menuntut suatu perilaku yang menjadi konsekuensinya. Selain itu, perilaku tersebut merupakan kadar dari pengaruh iman seseorang. Demikian juga, tekad dan kehendak seseorang itu dapat menentukan dirinya untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan yang dituntut oleh imannya.

Orang-orang yang saleh itu senantiasa bertambah iman, cahaya, dan hidayah di dalam jiwa-jiwa mereka. Di sisi lain, seseorang yang membiarkan hasratnya bertentangan dengan tuntutan imannya dan mendorongnya untuk melakukan cara-cara yang buruk, sementara kekuatan imannya tidak dapat membendung dorongan buruk tersebut, bisa jadi

Program StudiTeknologiLaboratoriumMedik FakultasFarmasiInstitutKesehatanMedistraLubukPakam

20

imannya menjadi semakin lemah, sedangkan peluang untuk melakukan dan mengulangi perbuatan buruk semakin terbuka baginya.

Apabila kondisi seperti ini berlangsung secara terus-menerus pada diri seseorang, maka akan menyebabkannya terjerumus dalam dosa-dosabesar, dan mengulanginya.

Secara berangsur-angsur, dosa-dosa itu akan menyeretnya kepada kekerdilan dan kehinaan yang lebih dalam lagi. Akar imannya terancam usang, dan berubah menjadi kekufuran dan kemunafikan sebagaimana firman Allah dalam QS.at-Taubah [9]: 77.

Dengan memperhatikan adanya hubungan timbal balik antara iman dan amal, serta pengaruhnya dalam meraih kebahagiaan seseorang, kita dapat mengumpamakan kehidupan yang bahagia dengan sebuah pohon yang akar-akarnya adalah iman kepada Allah Yang Esa, kepada Rasulullah Saw., risalah dan syariatnya, kepada hari kebangkitan, pahala dan siksa Ilahi.

Pada pokoknya adalah kehendak dan tekad yang kuat untuk mengamalkan segala konsekuensi yang tumbuh dari akar-akar iman tersebut. Sedangkan, dahan dan ranting serta daunnya adalah amal-amal saleh yang tumbuh dari akar-akar yang sama melalui pokok tersebut. Oleh karena itu, buah perkalian akar, pokok, dahan, dan daun merupakan kebahagiaan yang abadi.87 Sebagai ilustrasi, pohon yang tidak mempunyai akar tidak akan menumbuhkan dahan dan daun, serta tidak akan menghasilkan buah yang diharapkan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa keberadaan akar itu tidak selalu

Program StudiTeknologiLaboratoriumMedik FakultasFarmasiInstitutKesehatanMedistraLubukPakam

21

melazimkan adanya dahan dan daun yang sesuai, atau menghasilkan buah yang diharapkan. Kemungkinan saja, dahan dan daun-daun pohon itu tidak tumbuh karena faktor-faktor lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya, sehingga ia tercemar oleh berbagai hama.

Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa iman kepada hal-hal tersebut di atas itu merupakan faktor utama yang menentukan kebahagiaan hakiki seseorang. Hanya saja, sempurnanya pengaruh positif faktor ini amat tergantung pada bahan-bahan pupuk dan konsumsi semestinya; yakni melakukan amal-amal saleh, dan merawatnya sehingga terlindungi dari berbagai penyakit dan bahan-bahan pupuk yang membahayakan,dengan cara menjauhi maksiat. Demikian seterusnya hal-hal yang bersifat preventif sangat dikedepankan untuk diperhatikan secara istiqamah. Dengan cara menjauhi maksiat.

Demikian seterusnya hal-hal yang bersifatpreventif sangat dikedepankan untuk diperhatikan secara istiqamah.