• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

1. Implementasi Kebijakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya

Kurikulum pendidikan berbasis budaya merupakan bentuk dari usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mewujudkan visi sebagai pusat pendidikan dan pusat kebudayaan terkemuka di Asia Tenggara pada tahun 2025. Kebijakan Pendidikan Berbasis Budaya juga bertujuan sebagai langkah pemerintah daerah dalam menanggulangi adanya dampak globalisasi dan modernisasi. Guna mendukung hal tersebut Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan kebijakan terkait dengan pendidikan berbasis budaya yakni diantaranya Perda Nomor 45 Tahun 2011 yang berisi tentang pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan berbasis budaya serta Pergub No. 69 Tahun 2013 tentang Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan maka peneliti mencoba menganalisis hasil penelitian dengan menggunakan teori implementasi dari George C. Edward III. Dalam teori Edward III implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan yaitu (1) komunikasi, yaitu apa yang menjadi tujuan dan sasaran harus di transmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi; (2) sumber daya, yaitu sumber daya berupa sumber daya manusia, sumber daya finansial dan kewenangan, jika implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak berjalan secara efektif;(3) disposisi yakni watak/sikap

61

dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan dan; (4) struktur birokrasi yakni struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan. Salah satu aspek yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar.

a. Proses Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Kurikulum Pendidikan berbasis Budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta

Komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah bagaimana kebijakan dikomunikasikan atau disosialisasikan sehingga poses implementasi kebijakan kurikulum pendidikan berbasis budaya dapat dipahami dengan baik dan benar oleh implementator. Dalam melaksanakan sosialisasi implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya peran kepala sekolah yakni mensosialisasikan kebijakan kurikulum pendidikan berbasis budaya kepada warga sekolah dan pihak terkait lainnya, untuk memberikan pemahaman mengenai kurikulum pendidikan berbasis budaya yang meliputi : 1) konsep maupun tahap proses dalam pelaksanaan implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya; 2) Peran dan dukungan seluruh warga sekolah dalam pelaksanaan dan langkah selanjutnya.

Dinas DIKPORA Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan pengarahan kepada setiap kepala sekolah terkait dengan pelaksanaan

62

implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya sesuai dengan kondisi sosial budaya yang dimiliki sekolah.

Seperti yang disampaikan oleh kepala sekolah, ibu B :

“ saya diundang ke dinas beserta semua kepala sekolah se kota Yogyakarta kemudian ada pemateri yang ditunjuk oleh dinas, selain itu juga kami biasa ada kelompok diskusi antar peserta workshop terkait pendidikan berbasis budaya”. (B/26/04/2016) Ibu B menjelaskan bahwa sosialisasi kebijakan Kurikulum Pendidikan berbasis budaya dimulai dari Dinas DIKPORA sebagai penyusun kebijakan dan sekolah diundang untuk mengikuti workshop yang diadakan oleh DIKPORA terkait pedoman-pedoman dan proses pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Bapak DR :

“Sosialisasi kurikulum pendidikan berbasis budaya berupa workshop. Ada beberapa tahap, yang pertama kita dipanggil ke DIKPORA tentang pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya dua kali atau tiga kali. Kemudian setelah itu kita diberikan kesempatan untuk sosialisasi ke warga sekolah yang tahun 2014/2015 ada tiga kali workshop dengan narasumber ada yang sama ada yang berbeda”. (DR/20/04/2016)

Proses komunikasi dalam implementasi kebijakan kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta adalah Dinas DIKPORA DIY dengan sekolah, kemudian sekolah yang diwakili kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah mentransmisikan ke seluruh warga sekolah terutama guru untuk mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran. Secara spesifik cara mengimplementasikan kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta terintegrasi pada mata pelajaran muatan lokal. Proses Komunikasi di sekolah dalam

63

pelaksanaan kebijakan kurikulum pendidikan berbasis budaya dilakukan Kepala sekolah juga melalui sosialisasi/workshop guru dan karyawan. Seperti yang dikatakan oleh bapak JS berikut:

“ Kalau buku pedoman sudah dapat yang dinas yang warna hijau itu, terus pernah mengadakan beberapa kali workshop, nah nanti guru-guru yang tadi yang 4 guru tersebut menjadi narasumber jadi semua guru dikumpulkan termasuk karyawan semua warga sekolah itu terus beberapa guru dijadikan nara sumbernya tentang budaya Jogja. Sosialisasi dalam setahun ini 4 kali, saya kebetulan jadi salah satu nara sumbernya, pak Herman juga. Dalam tahun ini sosialisasi lebih digencarkan lagi”.(14/5/2016)

Pendapat tersebut diperkuat oleh HJ yang mengatakan

“Kami sering diundang ke Dinas DIKPORA untuk menerima penjelasan tentang pendidikan berbasis budaya di situ ada buku pedomannya, terus kami menindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan di sekolah. Sosialisasi ada beberapa kali 3 atau 4 kali setahun ini”.

Berdasarkan pendapat di atas selain berupa workshop namun juga ada discussion grup yang diselenggarakan oleh Dinas DIKPORA. Dalam pelaksanaan kurikulum PBB sendiri sudah ada rancangan atau pedoman yang disusun oleh Tim Pengembang Pendidikan Berbasis Budaya yang selanjutnya akan diturunkan menjadi program-program yang kembangkan oleh sekolah masing-masing sesuai karakteristik sekolah.

Untuk proses komunikasi guru dalam penyampaian materi kepada siswa pada saat proses pembelajaran dalam kurikulum pendidikan berbasis budaya, HJ mengatakan :

“Cara penyampaiannya sesuai dengan materi yang diajarkan, kalau ceramah itu pasti ya, terus latihan kemudian unjuk kerja dan penugasan-penugasan yang banyak kita lakukan seperti

64

itu untuk seni budaya. Karena psikomotor kan perlu banyak latihan yang lain mungkin sama saja untuk karawitan yang dikembangkan juga psikomotor juga, tata boga juga disamping pengetahuan juga keterampilan memasaknya.”

Pendapat serupa juga disampaikan oleh JS ialah :

Ya tergantung materinya apa, kalau misalnya materinya nulis ya, tapi karena bahasa jawa waktunya satu jam jadi kita lebih banyak diisi dengan diskusi, lalu menyimpulkan suatu hal, kalau tidak ya pakai permainan.

Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam penyampaian materi dilakukan dengan bermacam-macam metode agar lebih variasi dan tidak membuat siswa bosan.

Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang berlangsung dalam implementasi kebijakan kurikulum pendidikan berbasis budaya pada awal kebijakan akan diterapkan komunikasi berjalan dengan baik dengan adanya workshop dan discussion grup, warga sekolah telah mengetahui adanya kebijakan tersebut. Kejelasan kebijakan yang akan dikomunikasikan sudah tersampaikan kepada warga sekolah.

b. Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Kurikulum Pendidikan berbasis Budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta

Sumber daya dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya berkenaan dengan ketersediaan sumber daya yang dimiliki sekolah sebagai pendukung dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya. Sumber daya yang dimaksud meliputi sumber daya manusia, sumber daya anggaran, dan sumber daya sarana prasarana.

65 1) Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya. Dalam hal ini pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya melihat dari tim pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya di sekolah, koordinasi dari semua pihak, keterampilan, profesionalitas, dan kompetensi yang dimiliki dapat dipahami oleh kepala sekolah, tim pelaksana dan guru dalam melaksanakan pendidikan berbasis budaya.

Terkait dengan sumber daya manusia yang ada pada kebijakan kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta, salah satu pendidik DR selaku Waka kurikulum mengungkapkan sebagai berikut:

“Guru-guru sudah paham dalam terkait materi yang diajarakan terkait dengan budaya soalnya sudah sering mengikuti workshop, namun kadang untuk guru mata pelajaran lain seperti guru eksak agak kesulitan dalam mengintegrasikan ke pelajaran. Kalau secara keseluruhan guru di sini sudah sesuai dengan bidangnya masing-masing”.(DR/20/04/2016)

Pernyataan DR sama dengan yang diungkapkan kepala sekolah B : “Sumber daya manusia di sini sudah bagus-bagus mereka mengusai sesuai dengan bidangnya. Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya ini terutama dikembangkan oleh empat guru mata pelajaran yaitu karawitan, seni, budaya, tata boga dan juga bahasa jawa. Selain di pelajaran terintegrasi pendidikan berbasis budaya juga diterapkan pada nilai-nilai, tingkah laku, dan juga kegiatan-kegiatan lain seperti

66

kegiatan ekstrakurikuler dan peringatan hari kartini dan juga HUT Jogja kemarin.”(B/26/04/2016)

Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya sudah cukup baik karena masing-masing guru sudah memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya.

Diperkuat lagi dengan pernyataan JS beliau mengungkapkan : “Ya, kita saling diskusi, sharing dengan guru-guru pengampu pendidikan berbasis budaya, KD apa yang bisa diintegrasikan dengan nilai-nilai budaya. Misalkan fisika, tentang bunyi-bunyi itu bisa diintegrasikan dengan budaya misalkan suara gamelan”.

Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia di SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam hal kerjasama antara Kepala sekolah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan serta semua pihak berjalan dengan baik. Dalam hal koordinasi mengenai pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya, semua koordinasi telah terjangkau. Adanya koordinasi yang baik akan melancarkan program yang ada di sekolah.

2) Sumber daya Anggaran

Sumber daya anggaran juga merupakan hal yang mempengaruhi dalam efektivitas implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya untuk itu perlu adanya alokasi dana. Pada umumnya pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta sendiri tidak mendapat dana alokasi khusus dari pemerintah daerah. Pendanaan diambilkan dari

67

kas sekolah sendiri yang didapat dari komite sekolah, dan BOS Daerah. Berikut sesuai dengan yang dikatakan oleh kepala sekolah Ibu B :

“Terkait pendanaan sama saja dari komite, dari Bosda, dan juga waktu itu sekali dari Dikpora pada tahun 2014 karena SMA Negeri 11 menjadi salah satu model sekolah berbasis budaya”.(B/26/04/2016)

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Waka kurikulum bapak DR :

“Kalau pendanaan dari sekolah sendiri, bukan dari dana keistimewaan Yogyakarta, jadi hanya subsidi, yaitu gamelan terus yang kegiatan KBM nya dari sekolah. Pernah sekali dari DIKPORA mendapat bantuan karena menjadi salah satu sekolah model Pendidikan berbasis budaya”. (DR/20/20/2016)

3) Sumber Daya Sarana dan Prasarana

Sarana atau fasilitas penunjang dalam pelaksanaan program-program pendidikan berbasis budaya merupakan faktor penting dalam tercapainya kegiatan. Ketersediaan sarana prasarana dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya belum sepenuhnya terpenuhi.

Hal ini diutarakan oleh DR :

“Kalau dilihat lengkapnya fasilitas tentu masih kurang, tapi sekarang sementara ini ya masing 50 persen lah. Kita masih mandiri masih dari biaya sekolah, dari komite, dana keistimewaan belum masuk. Kalau sarana prasarana dalam KBM sudah lengkap sudah ada LCD dan proyektor di setiap kelas, pengeras suara, ruang AVA dan fasilitas lainnya.”

68

DR menjelaskan bahwa dalam mendukung kegiatan berbasis budaya memerlukan sarana dan prasarana yang lengkap agar kegiatan dapat optimal, seperti yang dituturkan sebagai berikut:

“Ya perlu sarana khusus, untuk karawitan kemarin saya mengajukan proposal ke dinas kebudayaan dan lolos, perlengkapan lain juga membeli buku-buku terkait budaya-budaya seperti pengenalan batik khas Jogjakarta. Terus, ada perlengkapan dapur kemarin ada subsidi dari dikpora yang berupa uang kemudian kita berikan peralatan untuk dapur untuk kegiatan boga tradisional”.(DR/20/04/2016)

Pendapat di atas juga diperkuat oleh JS mengatakan:

“kita sudah ada gamelan , karawitan berarti sudah cukup lengkap, kalau seni rupa saya kurang tahu, ya ada beberapa yang sudah dipenuhi yang disediakan sekolah dan pemerintah. Namun ada beberapa yang belum terpenuhi misalnya kalau untuk pengenalan jawa kalau wayang itu belum ada yang asli dari kulit”. (JS/14/05/2016)

Berdasarkan beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana penunjang khususnya dalam kegiatan muatan lokal berbasis budaya belum sepenuhnya terpenuhi. Namun sebagian sarana prasarana sudah ada seperti gamelan untuk karawitan, ruang praktik tata boga, dan ada beberapa buku-buku. Semua fasilitas di sekolah dapat digunakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran berbasis budaya seperti, LCD, DVD player, ruang kelas untuk pembelajaran teori dan ruang praktik untuk pembelajaran karawitan ataupun boga.

69 4) Sumber daya kewenangan

Kewenangan yang dimaksudkan di sini adalah kewenangan implementator untuk melaksanakan suatu kebijakan yang telah ditetapkan. Kewenangan yang dimiliki pelaksana untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang diamanatkan pada suatu kebijakan.

Pada pelaksanaan kebijakan kurikulum PBB di SMA Negeri 11 Yogyakarta ini kepala sekolah memiliki hak untuk menentukan keputusan dalam memecahkan masalah apabila terjadi kendala dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya dan bertanggung jawab dalam mengatur dan mengembangkan pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya. Namun sebelum pengambilan keputusan tersebut harus melalui musyawarah bersama untuk mencapai kesepakatan bersama.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sumber daya yang ada dalam implementasi kebijakan kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta berupa sumber daya manusia, sumberdaya anggaran, sumber daya sarana-prasarana dan sumber daya kewenangan, yang masing-msing telah terpenuhi. Uraian hasil wawancara tersebut dapat dilihat dalam bentuk tabel berikut ini :

70

Tabel 5. Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta

No Sumber Daya Bentuk Fungsi

1. Sumber daya Manusia

Koordinasi kepala sekolah, guru dan siswa Memiliki kompetensi dan keterampilan Mengatur dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya di sekolah 2. Sumber daya Anggaran BOS, BOSDA, komite sekolah dan bantuan dinas Dikpora Memenuhi kelengkapan dan kebutuhan pelaksanaan kurikulum berbasis budaya. 3. Sumber Daya Sarana Prasarana Alat-alat penunjang kegiatan budaya, lap musik, dapur, gamelan, alat membatik Operasionalisasi pelaksanaan kurikulum PBB 4. Sumber Daya Kewenangan Kewenangan kepala Sekolah Memutuskan dan bertanggung jawab terhadap masalah yang dihadapi.

c. Struktur Birokrasi dalam Implementasi kebijakan kurikulum Pendidikan berbasis Budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta

Struktur birokrasi merupakan salah satu unsur dalam implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama dari banyak pihak. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan maka akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat dalam pelaksanaan kebijakan.

71

Petunjuk pelaksanaan merupakan hal penting dalam proses implementasi kebijakan. SOP berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Selain itu SOP juga bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi para pelaksana dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab individu dan organisasi secara keseluruhan. Petunjuk pelaksanaan atau SOP dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya seperti yang dikatakan DR yakni:

“Tentunya sudah ada arahan dari dinas, sekolah tinggal menyusun dan melaksanakan program-program sesuai dengan pedoman tersebut. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai pengampu pendidikan berbasis budaya juga terlibat”(DR/20/04/2016).

Dr juga menambahkan :

“Buku pedoman ada, mengenai dari definisi budaya, wujud budaya mulai dari artefak, nilai-nilai dan perilaku budaya termasuk permainan tradisional dan makanan-makanan tradisional itu semua ada diberikan dari dinas DIKPORA memberikan buku pedoman ”(DR/20/04/2016).

DR menyampaikan bahwa pedoman pelaksanaan dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya sudah ada dari Dinas DIKPORA langsung, yang selanjutnya sekolah mengembangkan program-program sesuai dengan petunjuk yang sudah ada. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh JS :

“Kalau buku pedoman sudah dapat yang dinas yang warna hijau itu, terus pernah mengadakan beberapa kali workshop, nah nanti guru-guru yang tadi yang 4 guru tersebut menjadi narasumber jadi semua guru dikumpulkan termasuk karyawan semua warga sekolah itu terus beberapa guru dijadikan narasumbernya” (JS/14/05/2016).

72

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya sudah ada SOP yang diberikan oleh Dinas DIKPORA yang berfungsi untuk mengurangi atau menghindari kesalahan, kegagalan, dan keraguan para implementator. Sekolah menggunakan buku pedoman tersebut sebagai acuan dalam mengembangkan program sekolah untuk melaksanakan kurikulum pendidikan berbasis budaya.

Koordinasi dalam implementasi kebijakan kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta seperti yang dikatakan oleh bapak DR :

“Koordinasi dari kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah, kepala sekolah berkoordinasi dengan waka kurikulum, kesiswaan dan sarpras serta guru juga. Ya saling koordinasi saja”(DR/20/04/2016).

Pendapat tersebut juga ditambahkan oleh JS :

“Koordinasinya semua warga sekolah, Kepala Sekolah, Waka kurikulum dan kesiswaan serta antar guru. Jadi nanti kalau misalnya pelajaran apa yang tidak ada kaitannya dengan kebudayaan misalkan matematika atau bahasa Indonesia dan lainnya biasanya mereka tanya-tanya kepada guru yang yang 4 tadi tentang budaya apa yang cocok dimasukkan yang kaitannya dengan budaya Jogja misalkan di bahasa Indonesia ada tentang wacana nah nanti yang budaya Jawa apa yang bisa di masukkan ke dalam wacana itu misalkan wayang bisa di masukkan ke dalam wacana Cuma tulisannya dengan bahasa Indonesa dan yang dibahas ya masalah wayang”. (JS/14/05/2016)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dijelaskan bahwa koordinasi dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya

73

di SMA Negeri 11 Yogyakarta dilakukan dalam bentuk kerja sama antar warga sekolah baik kepala sekolah maupun guru dan siswa.

Pembagian kerja juga yang dilakukan dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta seperti yang diutarakan oleh JS adalah :

“Struktur kepengurusan kurikulum itu nanti kalau yang ditunjuk secara langsung oleh Kepsek sebagai pelakunya yang bertanggung jawab mengurusi budaya itu, ya 4 (empat) bidang studi yakni bahasa Jawa, tata boga, karawitan dan seni budaya tapi sekarang menjadi satu karawitan dan seni budaya”.

JS menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta terdapat tim yang ditunjuk sekolah untuk bertanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan berbasis dalam mengintegrasikan ke 4 mata pelajaran muatan lokal. Senada dengan JS, bapak DR juga menguatkan bahwa :

“Pertama kepala sekolah tentunya, waka kurikulum kemudian ada 4 guru mata pelajaran yang mengelola sebagai tim dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya tersebut”(DR/20/04/2016).

Berdasarkan wawancara di atas disimpulkan bahwa dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta sudah terbentuk struktur organisasi yang terdiri dari kepala sekolah sebagai penanggung jawab program, kemudian Waka kurikulum sebagai penanggung jawab sekolah model Pendidikan Berbasis Budaya dan tim pelaksana kurikulum pendidikan berbasis budaya.

74

d. Disposisi atau Sikap dalam Implementasi kebijakan kurikulum Pendidikan berbasis Budaya di SMA Negeri 11 Yogyakarta

Disposisi atau sikap di sini adalah sikap para pelaksana yang mendukung suatu kebijakan atau program yang telah ditetapkan. Sikap para pelaksana merupakan faktor yang mempunyai konsekuensi dalam implementasi kebijakan. Sikap dalam implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya merupakan bagaimana tanggapan, antusiasme dan dukungan yang diperoleh oleh guru, kepala sekolah serta siswa dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya. Sikap para pelaksana dalam kesediaan menerima dan melaksanakan suatu kebijakan tanpa suatu paksaan merupakan keberhasilan dalam melaksanakan suatu kebijakan.

1) Dukungan dari pelaksana

Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya mendapat dukungan dari pihak Dinas Pendidikan, Kepala sekolah, staf, guru dan siswa ini membuktikan bahwa dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya mampu memperkenalkan kepada masyarakat, selain itu juga menjadikan keunggulan tersendiri bagi SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam mengembangkan pendidikannya.

Seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah B :

“Semuanya terlibat dari dinas, kepala sekolah, guru, staf serta siswa. Semua sangat mendukung dalam menyukseskan program ini” (B/26/05/2016).

75

“Bentuk dukungan dari dinas ada, misalkan berupa monitoring ketika kami mengadakan kegiatan datang ke sini. Kami juga diundang ke dinas DIKPORA untuk menerima penjelasan tentang pendidikan berbasis budaya terus kami menindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan di sekolah”(HJ/23/04/2016).

Selain itu penyataan di atas juga diperkuat oleh JS:

“Mendukung sekali, jadi misalkan mereka kalau Kamis pahing pakai baju adat, Cuma kalau misal bahasa Jawa ada hari tertentu yang diwajibkan menggunakan bahasa Jawa namun kadang tidak terlaksana, Jumat harusnya menggunakan bahasa Jawa” (JS/23/04/2016).

Sebagaimana penjelasan tersebut, dapat terlihat dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya dukungan dari pihak dinas dan semua pihak sekolah sangat membantu dalam kelancaran implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya. Peran serta siswa juga sangat penting, berbagai macam dukungan yang dilakukan siswa seperti keikutsertaan dalam berbagai kegiatan baik di KBM maupun program ekstrakurikuler dan event lainnya.

2) Antusiasme Pelaksana

Antusiasme semua warga sekolah, baik dari kepala sekolah, staf sekolah, guru serta siswa juga sangat penting dalam keefektifan pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya. Perlu adanya kemauan yang kuat yang berasal dari masing-masing individu agar pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya berjalan dengan efektif, antusias tersebut berupa bagaimana

76

semangat dan tinggi rendahnya minat pelaksana dalam mengimplementasikan kurikulum berbasis budaya.

NR mengatakan bahwa :

“Kalau dalam pembelajaran anak-anak sangat antusias mereka banyak yang bertanya jika kurang paham. Bergitu pula dengan kami guru-guru sepulang sekolah seminggu sekali kita belajar karawitan bersama” (NR/23/04/2016).

Dokumen terkait