BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya
Berdasarkan Undang-Undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
23
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyeleng garaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan (Dakir 2004: 3). Sedangkan Nasution mendefinisiskan kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melaksanakan proses belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya (Nasution, 1989: 5).
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat mengenai bahan pelajaran dan pengalaman belajar sebagai dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan. 2. Konsep Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya dilaksanakan berdasarkan dan mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional yang menjunjung tinggi nilai–nilai luhur budaya. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya menyatakan bahwa :
“Pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan komparatif dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang
24
unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia”.
Pendidikan berbasis budaya bersifat memperkaya dan memberi nilai tambah terhadap implementasi kebijakan pendidikan nasional yang di selenggarakan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Konsep pendidikan Berbasis Budaya menempatkan kebudayaan dan Pendidikan dalam tiga ranah yaitu: : 1) sebagai muatan/isi pendidikan; 2) sebagai metode pelaksanaan/pembelajaran; dan 3) sebagai konteks lingkungan pendidikan, termasuk kaitannya dengan lingkungan pendidikan (Perda DIY No. 66 Tahun 2013).
Sedangkan pengembangan pendidikan berbasis budaya adalah untuk melestarikan dan mengembangkan budaya daerah Istimewa Yogyakarta yang mencakup; nilai-nilai luhur, artefak, dan adat istiadat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat (Tim pengembang Pendidikan Berbasis Budaya di SMA, 2014:4). Salah satu langkah strategis dalam mengimplementasikan pendidikan berbasis budaya adalah kurikulum pendidikan berbasis budaya. Setiap satuan pendidikan didorong untuk kreatif mengembangkan dirinya melaksanakan pendidikan yang kaya akan muatan budaya, kental dengan pendekatan pembudayaan, di dalam lingkungan pendidikan berjati diri budaya Yogyakarta (Pergub No. 66 Tahun 2013).
25
3. Dasar Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya a. Dasar filosofis/teoritis
1) Kualitas
Daerah Istimewa Yogyakarta berkomitmen untuk menyelenggarakan pendidikan secara simultan peduli terhadap persoalan kualitas pendidikan untuk semua dengan mempertimbangkan permintaan kebutuhan dan kapasitas masyarakat pengguna layanan pendidikan. Konsep tersebut mengintegrasikan konsep pendidikan pro-rakyat dan bahwa pendidikan perlu memiliki kontribusi terhadap kemajuan daya saing daerah dan nasional. Di samping itu, terdapat asumsi lain bahwa sistem layanan pendidikan harus mendidik masyarakat sehingga masyarakat senantiasa lebih bijak dalam pembuatan keputusan pendidikan untuk anak-anak dan warganya.
2) Pendidikan sebagai pembudayaan
Konsep pendidikan sebagai proses pembudayaan (enkulturasi) dan sosialisasi mengandung beberapa pengertian yang mendasar dan berkonsekuensi luas, di antaranya adalah hal-hal berikut ini.
1. Konstruktivis: kemampuan peserta didik ditumbuhkan agar tidak hanya menerima sesuatu yang sudah jadi, tetapi melalui keterlibatan langsung dalam aktivitas kebudayaan sehingga mereka mampu mencerna dan menarik makna dari pengalaman nyata yang diperoleh. Peserta didik juga diberi peluang untuk kreatif membangun sendiri makna berdasarkan pengalaman
26
budaya, dengan demikian terbuka peluang berkembangnya kebudayaan dengan sentuhan kendali pendidik untuk hal-hal yang bersifat esensial (pakem).
2. Esensialis: pendidikan diharapkan memiliki kearifan di dalam mengidentifikasi dan menentukan unsur kebudayaan yang perlu dikuasai oleh peserta didik. Pendidikan mampu merancang cara yang tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta didik, dan kondisi yang dimiliki oleh satuan pendidikan, agar mencapai hasil yang terbaik.
b) Dasar Sosial
Pengembangan kurikulum juga di perhatikan aspek-aspek sosialnya. Berdasarkan yang terdapat dalam Pergub Nomor 66 Tahun 2013 dasar sosial dalam pengembangan kurikulum pendidikan berbasis budaya adalah Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah tercantum di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012. Kekayaan nilai-nilai budaya yang ada di antaranya :
1) Nilai-nilai luhur yang terumuskan dalam berbagai ungkapan budaya seperti, hamemayu hayuning bawana, golong gilig, sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh dan lain sebagainya.
2) Produk atau artefak budaya berupa karya seni budaya dan karya lain yang sarat dengan nilai-nilai luhur.
3) Aktivitas budaya, termasuk di dalamnya adat kebiasaan serta berbagai perilaku masyarakat di berbagai bidang kehidupan yang
27
majemuk, baik kehidupan pribadi, kelompok maupun komunitas, yang mencerminkan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kepemimpinan dan pola asuh.
Selain nilai-nilai budaya di atas, corak pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terlepas dari pemikiran dari Bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara, yang berdasarkan pengalaman-pengalamannya sebagai bangsawan Jawa yang memperoleh Pendidikan Barat, telah mampu menghasilkan pemikiran-pemikiran reflektif yang berkaitan dengan pendidikan. Pemikiran-pemikiran tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1) Tri Pusat pendidikan, yang terdiri dari atas, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah (perguruan), dan masyarakat.
2) Sistem Among yang mengandung konsep tri-nga (tiga nga-), yakni ngerti, ngrasa, nglakoni, dan trilogi kepemimpinan yang terdiri atas ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangu karsa, tutwuri handayani. 3) Pancadarma, yang terdiri atas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan,
kebangsaan, dan kemanusiaan.
4) Tri-kon, yakni kontinyu, konsentris, dan konvergensi. 2) Landasan Akademik
Sesuai dengan tujuan pembangunan pendidikan DIY, terdapat dua poin yang mendasari pengembangan kurikulum pendidikan berbasis budaya yaitu:
28
a) Pendidikan Karakter Berbasis Budaya, menunjukkan bahwa pendidikan di samping untuk mencegah peserta didik terlepas dari akar dan konteks lingkungan budaya masyarakatnya, juga dapat memiliki andil di dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan.
b) Pusat Unggulan Mutu Pendidikan Nasional, yang secara komprehensif memadukan aspek kognitif akademik dengan aspek-aspek non-akademik.
3) Landasan Yuridis
Landasan Yuridis dalam kurikulum pendidikan berbasis budaya ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, yang salah satu unsur keistimewaannya terkait dengan urusan kebudayaan, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta, Peraturan Daerah DIY Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya. Peraturan Daerah DIY Nomor 6 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah DIY Tahun 2012-2017, Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan DIY,
29
Peraturan Gubernur DIY Nomor 68 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Nilai-Nilai Luhur Budaya dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Gubernur DIY Nomor 77 Tahun 2012 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Daerah. 4. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Berbasis Budaya
Penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya memiliki tujuan umum dan tujuan khusus antara lain. Tujuan umum diselenggarakannya pendidikan berbasis Budaya:
a. Menyiapkan insan berkarakter yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cinta tanah air dan bangsa, berjiwa luhur, berbudaya, menjadi sosok teladan, rela berkorban, kreatif, inovatif dan profesional;
b. Mewujudkan sinergitas satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat yang religius, berbudaya, edukatif kreatif, dan inovatif, serta menjunjung tinggi penegakan hukum;
c. Menfasilitasi pembentukan insan pelestarian nilai-nilai budaya dan sekaligus mampu memperbaharui aktualitasnya.
Tujuan khusus dari Pendidikan Berbasis Budaya antara lain sebagai berikut:
a. Mewujudkan sekolah sebagai lembaga untuk membangun peserta didik yang berkarakter, berbudaya, dan selalu tanggap terhadap perkembangan global tanpa meninggalkan budaya lokal.
30
b. Mengembangkan manajemen sekolah Berbasis Budaya dengan melibatkan semua stakeholder terkait.
c. Mewujudkan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku melalui pengintegrasian dan pengayaan dengan budaya lokal.
d. Mewujudkan sekolah sebagai laboratorium masyarakat berbudaya. Selain tujuan khusus dan tujuan umum terdapat pula nilai atau manfaat dari pendidikan berbasis budaya diantaranya sebagai berikut: a. Mewujudkan pendidikan karakter, yakni untuk menghasilkan
pendidikan yang berkarakter yang secara simultan dapat menunjang pembangunan karakter dan peradaban bangsa.
b. Melaksanakan pelestarian budaya, yakni untuk mengawal budaya lokal dalam konteks perubahan sosial dan budaya masyarakat.
c. Mendukung pengembangan atau transformasi budaya, yakni melakukan akulturasi budaya secara arif, mencegah terjadinya pengikisan jati diri budaya, sehingga dapat ikut serta menguatkan kedaulatan kebudayaan nasional dalam konteks global.
5. Unsur-Unsur Budaya dalam Implementasi Kebijakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya
Unsur-unsur budaya yang dikembangkan merupakan jati diri masyarakat daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari nilai luhur, artefak dan adat istiadat. Unsur budaya khas DIY yang dikembangkan pada tingkat Sekolah Menengah Atas antara lain:
31
Tabel 1. Unsur-unsur budaya khas Daerah Istimewa Yogyakarta (Tim Pengembang Pendidikan Berbasis Budaya, 2014)
No Unsur-unsur Budaya Muatan materi
1. Nilai-nilai luhur budaya
Spiritual Mengapresiasi, internalisasi, aktif aktualisasi kreatif: Kejujuran, kesusilaan, kesabaran
Personal Moral
Mengapresiasi, internalisasi, aktif aktualisasi kreatif: kerendahan hati, tanggung jawab, percaya diri, pengendalian diri, integritas, kepemimpinan, ketelitian, ketangguhan, welas asih, kesopanan/kesantunan.
Sosial Mengapresiasi, internalisasi, aktif aktualisasi kreatif: kerjasama, keadilan, kepedulian, ketertiban, toleransi.
Nasionalisme Yogyakarta
Cinta tanah air, menjunjung tinggi kearifan ..lokal DIY dan menghargai budaya nasional
2. Artefak Sastra Mengapresiasi, internalisasi, aktif aktualisasi kreatif: tembang (macapat,
tengahan, dolanan Geguritan,
sesorah)
Pertunjukan Mengapresiasi, internalisasi, aktif aktualisasi kreatif: Tari gaya Yogyakarta, tarian rakyat, Musik Tradisional, teater tradisional, wayang kulit.
Lukis Mengapresiasi, internalisasi, aktif aktualisasi kreatif: Batik
Busana Mengapresiasi, internalisasi, aktif aktualisasi kreatif: busana Adat Yogyakarta
Kriya Mengapresiasi, internalisasi, aktif aktualisasi kreatif:
- kriya logam (bilah keris, bilah tombak, hiasan rumah, perhiasan dll.) - kriya kayu (topeng, ukiran perabot rumah, hias ukir)
- kriya tanah (gerabah perabot rumah, gerabah hias)
- kriya kulit (wayang, tatahan hias, tatahan)
- anyaman (bambu, rotan, pandhan, dll.)
32
Lanjutan tabel 1. Unsur-unsur budaya khas Daerah Istimewa Yogyakarta (Tim Pengembang Pendidikan Berbasis Budaya, 2014)
No Unsur-unsur Budaya Muatan Isi
Arsitektur Mengenal, mengapresiasi, internalisasi, aktif-aktualisasi:
bangunan rumah tinggal (joglo, limasan)
bangunan umum (gapura, tugu, beteng)
bangunan rumah ibadah(candi, klenteng, masjid, pura, gereja)
bangunan istana (keraton, gedung negara)
perabot (jodhang, slintru, gebyog) Boga Mengapresiasi, internalisasi,
aktif-aktualisasi:
santapan (gudheg, brongkos, abon, dll.)
makanan ringan khas Jogja (kipo, lemet, gathot-thiwul dll.)
minuman khas jogja (wedang uwuh, wedang rondhe, dll.)
Kesehatan Mengapresiasi, internalisasi, aktif-aktualisasi: ngadi salira (jamu, lulur, dll.)
Olahraga/ Permainan Tradisiomal
Mengapresiasi, internalisasi, aktif-aktualisasi: permainan tradisional (benthik, gobak sodor, egrang, dll. Sosial-jati
diri
Mengenal, mengapresiasi, internalisasi, aktif-aktualisasi:
gotong royong, gugur gunung
upacara tradisional (rasulan, bersih desa, merti dhusun, dll.)
upacara ritual (wiwit, selapanan, sepasaran, selikuran, tedhak siten, mitoni, pitung dina, nyewu dina, dll.) 3. Adat istiadat Ekonomi-Welfare Mengenal, mengapresiasi, internalisasi, aktif-aktualisasi:
sistem lumbung desa, pasaran
sistem pertanian tradisional
pranata mangsa
Politik-Kekuasaan
Mengenal, mengapresiasi, internalisasi, aktif-aktualisasi:
jumenengan, rembug desa, dan
33
6. Konsep Implementasi kebijakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya
Suatu kebijakan tidak akan berguna tanpa adanya proses implementasi. Dalam proses implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya dapat dilaksanakan melalui beberapa hal sebagai berikut:
a. Pendekatan tematik integratif sesuai dengan kebijakan nasional kurikulum 2013.
b. Pendekatan induktif-konstruktif yang berbasis pengalaman sesuai dengan konsep Trikon.
c. Internalisasi nilai-nilai luhur budaya kepada peserta didik, termasuk produk-produk kebudayaan (artefak dan adat-istiadat). d. Pemberian rekognisi, pengakuan dan penghargaan secara
konsisten terhadap prestasi serta pemberian sanksi terhadap pelanggaran.
e. Menghidupkan budaya pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya dan visi/misi satuan pendidikan (lampiran Pergub No.66 Tahun 2013).
Selain itu dirumuskan pula dalam kerangka implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya yang menempatkan budaya sebagai isi atau muatan dalam pendidikan berbasis budaya dalam implementasinya memperhatikan tingkat kompetensi yang akan dicapai sebagai berikut: a. Mengenal, kegiatan mengenali berbagai unsur budaya khas Yogyakarta
melalui membaca, mendengar, dan mengamati.
b. Mengapresiasi, yaitu kegiatan menerima, menilai, menghargai, budaya khas Yogyakarta.
c. Internalisasi, yaitu penghayatan, pendalaman, dan penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui pembinaan dan bimbingan terhadap budaya khas Yogyakarta.
34
d. Aktualisasi-aktif, yaitu melakukan kegiatan pengamalan nilai-nilai luhur budaya khas Yogyakarta dengan penuh kesadaran diri dan partisipasi aktif dalam kegiatan kebudayaan.
e. Kreatif, yaitu berdaya cipta dalam pelestarian dan pengembangan budaya khas Yogyakarta sesuai dengan idealisme dan kebutuhan masyarakat (Lampiran Pergub No.66 Tahun 2013).
Pola implementasi kurikulum pendidikan berbasis budaya dapat dilakukan dengan berbagai pola berikut:
a. Terintegrasi dalam setiap mata pelajaran
b. Pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler c. Monolitik, yaitu sebagai materi ajar tersendiri.
d. Pengembangan budaya satuan pendidikan berbasis budaya khas Yogyakarta dalam bentuk perilaku sehari-hari secara individual dan organisasional (Lampiran Pergub No. 66 Tahun 2013).