• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Pengaturan Metil Bromida

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Implementasi Kebijakan Pengaturan Metil Bromida

Beberapa fakta di lapangan yang ditemukan terkait implementasi kebijakan pengaturan metil bromida diuraikan sebagai berikut:

1. Pelaksana pelatihan dan sertifikat penggunaan pestisida terbatas

Dua peraturan tingkat menteri mengatur hal yang sama, yaitu Peraturan Menteri Pertanian No. 37 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 24 Tahun 2011 mengatur pemberian sertifikat penggunaan pestisida terbatas kepada orang yang telah mengikuti dan lulus pelatihan pestisida terbatas.

a. Peraturan Menteri Pertanian No. 24 Tahun 2011 Pasal 9 menyatakan bahwa pemegang nomor pendaftaran/importir wajib melaksanakan pelatihan pestisida terbatas dan setiap orang yang akan menggunakan pestisida terbatas, harus telah lulus pelatihan penggunaan pestisida terbatas serta memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh Ketua Komisi Pengawasan Pestisida Provinsi. Sedangkan Peraturan Menteri Pertanian No. 37 Tahun 2009 Pasal 4 menegaskan bahwa petugas karantina tumbuhan dan operator perusahaan fumigasi harus memiliki sertifikat penggunaan pestisida terbatas. Berdasarkan informasi dari responden perusahaan fumigasi, diketahui bahwa pelatihan pestisida terbatas dilaksanakan oleh asosiasi perusahaan fumigasi (Ikatan Perusahaan Pengendali Hama

0 100 200 300 400 500 2012 2013 2014 2015 (M T )

Strategi penurunan kuota Estimasi konsumsi MBr (300 MT – 100 MT) = 50 MT

Indonesia) dan setiap orang yang akan mengikuti pelatihan dibebani biaya pelatihan yang cukup mahal. Kondisi ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 24 Tahun 2011 yang menyatakan pemegang nomor pendaftaran/importir wajib melaksanakan pelatihan pestisida terbatas.

b. Sertifikat penggunaan pestisida terbatas diterbitkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian dan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Hal ini bertentangan dengan Pasal 9 Peraturan Menteri Pertanian No. 24 Tahun 2011 menyatakan bahwa sertifikat penggunaan pestisida terbatas diterbitkan oleh Ketua Komisi Pengawasan Pestisida Provinsi.

2. Metil bromida masih digunakan untuk keperluan non karantina dan pra pengapalan

Hasil wawancara dengan narasumber diketahui bahwa metil bromida masih digunakan untuk fumigasi tanah, fumigasi gerbong kereta api dan fumigasi gedung arsip/perpustakaan serta fumigasi tidak sesuai dengan estándar Badan Karantina Pertanian (extra joss).

a. Fumigasi menggunakan metil bromida pada gerbong kereta api

Informasi dari pihak PT KAI (Nunik. 2011. Komunikasi pribadi. PT KAI, Stasiun Kota. Jakarta), organisme pengganggu yang sering ditemukan di gerbong kereta api seperti kecoa, kutu busuk dan tikus dikendalikan dengan cara penyemprotan, pengumpanan, dan fumigasi. Pengendalian hama tidak dilakukan oleh karyawan PT KAI, namun menunjuk pihak ketiga (perusahaan pest control yang tidak terdaftar di Badan Karantina Pertanian), sehingga pihak PT KAI tidak mengetahui pestisida yang digunakan. Hasil investigasi ditemukan bahwa:

- Perusahaan pest control menggunakan metil bromida untuk “membasmi” kecoa, kutu busuk dan tikus di gerbong kereta api khususnya kereta api kelas eksekutif seperti kereta Bima, Argo Bromo dan kereta Nusantara.

- Fumigasi biasanya dilakukan setiap ada keluhan dari penumpang dan/atau apabila gerbong kereta akan disewa oleh pejabat penting (Kereta Nusantara).

- Fumigasi metil bromida untuk Daerah Operasional I, dilakukan ketika kereta sedang dibersihkan di Depo Teknik Stasiun Kereta Api Manggarai, Jakarta. - Oknum fumigator tidak pernah mengikuti pelatihan pestisida terbatas (metil

bromida). Gambar 16 dan 17 menunjukkan penyalahgunaan metil bromida pada gerbong kereta api. Fumigasi dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, oknum fumigator tidak menggunakan mask canister (alat pelindung diri), pakaian pelindung, alat pendeteksi kebocoran, alat pengukur waktu, dan alat pengukur kadar maksimum metil bromida.

Gambar 16 Tahapan persiapan fumigasi gerbong kereta Nusantara.

Gambar 17 Fumigasi gerbong kereta Nusantara tanpa alat pelindung diri.

b. Fumigasi menggunakan metil bromida pada lahan pertanian

Hasil wawancara dengan beberapa narasumber, disebutkan bahwa metil bromida masih digunakan untuk fumigasi lahan pertanian seperti lahan budi daya kentang dan stroberi serta lapangan golf. Wawancara secara terpisah dengan narasumber perusahaan fumigasi disebutkan bahwa metil bromida digunakan

untuk “membasmi” organisme pengganggu dalam tanah ketika pembukaan lapangan golf di Makassar (Nurdin, N. 2011. Komunikasi pribadi. PT PAN Asia Superintendence. Makassar) dan di Jakarta (Hamdan. 2011. Komunikasi pribadi. CV Anaya. Jakarta). Metil bromida disinyalir masih digunakan untuk fumigasi lahan budi daya kentang dan stroberi di Jawa Barat (Susanto, E.K. 2011. Komunikasi pribadi. Asesor metil bromida. Denpasar).

c. Metil bromida masih digunakan pada gedung arsip

Beberapa perusahaan fumigasi disinyalir pernah dan/atau masih menggunakan metil bromida untuk fumigasi di gedung arsip/perpustakaan. Perusahaan fumigasi masih menggunakan metil bromida untuk keperluan non karantina dan pra pengapalan dengan pertimbangan waktu kerja, efektivitas dan biaya fumigasi dengan metil bromida yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan pestisida lain. Disamping itu pengawasan yang longar menyebabkan perusahaan fumigasi berani mengambil keuntungan dengan resiko yang minimal (Jono. 2011. Komunikasi pribadi. PT Metropest. Jakarta).

3. Penggunaan metil bromida tidak sesuai dengan standar Badan Karantina Pertanian

Metil bromida masih banyak digunakan tidak sesuai dengan standar Badan Karantina Pertanian seperti fumigasi dengan dosis lebih tinggi/rendah, waktu pemaparan kurang, dan tidak dilakukannya aerasi (Susanto, E.K. 2011. Komunikasi pribadi. Asesor metil bromida. Denpasar). Extra joss merupakan istilah yang sudah sangat familiar diantara para fumigator yang berarti fumigasi dengan waktu pemaparan kurang dari 24 jam, dosis lebih rendah dari dosis anjuran, dan tanpa melakukan aerasi. Fumigasi extra joss dilakukan ketika truk dengan peti kemas berisi komoditi yang akan diekspor dalam perjalanan menuju kapal. Fumigasi extra joss sebenarnya cukup beresiko karena fumigasi tanpa aerasi menyebabkan komoditi yang diekspor masih mengandung metil bromida di atas batas maksimum residu, ketika tiba di negara tujuan dan fumigasi dengan dosis rendah memungkinkan hama sasaran masih ditemukan dalam keadaan hidup di negara tujuan. Permintaan fumigasi extra joss berawal dari permintaan eksportir yang tidak membutuhkan sertifikat fitosanitary dari Badan Karantina

Pertanian, namun importir di negara tujuan meminta dilakukan fumigasi dengan metil bromida. Adanya kemasan tabung kecil (ukuran 20 kg) disinyalir akan memudahkan penyalahgunaan di lapangan (praktek extra joss), karena oknum fumigator lebih mudah membawa tabung ukuran kecil bahkan hanya dengan menggunakan kendaraan roda dua. Kementerian Pertanian/Komisi Pestisida tidak mempunyai kebijakan yang mengatur ukuran minimal kemasan tabung metil bromida yang diizinkan (Purwanti, Y. 2011. Komunikasi pribadi. Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Jakarta).

4.6. Analisis Pemilihan Pestisida Fumigasi untuk Keperluan Karantina dan

Dokumen terkait