F. PROVINSI KALIMANTAN BARAT 1 Hukum Tertulis
3. Implementasi dan Kendala Pengakuan
a. Impleme
ntasi
Pengakuan secara tekstual tersebut pada kenyataannya tidak diimpelementasikan dengan baik. Indikasinya, yaitu (1) Pemda pasir tidak memiliki program untuk pemastian batas-batas wilayah adat, (2) Keberadaan Lembaga Adat Pasir (LAP) kurang memperoleh pengakuan Pemda karena dianggap kurang mengakar kuat dan memiliki yuridiksi yang jelas, dan (3) Pemda Pasir tidak memperhitungkan keberadaan masyarakat adat beserta hak-hak atas sumber daya alam sebagaimana tercermin di dalam Perda No. 13 tahun 2002 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu maupun pada Perda No 5 tahun 2004.tentang Izin Usaha Perkebunan di Kabupaten Pasir.
Pengakuan terhadap keberadan masyarakat hukum adat dengan sebaga hak-haknya, memperoleh perhatian Bupati Pasir periode 2004-2009 (Ridwan). Ia menganggap bahwa Pemda Pasir memiliki kewajiban untuk melindungi masyarakat hukum adat. Perlindungan ini diperlukan karena secra sosial dan ekonomi masyarakat hukum adat sangat ketinggalan
Selain itu, kegiatan investasi yang banyak berlokasi di perdesaan memang berdampak langung pada kehidupan masyarakat hukum adat.
b. Kendala
Adanya pemikiran yang berkembang di kalangan birokrasi bahwa Perda No 3/200 hanya mengatur adat istiadat dan lembaga adat, bukan mengatur mengenai keberadaan masyarakat adat dan hak-hak ulayatnya.
4. Harapan
Dalam kerangka penguatan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat, maka peranan dan aktivitas Lembaga Adat perlu ditingkatkan, yaitu :
a. Lembaga Adat Pasir (PAS) dan Persatuan Masyarakat Adat (PeMA) Pasir dapat mengotimlkan peranannya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat hukum adat.
b. Pemerintah Kabupaten Pasir melakukan telaah kembali atas Peraturan Daerah dan kebijakan yang tidak berpihak kepada keberadaan masyarakat hukum adat.
H. PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
1. Hukum Tertulis a. Kewilayahan
Kewilayahan berkenaan dengan tanah beserta isinya dan wilayah kesatuan budaya dimana masyarakat hukum adat hidup dan berkembang. Masyarakat hukum adat sebagai suatu komunitas memerlukan kepastian hukum mengenai kewilayahan ini, sehingga mereka dapat menjalani kehidupannya tanpa ada perasaan khawatir terjadinya gangguan dari pihak manapun.
1). Penggunaan ruang wilayah Provinsi Kalimantan Tengah diatur di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.
2). Khusus berkaitan dengan kewilayahan Masyarakat hukum adat, tertuang di dalam Peraturan Daeah (Perda) Nomor 14 Tahun 1998 tentang Kedamangan di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah. Pada Bab 1 Pasal 1 (ayat p) menyebutkan, bahwa :
a). Wilayah adat adalah wilayah satuan budaya tempat adat istiadat itu tumbuh, hidup dan berkembang sehingga menjadi penyangga keberadaan adat istiadat yang bersangkutan.
b). Tanah adat adalah tanah beserta isinya yang berada di wilayah Kedamangan yang dikuasai secara adat, baik miliki perorangan maupun milik bersama.
b. Kebudayaan
Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan, serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah laku manusia adalah kebudayaan. Di dalamnya terdiri atas unsur-unsur universal, yaitu: agama/kepercayaan, organisasi sosial, teknologi, sistem pengetahuan/pendidikan, sistem ekonomi, bahasa/ telekomunikasi, dan kesenian.
Berkaitan dengan agama dan kepercayaan, diatur di dalam Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan Forum Kerukunan Amat Beragama (FKUB) Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah. Di dalam Peraturan Gubernur tersebut (Pasal 2) ditegaskan syarat calon anggota FKUB sebagai berikut :
a). Penduduk Kalimantan Tengah.
b). Bertempat tinggal di Kalimantan Tengah sekurang-kurangnya 5 tahun.
c). Bertaqwa kepada tahun YME dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945
d). Pemuka agama yang menjadi panutan umat, dan
e). Berkepribadian baik dan penuh pengabdian terhadap kepentingan kerukunan kehidupan beragama.
Kemudian peraturan hukum tertulis yang berkaitan dengan sistem organisasi sosial, dengan jelas diatur di dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 14 Tahun 1998 tentang Kedamangan di
Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah. Pada Bab I pasal 1 Perda tersebut menjelaskan bahwa :
(1). Kedamangan adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam provinsi Daeah Tingkat I Kalimantan Tengah yang terdiri dari himpunan beberapa Desa/Kelurahan/Kecamatan yang mempunyai wilayah tertentu yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
(2). Lembaga adat adalah sebuah organisasi kemasyarakatan, baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.
(3). Hak adat adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya yang ada dalam lingkungan hidup warga masyarakat sebagaimana tercantum dalam lembaga dat, yang berdasarkan hukum adat dan yang berlaku dalam masyarakat atau persekutuan hukum adat tertentu.
(4). Hukum Adat Dayak di Kalimantan Tengah adalah hukum yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati nurani warga masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dan tercermin dalam pola- pola tindakan mereka sesuai dengan adat istiadatnya dan pola-pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
(5). Adat istiadat adalah seperangkat nilai atau norma, kaidah dan keyakinan sosial yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Desa dan atau satuan masyarakat lainnya serta nilai atau norma lain yang masih dihayati dan dipelihara masyarakat sebagiamana terwujud dalam berbagai pola nilai kelakuan yang mempertahankan kebiasaan- kebiasaan dalam kehidupan masyarakat setempat.
(6). Dama Kepala Adat adalah pimpinan adat dari satu Kedamangan yang diangkat/dipilih berdasarkan hasil pemilihan oleh beberapa Desa/Kelurahan/Kecamatan yang termasuk dalam wilayah kedamangan tersebut.
(7). Majelis Adat adalah Dewan Adat yang mengemban tugas tertentu di bidang pemberdayaan dan pelestarian serta pengembangan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat, lembaga adat dan hukum adat di daerah.
(8). Mantir Adat adalah perangkat adat atau gelar bagi seorang yang duduk di Majelis Adat.
Selain Perda tersebut Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Nomor 9 Tahun 2001 tentang Penanganan Penduduk Dampak Konflik. Pada pasal 8 ayat (2) huruf b disebutkan yang dimaksud Masyarakat hukum adat adalah Majelis Adat setempat; dan huruf c yang dimaksud wajib mentaati adalah menghormati adat istiadat Daerah Kalimantan Tengah dan meninggalkan adat/budaya yang tidak sesuai dengan adat/budaya Kalimantan Tengah. Pada pasal 9 ayat 3 menjelaskan, bahwa yang dimaksud Dewan Kehormatan Kemasyarakatan Lintas Etnik adalah perkumpulan yang bersifat kekeluargaan yang didirikan dengan maksud dan tujuan untuk membina persatuan, kerukunan dan persaudaraan.
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur ekonomi, yaitu di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 1998 tentang Ijin Usaha Pertambangan Rakyat Bahan Galian Emas di Provinsi Kalimantan Tengah. Perda ini berlaku secara umum, sehingga secara implisit berlaku pula bagi masyarakat hukum adat/KAT. Perda ini mengatur, bahwa setiap bentuk yang berkenaan dengan usaha eksplorasi sumber daya alam, tidak menimbulkan dampak yang merusak lingkungan, dan tetap mempertahankan kesinambungan sumber daya alam.
Selanjutnya dalam upaya mengatur sistem komunikasi, Pemeriantah Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi untuk Keperluan Khusus Radio dan Televisi Siaran Lokal. Perda ini dimaksudkan, agar setiap media massa lokal (terutama elektronik) agar menjadi media promusi yang efektif bagi pembangunan wilayah; dan mempu menyajikan informasi yang obyektif dan seimbang, sehingga ikut mendukung proses transformasi sosial budaya masyarakat.
2. Hukum Tidak Tertulis