• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Metode Pendidikan Islam

Dalam dokumen Powered by TCPDF ( (Halaman 37-64)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum

2. Implementasi Metode Pendidikan Islam

Ibu Desiana menjelaskan:

“Penekanan yang dilakukan pada keterampilan motorik siswa RA Maharani, yaitu berbagai keterampilan dasar yaitu keIslamian dan materi pengenalan awal atau dasar tentang calistung (membaca, menulis dan berhitung). Sesuai dengan eksistensi sebagai RA yang notabenenya lembaga pendidikan anak usia dini yang berorientasi agama Islam, maka para guru RA Maharani memperhatikan secara serius akan materi pembelajaran yang bernuansakan Islami. Terlebih pada materi pokok keIslaman, seperti Ibadah Sholat, hafalan Juz amma, Asmaul Husna, berdoa’ harian dan doa pada kondisi tertentu, cara berwudhu dan cara sholat. Metode yang diprioritaskan adalah praktek langsung di bawah perhatian dan bimbingan guru”.

2. Implementasi Metode Pendidikan Islam

Pada konteks pengembangan metode pendidikan Islam yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah metode-metode pendidikan Islam, yang biasa dikenal dengan beberapa istilah yang digunakan dalam beberapa literatur Islam. Ada yang memadankan istilah metode yaitu dengan istilah Thariqah, manhaj dan thariq. Terdapat beberapa metode pendidikan Islam dalam mendidik anak usia dini, yang bersumberkan ajaran Islam pada Alqur’an dan Alhadist yaitu sebagai berikut: Al Qishah, Uswatun hasanah, Hiwar, dan Al Amtsal.

Berikut hasil deskripsi pada penerapan metode-metode pendidikan Islam pada pengembangan ranah psikis siswa RA di Kota Metro.

a. Metode Al Qishah (bercerita)

Pada RA Purwanida, implementasi dari Metode Al Qishah (bercerita) biasanya dilaksanakan di awal pembelajaran dan Usai kegiatan makan bersama). Variasi dan tema kisah serta cara penyajiannya menjadi hal penting untuk diperhatikan. Pun dengan penyampaian hikmah dan pesan-pesan moral dari kisah

35 tersebut harus tersampaikan dengan baik serta dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka, baik di lingkungan rumah, sekolah maupun bertetangga. Ibu Nining Fatimah menjelaskan bahwa:

“Penekanan metode qishah ini, yaitu ketika siswa memahami alur kisah, menemukan baik dan tokoh buruk dalam kisah, dan berupaya meneladaninya. Upaya yang lainnya dilakukan guru RA Purwanida, yaitu dengan banyak menggunakan sumber dan media bantu penjelasan yang bervariatif, seperti buku cerita, majalah, boneka. Selektifitas atas sumber bacaan adalah penting untuk dilakukan. Sumber bacaan anak secara Islam lebih diprioritaskan.”

Pada RA Nurul Huda dalam mengimplementasikan metode Al Qishah ini, menetapkan dua kriteria yaitu menarik siswa akan tema dan alur ceritanya serta menarik cara penyajiannya. Ibu Dwi menjelaskan bahwa:

“Setelah usai proses bercerita, maka dilakukan proses evaluasi atas dua kriteria ketertarikan tersebut. Dengan bahasa sederhana, para guru berupaya memperoleh informasi dan masukan dari siswa atas tema dan alur cerita serta cara penyajian guru mereka. Pada sisi lainnya, perlu meminta guru yang lainnya untuk mengobservasi dan mengidentifikasi hal-hal yang terjadi dalam proses pennyajian cerita guna perbaikan proses bercerita pada fase-fase berikutnya. Hasil diskusi antar guru RA dari hasil saling mengobservasi dan mengamati performa tugas para guru akan menjadi bahan evaluasi yang riil guna optimalisasi proses pembelajaran di RA Nurul Huda, termasuk pada implementasi metode Al Qishah ini.”

Pada RA Al Akbar, implementasi metode Al Qishah ini dilaksanakan secara rutin pada hari Sabtu, sementara pada hari-hari lainnya bersifat insidental berdasarkan kebutuhan atau hal-hal lainnya yang memerlukan metode Al Qishah ini dilakukan.

Ibu Siti Yulaeha menjelaskan bahwa:

36

“Prioritas materi dan sumber rujukan yang diberikan kepada siswa RA Al Akbar yaitu kisah-kisah Islami. Upaya penyajian yang menarik yaitu dengan menggunakan sarana LCD, sehingga melalui media ini siswa dapat secara utuh dapat mengikuti jalan cerita dengan penyajian film, sehingga aspek visual, audia dapat disajikan kepada para siswa. Usai film disaksikan bersama, maka secara bersama-sama para siswa diajak untuk mengingat hal-hal penting dari kisah yang sudah mereka tonton, meliputi tokoh baik dan buruk, perilaku baik dan buruk serta hal lainnya.”

Pada RA Maharani ada hal yang penting dilakukan, yaitu dalam penerapan metode Al Qishah ini lebih diprioritaskan pada cerita-cerita Islami yang memiliki alur cerita yang pendek dan bahasa atau narasi yang digunakan dapat diadopsi bagi bahasa anak usia RA. Kegiatan Al Qishah ini rutin dilakukan minimal seminggu sekali. Ibu Rahmadani Matondang menjelaskan bahwa:

“Pertimbangan pada alur cerita pendek, dimaksudkan bahwa setelah para siswa memahami alur cerita dan narasi percakapan dalam cerita tersebut, maka beberapa anak dipilih secara bergantian untuk melakukan atraksi drama dengan tema dan alur cerita yang selesai ditonton. Para guru RA ditugaskan untuk mengidentifikasi berbagai tema cerita untuk kemudian dimodifikasi lebih sederhana sesuai dengan kondisi anak-anak RA mereka.”

b. Metode Uswatun Hasanah (Pemberian Contoh yang Baik)

Implementasi metode Uswatun hasanah ini terkait dengan hal-hal yang rutin dilakukan dalam pergaulan dan interaksi antar siswa, siswa dengan guru, siswa dengan orangtua, pergaulan antar guru dan interaksi lainnya. Demikian pula dalam keharian penerapan pola hidup bersih dan sehat, kedisiplinan masuk sekolah dan beribadah seperti sholat lima waktu dan lainnya. Pada konteks ini, maka para Guru RA benar-benar harus menjadi model yang ideal untuk dicontoh oleh para

37 siswanya. Implementasi metode Uswatun Hasanah ini pada RA Purwanida dilakukan penekanan pada guru untuk benar-benar menjadi sosok yang berakhlakul karimah. Berbagai contoh akhlakul karimah dicontohkan kemudian dikuti dengan penjelasan-penjelasan atas pentingnya akhlakul karimah itu dilaksanakan dalam setiap waktu dan aktivitas siswa. Ibu Sumarti menjelaskan bahwa:

“Sebagai contoh praktek uswatun hasanah di RA Purwanida, yaitu dengan mencontohkan kerapian berbusana, berbicara santun, meminta maaf jika terlambat masuk kelas, mencontohkan pola-pola prilaku yang baik laianya., tidak boleh melawan orang tua atau guru, disiplin, dan hemat).

Fase menasehati para siswa sebagai kelanjutan dari uswatun hasanah penting untuk dilakukan, sehingga mereka dapat mengidentifikasi perilaku-perilaku yang layak dicontoh dan perilaku-perilaku yang tidak layak dicontoh. Pun, anak-anak juga diberikan beberapa profil teman-teman mereka yang lebih giat belajar, lebih disiplin dalam tugas dan belajar serta kedisiplinan lainnya untuk kemudian disampaikan kepada mereka bahwa mereka semua bisa melakukannya jika mereka bermotivasi tinggi. Anak yang giat belajar dan tetap riang dapat menjadi uswatun hasanah, bahwa anak-anak dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan kegembiraan tetap mengiringi penyelesaian tugas belajar tersebut.”

Tokoh uswatun Hasanah yang pasti disampaikan kepada para siswa RA adalah sosok Nabi Muhammad Saw. Dengan 4 sifat yang selalu dihafalkan oleh mereka, yaitu sifat Sidiq, Amanah, Tablig dan Fathanah. Disampaikan kepada mereka bahwa sifat baik pada nabi Muhammad Saw terjaga sejak Beliau masih kecil dan kanak-kanak, dimana Nabi Muhammad sejak kecil punya gelar “Al amin” artinya terpercaya. Sejak kecil Nabi Muhammad dikenal sebagai anak yang jujur dan diakui kejujuran oleh semua orang di sekitarnya. Bentuk lain dari implementasi metode Uswatun Hasanah, di RA Nurul Huda yaitu dengan pemodelan disiplin sholat Dhuha. Kegiatan ini dilakukan sebelum pelajaran dimulai. Ibu Yulianingsih menjelaskan bahwa:

38

“Disampaikan kepada para siswa RA Nurul Huda, bahwa sholat Dhuha adalah sholat yang memiliki hikmah untuk mendapatkan kelancaran rezeki dari Allah Swt. Pun dengan ilmu dan keterampilan yang akan mereka pelajari setiap adalah rezeki dari Allah Swt, sehingganya perlu dimohonkan kebermanfaatannya dari Allah Swt. Melalui latihan sholat Dhuha dan doa ini pula, aspek relegiusitas siswa dikembangkan sejak dini. Di sisi lain, agar anak dapat semakin disiplin dalam tugas kesehariannya, yaitu disiplin waktu belajar, bermain dan beribadah.”

Demikian pula pada RA Maarif, bahwa Uswatun hasanah harus dimulai dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di RA Maarif. Harus dipahami bahwa masa usia RA adalah masa mereka banyak mencontoh dan mencari sosok yang cocok untuk dicontoh dalam segala halnya.

Mereka sudah mulai memiliki idola, baik dari teman sebaya maupun dari sosok guru mereka, maka proses evaluasi terhadap prilaku tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di RA Maarif sangat diperhatikan dan menjadi hal rutin dilakukan guna pencapaian tujuan belajar siswa lebih optimal.

Usaha yang dilakukan para guru beserta kepala RA Al Ma’arif, sebagaimana penjelasan Ibu Suaida bahwa:

“Para guru dan tenaga kependidikan RA Al Ma’arif untuk bersikap dan berprilaku yang benar-benar menjadi Uswatun hasanah, dan dapat dicontoh oleh para siswa di RA Ma’arif. Pada sisi lain, RA Ma’arif menekankan pada para guru untuk menunjukkan sikap ketulusan dalam proses pendampingan dan kebersamaan dalam penyelesaian tugas-tugas bersama. Sebagai contoh, yaitu ketika kegiatan kebersihan kelas dan kebersihan lingkungan, maka para guru harus tampil dan terampila mencontohkan, bukan hanya memberikan perintah atau bahkan hanya duduk-duduk saja. Sistem among dalam belajar pada anak RA harus secara utuh dilakukan, yaitu Ing ngarso sun tulodo, Ing madyo mangun karso dan Tut wuri handayani.”

39 Pada RA Maharani, implementasi dari Metode Uswatun hasanah ini dilakukan dengan memperhatikan tiga langkah yaitu menjelaskan, mencontohkan, mengingatkan dan memperingatkan. Sebagai contoh dalam kebiasaan memberikan salam “Assalamu’alaikum” kepada teman dan guru mereka.

Dijelaskan oleh Ibu Rahmadani Matondang bahwa:

“Fase penjelasan, yaitu disampaikan kepada mereka bahwa dalam Islam disunnahkan untuk menyampaikan salam tersebut ketika bertemu dengan seseorang. Salam tersebut bermakna saling mendoakan keselamatan antar mereka dan wujud dari kasih sayang antar mereka. Pada fase mencontohkan, maka para guru harus selalu menyampaikan salam ketika memulai pelajaran, bertemu dengan orangtua siswa, bertemu dengan sesama guru dan lainnya. Fase mengingatkan, yaitu seringkali bertanya kepada para siswa,

“apakah sudah saling mengucap salam dan saling mendoakan”, dan fase memperingatkan jikalau menemukan anak yang tidak bersalam ketika harus bersalam ataupun ketika harus menjawab salam.”

Melalui metode Uswatun Hasanah dalam mengucapkan salam, dimaksudkan untuk mengembangkan ranah kognitif tentang pemahaman akan salam, waktu bersalam dan menjawab salam, arti salam dan sebagainya. Pengembangan ranah afeksi dimaksudkan pada pemupukan jiwa kasih sayang, menghormati sesama, berempati dan bersimpati dengan saling mendoakan keselamatan.

c. Metode Hiwar (Percakapan antar Anak secara Alami)

Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik tertentu dengan sengaja diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidik. Metode hiwar ini bisa digunakan pada proses pembelajaran anak usia guna melatih anak anak untuk aktif berkomunikasi dan memahami arah dan tujuan komunikasi tersebut. Beberapa deskripsi dari implementasi metode Hiwar

40 ini, sebagaimana dilakukan di RA Purwanida. Ibnu Kustantinah menjelaskan bahwa:

“Salah satu program di RA Purwanida yaitu kebiasaan untuk mengabsensi kehadiran anak pada setiap paginya, dan menanyakan informasi tentang keadaan teman mereka yang tidak hadir, menanyakan tentang kesehatan mereka semua, menanyakan tentang aktivitas keseharian mereka serta aktivitas persiapan sekolah yang telah dilakukan.”

Guru RA Maharani, melalui observasi dan dialog dengan siswa akan memperoleh catatan tingkatan perkembangan keterampilan berkomunikasi perindividu anak untuk kemudian menjadi bahan dalam mempertimbangkan bentuk layanan akademik selanjutnya. Layanan akademik tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang semestinya sesuai dengan kondisi pada masing-masing anak. Ibu Nurul Syamsidar menjelaskan:

“Terdapat anak RA Maharani yang aktif berkomunikasi dan sebaliknya terdapat anak yang sulit dan masih takut untuk aktif dalam berkomunikasi. Pun dalam pemilihan dan penggunaan kosakata dan bahasa serta cara berkomunikasi mereka, menjadi perhatian serius dari para guru guna perbaikan pada keterampilan berkomunikasi mereka”.

Pada kegiatan belajar harian, maka ditekankan kepada guru RA Purwanida untuk melaksanakan tanyajawab dan dialogis, bukan hanya dimaksudkan untuk mendeteksi tingkat kepahaman anak akan materi yang disampaikan, namun juga upaya menumbuhkembangkan keberanian untuk bertanya, berpendapat dan bentuk komunikasi lain. Ibu Asih Rindati menjelaskan:

“Bagi anak yang telah aktif dalam komunikasinya maka tetap diupayakan mempertahankan keaktifan tersebut, dan sebaliknya bagi siswa yang kurang bahkan tidak aktif dalam komunikasi, maka diberikan perhatian khusus dalam memberikan penguatan kepada mereka untuk dapat aktif

41 sebagaimana teman-teman mereka yang lain. Terkadang alasan malu, takut dan lainny menjadi alasan mereka tidak aktif, terkadang trauma atas ejekan teman dan sebagainya.

Guru harus mampu mendiagnosis penyebabnya untuk kemudian memberikan solusi, terapi dan perlakukan yang tepat kepada siswa-siswa tersebut.”

Demikian pula dengan RA Nurul Huda dalam menerapkan metode Hiwar, menekankan pada para guru ketika terdapat materi berupa Al Qishah, maka sejak awal sebelum kisah tersebut disampaikan, maka siswa harus telah siap mengikutinya, Ibu Yulianingsih menjelaskan bahwa:

“Para siswa RA Nurul Huda diharapkan untuk memperhatikan secara serius jalan alur kisah tersebut, karena setelah akhir kisah tersebut, guru akan melakukan tanyajawab dengan mereka terkait tokoh kisah, hal yang baik dan buruk, pelajaran yang bisa diambil dan lainnya. Banyak atau tidaknya prosentase siswa yang mampu menjawabnya, menjadi bahan evaluasi bagi guru untuk melihat tingkat partisipasi aktif siswa maupun metode penyampaian yang dilakukan oleh guru.”

Segala upaya anak untuk aktif dan menjawab pertanyaan harus diperhatikan serta diberikan apresiasi sehingga terus memberikan semangat dan penguatan bagi keberanian anak secara positif dalam berkomunikasi. Jikalaupun salah dalam menjawab maka, tetap diberikan penghargaan dan diberikan arahan untuk lebih cermat dan konsentrasi dalam mengikuti jalannya kisah tersebut. Inti dari metode Hiwar ini yaitu menumbuhkembangkan keaktifan berkomunikasi dan berupaya meraih kebenaran pada hal yang dikomunikasikan.

Pada RA Nurul Huda, implementasi dari metode Hiwar ini biasa dilakukan pada setiap mengawali pelajaran, setelah salam maka para guru melakukan tanyajawab sebagai bentuk apersepsi serta melihat tingkat kesiapan mereka untuk mengikuti pelajaran berikutnya (ready to learning). Secara umum, ditanyakan tentang kondisi kesehatan mereka, sarapan atau

42 belum, kesiapan peralatan tulis mereka, uang saku yang diberikan orangtua, dan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pada siswa yang sepenuhnya siap untuk mengikuti pelajaran atau terdapat beberapa siswa yang kurang siap mengikuti pelajaran karena kurang sehat, lupa peralatan tulisnya atau hal-hal yang perlu diantisipasi dapat mengganggu mereka untuk secara aktif tanpa gangguan dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Ibu Yulianingsih menjelaskan bahwa:

“Guru RA Nurul Huda harus memiliki catatan secara personal pada diri anak yang selalu siap belajar atau kebalikannya. Catatan ini berguna bagi guru untuk bermusyawarah dengan guru lainnya dan juga orangtua, sehinga dapat diperoleh solusi terbaik untuk mereka. Hal demikian harus rutin dilakukan, sehingga sedari dini terdeksi pada anak-anak yang mungkin mengalami kesulitan dalam belajar, baik disebabkan karena faktor diri anak yaitu fisik dan psikis ataupun faktor eksternal anak seperti kondisi dan perhatian orangtua mereka.”

Pada RA Al Akbar, selain juga melakukan hal-hal di atas, para guru RA menerapkan metode Hiwar ini, dengan melakukan simulasi dialogis antara dua atau lebih dalam kelompok “Ngobrol Bareng Seputar Dunia Anak Kecil” di bawah bimbingan guru dengan tema yang disepakati, seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Qur’ban. Ibu Eva Kurniasih menjelaskan bahwa:

“Guru RA Al Akbar akan mengamati siswa pada tingkatan keaktifannya berpendapat atau menceritakan tentang dirinya, serta penggunaan kosakata yang tepat dan sopan. Pada konteks ini, siswa ditumbuhkembangkan keterampilan berkomunikasinya dan sekaligus pengembangan kebahasaan Indonesianya secara tepat dan sopan. Melalui metode hiwar ini, guru dapat mengembangkan ranah kognitif, afeksi dan psikomotorik siswa. Kemampuan guru dalam merumuskan kompetensi anak pada setiap ranah psikis tersebut dan upaya pencapaiannya dalam proses

43 pembelajaran yang dilakukan menjadi keharusan untuk dipenuhi.”

Para guru RA Al Akbar juga melakukan deteksi dini melalui observasi harian dan wawancara terhadap para siswa tentang siapasaja yang biasa santun dalam pergaulan mereka, baik dari sisi perkataan maupun sikap mereka terhadap teman.

Metode Hiwar dilakukan dengan berdialog dengan para siswa guna memperoleh informasi tentang pola komunikasi dan pergaulan para siswa dengan siswa lain. Testimoni, kesaksian dan informasi riil dari siswa-siswa tersebut tentang kondisi siswa dapat menjadi acuan dan bahan penting bagi guru untuk mendeteksi secara dini bibit-bibit perilaku antisosial, bulying dan bentuk penyimpangan perilaku anak sejak dini sekaligus upaya preventif dan kuratifnya.

Pada RA Al Ma’arif menekankan metode Hiwar ini pada materi-materi pelajaran yang dirasakan atau dipersepsikan sulit untuk dipahami dan diikuti oleh para siswa. Ibu Ana Rosita menjelaskan:

“Melalui dialogis secara aktif, maka guru RA Al Ma’arif dapat mendiagnosis penyebab utamanya dan kemudian berupaya membuat formula pembelajaran yang lebih menyenangkan sehingganya prinsip belajar sambil bermain dapat terimplementasikan. Kepedulian guru akan kesulitan dan hal-hal yang menyebabkan para siswa tidak dapat maksimal mengikuti pelajaran menjagi hal pokok untuk dilakukan. Harus dipahami bahwa masa usia RA adalah masa anak usia dini yang benar-benar membutuhkan perhatian penuh dan khusus dari guru kepada para siswa RA.”

d. Metode Al Amtsal (Perumpamaan)

Membuat Al Amtsal atau perumpamaan ketika mengajarkan materi pelajaran dimaksudkan untuk memberikan kejelasan dan pemahaman terhadap siswa. Guru RA hendaknya secara intens mengajarkan anak dengan berbagai perumpamaan–

perumpamaan yang bisa diterima oleh nalar anak usia dini,

44 sehingga mereka dapat dengan mudah mencerna pesan materi yang akan disampaikan kepada mereka.

Pada RA Purwanida dan juga RA lainnya, implementasi metode Al Amtsal biasanya dilakukan dengan pada saat menampilkan cerita-cerita anak-anak, cerita nabi dan rasul, cerita rakyat, cerita fabel yaitu cerita binatang, seperti kancil harimau yang seolah-olah mereka dapat berkomunikasi layaknya manusia. Ibu Kustantinah menjelaskan bahwa:

“Pada implementasi metode “Amtsal”, melalui alur cerita tersebut, maka para guru RA harus menjadikan bahan kisah atau cerita sebagai bagian variasi mengajar mereka.

Dengan berbagai keterbatasan sarana dan sumber bacaan yang dimiliki oleh Guru RA maupun secara kelembagaan, maka variasi cerita ini penting untuk dilakukan. Pada bahan-bahan cerita, kisah, hikayat dan sumber bacaan lainnya inilah, menjadi keharusan guru RA untuk terampil mengidentifikasi permisalan dari tokoh yang baik dan memperoleh kebahagian dan tokoh buruk yang memperoleh kesengsaraan, perilaku jujur, adil, sabar, ulet, tabah dan berbagai tentang ketahanan fisik dan kejiwaan seseorang yang sedari dini perlu diperkenalkan kepada para anak usia RA. Penanaman nilai-nilai sosial, nilai-nilai-nilai-nilai keagamaan, cinta tanah air, cinta kebersihan serta pola-pola hidup bersih dan sehat lainnya.

Sebagai contoh, pada usia anak RA biasa diberikan cerita fabel tentang kecerdikan kancil dan kedunguan binatang lainnya seperti kerbau, keserakahan seperti harimau dan buaya.”

Ketika guru RA dapat menyampaikan alur cerita dengan runtut, jelas dan menarik, maka kemudian para guru dapat menyampaikan aspek “permisalan” prilaku-prilaku tokoh dalam cerita fabel tersebut pada dunia nyata dalam kehidupan. Anak diarahkan untuk memanfaatkan dayapikir dan nalarnya sedari dini, sebagaimana kancil yang cerdik. Ketika enggan untuk belajar maka akan menjadi anak yang bodoh dan akan diperdayai oleh oranglain seperti perilaku Kerbau yang dungu dan seterusnya. Metode “Amtsal” ini penting untuk dilakukan

45 guru RA guna mengembangkan berbagai ranah psikis yang dimiliki siswa.

C. PEMBAHASAN

Proses pengembangan metode Pendidikan Islam sebagai bagian integral dalam pengajaran pada RA di Kota Metro diawali dengan memperhatikan berbagai hal tentang tataperundangan dan aturan terkait penyelenggaraan Pendidikan di RA. Salah satunya yaitu tentang kalender akademik pada setiap tahun ajaran berlangsung.

Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung dengan No SK: KW.08.2/HK.00.8/26/2017 menetapkan tentang

“Kalender Pemdididikan Madrasah dalam Lingkungan Kakanwil Kementerian Agama Propinsi Lampung TP 2017/2018”, termasuk pada level RA. Pada Bab IV Kegiatan Pembelajaran pasal 6 jika digeneralisasikan pada level RA maka dijelaskan bahwa untuk melaksanakan pembelajaran yang efektif, maka pada awal tahun pelajaran, kepala RA berkewajiban menyusun program kegiatan RA yang meliputi: a) Kurikulum RA, b). Rencana Strategis (Renstra); c). Rencana Kegiatan RA; d). Rencana Kegiatan dan Anggaran RA, e).

Kontrak Prestasi dan Sasaran Kerja Pegawai, f). Jadual Penggunaan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pembelajaran, g). Jadual Rapat Dewan Guru, h). Rapat Konsultasi RA dengan Orangtua/wali Peserta Didik, dan Rapat RA dengan Komite RA, i). Tata Tertib Guru, Tenaga Kependidikan dan Peserta Didik, j). Kalender Akademik.

Pada permulaan semester, guru RA berkewajiban membuat program yang mencakup: a). Program Persiapan Mengajar dan Aministrasi Pembelajaran lainnya, b). Program Keguatan Ekstra Kurikuler Khusus bagi Guru yang diberi Tugas sebagai Pembina Kegiatan Ekstra Kurikuler dan, c). Program Semester.

Para kepala RA dan para guru RA juga secara cermat

Para kepala RA dan para guru RA juga secara cermat

Dalam dokumen Powered by TCPDF ( (Halaman 37-64)

Dokumen terkait