• Tidak ada hasil yang ditemukan

Powered by TCPDF (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Powered by TCPDF ("

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah Indonesia, melalui Kemendiknas sangat memperhatikan eksistensi lembaga pendidikan anak sejak usia dini, yaitu pada tahun 2010 telah ditetapkannya tentang kebijakan pada pengembangan PAUD yaitu dengan pendekatan

“Holistik Integratif”1, yaitu berarti pendekatan pendidikan kepada anak usia dini secara menyeluruh dan terintegral antar aspek pendidikan dan aspek lain yang melingkupinya. Aspek- aspek tersebut meliputi, pelayanan gizi anak, kesehatan anak, pengasuhan anak, dan perlindungan anak.

Pada anak usia 2-7 tahun anak idealnya memperoleh pendidikan yang berupaya mengembangkan semua potensi ranah diri pada anak meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Anak pada usia dini ini banyak menirukan segala hal dari lingkungan terdekatnya, terutama dari kehidupan keluarga dan kehidupan di lingkungan sekolah anak usia dini.

Perkembangan bahasa anak pada usia dini sebagai masa yang disebut “golden age”, maka menjadi perhatian serius bagi orangtua dan para guru di level pendidikan usia dini untuk secara cermat, tepat dan optimal dalam mengembangkan kemampuan kognitif anak.

Perkembangan fisik yang menjadi perhatian pendidik pada para anak didiknya meliputi kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan jasmani anak serta fungsi-fungsi indera pada anak. Fisik dan indera yang sehat dan normal akan mendukung tingkat perkembangan psikis anak, termasuk pada ranah kognitifnya. Para pendidik bertugas memberikan pendidikan dan pengajaran secara intensif terhadap anak didiknya dalam proses memahami diri dan kesuksesan anak dalam beradaptasi dengan

1Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PAUD Holistik Integratif di Satuan PAUD, Jakarta:

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2015, hal 1.

(5)

2 lingkungannya, baik di keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas.2

Pada ranah kognitif anak yaitu proses dan aktivitas anak yang terkait dengan aktivitas intelegensi seperti mengingat, menandai secara simbol, mengkategorisasi, berfantasi, menciptakan, dan upaya pemecahan masalah. Pada ranah afektif yaitu terkait aktivitas kejiwaan terkait perasaan kejiwaan anak, seperti rasa empati dan simpati, rasa cinta dan sayang, dan juga ranah psikomotorik yang terkait dengan keterampilan anak secara fisik, seperti mengambar, menyusun sesuatu dan lainnya.

Demikian pula dalam perkembangan bahasa anak sebelum mereka memasuki jenjang sekolah, anak mulai belajar banyak bahasa dari lingkungannya, yang secara otomatis akan memperkembangkan ranah kognitif anak. Maka menjadi keharusan untuk membimbing dan memelihara stabilitas perkembangan bahasa anak secara intensif sebagai bentuk diteksi dini atas kelambatan berbicara anak. Penditeksian sejak dini atas perkembangan bicara anak akan sangat bermanfaat bagi upaya maksimal dalam mengembangkan ranah kognisi dan bahasa anak.3

Pada anak usia 2-7 tahun setidak ada 4 hal terkait pengembangan ranah kognisi anak usia dini, yaitu: 1).

Mengembangkan imitasi tidak langsung pada diri anak; 2).

Mengembangkan permainan simbolis pada anak; 3).

Mengembangkan kemampuan menggambar pada anak; dan 4).

Menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian.4

Empat hal terkait ranah pengembangan ranah kognisi pada anak usia PAUD, TK, RA pada prakteknya merupakan upaya pengembangan bidang kognitif anak yaitu pengembangan

2Utami Munandar, Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat, Jakarta:

Rineka Cipta, 2009, hal 27.

3 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, hal 50.

4Muhammedi, Dimensi Perkembangan dan Bimbingan Kognitif Peserta Didik, Medan: Perdana, 2016 hal. 187. Dimuat pada Buku Proseding Seminar Internasional FITK UIN Sumatera Utara Medan dengan judul Buku,

“Strategi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membentuk Sumber daya Manusia Berkarakter”.

(6)

3 auditori, visual, taktil, kinestik, aritmatika, geometri, dan sains pada diri anak.5

Pengembangan ranah kognitif pada anak usia PAUD, TK, RA dapat dilaksanakan dengan menggunakan berbagai macam metode pengembangan kognitif anak usia dini, antara lain metode bermain, bercerita, karya wisata, eksperimen, tanya jawab, pemberian tugas, demonstrasi, mengucap syair dan sosiodrama.6\ Metode-metode tersebut merupakan metode pengembangan kognitif secara umum yang dilaksanakan oleh guru-guru PAUD, TK, RA.

Spesifikasi pada guru Raudhatul Athfal (RA) sebagai lembaga PAUD dengan orientasi kelembagan pendidikan Islam idealnya dapat memadukan antara metode pengembangan kognitif anak secara umum dengan metode pengembangan yang didasarkan pada kependidikan Islam yang didasarkan pada Alquran dan Alhadist Nabi Muhammad SAW. Metode pengembangan kognitif anak berdasarkan prespektif Islam dapat disebutkan antara lain metode Al Qishash (Metode Kisah), Uswatun Hasanah (Suri Tauladan), Hiwar (Percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik tertentu dengan sengaja diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidik), dan Al-Amsal (Perumpamaan).7

Berdasarkan Dokumentasi Data Kelembagaan Raudhatul Athfal TA 2017/2018 di Kota Metro dapat disebutkan bahwa di Kota Metro terdapat 5 (lima) Raudhatul Athfal, yaitu dari lebih tua secara tahun pendirian: 1). RA Perwanida (Berdiri Tahun 1988); 2). RA Nurul Huda (Berdiri tahun 1999); 3). RA Ma’arif (2010); 4). RA Al Akbar (2014), dan 5). RA Maharani (Berdiri tahun 2014). Hal ini menunjukkan terdapat 2 RA yang sudah lama berdiri yaitu 29 tahun dan 18 tahun, 1 RA berusia 7 tahun

5Khadijah, Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini, Medan: Perdana, 2016, hal. 50.

6 Khadijah, Pengembangan...,hal. 87-119.

7 Gusnimar, 2016, Dasar Filosofi dan Keislaman Pendidikan Anak Usia Dini, Medan: Perdana, 2016, hal. 69-81.Dimuat pada Buku Proseding Seminar Internasional FITK UIN Sumatera Utara Medan dengan judul Buku,

“Strategi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membentuk Sumber daya Manusia Berkarakter”.

(7)

4 dan 2 RA baru berusia 2 tahun. Sesuai dengan usia RA tersebut, terlihat bahwa RA Perwanida memiliki jumlah guru, siswa serta fasilitas lain yang lebih representatif dari RA lainnya.

Dari 28 guru RA pada RA di Kota Metro tersebut, baru 2 orang guru yang bersertikat pendidik profesional guru RA yaitu pada RA Perwanida, sementara 26 guru lain di RA Kota Metro belum bersertifikasi sebagai pendidik profesional. Pada aspek lainnya terkait dengan pengembangan kompetensi guru RA, yaitu pada keikutsertaan pada Bimbingan teknik (Bintek) Kurikulum 2013 pada program PAUD baru diikuti oleh 4 guru RA, sementara 24 guru RA lainnya belum mengikuti.

Demikian pula dalam tingkatan kualifikasi pendidikan, belum semua guru RA memiliki latarbelakang pendidikan sarjana pendidikan pada program pendidikan anak usia dini, atau psikologi. Adapula guru RA yang memiliki kualifikasi sarjana non kependidikan yaitu 1 guru sarjana ekonomi, dan 1 orang sarjana hukum Islam. Sebagian lainnya masih pada level sarjana diploma dua dan bahkan masih level sekolah menengah atas.8

Demikian pula dengan pemenuhan struktur kelembagaan dari kepala sekolah, guru dan tenaga pendidik serta personalia lainnya yang belum terpenuhi secara kuantitatif dan secara kualitatifnya.9

8Standar pendidik (guru) dan tenaga kependidikan yang terinci dari kualifikasi akademik dan kompetensi guru Raudhatul Athfal (RA) telah diatur melalui Permendiknas No. 16 tahun 2007,Tanggal 4 mei 2007 tentang Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Pada lampiran Permendiknas ini dijelaskan bahwa kualifikasi akademik bagi guru pada satuan pendidikan jalur formal termasuk kualifikasi akademik pendidik pada PAUD/TK/RA harus memiliki pendidikan minimalberkualifikasi diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang PAUD atau psikologi yang diperoleh dari Prodi terakreditasi.

9Struktur kelembagaan RA minimal terdiri: kepada RA, guru, dan tenaga administrasi. Bagi guruyang belum berkualifikasi D-4/S1 distatuskan

sebagai guru bantu.

Standar pengelolaan RA juga telah diatur dalam PP RI No. 66 tahun 2010 Tentang Perubahan atas PP No. 17 tahun 2010 yaitu Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Di pasal 1 ayat 5 disebutkan: Raudhatul Athfal (RA), adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4-6 tahun.Direktorat PAUD, Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, 2004, hal 10.

(8)

5 Pengetahuan, pemahaman serta kemampuan mengimplementasikan secara integral praktik pendidikan secara umum dan secara karakteristik Islam menjadi keharusan dalam proses mencapai tujuan pendidikan baik secara Islam, nasional serta institusi RA.10 Demikian pula dalam implementasi metode pendidikan pada RA idealnya dapat mengintegralkan metode pendidikan secara umum dan metode pendidikan Islam untuk anak usia dini.

Berdasarkan Wawancara pendahuluan Kepada Ibu Dra.Hj. Nursyamsiati, selaku pengawas RA di Wilayah Kota Metro; Ibu Kustantinah (RA Perwanida); Ibu Idha Fatmawati (RA Al Akbar); Ibu Yulianingsih (RA Nurul Huda) dapat dijeskan bahwa pada kelima Raudhatul Athfal dijelaskan bahwa, belum terpenuhinya kualifikasi guru RA secara ideal, karena masih minimnya sarjana keguruan PAUD yang ada, terlebih belum adanya lulusan guru PAUD dari Tarbiyah atau Ilmu Keguruan Islam. Konsekuensinya sebanarnya sudah mulai dipahami dan dibenahi, sehingga upaya peningkatan dan pengembangan RA di Kota Metro secara kelembagaan dan praktik praktik pembelajaran terus dilakukan guna mememuhi standar idealitas pada penyelenggaraan pendidikan RA yang merupakan pendidikan PAUD yang bercirikan agama Islam.

Praktek implementasi metode pendidikan Islam, dijelaskan oleh Ibu Pengawas RA, bahwa pada beberapa kesempatan supervisi dan pembinaan terhadap para guru RA, telah disampaikan beberapa hal terkait metode dan model pendidikan Islam untuk PAUD. Beberapa guru dengan latarbelakang pendidikan dari Tarbiyah (Kependidikan Islam),

10Setelah menempuh pendidikan di RA selama 1 (satu) atau 2 (dua) tahun, maka lulusan RA diharapkan memiliki kompetensi lulusan: 1).

Menunjukkan pemahaman positif tentang diri dan kepercayaan diri; 2). Mulai mengenal tuntunanagama Islam; 3). Menunjukkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain, sesama dan alam sekitar; 4). Menunjukkan kemampuan berpikir sistematis dan runtut; 5). Berkomunikasi dengan orang lain secara efektif; 6). Terbiasa untuk hidup sehat; 7). Menunjukkan perkembangan fisik secara normal. Departemen Agama, Kurikulum Berbasis Kompetensi Raudhatul Athfal Tahun 2004, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004, hal 17.

.

(9)

6 akan mudah menerima dan secara aktif dapat mengimplementasikan dalam proses pembelajaran, namun sebagian guru yang lain kurang bisa memahami serta mengemplimentasikan secara baik, bahkan terkadang beberapa istilah dari metode pendidikan Islam tersebut masih asing di telinga beberapa guru RA tersebut.

Dengan penelitian ini akan memberikan konstribusi positif dalam upaya peningkatan dan pengembangan RA secara ideal sesuai eksistensinya sebagai lembaga pendidikan anak usia dini yang bercirikan agama Islam serta dapat menunjukkan distingsi serta karakter RA sebenarnya sehingga semakin manjadi pilihan bagi para orangtua muslim untuk menitipkan pendidikan awal bagi putra-putri mereka pada Raudhatul Anfal di Kota Metro.

B. Rumusan Permasalahan

1. Bagaimanakahpengembangan ranah psikis siswa melalui implementasi metode pendidikan Islam yang dilaksanakan pada Radhatul Athfal di Kota Metro?.

2. Bagaimanakah implementasi metode pendidikan Islam yang terintegral dengan metode pendidikan yang dilaksanakan pada Raudhatul Athfal di Kota Metro?.

C. Tujuan dan Manfaat.

1. Tujuan Penelitian.

a. Mendeskripsikan dan menganalisis tentang pengembangan ranah psikis siswa melalui implementasi metode pendidikan Islam yang dilaksanakan pada Radhatul Athfal di Kota Metro.

b. Mendeskripsikan dan menganalisis tentang implementasi metode pendidikan Islam yang terintegral dengan metode pendidikan yang dilaksanakan pada Raudhatul Athfal di Kota Metro.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Memberikan wawasan kepada semua unsur yang terkait dengan eksistensi RA di Kota Metro yang telah dijalankan oleh para stakeholder dan pengelola kelembagaan RA di Kota Metro, spesifikasinya pada aspek implementasi metode pendidikan Islam yang

(10)

7 berintegral dengan metode pendidikan yang dilaksanakan pada Radhatul Athfal di Kota Metro.

b. Menjadi bahan refleksi bersama atas dinamika penyelenggaran pendidikan RA dan upaya untuk meminimalisir dan mengatasi berbagai hambatan pada peningkatan dan pengembangan kualitas RA pada tahapan-tahapan berikutnya.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan penelitian Luluk, 11 bahwanya pada anak usia TK penting untuk diimplementasikan metode permainan konstruktif untuk mengembangkan kognitif anak. Pada praktiknya pemilihan meode harus cocok dengan tingkat perkembangan anak usia dini. Demikian pula penelitian I Gst Ayu Agung, dkk12 yang menunjukkan bahwa penelitian terhadap aspek kognitif penting adanya, salah satunya dengan impelementasi metode pembelajaran yang tepat seperti metode eksperimen untuk pembelajaran sains.

Pada aspek kognitif lainya seperti keterampilan berhitung sebagai bagian dari kompetensi akademik dasar anak juga harus diperhatikan, sebagaimana penelitian Amanda dan Dwi,13 bahwa anak-anak usia TK dapat dilatih kemampuan

11Luluk Iffatur Rochmah, Penerapan Permainan Konstruktif di TK Aisyiayah Bustanul Athfal Sambiroto, dimuat pada Prosiding Seminar Nasional Pendidikan: Tema “Desain Pembelajaran di Era Asean Economic Community (Aec) untuk Pendidikan Indonesia Berkemajuan” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4; Juga, Ramaikis Jawati, Peningkatan Kemampuan KognitifAnakmelalui Permainan Ludo Geometri di PAUD Habibul Ummi II, Spektrum Pls, Vol. 1 No. 1 April 2013, hal 250-263.

12I Gst Ayu Agung Ngurah Kartika1, I Wayan Wiarta dan Made Putra, Penerapan Pembelajaran Sains melalui Eksperimen untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak TK Dwi Rahayu Kumara Denpasar, e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4. No. 1 - Tahun 2016, hal 1-10.

13Amanda Syahri Nasution dan Dwi Septi Anjas Wulan, Peningkatan Kemampuan Berhitung Anak melalui Benda Realita, Jurnal Penelitian Pendidikan MIPA, Vol. 2 No. 1 Juli, Tahun 2017, hal 86-92.

(11)

8 kognitif berhitungnya melalui pemanfaatan benda-benda nyata pada kehidupan anak untuk selanjutnya dilatih pada hal-hal asbstrak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Raudhatul Athfal

1. Sejarah dan Perundangan Raudhatul Athfal

Raudhatul Athfal atau biasa disingkat RA dari asal kata Raudhah yang bermakna taman. Sedangkan dan athfal yang bemakna anak-anak. Secara etimologi Raudhatul athfal diartikan taman kanak-kanak (TK). RA adalah salah satu lembaga pendidikan usia anak pra sekolah. Peraturan pemerintah tentang pendidikan pra sekolah telah ada sejak tahun 1990 tetapi untuk level Raudhatul Athfal belum tercantumkan. Selanjutnya beberapa penjelasan terkait dengan eksistensi RA dapat dijelaskan sebagai berikut:14

Meskipun tidak terdapat nama Raudhatul Athfal (RA) dalam PP RI No. 27 tahun 1990 tersebut akan tetapi eksistensi lembaga Raudhatul Athfal (RA) telah dikenal dengan istilah Bustanul Athfal (BA) di sekolah-sekolah Perguruan Muhammadiyah atau dengan nama Taman Kanak-kanak Islam (TK Islam) di lembaga lain. Bustanul Athfal (BA) pertama didirikan Aisyiyah pada tahun 1919 di Yogyakarta. Hal ini dikarenakan pada saat itu belum ada istilah Raudhatul Athfal.

Untuk level RA ini dinamakan juga oleh Organisasi Aisyiyah dengan Taman Kanak-kanak Frobel (TK Frobel), Frobel yaitu nama seorang ahli pendidikan anak.

Penggunaan istilah Raudhatul Athfal (RA) untuk pertama kalinya ditemukan dalam UU Pendidikan No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat pada pasal 28. Pada pasal 28 tersebut disebutkan bahwa Raudhatul Athfal adalah lembaga pendidik anak usia dini yang berada pada jalur

14Latar Belakang RA http://igrajaksel.blogspot.co.id/2016/11/sejarah- ra_24.html. Diunduh tanggal 10 Oktober 2017, Lihat Juga Peraturan Pemerintah RI No. 27 tahun 1990; Juga UU Pendidikan No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Juga PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

(12)

9 formal yang sederajat dengan Taman Kanak-kanak.

Penyelenggaraan Raudhatul Athfal harus juga memenuhi standar pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam PP No.

19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ada 8 standar yang harus dipenuhi oleh sebuah lembaga pendidikan pada jalur formal yaitu: 1). Standar isi; 2). Standar proses; 3).

Standar kompetensilulusan; 4). Standar pendidik dan tenaga kependidikan; 5). Standar sarana dan prasarana; 6). Standar pengelolaan; 7). Standar pembiayaan; dan 8). Standar penilaian pendidikan.

2. Kurikulum Raudhatul Athfal

Kurikulum yang diberikan kepada peserta didik pada level Raudhatul Atfal dapat dijelaskan sebegai berikut:15

Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2014 disebutkan bahwa untul untuk level RA terdapat (enam) 6 kompetensi yang menjadi ranah pengembangan dalam pembelajaran di RA yaitu: a). Kompetensi akhlak perilaku, b).

Kompetensi Agama Islam, c). Kompetensi Bahasa, d).

Kompetensi kognitif, e). Kompetensi fisik, f). Kompetensi seni.

Selanjutnya pada keenam ranah pengembangan tersebut dikembangkan sesuai dengan kurikulum RA tahun 2004 yang terdiri atas: 1). kompetensi dasar, 2). materi pokok, 3). hasil belajar, dan 4), indikator. Kompetensi dasar yaitu kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik RA dalam tiap bidang pengembangan di RA. Materi pokok yaitu materi minimal yang harus diberikan pada kompetensi dasar sesuai yang ditetapkan untuk pserta didik RA.

15Ibid. Pada sisi lainnya, para guru juga harus membedakan perlakukan pada anak usia Pra TK dan TK, sebab pada diri mereka serupa tapi tak sama.

Lihat. Irawati Istadi, Istimewakan setiap Anak,Jakarta: Pustaka Inti, 2007,hal 131-134. Pada sisilain, Guru RA juga harus memahami secara detail aspek psikologi perkembangan anak RA terutama aspek dasar psikologi perkembangan dasarnya seperti tugas-tugas perkembangan anak, perkembangan kognitif anak, dan masalah-masalah umum yang terjadi pada anak. Lihat Nurussakinah Daulay, Psikologi Kecerdasan Anak, Medan:

Perdana, 2015, hal17-30.

(13)

10 Ketika proses pembelajaran di RA dilaksanakan idealnya para guru RA memperhatikan sepuluh prinsip pembelajaran yaitu:a). Berorientasi pada; b). Kebutuhan Anak; c). Belajar Sambil Bermain, d). Kreatif dan inovatif; e). Lingkungan yang Kondusif; f). Menggunakan Tema-tema yang dikenal anak; g).

Mengembangkan kecakapan hidup, h). Menggunakan Pembelajaran Terpadu; i). Pembelajaran beorientasi pada Prinsip-prinsip Perkembangan Anak, j). Pencapaian Kemampuan, dan k). Penilaian.

Pada peserta didik RA hendaknya juga berprinsip pada upaya mengembangkan kecakapan hidup peserta didik, yaitu segala proses pembelajaran harus diaruhkan guna mengembangkan kecakapan hidup anak. Pengembangan kecakapan hidup anak didasarkan pada 2 (dua) tujuan yaitu: a).

Berkemampuan untuk menolong diri sendiri (self help), disiplin, dan bersosialisasi; b).Berbekal kemampuan dasar guna melanjutkan untuk jenjang selanjutnya.

Cara belajar usia RA yang relevan antara lain: a). Belajar melalui bermain, b). Belajar dengan melakukan; c). Belajar melalui inderanya; d). Belajar dengan gerakan; e). Belajar dengan dukungan penuh; f). Belajar sesuai taraf perkembngan;

g). Belajar melalui contoh; h). Belajar melalui pengulangan; i).

Belajar melalui kcgiatan eksperimen; j). Belajar dengan keterbukaan; k). Belajar melalui interaksi terhadap teman- temannya; l).Belajar melalui lingkungan yang positif; j). Belajar dengan kondisi fisik mereka; dan k). Belajar melalui kegiatan terintegrasi.

Pada kompetensi akhir lulusan RA diharapkan mereka memiliki kompetensi lulusan yaitu: a). Menunjukkan atas pemahaman positif tentang diri dan kepercaya diri, b). Mulai mengenali dasar-dasar ajaran Agama Islam, c). Menunjukkan kemampuan dalam berinteraksi dengan keluarga, orang lain dan alam sekitar, d). Menunjukkan kemampuan untuk berpikir runtut; e). Berkomunikasi dengan lancar dan efektif; f).

Terbiasakan untuk hidup bersih dan sehat; dan f). Menunjukkan perkembangan fisik dan psikis yang normal dan sehat.

Spesifikasi pada peserta didik guna mencapai kompetensi lulusan yaitu mulai mengenali dasar-dasar ajaran Islam pada usia dini, setidaknya para guru RA dapat

(14)

11 mempelajari dan mengimplementasikan beberapa aspek terkait perkembangan agama pada anak.16 Aspek tersebut meliputi a).

Teori pertumbuhan agama pada anak, b). Tahap perkembangan jiwa beragama pada anak, c). Sifat beragama pada anak, d).

Pandangan anak terhadap beberapa ajaran agama, e). Minat beragama anak, dan f) usaha mengembangkan jiwa keagamaan anak pada usia dini.

B. Pengawas sebagai Pembina Guru Raudhatul Atfal

Dalam peraturan perundang-undangan dapat digambarkan bahwa seorang pengawas Pengawas PAI termasuk pengawas pada penyelenggaraan lembaga Raudhatul Atfal mempunyai beberapa dimensi tugas yaitu: 1) Pengawas adalah17 ASN (Aparatur Sipil Negara), 2). Pengawas adalah pejabat fungsional yang kenaikan pangkat dan jabatannya melalui angka kredit, 3) Pengawas merupakan salah satu tenaga teknis kependidikan yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan pengawasan teknis kependidikan dan administrasi pada satuan pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.

1. Tugas Pengawas Raudhatul Atfal

Berdasarkan SK Menpan No.118/1996, tugas pokok pengawas adalah menilai dan membina teknis kependidikan dan administrasi, proses belajar mengajar, evaluasi dan kegiatan ekstra kurikuler. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan teknis administrasi meliputi administrasi personil, administrasi materiil dan administrasi operasional. Maka gambaran yang jelas tentang supervisi teknis pendidikan dan administrasi pada RA dapat dilihat dalam uraian berikut:

a. Supervisi teknis Pendidikan

Teknis pendidikan mencakup kurikulum, PBM, evaluasi dan kegiatan ekstra kurikuler.

1). Supervisi terhadap kurikulum

16Masganti Sit. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, Medan:

Perdana. 2015. hal 120-136.

17Departemen Agama, Pedoman Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Depag RI, 2003, hal 60-61.

(15)

12 2). Supervisi tehadap belajar mengajar

3). Supervisi terhadap penilaian/evaluasi

2. Wewenang dan Tanggung Jawab Pengawas Raudhatul Athfal

Sesuai dengan bunyi Surat Keputusan Menpan No. 118/

1996 Bab I pasal 1 angka (1) yang menyatakan bahwa pengawas sekolah adalah ASN yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan yang menjadi tanggungjawabnya. Maka wewenang dan tanggung jawab pengawas RA dapat dirumuskan sebagai berikut:18

a). Wewenang

Setiap pengawas RA, diberi wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan supervisi atau pengawasan teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Adapun penjabaran wewenang pengawas antara lain adalah:

(1) Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi.

(2) Menetapkan tingkat kerja guru-guru dan tenaga lainnya di RA serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

(3) Menentukan dan mengusulkan program-program pembinaan serta melakukan pembinaan.

b). Tanggung Jawab

Pengawas RA sebagaimana pengawas Pendidikan Agama Islam pada Sekolah/Madrasah sebagaimana dimaksud dalam Permenag No. 2 Tahun 2012 Pasal 2 ayat (2) bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas perencanaan, proses, dan hasil pendidikan dan/atau pembelajaran pada RA yang menjadi tanggungjawabnya.

18Departemen Agama RI, Op Cit, hal 72-74

(16)

13 Berdasarkan kewenangan tersebut di atas, maka setiap pengawas memikul tanggung jawab sebagai berikut:

(1). Terlaksananya kegiatan supervisi/ pengawasan atas pelaksanaan pendidikan di RA sesuai dengan penguasaannya pada RA.

(2). Meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di RA, termasuk kualitas pendidikan agama.

(3). Meningkatkan kualitas guru, siswa, kepala RA dan seluruh staf RA yang berada di bawah pembinaannya.

(4). Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pendidikan di RA di wilayah pembinaannya.

C. Metode Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam beberapa literatur Islam, yang memadankan istilah metode yaitu dengan istilah Thariqah, manhaj dan thariq19 . Berdasarkan istilah-istilah yang bermakna sama dengan metode yang digunakan dalam kancah pendidikan Islam memberikan penegasan bahwa aspek metode atau manhaj dalam pendidikan Islam adalah hal yang penting dan harus diketahui serta diterapkan oleh para pendidik muslim dalam setiap level pendidikan termasuk pada level pendidikan anak usia dini.

Melalui metode pendidikan yang tepat, maka anak dapat diberikan perlakuan yang sesuai terkait dengan karakteristik pada masing-masing individu anak serta sesuai dengan tingkatan usia berikut dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada masing-masing anak. Pada konteks pendidikan Islam maka menjadi keharusan bagi guru untuk paham dan dapat

19Al Rasyidin, Falsafat Pendidikan Islam; Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan,Bandung:

Citapustaka Medis Perintis, 2012, hal 174,Juga, Gusnimar, Dasar Filosofi dan Keislaman Pendidikan Anak Usia Dini, Medan: Perdana, 2016, hal.

73.Dimuat pada Buku Proseding Seminar Internasional FITK UIN Sumatera Utara Medan dengan judul Buku, “Strategi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membentuk Sumber daya Manusia Berkarakter”.

(17)

14 mengaplikasikan secara benar pada aspek-aspek dasar metode pendidikan Islam.20

Nabi Muhammad SAW memodelkan berbagai metode pendidikan yang ringkas, efektif dan efesien, gampang untuk dipahami, ditelaah serta diterima secara logis oleh para anak didik sesuai dengan kapasitas serta karakteristik anak sesuai tingkatan umurnya.21 Lebih lanjut disebutkan bahwa Rasulullah SAW kerap menggunakan analogi guna mentransfer ilmu pengetahuan, mencontohkan atau menunjukkan materi dalam bentuk modeling, dan memberikan uraian penjelasan secara gamblang. Pun dengan kondisi fisik dan psikis serta latar belakang anak didik. Demikian pula pada fase perkembangan masa kanak-kanak, maka fase bermain sebagai dominasi dunia anak-anak mutlak untuk diperhatikan.22

Terdapat beberapa metode pendidikan Islam dalam mendidik anak usia dini, yang bersumberkan ajaran Islam pada Alqur’an dan Alhadist yaitu sebagai berikut:23

1. Metode Al-Qishash

Pada umumnya anak-anak menyukai cerita, dongeng, fabel dan kisah-kisah yang disajikan sesuai dengan kondisi, kehidupan dan bahasa pada usia anak-anak. Dengan mendengarkan suatu kisah, kepekaan jiwa dan perasaan anak sebagai peserta didik tergugah. Meniru tokoh yang baik dalam kisah dapat bermanfaat bagi pemodelan kehidupan anak, dan sebaliknya akan membenci dan menjauhi perilaku tokoh yang tidak baik sesuai isi kisah yang dipelajarinya.24

20Syafarudin, dkk, Ilmu Pendidikan Islam; Melejitkan Potensi Budaya Umat, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2014, hal 122; Juga, Gusnimar, Dasar Filosofi,...hal 73.

21Ghuddad dan Abduk Fattah, Ar-Rasul Al Mutaallim wa Asalibuhu fil ta’lim; 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rasulullah, Bandung: Irsyad Baitus Salam 2012, hal 77, Juga Gusnimar, Dasar Filosofi,...hal 73..

22Gusnimar, Dasar Filosofi,...hal 73.

23Gusnimar, Dasar Filosofi,...hal 73-81.

24Gusnimar, Dasar Filosofi,...hal 75, Juga dalam Mujib dan Mudzakir, Ilmu Pendidiksan Islam, Jakarta: Kencana, 2014, hal 193.

(18)

15 Di dalam al-Qur‟an kata qishash diungkapkan sebanyak dua puluh enam kali dalam berbagai bentuk, baik fi‟il madli, mudhari‟, amar, maupun mashdar yang tersebar dalam berbagai ayat dan surat.25 Penggunaan kata yang berulang kali ini memberikan isyarat akan urgensinya bagi umat manusia. Bahkan salah satu surat Al-Qur‟an dinamakan surat al-Qashash yang artinya kisah-kisah.

Beberapa contoh kitab yang disebutkan dalam Alqur’an yaitu:

a. Kisah Nabi Sulaiman dan semut dalam QS. An Naml (27): 15-19

b. Kisah Qabil dan Habil (QS. Almaidah (5): 27-31 c. Kisah Nabi Zulkarnain (QS. Al Kahfi (18): 83-98.

Dalam Al-Qur'an,ada dua macam cerita. Jenis pertama adalah "Qashashul anbiya" yang dapat diterjemahkan sebagai

" kisah-kisah para nabi " dan yang kedua adalah" kisah dari berbagai bangsa terdahulu". Misalnya, pada QS Al-Qashash untuk mengetahui kisah Nabi Musa, QS Ibrahim tentang Nabi Ibrahim, QS Ash-Shaffat tentang Ibrahim, Musa, Dawud, Ishaq, Yunus, Ilyas; QS Shod tentang Dawud, Sulaiman dan sebagainya.Kisah Nabi Yusuf disebut "ahsanul Qashash" (Kisah Terbaik). Surah ini menyebutkan kehidupan Nabi Yusuf , kisah antara Yusuf , saudara-saudaranya dan ayahnya, Nabi Yaqub dan kisah antara Yusuf dan Zulayha yang jatuh cinta padanya dan bagaimana dia memohon perlindungan kepada Allah dari hawa nafsu Zulayha . Anda dapat membaca " Surat Yusuf " untuk mengetahui lebih lanjut.Jeniskedua adalahkisahdari bangsa-bangsa terdahuluseperti Jallut (Goliath), Talut, Penghuni Gua, DzulQarnain, Maryam (Maria, ibu Nabi Isa ), Asiyah (istri Fir'aun ), beberapa peristiwa yangterjadi pada masa Nabi Muhammad dan sebagainya.26

25Hatta, Jauhar. 2009. “Urgensi Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an al-Karim bagi proses Pembelajaran PAI pada MI/SD,” dalam Jurnal Al-Bidayah PGMI, Vol. II, hal. 14 .

26http://www.hakikatislam.com/pertanyaan-jawaban/kitab/kisah-kisah- dalam-al-quran, diunduh tanggal 17 Oktober 2017.

.

(19)

16 2. Metode Uswatun Hasanah

Dalam rangka pembentukan karakter, metode contoh teladan (uswatun hasanah) ini adalah salah satu metode yang sangat diandalkan, karena melalui keteladanan anak sebagai peserta didik dapat mencontoh perilaku yang baik dan menjauhi perilaku buruk27.

Pada fase-fase tertentu, anak sebagai peserta didik memiliki kecenderungan belajar melalui peniruan terhadap kebiasaan dan tingkahlaku orang di sekitarnya khususnya guru dan terutama orangtua.28 Pada usia anak cenderung lebih mudah belajar melalui peniruan, oleh karena ituguru dan orangtua harus mengoptimalkan metode uswatun hasanah.

Melalui metode ini diharapkan anak adapt mengisi dan manambah referensi kognitif yang dimilikinya, sehingga anak dopat melakukan perubahan dari tidak tahu menjadi tahu.

Keadaan ini dapat dipahami dari Qishah Qabil yang awalnya tidak tahu cara menguburkan saudaranya yaitu habil yang telah dibunuhnya, ketika mendapatkan contoh dari dua ekor burung yang bertarung dan kemudian salahsatunya mati dan dengan cara menggali tanah, si burung tersebut menguburkan temannya yang mati, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Maidah (5): 31.

3. Metode Hiwar

Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik tertentu dengan sengaja diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidik.29 Metode hiwar ini bisa digunakan pada proses pembelajaran anak usia dini yang aktif dalam berkomunikasi yang tinggi.

27Daulay, 2014: 126, dikutip oleh Gusnimar.

28Abdul Mujib dan Jusuf Mudjakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2014: hal 126, dikutip oleh Gusnimar.

.

29Syafarudin, dkk,Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Umat, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2014, hal 125 dikutip oleh Gusnimar, hal 20.

(20)

17 Metode Hiwar dapat ditemukan di berbagai ayat Alqur’an diantaranya pada QS. Al A’raf (7): 172, ketika Allah SWT menanyakan kesaksian jiwa sebelum dilahirkan.

Pada ayat lainnya yaitu seperti pada QS. Al Isra (17): 85 tentang dialog mengenai ruh, dan jika ada pertanyaan tersebut, cukuplah dijawab bahwa “Roh itu ternasuk urusan Tuhan-ku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.

4. Metode Al-Amtsal

Contoh Al-Amtsal yaitu dalam QS Al Ankabut (29): 41,

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung- pelindung selain Allah adalah seperti laba-lab yang membuat rumah dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui”.

Terdapat empat keunggulan metode Al Amtsal yaitu:

a. Memperkuat peserta didik untuk memahami konsep abstrak, bagi anak usia dini sangat sulit sekali menyampaikan informasi yang abstrak, tetapi dengan permisalan maka akan memudahkan guru dan orangtua dalam menyampaikan informasi abstrak kepada anaknya.

b. Dapat merangsang kesan terhadap makna yang dipakai dalam pengajaran. Anak akan lebih mudah memahami dengan pemisalan-pemisalan yang disampaikan orangtua dan guru kepada mereka, sehingga menghasilkan kesan tersendiri.

c. Biasanya perumpamaan yang digunakan bersifat logis agar mudah untuk dipahami. Tujuan menggunakan metode Al Amtsal ini adalah agar anaka sebagai peserta didik mudah memahami, oleh sebab itu pemisalan yang digunakan harus bersifat logis.

d. Perumpamaan Qur’ani dan Nabawi akan memberikan motivasi kepada pendengar selaku peserta didik untuk berbuat baik. Tujuan pembelajaran adalah terjadinya perubahan dengan metode ini diharapkan anak mudah melakukan kebaikan-kebaikan melalui permisalan yang disampaikan.

(21)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian,30 dengan mengambil studi kualitatif pada implementasi metode pendidikan Islam pada Raudahtul Athfal di Kota Metro Lampung.

B. Pendekatan Penelitian

Sifat penelitian ini adalah kualitatif lapangan yang didasarkan pada pertimbangan bahwa fokus penelitian adalah hasil verifikasi implementasi metode pendidikan Islam pada Raudahtul Athfal di Kota Metro Lampung. Penelitian dilakukan melalui kajian terhadap implementasi metode pendidikan Islam pada Raudahtul Athfal di Kota Metro Lampung

C. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Metode observasi yaitu metode pengamatan yang diadakan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap objek.

Baik secara langsung ataupun tidak langsung.31 Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang keadaan geografis, sarana dan prasarana yang dimiliki, terkait dengan implementasi metode pendidikan Islam pada Raudhatul Athfal di Kota Metro Lampung.

2. Wawancara

Metode wawancara (interview), adalah alat pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan dan untuk dijawab secara lisan pula, dengan tatap muka pencari informasi (interviewer), dan sumber informasi (interview).32 Wawancara ditujukan para Kepala RA, Pengawas, Guru RA, Para tenaga

30P. Joko Subagyo, Metodologi Penelitian Teori dan Praktek, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1991), h. 109.

31Muhammad Ali, Penelitian Pendidikan: Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 1991), h. 91.

32Aminul Hadin, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Semarang: Toha Putra, 1991), h. 135.

(22)

19 Kependidikan dan pihak lain yang relevan dengan fokus penelitian ini.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan dan informasi penting yang telah didokumentasikan oleh pihak yang berwewenang di suatu organisai,33 dalam konteks penelitian ini didokumentasikan oleh Pihak lembaga RA maupun proses supervisi oleh Supervisor RA. Metode dokumentasi digunakan untuk mencermati berbagai informasi terkait implementasi metode pendidikan Islam pada Raudhatul Athfal di Kota Metro Lampung.

D. Teknik Analisa Data

Sesuai dengan jenis penelitian kualitatif maka teknik analisis datanya menggunakan cara berfikir sintetik yaitu

“Untuk mengadakan analisasi, seorang penyelidik seharusnya telah memiliki cara berfikir, pengupasan dan referensi atau titik tolak tertentu, misalnya penyelidik menganalisa fenomena di dalam unsur dan ditempatkan menurut titik tolak tertentu untuk penampungan dan sintesa”. 34

Pada penelitian kualitatif, aspek proses ditekankan daripada hanya sekedar hasil, dan penelitian kualitatif mempunyai medan yang alami, sebagai sumber langsung sehingga bersifat deskriptif-naturalistik. Pada proses analisis kualitatif menurut Miles dan Huberman yaitu “We define analysis as consisting of three concruent flow of activity; data reduction, data display, and conclution drawing or verication”.35 Berdasarkan pernyataan di atas maka terdapat tiga kegiatan utama yang saling berkaitan dan terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Sedangkan analisisnya menggunakan bentuk interaktif dari tiga komponen utama tersebut.

33Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 188..

34Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1982), h. 141.

35Miles & Huberman, Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Cecep Rohendi, (Jakarta: UI Press, 1994), h. 20.

(23)

20 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum

1. Gambaran Umum Raudhatul Athfal Ma’arif Metro Raudhatul Athfal Ma’arif 1 Metro didirikan pada tanggal 05 Juni 2007, dengan Nomor Ijin Operassional:

kd.08.010/3/PP.00/497/2010.

TK Ma’arif 1 Metro terletak di Jln Murai RT 19 Rw 3, Kelurahan Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota Metro..

Jumlah guru sebanyak 6 beserta kepala sekolah. Keenam guru tersebut yaitu Ibu Sulistiyowati (Kepala Sekolah), Ibu Siti Fatimah, S. Pdi, Ana Rosita NAM. A; Ibu Linda dani Kusuma;

Ibu Nayuk Usnani dan Ibu Suaida.

Jam belajar mulai pukul 7.00 WIB sampai dengan ukul 11.00 WIB. Jumlah siswa 63 siswa dengan rincian kelompok A:

Lk 8 dan Pr 11; Kelompok B: Lk 15 dan Pr 4; Kelompok C: Lk.

11 dan Pr.10. Metode pokok pembelajarannya yaitu bercerita, karyawisata, eksperimen, bercakap-cakap, demonstrasi, tanya jawab dan pemberian tugas. Kegiatan rutin keagamaanya yaitu baca tulis alquran dan latihan dakwah.

2. Gambaran Umum RA Purwanida

TK Perwanida (Persatuan Wanita Departemen Agama) didirikasejak 11 Mei tahun 1987. Izin operasional pertama dari Dinas Pendidikan Propinsi Lampung No. 00412020144 tahun 1988 dengan bentuk TK Perwanida. Tahun 1990 berganti jadi RA di bawah Departenen Agama dengan nomor izin operasional 13/RA/LT/1990, NPNS: 69732115 dam NSM: 101218720001.

Alamat Jln Brigjen Sutiyoso No 09 Metro Pusat. Jam belajar TK Perwanida mulai pukul 7.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. Memiliki 112 siswa, Kelompok A 32 siswa dan kelompok B 80 siswa. Metode pembelajaran yang digunakan yaitu bercerita, karyawisata, eksperimen, bercakap-cakap, demosntrasi, tanya jawab, sosiodrama, dan pemberian tugas.

Terdapat 11 Guru yaitu: Ibu Kustantinah (KS), Isnayati, Haridah, Sri Rahayu Ningsih, Asih Rindarti, Nining Fatimah RS, Dwi Septina Sari, Susanti Yuliasih, Sumarti, Eka Susilawati dan Yuharlina.

(24)

21 3. Gambaran Umum RA Nurul Huda

RA Nurul Huda didirikan tahun 1999 dengan nomor izin operasional: 120/RA/LT/1999. Alamat Jln Dewi Sartika no 17 Kelurahan Banjarsari Kecamatan Metro Utara. Jumlah siswa 36 siswa. Metode pembelajaran yang dilaksanakan yaitu bercerita, karyawisata, eksperimen, bercakap-cakap, demonstrasi, tanya jawab, sosiadrama dan penugasan. Jam belajar RA Nurul Huda mulai pukul 7.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. Guru yang dimiliki yaitu 4 Guru: Ibu Yulianingsih (KS), Ibu Dwi Puspita, Ibu Fadila Azhari Kusnul Janah, dan Ibu Reva Oktarida.

4. Gambaran Umum RA Maharani

RA Maharani didirikan tahun 2014 dengan izin operasional nomor: Kd.08.010/3/PP.001/637/2014. Beralamat di Jln Wolter Monginsidi Kelurahan Yosomulyo Kecamatan Metro Pusat. Memiliki 31 siswa. Jam belajar RA Maharani mulai pukul 7.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. Metode pokok pembelajarannya yaitu bercerita, karyawisata, eksperimen, bercakap-cakap, demonstrasi, tanya jawab, sosiodrama dan pemberian tugas. Tenaga guru RA Maharani yaitu Ibu Rahmadani Matondang, S. Hi, Akta dan Ibu Dwi Astuti,

5. Gambaran Umum RA Al Akbar

RA Al Akbar terletak di Jln Sutan Syahrir RT 12 Rw 3 Kelurahan Tejo Agung Kecamatan Metro Timur Kota Metro.

Didirikan tahun 2014 dengan Nomor Ijin Operasional:

Kd.08.0910/3/PP.00.1/2014. Jam belajar RA Al Akbar mulai pukul 7.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB Jumlah siswa 33 siswa.. Jumlah siswa. Metode pokok pembelajarannya yaitu bercerita, karyawisata, eksperimen, bercakap-cakap, demonstrasi, tanya jawab, sosiodrama dan pemberian tugas.

Terdapat 6 Guru RA termasuk Kepala RA yaitu: a). Ibu Fatmawati, A. Ma; b). Ibu Muryani; c). Siti Yulaelia, S.Pd.sd;

d). Retno Sri Indarti; e. Ibu Pirnaningsih.

(25)

22 B. Temuan Khusus

1. Pengembangan Ranah Psikis Siswa a. Pengembangan Ranah Kognitif

Para guru di RA memiliki tugas untuk mengembangkan ranah kognitif anak yaitu pada pengambangan keterampilan mengingat, menandai, mengkategorisasikan, berfantasi, menciptakan dan memecahkan masalah sederhana sesuai problem anak-anak usia RA. Beberapa kompetensi pada ranah kognitif yang menjadi fokus pengembangan pada para siswa RA di Kota Metro yaitu kompotensi yang dikembangkan di TK.

Purwanida yaitu pada aspek menghafal, praktek dam teori.

Adapun beberapa kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan yaitu pengajaran tentang rukun islam dan rukun iman bagi umat Islam. Kemampuan menghafal dan praktek menyebutkannya dipada dalam bentuk pembelajaran yang menyenangkan seperti bernyanyi, bertepuk tangan, dan kegiatan-kegiatan yang relevan bagi anak usia dini dalam rangka pengenalan awal tentang keagamaan Islam sejak dini, sehingganya sejak awal para siswa RA dibimbing, dibina dan diarahkan menuju ke arah kehidupan islami yang ideal.

Ibu Kustantinah menjelaskan bahwa:

“Kompetensi kognitif para siswa RA Purwanida dikembangkan melalui berbagai metode pendidikan Islam seperti mencontohkan pola menghafal pada hafalan do’a-doa harian, hafalan surat-surat pendek, dan dan asmaul husna.

Para guru RA idealnya memahami cara-cara menghafal yang mudah dikuti oleh para siswa diselingi dengan kegiatan menyanyi, berkisah dan perpaduan antara berbagai metode, tekhnik dan pendekatan pembelajaran yang releven bagi siswa usia RA”.

Pada pengembangan ranah kognitif ini, kemampuan guru menyajikan metode pembelajaran yang cocok akan dapat lebih bisa mengembangkan ranah kognitif anak RA secara maksimal.

Sebagaimana diterapkan di RA Nurul Huda, bahwa dalam mengembangkan ranah kognitif siswa RA, dilaksanakannya penyajian materi pembelajaran dengan bentuk nyanyian- nyanyian, seperti nyanyian huruf hijaiyah, dan juga menggunakan berbagai kisah-kisah.

(26)

23 Ibu Yulianingsih, dari RA Nurul Huda menjelaskan bahwa:

“Ketika kisah dapat disajikan dengan menarik dengan bahasa sederhana yang mudah dicerna dan dipahami oleh para anak usia dini, ditambahkan dengan uswatun hasanah serta metode lain yang cocok untuk diimplementasikan. Metode bernyanyi dalam berbagai materi ini diyakini oleh para guru RA Nurul Huda akan lebih mudah bagi siswa untuk mengingat-mengingat materi, menghafalkannya serta mengkategorikan berbagai macam dalam materi belajarnya”.

Pada RA Nurul Huda dapat dideskripsikan bahwa pengembangan ranah kognitif melalui metode pendidikan Islam yan dipraktekkan dan dianggap oleh para guru RA Nurul Huda sebagai metode yang mempermudah anak mengingat, menandai serta mengkategorikan yaitu salah satunya dengan praktek langsung dan hafalan, dan ditambahkan dengan metode perumpamaan.

Pada RA Al Akbar, pengembangan ranah Kognitif ditekankan pada pemahaman awal dan mendasar untuk mengingat huruf-huruf, baik huruf-huruf latin maupun huruf- huruf hijaiyah. Pengenalan terhadap huruf-huruf latin dimaksudkan untuk membekali dasar-dasar kemampuan dan keterampilan baca tulis narasi berbahasa Indonesia atau bahasa lainnya.

Ibu Ida Rahmawati, Guru RA Al Akbar menjelaskan bahwa:

“Pengenalan awal terhadap huruf-huruf hujaiyah dimaksudkan untuk memberikan pengenalan awal dari proses membaca Al qur’an maupun narasi yang dituliskan dengan huruf Arab atau hujaiyah. Metode pembiasaan menjadi salah satu metode yang digunakan dengan pembiasaan di awal waktu mulai belajar, dengan cara bersama-sama menyebutkan alfabetis dan huruf hijaiyah. Pada ranah kognitif ini, para guru RA Al Akbar berupaya melatih ingatan dan kekuatan hafalan dari dasar-dasar calistung (membaca, menulis dan berhitung).”

(27)

24 Pada RA Maarif para guru beserta kepala RA mengembangkan ranah kognitif siswa pada upaya penguatan hafalan surat-surat pendek, terutama pada Juz Amma dengan standar yang ingin dicapai yaitu pada anak kurang lebih 10 sampai 15 surat. Juga ditekankannya pada hafalan do’a do’a harian, dengan harapan bagi anak sudah terbiasakan dengan membaca Alqur’an sedari dini, serta terbiasa dalam kesehariannya dengan memulai aktifitas yang diawali dengan Bismillah dan doa, demikian pula dalam mengakhiri aktivitas keseharian mereka diakhiri dengan Hamdalah dan doa.

Ibu Sulistyowati, Guru RA Al Maarif menjelaskan bahwa:

“Para siswa RA Al Ma’arif dilatih untuk mengenali sedari dini akan arti sebuah ikhtiar dan usaha serta bersyukur akan nikmat Allah Swt serta bertawakkal atas hasil yang diterimanya. Pengembangan ranah kognitif dengan membekali materi-materi dasar ini diharapkan nantinya, anak-anak RA Ma’arif dapat dengan cepat beradaptasi dan mengikuti secara baik atas beragam mata pelajaran pada jenjang pendidikan di atasnya yaitu di Sekolah Dasar atau di Madrasah Ibtidaiyah (MI).”

Para Guru RA Ma’aarif menerapkan metode pendidikan Islam terkait dengan pengembangan ranah kognitif anak, yaitu secara integratif berupaya menggabungkan semua metode- metode seperti bercerita, Uswatun Hasanah, Hiwar (Percakapan/timbal balik), perumpamaan, dengan tujuan materi- materi ke RA an dan mudah dipahami dan dapat dilaksanakan oleh para siswa sesuai dengan tingkat perkembangan usia dan kemampuan mereka.

Pada RA Maharani para gurunya dalam mengembangkan kompetensi anak pada ranah kognitif memfokuskan metode Pendidikan Islam berupa pembiasaan-pembiasaan. Pembisaan sedari kecil diyakini akan lebih membekas dan melekat pada diri anak. Ibu Rahmadani Matondang menjelaskan bahwa:

“Pembiasaan yang dimaksudkan bagi para siswa RA Maharani yaitu menghafal dan memahami berbagai hal sesuai silabus dan materi ajar yang sifatnya berupa pengenalan awal dan pendasaran pada materi-materi keilmuan, baik keilmuan secara umum maupun spesifikasi pada keilmuan Keislaman, serta akhlakul karimah mereka. Pembiasaan yang dilakukan

(28)

25 seperti mengawali belajar dengan berdoa dan sekaligus memaknai doa tersebut. Demikian juga mengakhiri pelajaran.”

Secara kognitif, ketika anak terbiasa dengan berdoa dan menyebutkan arti harfiah dari doa tersebut, maka anak akan semakin hafal atas doa tersebut sekaligus makna dari do’a tersebut. Demikian pula diberikan pembiasaan-pembiasaan menghafal doa’ dan bacaan laiinya sesuai dengan aktivitas keseharian mereka, seperti hendak makan dan minum, berangkat ke sekolah, mendoakan orangtua dan seterusnya.

b. Pengembangan Ranah Afektif

Pada pengembangan ranah afeksi pada anak-anak usia RA ini, para guru RA mempunyai kewajiban untuk secara maksimal mengembangkan ranah keterampilan anak untuk memiliki rasa empati, simpati, rasa cinta, kasih sayang dan lainnya. Berikut deskripsi yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu pada TK Purwanida, pada pengembangan ranah afeksi ini, para siswa mereka dilatih untuk beriteraksi yang ideal penuh kesopanan, penghargaan dan penghormatan kepada para guru merek, orangtua serta teman-teman mereka. Sebagai contohnya, para siswa dilatih dan dibiasakan untuk mengucapkan salam kepada guru, menjaga ketertiban kelas dan tidak boleh berteriak- teriak di dalam kelas, tidak membuang sampah sembarangan, keluar kelas dengan pamit, masuk kelas mengucap salam, dan budaya hidup jujur, bersih, sehat dan berakhlakul karimah.

Para Guru RA Purwanida menekankan aspek afeksi berupa pengajaran dan pembiasaan kasih sayang antar teman.

Para guru diberikan tugas untuk melakukan pengamatan dan observasi harian, baik ketika para siswa berada di kelas maupun ketika mereka berada di luar kelas pada saat istirahat dan bermain. Pengamatan dan obervasi ini tercatat dengan baik, sehingga guru memiliki data akurat tentang perkembangan perilaku anak dan hal-hal lain yang merupakan wujud dan cerminan ranah afeksi yang dimiliki anak. Semakin ranah afeksi anak baik, maka akan tercerminkan pada aspek perilakunya yang menunjukkan kasih sayang kepada teman, hormat kepada

(29)

26 guru dan perilaku baik lainnya. Pun sebaliknya. Guru dapat melakukan proses pembinaan secara lanjut sesuai dengan catatan perilaku yang ada guna treatmen kedepannya agar lebih terkembangkan ranah afeksinya secara maksimal sesuai kondisi usia dininya. Ibu Ishayati menjelaskan bahwa:

“Pada proses pengamatan dan observasi perilaku harian siswa RA Purwanida, bahwa sering terjadinya selisih antar anak, yang kemudian para guru secara asah asih asuh berupaya melerai antar siswa yang berselisih, dan melatih mereka untuk memecahkan masalah yang terjadi secara baik, yang sehingganya para siswa tersebut dapat saling memaafkan dan menyadari akan kesalahannya serta berjanji untuk tidak mengulanginya pada hari-hari selanjutnya.

Walaupun demikian, terkadang terjadi perselisihan kembali pada antar anak yang sama ataupun antar anak yang berbeda.”

Melihat dan menyadari akan dinamika perkembangan ranah afeksi yang demikian, maka para guru harus selalu sabar, telaten dan penuh tanggungjawab untuk selalu membimbing para siswanya untuk lebih baik dalam setiap perkembangan psikisnya dengan implementasi berbagai varian dan integratifnya metode, pendekatan, model dan upaya pendidikan lainnya.

Pada RA Nurul Huda menekankan pada ranah afeksi yaitu rasa simpati, empati dan kasih sayang antar siswa dan orang-orang di sekitar mereka. Ibu Dwi menjelaskan bahwa:

“Para siswa RA Nurul Huda diberikan pemahaman bahwa mereka adalah sebagai makhluk individu yang berarti setiap anak akan berupaya memenuhi keinginan dan kebutuhan dirinya. Namun demikian, mereka dipahamkan bahwa untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan individu maka diperlukan bantuan teman dan orang lainnya. Untuk memenuhi keinginan individu, sang anak harus memperhatikan keinginan dan kebutuhan orang lain, sehingga sang anak diajarkan untuk untuk tidak merugikan temannya. Menjaga pertemanan serta saling menolong antar

(30)

27 teman menjadi hal penting yang ditanamkan kepada para siswa RA. Pada sisi lain, para anak dikembangkan ranah afeksi pada aspek religiusitas yaitu pemahaman akan Allah Swt sebagai Sang pencipta dan ajaran Islam yang telah dianut oleh para orangtua mereka adalah sebagai agama yang akan membimbing mereka menjadi anak yang soleh dan solehah, membimbing mereka untuk hidup tenteram dalam kehidupan keluarga, kehidupan bertetangga serta kehidupan mereka dalam komunitas sekolah dan teman sebaya serta sepermainan.”

Para guru RA Nurul Huda menerapkan berbagai metode dalam pengembangan ranah afaeksi para siswanya, antara lain dengan metode bercerita atau Qishah. Melalui metode cerita dan Qishah para guru memilih berbagai bahan cerita atau qishah, baik dari buku cerita dan sumber cetak lainnya, ataupun dari sumber online seperti youtobe, dan sumber lainnya. Para guru harus dapat menampilkan secara selektif sumber dan isi cerita yang benar-benar relevan dengan tingkat perkembangan anak usia RA, baik dalam gambar atau visualnya maupun narasi dan percakapannya. Guru RA harus dapat mengidentifikasi sisi baik dan sisi buruk, sisi teladan dan sisi larangan, sisi positif dan sisi negatif dari isi dan perilaku tokoh dalam cerita tersebut untuk kemudian bersama-sama para siswa RA memahaminya serta memberikan pesan moral agar mereka menauladani aspek-aspek kebaikan dan tidak menirukan hal-hal buruk yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Cerita dongeng dan jenaka serta kisah-kisah para nabi menjadi andalan bagi para guru RA untuk dijadikan bahan materi pembelajaran terkait pengembangan ranah afeksi pada anak.

Pada RA Ma’arif, terkait pengembangan ranah afeksi yang dikembangkan yaitu aspek bersimpati dan berempati antar teman. Hal ini dilakukan sebagai wujud kasih sayang antar sesama. Ibu Ana Rosita menjelaskan bahwa:

“Pada saat terdapat anak RA Al Ma’arif yang mengalami sakit atau mengalami sesuatu hal yang menyebabkan si anak tidak dapat masuk sekolah dan

(31)

28 beraktivitas lainnya dengan baik, maka para guru RA Ma’arif mengkondisikan para siswa dalam waktu beberapa saat untuk menginformasikan kondisi anak tersebut dan mengajak mereka untuk bersama-sama berdo’a untuk kesembuhan teman mereka ataupun segera memperoleh kelapangan atas musibah yang dialami teman mereka. Dan jika diperlukan dan memungkinkan situasinya, maka mereka diajak menjenguk teman mereka yang sakit atau mengalami musibah.”

Pada konteks ini, praktek langsung menjadi metode yang ditekankan oleh para guru RA Ma’arif. Melalui praktek langsung inilah para siswa memperoleh informasi riil, dan mereka dapat membayangkan jika diri mereka mengalami hal- hal sebagaimana yang mereka lihat seperti teman yang sakit atau terkena musibah. Penanaman nilai simpati dan empati menjadi hal pokok yang para guru tanamkan kepada mereka, dan pada sisi lain para siswa diajarkan untuk waspada dan hati-hati agar tidak mengalami hal-hal buruk yang dapat menimpa mereka, seperti sakit karena kecelakan sepeda, memanjat pohon, bermain dengan menggunakan senjata tajam dan peristiwa-peristiwa lainnya yang memiliki akibat negatif karena kecerobohan anak.

Para guru juga menggunakan metode hiwar, yaitu dengan meminta beberapa anak untuk berdialog dengan tema- tema yang erat kaitannya dengan kehidupan mereka sebagai anak, sebagai contoh yang disampaikan Ibu Nayuk Kusnaini bahwa:

“Ketika terdapat teman mereka pada RA Al Maarif yang mengalami musibah sakit karena kecelakaan, dan topik lainnya. Para anak diajarkan untuk mengidentifikasi hal-hal penyebab dan kesalahan yang ada pada orang atau teman mereka yang terkait dengan peristiwa tersebut. Hasil identifikasi bisa berupa aspek kecerobohan, ketidak hati- hatian, melanggar aturan lalu lintas, kebut-kebutan atau melanggar pesan orangtua, yang terkadang mengalami lepas pengawasan atas aktivitas anak dan permainan mereka.”

(32)

29 Melatih kewaspadaan, hati-hati, taat aturan bermain, berkendara, patuh dengan nasehat serta rambu-rambu aktivitas dari orangtua serta hal-hal lainnya menjadi sesuatu yang penting untuk ditanamkan pada anak sedari dini, sehingga mereka menjadi anak yang tertib, disiplin, waspada dan selalu merasa nyaman di bawah pengawasan orangtua mereka. Pamit dan menginformasikan segala hal yang terkait dengan aktivitas mereka dalam berteman dan bermain kepada orangtua dan seseorang yang diberikan tanggungjawab untuk mengawasi mereka adalah hal yang mereka perhatikan dan biasakan sedari dini dalam keseharian mereka.

c. Pengembangan Ranah Psikomotorik

Pengembangan ranah psikomotorik pada siswa RA dimaksudkan yaitu keterampilan gerak mereka seperti menggambar, mewarnai, bersenam dan berolahraga, melakukan gerakan terkait ibadah seperti berwudhu, sholat dan aktivitas gerak mereka. Pada implementasinya di RA Kota Metro dapat dideskripsikan antara lain, pada TK Purwanida TK Purwanida, pengembangan ranah psikomotorik dilakukan dengan metode praktek, seperti olahraga, latihan kebersihan kelas dan lingkungan sekolah, gerakan pungut sampah, dan kegiatan latihan motorik lainnya.

Guna mengatasi kejenuhan dalam latihan-latihan motorik tersebut, diupayakan pendekatan bermain sambil belajar, perlombaan kebersihan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berupaya penanaman pola hidup bersih dan pola hidup sehat serta mencintai lingkungan dan keindahan. Ditanamkan kepada para siswa bahwa untuk hidup bahagia diperlukan badan yang sehat, badan yang sehat diperoleh dari pola hidup bersih dan sehat. Pun dalam ajaran Islam, Allah Swt menyukai keindahan, dan dijelaskan bahwa pola hidup bersih dan sehat adalah wujud dari jiwa yang bersih serta jiwa yang beriman kepada Allah Swt.

Ibu Sri Rahayu Ningsih menjelaskan bahwa:

“Pada aspek pengembangan motorik terkait kompetensi keterampilan akademik para siswa, RA Purwanida tidak

(33)

30 menentukan target yang membebani anak, namun secara bertahap dan mulai dari pengenalan dan pemberian pemahaman mendasar terkait pengembangan keterampilan motorik anak secara akademik, para siswa diberikan dasar- dasar menggambar dan mewarnai, bersenam anak-anak, seni gerak dan tari Islami, etika membawa Al qur’an dan membacanya, etika membawa buku dan membacanya, dan latihan dasar gerakan-gerakan terkait ibadah seperti berwudhu dan bersholat. Tingkat perkembangan motorik anak sangat ditentukan pula oleh faktor internal dan eksternal pada siswa.”

Selain melakukan latihan dan praktek, dalam pengembangan ranah psikomotorik siswa RA sangatlah penting peran dan metode pemodelan atau Uswatun hasanah, perumpamaan serta pemberian contoh yang riil dalam kehidupan anak. Hal yang demikian dilakukan oleh para guru di RA Nurul Huda. Sebagaimana penjelasan Ibu Rifa Oktarida bahwa:

“Ketika para siswa RA Nurul Huda mewarnai sesuatu terkadang sang anak mewarnainya sesuai selera dan keinginan dan hayalan semata. Ketika anak diberikan tugas untuk mewarnai sesuatu, maka sang anak mulai dikenalkan akan warna-warna asli dari sebuah benda atau obyek yang diwarnai. Sebagai contoh, secara umum pisang jika masih muda akan berwarna hijau sedangkan jika sudah matang akan berwarna kuning. Pun ada juga pisang yang berwarna merah.

Pada konteks ini, anak diajarkan untuk menentukan warna dari objek gambar dengan kesepakatan warna asli atau warna imajinasi atau hayalan. Hadirnya contoh sesuatu barang berikut warnanya menjadi penting untuk dilakukan, sebagai bentuk perumpamaan dan pemodelan serta mencontohkan cara mewarnai yang benar.”

Ketika pemberian keterampilan psikomotorik atas keterampilan menggambar, mewarnai, seni tari dan lainnya, para siswa mulai diberikan makna yang terkandung pada suatu objek gambar atau sebuah gerakan tari dan lainnya. Sebagai contoh, warna pada bendera Negara Indonesia, yaitu warna merah yang

(34)

31 berarti berani dan warna putih yang berarti suci. Berikut penjelasan Ibu Fadila Azhari:

“Para siswa diajarkan untuk secara dini cinta tanah airnya yang diwujudkan dengan berperilaku berani untuk kebenaran serta berupaya menjaga kesucian yaitu dengan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk. Persamaan dan perbedan persepsi mereka atas bentuk keberanian dan kebenaran dan kesucian harus menjadi perhatian bagi para guru RA, sehingga mereka dapat memahami dan memiliki persamaan persepsi atas keberanian atas kebenaran dan menjaga kesucian. Sebagai contoh, ketika mereka belum memahami suatu materi belajar, maka diberikan motivasi kepada mereka untuk berani bertanya kepada guru mereka.

Ketika mereka melakukan kesalahan, maka dilatihkan kepada mereka untuk mengakui berani mengakuinya dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Demikian dengan warna putih, maka para siswa RA diberikan latihan untuk menjaga kesucian diri dengan tidak berkata kotor, jorok, menghina teman, marah-marah, dan tidak sopan kepada guru dan orangtua.”

Demikian pula, dengan latihan seni tari Islami, maka di samping mereka dikembangkan keterampilan motorik dalam memahami warna-warna dari kostum penari, dan juga gerakan tariannya,. Dijelaskan oleh Ibu Yulianingsih:

“Upaya-upaya pengenalan akan makna warna kostum penari dan gerakan tarian maka pada diri anak tersebut, sedari dini akan belajar memahami warna-warna objek, bentuk- bentuk gerakan suatu seni dan lainya serta makna-makna dalam objek-objek tersebut. Ketika mereka memiliki keterampilan dan kepekaan atas warna, gerakan serta variasi suatu objek, maka mereka akan berupaya menebak dan menemukan makna serta maksud dari warna, gerak maupun bentuk sebuah benda. Demikian pula ketika mereka melihat sikap dan mimik seseorang, maka anak RA dilatih untuk menebak suasana hati teman mereka, apakah sedang senang, ataukah sedih, sedang dakam kondisi lainnya.”

(35)

32 Demikian pula yang diterapkan pada RA Nurul Huda, bahwa beberapa bentuk kegiatan dalam pengembangan kompetensi pada ranah psiomotorik pada siswa RA yaitu kegiatan senam anak shaleh, mewarnai gambar tempat ibadah dan mewarnai huruf-huruf hijaiyah. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai bentuk perpaduan antara ketiga ranah dalam psikis siswa, dimana sembari mewarnai, mereka mengingat dan menghafal huruf hijaiyah, tempat ibadah. Hal ini bentuk dari pengembangan ranah kognitif. Pada ranah afeksi, mereka juga terbina akan sifat cinta keindahan. Mereka mengingat makna anak sholeh pada nama senam mereka, sehingganya mereka dapat memahami karakateristik anak sholeh yang santun, baik, sayang teman dan keterampilan afeksi lainnya.

Pada RA Al Akbar, di samping juga menerapkan berbagai hal yang sama dengan RA-RA lainnya, ada hal lain yang perlu diajarkan pada diri siswa RA sedari dini, yaitu aspek kreatiftas dan kreasi. Pada diri anak sedari dini dikenalkan untuk menjadi diri yang memiliki kreasi dalam kehidupan mereka, dengan tetap menjaga nilai-nilai kebaikan dan ajaran Islam. Ibu Hulasoh mencontohkan:

“Sebagai contoh, berbagai bentuk seni seperti senam, nyanyian dan hal-hal yang familier pada diri anak RA Al Akbar,untuk kemudian diadopsi dan dikreasi menjadi senam dan nyanyian yang Islami dan relevan dengan dunia anak RA. Karakteristik Islami yang dimaksudkan yaitu dengan berpenampilan busana Islami ketika senam atau menari, kosakata dan lirik Islami pada lagu-lagu kreasi mereka.

Artinya, ayo berkreasi namun tetap Islami.”

Pada RA Maharani, pada pengembangan ranah afeksi lebih menekankan sifat kebersamaan dan berbagi. Sering kali dilakukan kegiatan dan acara yang membangun rasa kebersamaan dan berbagi. Memupuk rasa tanggung jawab bersama pada siswa, diantaranya menanamkan rasa tanggungjawab bersama atas keberrsihan kelas dan kerapiannya.

Ibu Nurul Syamsidar menjelaskan:

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Juma’t tanggal sembilan bulan Mei tahun dua ribu empat belas, Kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa Untuk Kegiatan Dengan Sumber Dana APBD Provinsi

§ Does the money supply affect real variables like1. real GDP or the real

Berdasarkan pada analisis R square nilai sebesar 0,968, yang berarti kontribusi manajerial kepala sekolah dan kinerja guru terhadap peningkatan mutu pendidikan di SMK

Dari beberapa permasalahan tersebut, dapat diasumsikan bahwa Perpustakaan STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh masih terdapat ketidakpuasan dan belum sesuai

79 Confucius/Konfucious/ Kong Fu Tze (551 - 479 SM)) merupakan seorang ahli falsafah sosial yang termasyhur di China. Falsafahnya menekankan prinsip moral peribadi dan politik,

­ ­ Plates, sheets, and strip ­ ­ Other ­ ­ Plates, sheets and strip ­ ­ Other ­ ­ Without fittings

Sistem abstrak adalah sistem yang berupa pemikiran atau ide- ide yang tidak tampak secara fisik, misalnya sistem teologia, yaitu sistem yang berupa pemikiran hubungan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang Agung Semeru terhadap