1. Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang Tidak Diperkenankan Sebagai Pengurang
Salah satu cara dalam meminimalkan pajak terutang yang dilakukan dalam tax planning adalah dengan memaksimalkan biaya fiskal. Biaya fiskal adalah biaya yang menurut Undang-undang perpajakan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Semakin besar biaya fiskal yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto menyebabkan semakin kecil laba bersih sebelum pajak dan otomatis akan mengurangi pajak terutang.
Tax planning selain memaksimalkan biaya fiskal, hal lain yang harus diperhatikan adalah meminimalkan biaya yang menurut Undang-undang perpajakan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Karena semakin besar biaya yang tidak dapat dikurangkan menyebabkan penghasilan sebelum pajak akan lebih besar dan hal itu menyebabkan pajak terutang juga lebih besar.
Oleh karena itu, dalam melakukan tax planning kita harus mengetahui biaya yang diperkenankan sebagai pengurang dan yang tidak diperkenankan sebagai pengurang.
a. Biaya yang diperkenankan sebagai pengurang (UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1)) berdasar pasal 6 UU No. 36 Tahun 2008, besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
1) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a) Biaya pembelian bahan.
b) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.
c) Bunga, sewa, dan royalty.
d) Biaya perjalanan.
e) Biaya pengolahan limbah.
f) Premi asuransi.
g) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
h) Biaya administrasi.
i) Pajak kecuali pajak penghasilan.
2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5) Kerugian selisih kurs mata uang asing.
6) Penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
c) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
d) Syarat sebagaimana dimaksud pada poin c, tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf k yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
9) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.
10) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.
11) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.
12) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah.
13) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.
b. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang (UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1)).
1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
a) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaankonsumen, dan perusahaan anak piutang.
b) Cadangan untuk asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
c) Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan.
d) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
e) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
f) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajakorang pribadi,
kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai pengahasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan.
8) Pajak penghasilan.
9) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
10) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
c. Langkah-langkah yang Dapat Dilakukan
Biaya-biaya yang menurut aturan perpajakan tidak boleh dianggap sebagai biaya fiskal diubah menjadi biaya yang dapat dikurangkan oleh perusahaan.
Contoh: biaya pengobatan karyawan dijadikan tunjangan kesehatan agar dapat diakui sebagai biaya perusahaan. Selain itu, hadiah akhir tahun yang pada awalnya berupa natura diberikan berupa bonus dalam bentuk uang agar dapat diakui sebagai biaya perusahaan.
2. Pemilihan Metode Penyusutan Aktiva Tetap dan Amortisasi atas Aktiva Tidak Berwujud
Sesuai Pasal 11 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir kali dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 mengenai pajak penghasilan, dimana metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini, dilakukan dengan:
1) Metode garis lurus, metode ini menghasilkan pembebanan yang tetap selama masa umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah.
2) Metode saldo menurun, metode ini menghasilkan pembebanan yang menurun selama masa umur manfaat dengan cara menerapkan tarifpenyusutan atas nilai sisa buku.
3. Memilih metode penilaian persediaan
Metode penilaian persediaan diatur dalam PSAK No. 14, dalam edisi revisi 2008 disebutkan biaya persediaan harus dihitung menggunakan rumus biaya masuk
pertama keluar pertama (FIFO method) atau rata-rata tertimbang (Weighted Average method).
Masing-masing metode penilaian persediaan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya dan pilihan penggunaannya tergantung pada kepentingan dari pemakainya.
a. Penggunaan metode FIFO akan menghasilkan harga pokok penjualan atau pemakaian yang lebih kecil dibandingkan metode rata-rata. Karena laba kena pajak (profit after tax) nya adalah lebih besar, maka beban PPh badan akan menjadi lebih besar.
b. Penggunaan metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok penjualan atau pemakaian yang lebih besar dibandingkan metode FIFO, sehingga karena laba kena pajaknya lebih kecil, maka beban PPh badan akan menjadi lebih kecil.
c. Dalam situasi dimana terdapat kecenderungan harga barang semakin naik (tingkat inflasi tinggi), maka metode rata-rata adalah lebih tepat digunakan.
4. Pemilihan Pemberian Kesejahteraan Kepada Karyawan Dalam Bentuk Natura atau Cash
Terdapat banyak cara untuk mengoptimalkan kesejahteraan karyawan, dengan memanfaatkan peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan pengeluaran biaya berikut ini:
a. PPh Pasal 21 Karyawan
Pilihan terhadap metode PPh Pasal 21 karyawan terdapat berupa:
1) Bila beban PPh pasal 21 sepenuhnya menjadi tanggungan karyawan, dalam hal ini perusahaan hanya menjadi perantara pemotong PPh Pasal 21. Dalam laporan laba rugi perusahaan tidak akan terlihat biaya PPh pasal 21.
2) Bila karyawan diberi tunjangan PPh Pasal 21, tunjangan ini tercantum dalam slip pegawai dan SPT PPh Pasal 21 karyawan, sehingga tunjangan tersebut dikenai PPh (taxable), dan karena itu boleh dibebankan sebagai biaya (deductible). Dalam laporan laba rugi perusahaan akan terlihat biaya tunjangan PPh Pasal 21.
3) Bila PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan, bukan sebagai tunjangan PPh Pasal 21, dan karena itu merupakan kenikmatan dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Dalam laporan laba rugi perusahaan akan terlihat biaya PPh Pasal 21 terpisah dari gaji dan tunjangan karyawan lainnya.
b. Pengobatan/kesehatan karyawan
1) Reimbursement kwitansi biaya medikal dari dokter/klinik/rumah sakit.
Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan menengah kebawah dan
tertuang dalam kontrak kerja, dimana karyawan diperkenankan berobat ke rumah sakit/klinik/dokter dengan membayar terlebih dahulu, kemudian oleh perusahaan akan diberikan penggantian (reimbursement) sesuai bukti asli atas nama karyawan perusahaan yang bersangkutan.
Perlakuan perpajakannya: Pengeluaran semacam ini merupakan bagian dari penghasilan karyawan yang bersangkutan karena diterima secara
tunai dari perusahaan, boleh dibiayakan (deductible) tetapi harus ditambahkan sebagai penghasilan karyawan dalam SPT PPh pasal 21.
2) Karyawan diberi tunjangan pengobatan atau kesehatan (medical allowance) setiap bulan, sakit maupun tidak sakit.
Perlakuan perpajaknnya : Pengeluaran semacam ini merupakan bagian
dari penghasilan karywan yang bersangkutan yang diterima secara teratur, boleh dibiayakan (deductible) tetapi harus ditambahkan sebagai penghasilan karyawan dalam SPT PPh pasal 21.
3) Karyawan berobat dirumah sakit/klinik/dokter langganan dan pengambilan obat dari apotik langganan.
Cara ini banya dilakukan oleh perusahaan menengah keatas dan terutang
dalam kontrak kerja, dimana karyawan diperkenankan berobat ke rumah sakit/klinik/dokter yang ditunjuk.
Perlakuan perpajakannya: pengeluaran semacam ini merupakan natura
atau kenikmatan (benefit and kinds) dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
4) Perusahaan mendirikan rumah sakit/klinik/dokter.
Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan besar dan tertuang dalam kontrak kerja, dimana karyawan diperkenankan berobat kerumah sakit/klinik perusahaan.
Perlakuan perpajakannya: Pengeluaran semacam ini merupakan natura
atau kenikmatan (benefit in kinds) dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
c. Pembayaran premi asuransi untuk pegawai
Bila perusahaan semakin maju, akan semakin besar juga alokasi dana pembiayaan perusahaan yang diberikan untuk peningkatan kesejahteraan karyawannya dalam bentuk asuransi disamping tabungan hari tua. Asuransi yang diberikan dapat berupa asuransi kesehatan, asuransi dwiguna, asuransi jiwa, asuransi kematian, asuransi kecelakaan kerja, dan asuransi bea siswa.
Sesuai Pasal 6 ayat (1) a UU PPh No. 36 Tahun 2008, pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan (deductible), tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan (taxable).
d. Iuran Pensiun dan Iuran JHT/THT yang dibayarkan oleh perusahaan
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 berupa iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirinya telah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja (Peraturan Dirjen Pajak No. 31/PJ./2009 dan Pasal 6 UU PPh No. 36 Tahun 2008).
e. Perumahan untuk Karyawan
1) Penempatan pada rumah dinas yang dibuat atau dibeli oleh perusahaan.
2) Penempatan pada rumah dinas yang disewa oleh perusahaan.
3) Perusahaan memberikan penggantian sewa rumah dinas yang dibayar oleh karyawan, penggantian ini dimasukkan kedalam tunjangan perumahan bagi pegawai.
4) Perusahaan memberikan tunjangan perumahan kepada karyawan.
Perlakuan perpajakannya yaitu:
Pembayaran untuk pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura kepada
karyawan tidak dapat dipotongkan sebagai biaya perusahaan dalam menghitung penghasilan kena pajak dari perusahaan yang bersangkutan, sedangkan bagi karywan yang menerima pemberian tersebut tidak merupakan penghasilan.
Sebaliknya bila mana diberikan dalam bentuk uang, maka apa yang
diterima oleh karyawan yang bersangkutan merupakan penghasilan.
f. Transportasi untuk Karyawan
1) Biaya eksploitasi kendaraan antar jemput karyawan merupakan biaya perusahaan dan bukan merupakan penghasilan bagi karyawan.
2) Seluruh biaya eksploitasi dan depresiasi untuk kendaraan perusahaan yang dikuasai atau dipegang oleh karyawan tertentu atau dibawa pulang setelah jam
kerja merupakan biaya perusahaan dan bagi karyawan bukan merupakan penghasilan karena merupakan kenikmatan.
3) Tunjangan transport yang diberikan kepada karyawan untuk keperluan pergi dan pulang kantor merupakan penghasilan bagi karyawan dan biaya bagi perusahaan.
4) Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan, misalnya berupa biaya transport, hotel, dan sebagainya merupakan biaya perusahaan dan bukan penghasilan karyawan, sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur pengeluaran untuk keperluan pribadi.
g. Pakaian seragam untuk karyawan
1) Pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja.
2) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan didaerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan didaerah tersebut.
3) Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 dan Peraturan Dirjen Pajak No. Per-51/PJ./2009 serta penjelasan pasal 9 ayat (1) huruf e UU No. 36/2008.
4) Pemberian natura atau kenikmatanyang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam). Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerja yang diwajibkan oleh Departemen Tenega Kerja dan Transmigrasi atau Pemerintah Daerah setempat. (Peraturan Dirjen Pajak No.
PER-51/PJ./2009) h. Perjalanan Dinas Karyawan
Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan, misalnya biaya tiket pesawat, hotel, transportasi, dan sebagainya merupakan biaya perusahaan dan bukan penghasilan karyawan, sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur untuk keperluan pribadi (Surat Dirjen Pajak No.S-1215/PJ.23/1984 yang ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. 42/PJ.23/1984).
Namun dalam praktik, ada pemberian uang saku (traveling allowance) yang didalamnya terdapat komponen biaya perjalanan dinas, dan karena ini dibayarkan secara tunai sebagai uang saku, maka pemberian tersebut dikatergorikan sebagai penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan.
Bila perusahaan menginginkan agar travelling allowance tersebut dapat dibiayakan (deductible) dalam laporan keuangan fiskal perusahaan, maka trevelling allowance tersebut harus dimasukkan dalam SPT PPh Pasal 21 (form 1721-A1) atas
nama karyawan yang bersangkutan sebagai unsur tambahan penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21.
i. Bonus dan jasa produksi
1) Dalam pemberian bonus dan gratifikasi, tantiem dan jasa produksi tersebut, bisa diperlakukan sebagai biaya perusahaan (deductible), bilamana dibebankan dalam biaya tahun berjalan. Namun bila dibebankan ke pos laba ditahan (retained earning), tidak bisa merupakan biaya perusahaan.
2) Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada direksi dan komisaris dari pemegang saham yang didasarkan pada persentase tertentu dari laba perusahaan setelah kena pajak, tidak dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dan bagi penerimaannya merupakan penghasilan dan dikenakan PPh Pasal 21.
3) Untuk keperluan perencanaan pajak, harus dihindari pembayaran gaji, bonus, gratifikasi jasa produksiyang melebihi kewajaran kepada pemegang saham yang juga menjadi komisaris, direksi, atau pegawai, karena pembayaran tersebut merupakan deviden dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, sehingga dipotong PPh Pasal 25/26. (Peraturan Dirjen Pajak No.
PER-15/PJ/2006 yang direvisi PER-31/PJ./2009 dan 57/pj./2008, dan penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU No. 36/2008)