1. PengertianManajemen Pajak
Manajemen pajak adalah usaha menyeluruh yang dilakukan tax manager dalam suatu perusahaan atau orgsnisasi agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien, dan ekonomis, sehingga memberi konstribusi maksimum bagi perusahaan.
2. fungsi manajemen pajak
a. Tax Planningmerupakan rangkaian strategi untuk mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan untuk meminimalkan kewajiban perpajakan dengan cara-cara yang tidak melanggar peraturan perpajakan. Dalam arti yang lebih luas meliputi seluruh fungsi manajemen perpajakan.
b. Tax Administration/Tax Compliance, mencakup usaha-usaha untuk memenuhi kewajiban administrasi perpajakan dengan cara menghitung pajak secara benar, sesuai dengan ketentuan perpajakan, kepatuhan dalam membayar dan melaporkan tepat waktu sesuai deadline pembayaran dan pelaporan pajak yang telah ditetapkan.
c. Tax Audit, mencakup strategi dalam menangani pemeriksaan pajak, menanggapi hasil pemriksaan pajak maupun strategi dalam mengajukan surat keberatan atau surat banding.
d. Other Tax Matters, seperti mengomunikasikan ketentuan-ketentuan system dan prosedur perpajakan kepada pihak-pihak atau bagian-bagian lain dalam perusahaan, seperti penerbitan faktur penjualan standar yang berhubungan dengan PPN, pemotongan withholding tax (PPh Ps. 23/26) yang berkaitan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa profesi serta objek withholdingtax lainnya, juga termasuk pelatihan bagi staf yang berkaitan dengan masalah perpajakan dan sebagainya.
2. Pengertian Perencanaan Pajak (tax planning)
Beberapa defenisi dari tax planning atau tax management yang dikemukakan beberapa pakar perpajakan:
a. Menurut Zain (2005), perencanaan pajak adalah tindakan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang ditekankan kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya.
b. Ladiman Djaizi (1971) yang dikutip oleh Agustinus (2003), tax management berarti melakukan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan perpajakan yang tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dalam artian peningkatan laba atau penghasilan.
c. Achmad Tjahyono dan Husein(1997), perencanaan pajak adalah prosesmengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan, maupun pajak-pajak lainnya, berada pada posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh undang-undang.
3. Motivasi Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Beberapa hal yang mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk meminimumkan kewajiban pembayaran pajak mereka, baik secara legal maupun ilegal, yang kita sebut dengan Propensity of dishonesty (diolah dari T.N. Srinivasan.
“Tax Evasion: A Model”, dalam journal of Public Economics, 1973: 339-346) adalah sebagai berikut:
a. Tingkat kerumitan suatu peraturan (Complexity of rule)
Makin rumit peraturan perpajakan, muncul kecenderungan wajib pajak untuk menghindarinya karena biaya untuk mematuhinya (compliance cost) menjadi tinggi.
b. Besarnya pajak yang dibayar (Tax required to pay)
Makin besar jumlah pajak yang harus dibayar, akan makin besar pula kecenderungan wajib pajak untuk melakukan kecurangan dengan cara memperkecil jumlah pembayaran pajaknya.
c. Biaya untuk negosiasi (Cost of Bribe)
Disengaja atau tidak, kadang-kadang wajib pajak melakukan negosiasi dan meberikan uang sogokan kepada fiskus dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya.Makin tinggi uang sogokan yang dibayarkan, semakin kecil pula kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.
d. Risiko deteksi (Probability of detection)
. Makin rendah resiko terdeteksi, wajib pajak cenderung untuk melakukan pelanggaran. Sebaliknya, bila suatu pelanggaran mudah diketahui, wajib pajak akan memilih posisi konservatif dengan tidak melanggar aturan.
e. Besarnya denda (Size of penalty)
Makin berat sanksi perpajakan yang bisa dikenakan, maka wajib pajak akan cenderung mengambil posisi konservatif dengan tidak melanggar ketentuan perpajakan. Sebaliknya makin ringan sanksi atau bahkan ketiadaan sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan wajib pajak, maka kecenderungan untuk melanggar akan lebih besar.
f. Moral masyarakat
Moral masyarakat akan memberi warna tersendiri dalam menentukan kepatuhan dan kesadaran mereka dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
4. Manfaat dan Tujuan Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan pajak yang dilakukan secara cermat:
a. Penghemat kas keluar, karena beban pajak yang merupakan unsur biaya yang dapat dikurangi.
b. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diperkirakan kebutuhan kas untuk pajak, dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih kuat.
Secara umum, tujuan pokok yang ingin dicapai dari manajemen pajak/perencanaan pajak yang lebih baik adalah:
a. Meminimalkan beban pajak yang terutang dan memaksimalkan laba bersih.
b. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi pemeriksaan pajak oleh fiskus.
c. Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar efisien dan efektif sesuai dengan ketentuan perpajakan.
5. Langkah-langkah Praktis yang Dapat Dilakukan dalam Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Agar tax planning berhasil sesuai dengan yang diharapkan, langkah praktis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengusahakan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindari pengenaan pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi (top rate brackets).
b. Mempercepat atau menunda beberapa penghasilan dan biaya-biaya untuk memperoleh keuntungan dari kemungkinan perubahan tarif pajak yang tinggi atau rendah, seperti penangguhan pengenaan PPn, PPn yang ditanggung pemerintah, dan seterusnya.
c. Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa wajib pajak, seperti membentuk kelompok perusahaan.
d. Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut termasuk kedalam kelas penghasilan yang tarifnya tinggi, dan tunda pembayaran pajaknya dengan penjualan cicilan, kredit, dan seterusnya.
e. Mentransformasikan penghasilan biasa menjadi capital again jangka panjang.
f. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dari potongan-potongan.
g. Mempergunakan uang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk keperluan perluasan perusahaan yang mendapatkan kemudahan.
h. Memilih bentuk usaha yang terbaik untuk operasional usaha.
i. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha yang sedemikian rupa sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian-kerugian, dan asset yang dapat dihapus.
6. Laporan Keuangan Komersial dan Koreksi Fiskal
Laporan keungan komersial yang berupa neraca dan laba-rugi disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang lazim diterima dalam praktik.Sejak tahun 1995 prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Dari laporan keuangan komersial tersebut dapat dihitung laba komersial atau penghasilan secara akuntansi (accounting income). Laba komersial inilah yang menjadi ukuran yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan/stakesholder, para investor atau calon investor, para kreditur termasuk perbankan, untuk kepentingan pasar modal, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan kepentingan bisnis lainnya.
Laporan keungan komersial dapat diubah menjadi laporan keungan fiskal dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian melalui suatu rekonsiliasi antara standar akuntansi dan ketentuan perpajakan. Dengan kata lain, laporan yang disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan disebut dengan laporan keuangan fiskal. Laporan keungan fiskal
disusun tanpa harus mengubah data base pembukuan atau tidak perlu dibuat suatu sistem akuntansi khusus untuk keperluan perpajakan.
Pada dasarnya yang membedakan laporan keuangan fiskal dengan laporan keuangan komersial adalah bahwa penyusunan laporan keuangan fiskal didasarkan pada penerapan mekanisme atau prinsip taxable dan deductible.
Prinsip taxabledan deductiblemerupakan prinsip yang lazim diterapkan dalam perencanaan pajak,yang pada umumnya mengubah penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi penghasilan yang tidak merupakan objek pajak, serta mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkanatau sebaliknya, didasarkan pada ketentuan perpajakan, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat pengubahan tersebut.
Implementasi dari konsep taxability-deductibility, juga berarti bahwa biaya-biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dari pihak pembayar apabila pihak penerima uang atas biaya perusahaan tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenai pajak.
Perhitungan laba komersial mengacuh pada konseppengaitan biaya dengan pendapatan. Konsep ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung bersama-sama dari peristiwa lain yang sama. (IAI, PSAK Per 1 juli 2009: 17). Apabila pengakuan suatu pendapatan ditunda, maka pembebanan biayanya juga akan ditunda sampai saat diakuinya pendapatan tersebut.
Laba Kena Pajak atau Penghasilan Kena Pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan.Prinsip taxability-deductibility yang dianut dalam melakukan perhitungan. Penghasilan Kena Pajak dengan benar dan tepat, pada dasarnya adalah penjabaran dari ketentuan perpajakan yang diterapkan pada Pasal 4 Ayat (1) dan (2)dan Pasal 6 ayat (1), serta Pasal 9 ayat (1) tidak boleh dikurangkan. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir kali dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, beserta peraturan pelaksanaanya.