4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2.10. Implikasi bagi pengelolaan sumberdaya ikan swanggi
Hampir sebagian besar usaha perikanan tangkap di Indonesia mempunyai karakteristik akses terbuka tanpa pembatasan upaya penangkapan, kompetisi bebas terjadi antara perikanan skala besar dan kecil. Selain itu kondisi sumber daya laut, pesisir dan ekosistem yang mengalami kerusakkan pada sebagian besar sumber daya hayati. Tujuan pengelolaan dan pembangunan sub sektor perikanan lebih ditujukan tercapai peningkatan produktivitas dan pendapatan nelayan (Susilo 2009).
Pendugaan stok perikanan dan manajemen merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Dalam kajian stok ikan akan dihadapi dengan besaran nilai stok ikan yang bersifat dinamis. Salah satu tujuan pengkajian stok ikan adalah bagaimana otoritas perikanan dapat menentukan dan mempertimbangkan pengelolaan perikanan (fisheries management) berdasarkan pada masukan informasi biologi, ekonomi, dan lingkungan. Penentuan strategi pengelolaan sebaiknya mempehitungkan dan meramalkan sejauhmana reaksi nelayan untuk tercapainya tujuan pengelolaan perikanan, serta memperhitungan tekanan pihak luar yang akan mempengaruhi pengelolaan perikanan di masa mendatang (Susilo 2009).
Secara alamiah, nelayan akan merespon penurunan stok ikan dengan merekayasa peningkatan kemampuan tangkap kapal, ukuran kapasitas kapal, jaring, dan taktik penangkapan (peningkatkan kemampuan tangkap dengan perlengkapan teknologi yang lebih maju). Dengan demikian, upaya penangkapan bergerak mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi pada sumber daya dan faktor eksternal lain. Ketika biomassa tidak dapat mendukung pada tingkat upaya penangkapan yang sedang berjalan, maka upaya penangkapan akan berkurang secara alami.
Dalam usaha menjaga kelestarian sumber daya ikan dikenal dengan tindakan pengelolaan, seperti kuota, pengaturan ukuran mata jaring, penutupan daerah pemijahan, dan musim, bertujuan untuk menjamin sebagian sediaan menjadi induk ikan dan menjaga sediaan induk dari eksploitasi. Berdasarkan pada hasil penelitian
55
aspek reproduksi, sebagian besar ikan yang tertangkap belum matang seksual.
Dengan demikian, pendekatan memelihara stok induk ikan (spawning stock) melalui larangan penangkapan atau perlindungan ikan yang akan bertelor, yaitu termasuk pembatasan upaya penangkapan untuk mengurangi mortalitas penangkapan (F), atau penetapan penutupan daerah dan musim penangkapan belum mempunyai alasan kuat. Pemikiran tentang ikan diberi kesempatan bertelor paling sedikit satu kali selama hidup, secara harfiah akan melarang seluruh usaha perikanan tangkap. Jika ikan yang bersangkutan adalah ikan yang berkumpul pada waktu-waktu dan daerah penangkapan ikan yang berlainan, larangan tangkapan musiman dapat berakibat menjadi penutupan terus menerus pada daerah tertentu, dengan kemungkinan pasti bahwa upaya penangkapan akan dipusatkan secara tidak tepat pada kelompok sisa dari kumpulan ikan itu. Tentu saja akibatnya adalah naiknya biaya dan mungkin penurunan hasil tangkapan fisik yang lestari.
Kondisi perikanan swanggi di Labuan telah mengalami overfishing secara biologi dan ekonomi. Strategi untuk mengurangi upaya penangkapan sampai batas MEY, dapat dilakukan dengan penutupan penangkapan pada bulan dan daerah penangkapan tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, TKG VII merupakan TKG yang sudah mengalami pemijahan sehingga dapat ditangkap, TKG tersebut terdapat pada bulan September. Penutupan bulan penangkapan dapat dilakukan pada bulan tersebut sesuai dengan daerah penangkapannya disertai dengan memperbesar ukuran mata jaring.
Langkah ini dilakukan agar sesuai dengan daya pulih kembali sumberdaya ikan swanggi sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat tercapai kembali.
Agar tidak terjadi masalah baru maka dibutuhkan kerjasama antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengelola, masyarakat khususnya nelayan serta pihak yang terkait untuk memahami pentingnya kebijakan ini dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan ke depannya.
Pendekatan selektivitas melalui regulasi ukuran mata jaring (mechanical selection) dilakukan agar ukuran-ukuran ikan yang belum matang gonad, sedang dalam proses kematangan, dan sedang matang gonad tidak tertangkap. Nilai Lm50
(ukuran pertama kali matang gonad) ikan swanggi jantan lebih besar dibandingkan ikan betina yaitu 268 mm, oleh karena itu ukuran ikan yang tertangkap diharapkan
56
melebihi 268 mm. Budimawan et al. (2004) menyatakan bahwa ukuran pertama kali matang gonad merupakan indicator ketersediaan stok reproduktif. Dengan demikian, nelayan diharapkan dapat menangkap ukuran ikan yang lebih besar dengan TKG yang telah mengalami pemijahan.
Pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pengaturan musim penangkapan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada sumberdaya ikan untuk berkembang biak. Secara biologi ikan mempunyai siklus untuk memijah, bertelur, telur menjadi larva, juvenile, dan dewasa.
Penutupan bulan penangkapan diduga dapat menurunkan hasil tangkapan nelayan. Oleh karena itu, nelayan perlu mengkonsentrasikan penangkapan terhadap jenis ikan lainnya yang belum mengalami overfishing. Pada dasarnya, nelayan telah mengetahui dengan baik daerah penangkapan yang menguntungkan dan komposisi jenis ikan menurut daerah penangkapan dan musim. Memilih dalam kisaran sempit dari spesies dan ukuran ikan (human selection). Penyusutan biomassa mendorong nelayan mencari daerah penangkapan baru. Jika dilihat dari ukuran ikan yang digunakan saat penelitian pada bulan Maret 2011 sampai Oktober 2011, ikan yang banyak tertangkap adalah ikan-ikan muda. Apabila banyak ikan muda yang tertangkap di perairan dikhawatirkan stok ikan akan semakin sedikit.
Sumberdaya perikanan yang mengalami tangkap lebih akan menghambat pertumbuhan populasi ikan sehingga stok yang berada di dalam perairan tersebut semakin menurun. Hal ini mempengaruhi ketidakpastian produksi ikan yang tinggi.
Semakin tinggi ketidakpastian produksi maka produksi ikan semakin rendah.
Pengelolaan yang tepat terhadap permasalahan sumberdaya ikan dilakukan dengan cara mengurangi upaya penangkapan agar dapat menghasilkan produksi yang tinggi dan ketidakpastian produksinya rendah.
Terjadinya penurunan potensi sumberdaya ikan di wilayah perairan dapat dihindari dengan melakukan pengaturan dan pengelolaan terhadap sumberdaya ikan yang ada. Pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan swanggi di Selat Sunda yang berlangsung secara berkelanjutan dan tetap lestari dibutuhkan untuk mengimbangi kondisi juvenile fishery agar tidak terjadi dugaan growth overfishing.
Ikan swanggi bukan merupakan target tangkapan utama alat tangkap cantrang dan jaring rampus, namun berdasarkan penelitian reproduksi (Ballerena 2012),
57
persentase juvenil yang tertangkap sangat tinggi. Pengaturan ukuran mata jaring, bulan penangkapan, dan daerah penangkapan sebenarnya tidak dapat diterapkan dengan meninjau aspek suatu spesies saja, karena tidak ada alat tangkap yang bertujuan khusus menangkap suatu spesies ikan. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan perikanan secara terpadu dari berbagai spesies yaitu pengelolaan perikanan multispecies.
Perikanan laut dengan biaya operasi penangkapan yang rendah (low cost) yang dipengaruhi oleh kenaikan komponen biaya operasi penangkapan ikan seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebenarnya baik untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya keseimbangan stok ikan di perairan tersebut, walaupun memberikan keuntungan yang terbatas bagi nelayan (Susilo 2009).
58