• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

Taman 1 dapat didefinisikan sebagai tempat yang menyenangkan atau kawasan yang ditanami berbagai macam tumbuhan sebagai tempat untuk

5 BODO GOL

6.5. Implikasi Hasil Penelitian

Aspek dinamika pola-pola yang ditemukan dalam rangka perumusan model kelembagaan adalah bahwa semua mengarah ke tanaman keras jenis asli dan atau jenis endemik sebagai bentuk tujuan restorasi. Dalam rangka penyempurnaan model kelembagaan ini sesungguhnya terbuka peluang untuk membahas beberapa hal yang bisa dinegosiasikan yaitu kepentingan konservasi dan kepentingan ekonomi antara BBTNGGP dengan masyarakat petani penggarap lahan dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Hal ini belum sempat dilaksanakan misalnya melalui penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) mengingat keterbatasan yang ada pada peneliti. Dinamika perkembangan pertumbuhan tanaman restorasi menjadi tegakan hutan yang diharapkan akan mempengaruhi model kelembagaan restorasi yang telah terumuskan. Aspek dinamika lainnya di luar variabel model seperti adanya kemungkinan perubahan

perbaikan ekonomi masyarakat akibat perkembangan sektor lainnya tentunya juga akan mempengaruhi model kelembagaan restorasi dengan konsep TPN ini. Untuk itu terbuka peluang bagi penelitian lebih lanjut.

7.1. Simpulan

1) Pola penggunaan kawasan perluasan yang direstorasi merupakan alternatif bentuk win-win solution terhadap kepentingan stakeholders, dirumuskan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang mencerminkan kepentingan ekologi, ekonomi, dan sosial dengan memadukan konsep ekowisata sebagai basis penggunaan kawasan konservasi. Konsep ekowisata dapat dituangkan melalui pilihan jenis tanaman, pola penanaman, dan penataan ruang yang seindah mungkin serta penggalian dan pengembangan potensi kawasan untuk tujuan ekowisata. Penentuan dan pengaturan komposisi jenis tanaman untuk kedua macam kepentingan tersebut dapat berbentuk graduasi komposisi jenis tanaman dalam pelaksanaan restorasi dengan bobot komposisi sesuai dengan kesepakatan. Ke arah dalam semakin mendekati kawasan asli taman nasional maka komposisi jenis tanaman dan persentasenya semakin mementingkan jenis- jenis tanaman asli atau endemik, dan sebaliknya ke arah luar mendekati batas terluar kawasan perluasan maka semakin menekankan pertimbangan preferensi jenis tanaman bagi kepentingan ekonomi masyarakat. Dihasilkan 8 (delapan) pola penggunaan kawasan yang direklasifikasi berdasarkan tingkat kompatibilitas toleransi biofisik terhadap pengembangan tanaman budidaya menjadi 3 (tiga) kelompok kompatibilitas toleransi penggunaan kawasan yaitu: : 1) Kompatibilitas Toleransi Penggunaan Kawasan Dominan Ekonomi; 2) Kompatibilitas Toleransi Penggunaan Kawasan Seimbang Ekonomi dan Ekologi; dan 3) Kompatibilitas Toleransi Penggunaan Kawasan Dominan Ekologi.

2) Desain fisik TPN mencerminkan kesesuaian upaya penggunaan kawasan yang direstorasi untuk mencapai tujuan restorasi (ekologis) dan ekonomi yang diaplikasikan pada karakteritik kondisi biofisik kawasan dengan mempertimbangkan kesesuaian alokasi zonasi taman nasional dan karakteristik kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan pelibatannya dalam kegiatan restorasi. Dihasilkan 6 (enam) varian desain fisik TPN yang

direklasifikasi berdasarkan tingkat kompatibilitas implementasi TPN menjadi 3 (tiga) kelompok kompatibilitas implementasi TPN yaitu: 1) TPN-Hutan; 2) TPN Seimbang Kebun; dan 3) TPN Dominan Kebun.

3) Model kelembagaan restorasi dituangkan ke dalam penentuan batas yurisdiksi, pengaturan hak kepemilikan TPN, dan penetapan pedoman aturan representasi. Uraian ketiga komponen tersebut sebagai berikut: a) Penentuan batas yurisdiksi menyangkut pengaturan batasan hak dan

kewajiban masyarakat dan atau pihak lain atas akses sumberdaya hutan. Pengaturan batasan hak dan kewajiban dilakukan oleh pengelola kawasan (BBTNGGP) dengan berpedoman pada aturan perundangan yang berlaku dan bervariasi menurut varian desain fisik TPN dan model kelembagaan restorasi. Hak dan kewajiban untuk tiap tahapan pelaksanaan kegiatan restorasi juga bergantung pada kesepakatan yang dibuat antara masing-masing pihak yaitu masyarakat petani penggarap dan atau pihak lain dengan BBTNGGP. Dihasilkan 6 model kelembagaan partisipatif yang menunjukkan 4 (empat) level partisipatif yang sesuai (non level, tokenisme, kemitraan, dan pendelegasian/ kontrol) yang selanjutnya direklasifikasi berdasarkan tipe partisipasi menghasilkan 4 (empat) kelompok, yaitu: 1) Contractual participation terdiri dari level-level manipulasi, terapi, dan informasi; 2) Consultative participation terdiri dari level konsultasi dan placation; 3) Collaborative participation

terdiri dari level kemitraan; dan 4) Collegiate partisipation terdiri dari level pendelegasian dan kontrol masyarakat.

b) Pengaturan hak kepemilikan (property rights) TPN-GGP disebut sebagai pengaturan hak atas properti tanaman dalam TPN (PHPT- TPN) merupakan pengaturan hak penguasaan atas hasil tanaman restorasi dan mekanisme pengaturan pemanfaatan hasil restorasi dimana masyarakat dilibatkan. Pengaturan ini dirancang sepenuhnya oleh pengelola kawasan dengan berpedoman pada aturan perundangan yang berlaku untuk selanjutnya diatur melalui mekanisme kesepakatan masing-masing pihak yaitu masyarakat petani penggarap dan atau

pihak lain dengan pengelola kawasan. PHPT-TPN disusun menurut tahapan kegiatan implementasi TPN dan tingkatan hak menurut Schlager and Ostrom (1992) sesuai dengan varian desain fisik TPN. c) Perumusan pedoman aturan representasi menjadi tanggungjawab

pengelola kawasan. Dalam pedoman tersebut diatur batasan kewenangan yang jelas dan definitif untuk pengambilan keputusan atas masalah yang mungkin terjadi dalam proses implementasi dan pengembangan TPN. Prinsip yang harus dipenuhi dalam perumusan aturan representasi pada kelembagaan TPN adalah adanya kepastian aturan main dalam pengambilan keputusan yang menjadi keputusan mengikat dan ditaati bagi semua pihak yang terlibat dalam proses implementasi TPN mulai dari perencanaan sampai dengan monitoring, dan juga meliputi pengelolaan TPN secara berkelanjutan.

7.2. Saran

1) Dalam rangka implementasi model di lokasi tertentu yang akan dilakukan kegiatan restorasi, perlu dikaji terlebih dahulu karakteristik variabel penyusun model yang ada di lokasi tersebut untuk menentukan varian desain fisik TPN dan model kelembagaan yang akan digunakan. Selain itu perlu dibangun kelembagaan masyarakat dalam rangka mendukung implementasi model.

2) Perhitungan nilai pendapatan petani penggarap lahan hutan berasal dari jumlah responden (sampel) yang sangat terbatas sehingga dalam penelitian selanjutnya perlu perhitungan yang lebih teliti dengan memperbanyak jumlah responden untuk menghitung nilai pendapatan petani dari usaha tani atas lahan garapan dan nilai pendapatan masyarakat dari pemanenan HHBK.

3) Perlu diselenggarakan sebuah forum yang didalamnya dapat dilakukan negosiasi kepentingan dan kebutuhan stakeholder khususnya masyarakat yang akses terhadap SDA di kawasan perluasan misalnya melalui penyelenggaraan FGD atau bentuk pertemuan koordinasi antara tokoh masyarakat dan pihak BBTNGGP sehingga dapat disusun pedoman-

pedoman yang lebih terinci dan lebih lengkap terkait dengan implementasi model restorasi, yang berpijak pada realitas karakteristik kondisi biofisik kawasan yang akan direstorasi dan karakteristik masyarakat, aspirasi, kepentingan-kebutuhan stakeholder dalam proses implementasi dan pengelolaan TPN antara lain meliputi: 1) Pedoman hak dan kewajiban bagi

stakeholders yang terlibat dalam kegiatan restorasi; 2) Pedoman pengaturan hak kepemilikan atas hasil kegiatan restorasi; dan 3) Pedoman aturan representasi pengambilan keputusan terkait dengan pelaksanaan kegiatan restorasi.

BPD = Badan Perwakilan Desa DAFTAR SINGKATAN:

BB TNGGP = Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango CBD = Convention on Biological Diversity

CITES = Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora

DIRJEN PHKA = Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ditjen = Direktorat Jenderal

DITJEN PHKA = Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Dirjen PHPA = Direktur Jendral Pelestarian Hutan dan Perlindungan Alam

ESP = Environmental Services Program

Gerhan = Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GPO = Gede Pahala Organization

Ha = Hektar

HANSIP = Pertahanan Sipil HHBK = Hasil Hutan Bukan Kayu

IUCN = International Union for the Conservation in Nature KEHATI = Keanekaragaman Hayati

KU = Kelas Umur

KEPPRES = Keputusan Presiden

LINMAS = Pengendalian Masyarakat

LIPI = Lembaga Ilmu Pengeetahuan Indonesia LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat

MPTs = Multi Purpose Tree species PAMDES = Pengelola Air Minum desa

PHBM= Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

PHPT-TPN=Pengaturan Hak atas Properti Tanaman dalam Taman Plasma Nutfah PKK = Pembinaan Kesejahteraan Keluarga

PP = Peraturan Pemerintah

PPKAB = Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol PTN = Pengelolaan Taman Nasional

PTNGGP = Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango RHL = Rehabilitasi Hutan dan Lahan

RW = Rukun Warga SDA = Sumberdaya Alam SDH = Sumberdaya Hutan SDL= Sumberdaya Lahan SK = Surat Keputusan

TNGGP = Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TPN = Taman Plasma Nutfah

USAID = United State Agency International Development UU= Undang-Undang