• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.6. Implikasi Kebijakan dan Strategi

Dalam rangka mewujudkan tujuan pemanfatan ruang yang telah ditetapkan maka perlu kebijakan dan strategi untuk mengendalikan pemanfaatan ruang. Kebijakan pemanfaatan ruang dibuat melalui penyusunan serangkaian langkah kebijakan dengan mengoperasionalkan perencanaan pemanfaatan ruang.

5.6.1. Implikasi Kebijakan

Berkaitan dengan tujuan optimasi pemanfatan ruang yang ingin dicapai yaitu untuk memenuhi kebutuhan air serta peran para aktor dalam kebijakan pengendalian ruang Pulau Dullah Kota Tual maka berbagai alternatif kebijakan pengendalian ruang yang akan diterapkan adalah kebijakan zonasi, kebijakan perizinan, kebijakan insentif dan disinsentif dan sanksi.

Gambar 37. Peta Kesesuaian Arahan Pemanfaatan Ruang dan RTRW Kota Tual.

5.6.1.1. Kebijakan Zonasi

Rencana zonasi dimaksudkan untuk mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya di Pulau Dullah Kota Tual dan konflik kewenangan serta memandu pemanfaatan sumberdaya Pulau Dullah Kota Tual dalam jangka panjang, menata dimensi ruang (spasial) pembangunan dan pengelolaan sumberdaya Pulau Dullah Kota Tual dalam kurung waktu tertentu. Sedangkan tujuan zonasi adalah mengalokasikan ruang wilayah Pulau Dullah Kota Tual kedalam pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis tertentu yang sesuai dengan peruntukannya dan kegiatan saling mendukung serta memisahkannya dari kegiatan yang bertentangan.

Peraturan zonasi juga bertujuan untuk menetapkan kawasan dalam klustering dengan mempertimbangkan keterkaitan ekologi, ekeonomi dan sosial budaya. Membagi setiap kawasan menjadi zona dan zub zona pemanfaatan yang terbatas sesuai dengan prioritas pembangunan di kawasan tersebut. Menyusun zona dan sub zona potensi sumberdaya, daya dukung eksistem, fungsi pemanfaatan, fungsi lindung dan fungsi pertahanan keamanan serta memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan kegiatan pengelolaan dalam

pembangunan yang lestari sehingga pemanfaatan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara adil, tertib, efisien dan efektif.

Pemerintah Kota Tual sebagai aktor utama pembuatan kebijakan pengendalian ruang dan dalam perencanaan dan pembangunan kawasan serta menjadi koordinator dalam pembuatan kebijakan pengendalian ruang kawasan konservasi. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama ini dikarenakan peraturan yang ada tidak cukup detail untuk mengatur kegiatan yang ada, sehingga setiap pemerintah kabupaten memberikan interpretasi yang berbeda mengenai aturan yang dikeluarkan. Dengan adanya pembuatan zonasi yang jelas dan detail untuk kawasan Pulau Dullah Kota Tual maka diharapkan pembangunan dapat diarahkan dengan baik.

Peraturan zonasi tersebut harus diperkuat dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), sehingga mengikat baik masyarakat maupun pemerintah daerah. Penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah daerah untuk meloloskan pemanfaatan yang menyalahi aturan zoning juga akan sangat mudah diketahui dan dikendalikan oleh masyarakat.

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Peraturan zonasi yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Ketentuan zoning dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci. Sebagai panduan teknis pemanfaatan lahan. Ketentuan zoning mencakup guna lahan, intensitas pembangunan, tata bangunan, prasarana minimum, dan standar perencanaan.

Peraturan zonasi terdiri atas: zoning text/ zoning statement/legal text: berisi aturan-aturan menjelaskan tentang tata guna lahan dan kawasan, permitted and

conditional uses, minimum lot requirements, standar pengembangan, administrasi pengembangan zoning. Zoning map: berisi pembagian blok peruntukan (zona), dengan ketentuan aturan untuk tiap blok peruntukan tersebut menggambarkan peta tata guna lahan dan lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan.

5.6.1.2. Kebijakan Perizinan yang Transparan dan Terpadu

Perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/ fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.

Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/ atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin, dapat diminta penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.

Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing- masing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Izin pemanfaatan ruang terutama kawasan konservasi harus jelas dan tegas. Artinya perizinan harus menjelaskan tentang aturan main (rule of the game) yang berlaku sebelum izin dikeluarkan. Hal ini akan berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat tentang kewajiban dan hak atas pemanfaatan suatu

kawasan atau sumberdaya alam. Disamping itu izin pemanfaatan ruang harus lebih diperketat yang didalamnya memuat sanksi atau denda yang cukup berat bagi pemanfaatan ruang yang tidak memenuhi kaidah pemanfaatan ruang yang lestari dan berkelanjutan. Ketatnya proses perizinan diharapkan mampu meminimalkan penyimpangan terhadap pemanfaatan ruang yang bersifat mengeksploitasi secara berlebihan sumberdaya alam.

Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus sesuai dengan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin pemanfaatan ruang dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara dan pidana denda.

Pemerintah Kota Tual dapat melakukan pengendalian pembangunan di wilayah Pulau Dullah dengan menjaga konsistensi pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, sedangkan sasarannya adalah meminimalkan penyimpangan terhadap RTRWK yang dilaksanakan melalui pengawasan dan penertiban. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang adalah :

1. Mengendalikan pemanfaatan ruang melalui pengawasan dan penertiban yang didasarkan kepada RTRWK.

2. Menjadikan pemberian izin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat pengendali pemanfaatan ruang yang merupakan kewenangan Kabupaten/Kota dalam pelaksanannya memperhatikan dan mempertimbangkan RTRWK.

Dalam menjalankan kebijakan tersebut, koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Propinsi (BKPRD) yang ditetapkan oleh Walikota.

Proses perizinan dalam pengendalian pemanfatan ruang pada dasarnya merupakan suatu konfirmasi terhadap rencana atau usulan pemanfaatan ruang yang akan mengubah atau mempertahankan fungsi utama kawasan, guna lahan, dan intensitas kegiatan. Keputusan penertiban izin terhadap permohonan pemanfaatan ruang yang berlangsung harus mempertimbangkan lima kriteria utama, yaitu:

1. Fungsi utama kawasan dengan kesesuaian lahannya. 2. Penggunaan lahan yang diperkenankan.

3. Intensitas pembangunan yang ditetapkan.

4. Penyesuaian/pelandaian lahan yang diperbolehkan.

5. Konflik fungsional antara peruntukan dengan kecenderungan perkembangan yang terjadi.

Sesuai dengan hirarki rencana tata ruang penertiban izin dalam pemanfaatan ruang harus mengacu kepada RTRW Kabupaten/Kota dan rencana yang lebih rendah :

1. RTRW Kabupaten/Kota (skala 1:50.000 – 1:20.000), digunakan sebagai acuan penertiban perizinan lokasi peruntukan ruang untuk suatu kegiatan.

2. RRTRW (Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah) kawasan (Skala 1:10.000 – 1:15.000), digunakan sebagai acuan penertiban perizinan perencanaan pembangunan (planning permit) bangunan dan bukan bangunan.

3. RRTRW Sub Kawasan/RTRK (skala 1:1.000 – 1:5.000), digunakan sebagai acuan penertiban perizinan letak dan rancangan bangunan dan bukan bangunan termasuk di sini adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pedoman penataan ruang dan bangunan, seperti Panduan Rancang Kota (Urban Design Guidlines) dan Panduan Pembangunan Kota (Urban Development Guidlines) pada skala rencana rinci.

5.6.1.3. Kebijakan Pemberian insentif dan disinsentif kepada masyarakat dan pengusaha dalam pengendalian ruang

Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/ atau disinsentif oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Insentif yang merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: (a) keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; (b) pembangunan serta pengadaan infrastruktur; (c) kemudahan prosedur perizinan; dan/ atau (d) pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/ atau pemerintah daerah.

Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala kecil/ individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/ kawasan karena dalam skala besar/ kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara

bersamaan.

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut, antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.

Insentif ekonomi untuk usaha tani rakyat diperlukan untuk peningkatan produktifitas usaha tani melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani (capacity building) serta penguatan status kepemilikan lahan (security land tenure) guna meningkatkan efisiensi penggunaan input dan menjaga kelestarian pertanian (sustainable agriculture). Sementara menambahan insentif ekonomi pada program gerhan hutan rakyat dengan jalan memperpanjang masa perawatan kayu sedangkan (external enonomic insentive) yang diperlukan adalah berupa access to capital, access to market, eligibility to subsidies,

Disinsentif, yang merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: (a) pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/ atau (b) pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/ atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi. Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang.

memberikan kontribusi bagi pengendalian ruang, masyarakat yang sudah merasakan manfaat jasa eksositem seperti air dan udara yang segar di Pulau Dullah Kota Tual akan tiibul rasa memiliki, sehingga akan menjaganya dari ancaman.

5.6.1.4. Pengenaan sanksi yang proporsional terhadap pelanggaran penataan ruang kawasan

Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Dalam Undang-Undang Penataan Ruang, pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Dalam pengembangan kebijakan pengendalian ruang perlu ditindaklanjuti dengan adanya sangsi bagi pelanggar atau ketidaksesuaian dengan peraturan. Hal ini perlu ada agar peraturan dapat lebih bergigi dan berwibawa. Perlu dibuat peraturan yang operasional seperti peraturan walikota yang mengatur pemberian sanksi. Bentuk-bentuk penertiban berupa sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran rencana pemanfaatan ruang adalah sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun sanksi perdata. Pengenaan sanksi dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang sanksi pelanggaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk sanksi yang dapat dikenakan adalah sebagai berikut :

1. Pencabutan Ijin, yaitu ijin lokasi, ijin perencanaan, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Undang-undang Gangguan (IUUG/HO), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan ijin lainnya yang berlaku.

2. Pembongkaran bangunan 3. Perlengkapan perijinan 4. Denda

5.6.2. Strategi Implementasi Kebijakan

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan implementasi kebijakan pengendalian ruang diperlukan beberapa strategi agar kebijakan tersebut dapat dioperasionalkan dengan baik antara lain:

5.6.2.1. Penguatan kelembagaan

Pemanfaatan ruang memerlukan pendekatan yang terkordinasi pada skala nasional. Oleh sebab itu, perencanaan kebijakan pemanfaatan ruang seperti pembangunan jalan lintas, konservasi dan rehabilitasi, hingga pengembangan pertanian dalam arti luas diperlukan persetujuan pihak berwenang. Agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan perlu dibentuk lembaga yang bertanggung jawab mengelola pemanfaatan ruang pada suatu daerah tertentu. Lembaga ini diharapkan memiliki tugas, fungsi dan kewenangan yang spesifik dalam pemanfaatan ruang di daerahnya.

Hubungan kelembagaan pemanfaatan ruang dengan pemerintah pusat- daerah memerlukan pengaturan kelembagaan yang memadai baik pada tingkat politis (perumusan kebijakan), di tingkat organisasi (desain kebijakan), maupun di tingkat operasionalisasi (implementasi kebijakan). Dengan pengaturan yang jelas maka akan terjadi bentuk dan pola interaksi antara publik dan pemerintah secara optimal dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila masih terdapat beberapa kekurangan, maka perlu disediakan adanya mekanisme umpan balik dalam bentuk keterlibatan masyarakat sehingga terjadi penyempurnaan aransemen kelembagaan di berbagai tingkatan. Lembaga ini diharapkan dapat memiliki kapasitas berkordinasi dengan semua instansi terkait, baik ditingkat nasional, regional maupun lokal, melibatkan masyarakat dan LSM, serta memiliki akses informasi dengan lembaga sejenis di seluruh dunia.

Salah satu tugas lembaga tersebut adalah perumusan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang secara terpadu mulai dari tahap perencanaan (termasuk penentuan pemanfaatan dengan melibatkan seluruh stakeholder), implementasi, monitoring dan evaluasi. Kepentingan yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kebijakan adalah melibatkan penduduk setempat dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penggunaan lahan, termasuk ketersediaan informasi tentang kegiatan penggunaan yang terencana.

direncanakan haruslah mampu menjamin tercapainya upaya peningkatan kualitas lahan dan kualitas lingkungan melalui mekanisme yang mengintegrasikan pokok-pokok pikiran di atas. Prinsip dasar kelembagaan yang diinginkan adalah keterpaduan, menyeluruh, dan koordinatif.

Dalam kelembagaan pemanfaatan ruang dibutuhkan keterpaduan karena lembaga ini tidak hanya terbatas pada satu sektor tetapi lintas sektoral. Keterpaduan juga harus dilakukan antar daerah dan antar tingkat pemerintah (nasional, propinsi dan kabupaten/ kota). Kewenangan lembaga ini harus mencakup tingkat lokal, regional dan nasional. Akibat dari kebijakan otonomi daerah lembaga ini harus menyesuaikan dengan kewenangan daerah sebagai daerah otonom. Sebagai lembaga lintas sektoral dan memiliki fungsi koordinasi antar lembaga lainnya, perlu memiliki kewenangan yang luas dalam mengkoordinasi kebijakan pemanfaatan ruang.

Kapasitas kelembagaan merupakan salah satu unsur penting yang menentukan baik buruknya pelaksanaan kebijakan pemanfaatan ruang, karena walau bagaimanapun baik dan benarnya rencana pemanfaatan ruang apabila lembaga pengelola sebagai pelaksana pengelolaan tidak berfungsi dengan baik maka tujuan dan sasaran pengelolaan yang ditetapkan tidak akan berhasil.

Kelembagaan tersebut perlu ditetapkan dengan melibatkan seluruh

stakeholders, sehingga setiap pemanfaat terwakili dan merupakan unsur-unsur kelembagaan yang akan menetapkan rencana, cara dan mekanisme serta kewenangan (otoritas) pemanfaatan ruang. Dalam pemanfaatan tersebut perlu pula ditetapkan aturan dan pengaturan pemanfaatannya yang semuanya ditujukan bagi tercapainya sasaran dan tujuan pemanfaatan ruang.

Aspek kelembagaan yang diperlukan dalam operasionalisasi kebijakan pengendalian ruang adalah lembaga yang menetapkan dan merencanakan seperti Pemda, lembaga yang menilai permohonan pembangunan yang tidak sesuai dengan zonasi, lembaga yang ada saat ini BKPRD (Badan Koordinasi Perencanaan Ruang Daerah) anggotanya berasal dari pemda sehingga perlu lembaga yang independent dengan anggota yang diperluas dengan perwakilan dari asosiasi profesi, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM). Adanya lembaga yang mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Karena sistem kelembagaan akan berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan kebijakan dengan kata lain bahwa kelembagaan akan menjamin koordinasi antara beberapa lembaga yang

terkait sehingga memudahkan kontrol dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan. Sistem kelembagaan dalam pelaksanaan kebijakan pengendalian ruang harus jelas, baik dari segi fungsi maupun manfaatnya sehingga apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari sebuah kebijakan dapat tercapai dengan baik.

Untuk mengendalikan pemanfaatan ruang di Kota Tual maka diperlukan legal aspek yang mampu mengikat dan mencegah terjadinya pelanggaran baik oleh masyarakat umum sebagai pelaku yang memanfaatkan ruang maupun pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Legal aspek yang dimaksud adalah dalam bentuk peraturan-peraturan daerah (Perda) yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat dan diawasi oleh pemerintah propinsi maupun pusat. Pembuatan legal aspek diharapkan mampu menekan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkannya sehingga keberlanjutan ekologis dapat dipertahankan.

5.6.2.2. Pengelolaan lingkungan

Proses pengelolaan lingkungan pada umumnya diawali dengan pertanyaan bagaimana lingkungan diperlakukan secara baik dan benar, apa luaran yang akan terjadi, keuntungan yang akan diperoleh dan daya tarik bagi stakeholders, siapa yang berpartisipasi dalam proses dan bagaimana, apa yang akan terjadi jika proses pengelolaan dilaksanakan dan menjadi daya tarik pemanfaat, bagaimana koordinasi diantara pemanfaat yang meliputi identifikasi yang akan menjadi pelaku dan mekanismenya untuk mencapai target bersama, pengambilan keputusan, isu-isu kelembagaan mengenai bagaimana mengelola lingkungan seefektif mungkin, serta tindakan pemantauan, pengendalian dan pembinaan.

Pertimbangan sosial ekonomi akan mempengaruhi perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Aspek-aspek sosial yang perlu diperhatikan meliputi kepadatan penduduk, distribusi penduduk, mata pencaharian, struktur lapangan kerja, dan sistem pengelolaan sumberdaya tradisional. Pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, penerapan pengelolaan akan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan wilayah yang masih jarang penduduknya. Hal ini disebabkan oleh beragamnya kepentingan dan aktivitas yang pada hakekatnya akan banyak mempengaruhi atau bahkan mengancam kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, untuk menetapkan rencana dan melaksanakan pengelolaannya harus dihadapkan pada berbagai pilihan

dengan skala prioritas tertentu sehingga pengelolaan yang dilaksanakan dapat memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya dan meminimalkan dampak negatifnya.

Mengingat rumitnya proses ekologi yang berlangsung di dalam suatu ekosistem, dimana terdapat interaksi antara habitat-habitat baik pada ekosistem yang sama, maupun antar ekosistem, serta interaksi dengan kebijakan pemanfaatan, maka sifat pengelolaan lingkungan harus dinamis. Ini sangat penting, terutama dalam pembaharuan-pembaharuan informasi dan data ekologi (baik bio maupun sosio-ekologi) yang selalu berkembang. Sifat pengelolaan yang kaku, dimana tidak memungkinkan dilaksanakannya kajian dan evaluasi secara rutin justru akan merugikan nilai pengelolaan itu sendiri. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan sistem pengelolaan kawasan adalah keterpaduan, partisipasi, multi stakeholders, dengan fokus pada pengelolaan sumberdaya lahan secara berkelanjutan.

Tujuan pengelolaan lingkungan dapat meliputi: (1) pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, terutama biota perairan, udara, dan daratan, serta habitatnya. Ini merupakan upaya menjamin ketersediaan sumber plasma nutfah dari biota ekonomis untuk jangka waktu panjang; (2) kesejahteraan masyarakat setempat, melalul pengefektifan pola pemanfaatan sumberdaya alam di dalam kawasan. Ini erat kaitannya dengan upaya pelestarian alam di atas; dan (3) peningkatan pendapatan daerah melalui pengembangan dan pengelolaan sumberdaya alam, memanfaatkan kelestarian ekosistem dan biota. Upaya ini bergantung pada upaya pelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat setempat

Dalam pengelolaan lahan di Pulau Dullah Kota Tual, kawasan hulu mempunyai peran penting yaitu selain sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke daerah hilirnya bagi kepentingan pertanian, industri dan pemukiman

(water provision for regional economy), juga berperan sebagai pemelihara keseimbangan ekologis untuk sistem penunjang kehidupan. Dalam terminologi ekonomi, daerah hulu merupakan faktor produksi dominan yang sering mengalami konflik kepentingan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian, pertambangan, pemukiman dan lain-lain. Kemampuan pemanfaatan lahan hulu sangat terbatas, sehingga kesalahan pemanfaatan akan berdampak negatif pada daerah hilir.

dengan produksi air dan konservasi itu sendiri. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air (catchment ecosystem) yang merupakan rangkaian proses alami suatu siklus hidrologi yang memproduksi air permukaan dalam bentuk mata air, aliran air dan sungai. Jika dihubungkan dengan penataan ruang wilayah, maka alokasi ruang dalam rangka menjaga dan

Dokumen terkait