• Tidak ada hasil yang ditemukan

r) Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis besar yang menjadi objek penelitian adalah ikan Tongkol, Tenggiri, dan Cakalang

5.11 Implikasi Kebijakan

Tujuan pengelolaan perikanan termasuk di dalamnya perikanan tangkap sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan mengandung beberapa makna, diantaranya adalah melakukan pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, serta meningkatkan peran perikanan tangkap terhadap pembangunan perikanan nasional

Sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access dan common property, artinya pemanfaatan ikan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum, tanpa ada pengelolaan. Konsekuensi dari sifat sumberdaya seperti ini adalah munculnya gejala eksploitasi berlebih (over exploitation), investasi berlebih (over investment) dan tenaga kerja berlebih (over employment). Dalam kondisi seperti ini, jika tidak segera diambil kebijakan yang tepat, maka sulit rasanya untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan yang telah digariskan di atas.

Begitu pula dengan yang terjadi pada sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akses negatif dari pengelolaan ikan selama kurun waktu dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2006 sudah nampak, hal ini diketahui dari kecenderungan menurunnnya produksi sumberdaya ikan dari tahun ke tahun, karena tingginya tingkat aktivitas penangkapan (overfishing). Kondisi ini kemudian menimbulkan dampak berupa inefisiensi ekonomi (economic inefficiency), karena selain menghilangkan potensi rente ekonomi sumberdaya, juga terjadi kondisi berlebihnya faktor produksi yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif.

Model pendekatan MSY merupakan model pendekatan optimasi

pemanfaatan sumberdaya ikan dalam perspektif biologi yang hanya memperhatikan aspek biologi saja. Penggunaan pendekatan model MSY dalam pemanfaatan sumberdaya ikan memiliki beberapa kelemahan yang cukup mendasar sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Dalam perspektif bioekonomi, pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk memaksimumkan manfaat ekonomi dengan tetap menjaga kelestariaan sumberdaya ikan atau dengan kata lain bagaimana manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan dapat diperoleh secara berkelanjutan. Analisis bioekonomi dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan statik dan pendekatan dinamik. Pendekatan statik adalah pendekatan yang menggabungkan parameter biologi dan ekonomi dalam analisisnya, tetapi tidak memasukkan faktor waktu. Pendekatan dinamis adalah pendekatan yang sama dengan pendekatan statik, tetapi memasukkan faktor waktu dalam analisisnya. Pendekatan statik, seperti

mendasar dari pendekatan optimasi statik, karena tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya, hal ini bisa menyebabkan masalah serius dalam penegelolaan sumberdaya ikan, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Hasil perbandingan dari beberapa model optimasi diatas, diperoleh data bahwa model optimasi dinamik memberikan rente ekonomi yang lebih tinggi dari model optimasi yang lain pada semua jenis sumberdaya ikan dengan tetap menjaga kelestarian dan keberlangsungan dari sumberdaya ikan. Dari hasil perhitungan nilai optimal pemanfaatan masing-masing sumberdaya ikan dengan pendekatan optimasi dinamik pada tingkat discount rate sebesar 2,82%, 12,18%, 15% diperoleh data pemanfaatan pengelolaan optimal sumberdaya perikanan, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 40.

Dari data tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan dengan pendekatan dinamik sangat dipengaruhi oleh

discount rate yang berlaku, dimana semakin rendah discount rate, maka pemanfaatan sumberdaya ikan akan lebih bersahabat dengan lingkungan, dan semakin meningkatkan rente ekonomi yang diperoleh. Sebaliknya, semakin tinggi discount rate yang digunakan, maka berdampak pada semakin tingginya tingkat effort, sehingga akan menurunkan produksi dan rente ekonomi yang bisa diperoleh. Pada Tabel 40 terlihat bahwa rente ekonomi optimal pada masing-masing sumberdaya ikan diperoleh pada tingkat discount rate sebesar 2,82% .

Pada sumberdaya ikan pelagis kecil, volume produksi optimal sebesar 3.724,57 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 2.010 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.853,02 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp742.749,60 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal sebanyak 2.123 unit, dengan perincian 199 unit setingkat payang dan 1.924 unit setingkat jaring insang.

Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan pelagis besar 5.928,03 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 1.504 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 3.941,51 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp1.590.491,99 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal sebanyak 2.078 unit, dengan perincian 128 unit setingkat pancing tonda dan 1.950 unit setingkat jaring insang.

Tabel 40 Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan

Pelagis Kecil Aktual Optimal Dinamik

δ= 2,82% δ = 12,18% δ = 15%

Produksi (h) (ton) 1.565,25 3.724,57 3.713,65 3.703,72

Effort (E) (trip) 4.146 2.010 2.145 2.186

CPUE (Kg per trip) 377,53 1.853,02 1.731,31 1.694,29

Rente (π ) (Rp juta) 7.634,41 742.749,60 180.843,76 146.008,46

Alat Tangkap (unit) 4.380 2.123 2.266 2.309

Pelagis Besar Aktual Optimal Dinamik

δ= 2,82% δ = 12,18% δ = 15%

Produksi (h) (ton) 3.159,03 5.928,03 5.918,94 5.911,93

Effort (E) (trip) 3.061 1.504 1.567 1.587

CPUE (Kg per trip) 1.032,03 3.941,51 3.777,24 3.725,22

Rente (π ) (Rp juta) 21.154,51 1.590.491,99 388.945,63 314.858,92

Alat Tangkap (unit) 4.230 2.078 2.165 2.193

Demersal Aktual Optimal Dinamik

δ= 2,82% δ = 12,18% δ = 15%

Produksi (h) (ton) 1.068,04 1.867,23 1.866,99 1.864,83

Effort (E) (trip) 1.680 1.749 1.844 1.873

CPUE (Kg per trip) 635,74 1.067,60 1.012,47 995,64

Rente (π ) (Rp juta) 7.378,47 548.062,86 141.244,23 114.212,49

Alat Tangkap (unit) 4.230 4.404 4.643 4.716

Teri Aktual Optimal Dinamik

δ= 2,82% δ = 12,18% δ = 15%

Produksi (h) (ton) 267,19 558,85 563,09 564,05

Effort (E) (trip) 1.640 537 560 567

CPUE (Kg per trip) 162,92 1.040,69 1.005,52 994,80

Rente (π ) (Rp juta) 58,11 50.412,12 12.324.88 9.976.11

Alat Tangkap (unit) 21 7 7 7

Sumber : Data diolah

Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan demersal sebesar 1.867,23 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 1.749 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.067,60 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp548.062,86 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal untuk ekstraksi sumberdaya ikan demersal adalah sebanyak 4.404 unit, dengan perincian 272 unit setingkat alat tangkap pancing dan 4.132 unit setingkat alat tangkap jaring insang.

Pada sumberdaya ikan teri, tingkat produksi optimal sumberdaya ikan teri sebesar 558,85 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 537 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.040,69 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp58,11 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal untuk ekstraksi sumberdaya ikan teri adalah sebanyak 7 unit setingkat alat tangkap bagan.

Dari data tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan selama ini belum berjalan dengan optimal, sehingga berdampak pada minimnya produksi dan manfaat ekonomi yang diperoleh nelayan. Oleh karena itu, pemerintah Kota Balikpapan harus segera melakukan pembenahan, membuat kebijakan antisipatif dan strategis sebagai solusi dari permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan. Sehubungan dengan hal itu, dengan berdasar pada hasil penelitian ini, berikut beberapa rekomendasi alternatif kebijakan yang diajukan, yaitu :

1) Membuat dan Menetapkan regulasi tentang pemanfaatan sumberdaya

perikanan pelagis dan demersal di Perairan Balikpapan yang meliputi tingkat

effort optimal, volume produksi optimal , CPUE optimal dengan mengacu pada pendekatan optimal dinamik pada tingkat discount rate yang rendah, sehingga tercapainya rente ekonomi yang optimal sebagaimana yang dihasilkan dalam penelitian ini.

2) Membuat regulasi tentang rasionalisasi jumlah alat tangkap. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari jumlah alat tangkap yang berlebih, juga dari alat tangkap yang bersifat destruktif. Kebijakan ini memiliki cost dan resistensi yang cukup tinggi, karena dengan kebijakan mengurangi alat tangkap dan membatasi alat tangkap, apabila memang sudah berlebih, berarti menuntut harus ada yang dikorbankan, kondisi ini sama halnya dengan menghalangi seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 3) Penetapan kuota atas produksi. Pembatasan produksi akan mengurangi tingkat

upaya, sehingga akan mencegah terjadinya biological dan economical overfishing, implikasinya akan menurunkan suplai ikan di pasar, sehingga dapat meningkatkan harga ikan. Dengan meningkatnya harga ikan, maka pendapatan nelayan akan meningkat, sehingga akan mendorong kembali peningkatan upaya.

4) Menciptakan daerah-daerah perlindungan laut (marine protected areas). Opsi ini adalah kunci keberhasilan pengelolaan perikanan berbasis lingkungan. Sama halnya dengan makhluk hidup lainnya, di mana diperlukan tempat yang aman dari pemangsaan, demikian pula halnya dengan populasi ikan di laut. Dengan diciptakannya daerah-daerah (zones) yang aman di dalam daerah perlindungan laut dari penangkapan (partial no-take zones), maka diharapkan populasi ikan yang telah mengalami tangkap lebih akan pulih.

5) Penetapan schedule of catch. Kebijakan penetapan jadwal penangkapan ikan dilatarbelakangi oleh banyaknya kendala dalam implementasi kebijakan untuk mengurangi dan mengontrol peningkatan jumlah alat tangkap. Dengan kebijakan ini diharapkan tidak ada yang dikorbankan terutama para nelayan, karena masih bisa melaut. Penjadwalan ini diatur sedemikian rupa, sehingga tingkat produksi effort dan manfaat rente yang diperoleh tetap dalam kondisi yang optimal.

6) Melakukan monitoring, controlling dan law enforcement (penegakkan

hukum), kebijakan ini bertujuan agar produksi aktual yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas dari produksi optimal yang seharusnya dihasilkan, juga untuk meminimalkan praktek pencurian ikan, hasil tangkapan yang tidak

dilaporkan (unreported catch), penangkapan yang merusak ekosistem

(destructive fishing).

7) Kebijakan terakhir sebagai pelengkap dan penyempurna dari kebijakan

tersebut di atas adalah kebijakan human development, mengingat manusia adalah pelaku utama dalam aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan. Kebijakan sehebat apa pun atau sebagus apa pun seringkali terlihat mentah di lapangan, tidak memberikan dampak apa-apa sebagaimana tujuan dari ditetapkannya kebijakan tersebut, jika tidak didukung sendiri oleh para pelaku utama dari kebijakan tersebut, baik pembuat kebijakan atau pun yang harus melaksanakan kebijakan. Kebijakan ini ditujukan bagi peningkatan kualitas dan profesionalitas para pemegang kebijakan dan pengelola perikanan, juga ditujukan kepada para nelayan dalam bentuk memberikan penyadaran, sosialisasi, pemahaman, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab akan pentingnya pembangunan perikanan yang berkelanjutan bagi kehidupan

dikemudian hari, pentingnya memanfaatkan sumberdaya ikan agar memberikan manfaat ekonomi yang optimal secara terus menerus.

Selain rekomendasi tersebut di atas, dalam hal pengelolaan perikanan, Pemerintah Kota Balikpapan diharapkan juga mengacu pada kode etik pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries, CCRF) yang telah dicanangkan oleh badan dunia yang menangani pangan dan pertanian (Food and Agriculture Organization, FAO) pada tahun 1995. Banyak hal penting yang perlu menjadi perhatian dalam mengaplikasikan pengelolaan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab di Perairan Balikpapan sebagaimana terkandung dalam butir-butir isi CCRF, antara lain :

1) Negara dan pengguna sumberdaya perikanan harus menjaga ekosistem

perairan, dan hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab.

2) Negara harus mencegah terjadinya tangkap lebih (overfishing) dan menjaga agar penangkapan sesuai dengan daya lingkungan (carrying capacity).

3) Kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada adanya bukti ilmiah terbaik yang tersedia.

6.1 Kesimpulan

1) Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah 3.724,57 ton per tahun; 5.928,03 ton per tahun; 1.867,23 ton per tahun; 558,85 ton per tahun.

2) Tingkat effort optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah sebanyak 2.010 trip per tahun; 1.504 trip per tahun; 1.749 trip per tahun; 537 trip prt tahun. 3) Tingkat CPUE optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal,

dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah sebesar 1.853,02 kg per trip; 3.941,51 kg per trip; 1.067,60 kg per trip; 1.040,69 kg per trip. 4) Rente ekonomi optimal yang bisa diperoleh pada pemanfaatan sumberdaya

ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah mencapai Rp742.749,60 juta per tahun; Rp1.590.491,99 juta per tahun; Rp548.062,86 juta per tahun; Rp50.412,12 juta per tahun.

5) Laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri secara berturut-turut sebesar 0.55 dan 0,48 (terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,45 dan 0,45(tidak terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,54 dan 0,46 (terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,46 dan 0,31 (tidak terdegradasi dan tidak terdepresiasi).

6) Jumlah alat tangkap maksimal untuk pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah 2.123 dengan perincian 199 unit setingkat payang dan 1.924 unit setingkat jaring insang; 2.078 unit, dengan perincian 128 unit setingkat pancing tonda dan 1.950 unit setingkat jaring insang; 4.404 unit, dengan perincian 272 unit setingkat alat tangkap pancing dan 4.132 unit setingkat alat tangkap jaring insang; 7 unit setingkat bagan.

7) Sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar demersal, dan teri di Perairan Balikpapan telah mengalami biological overfising dan economical overfishing.

8) Alternatif kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis dan demersal di Perairan Balikpapan diantaranya : (1). Membuat regulasi pemanfaatan optimal, yang meliputi produksi optimal, upaya optimal, CPUE optimal; (2). Membuat regulasi tentang rasionalisasi alat tangkap; (3). Penetapan kuota atas produksi; (4). Menciptakan marine protected area; (5). Membuat dan menetapkan schedule of catch; (6). Monitoring, controlling dan law enforcement; (7). Human development.

6.2 Saran

1) Membuat kebijakan-kebijakan yang tepat sebagaimana rekomendasi alternatif kebijakan dari penelitian ini guna terciptanya pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal, sehingga dapat mengurangi dan mencegah terjadinya

overfishing, degradasi dan depresiasi dari sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan

2) Menerapkan sistem monitoring dan evaluasi serta pendataan yang baik dan sistematis, sehingga tersedia data yang akurat mengenai status pemanfaatan sumberdaya ikan.

3) Pembangunan sistem informasi, peningkatan sarana dan prasarana perikanan dan kelautan di pelabuhan (PPI Manggar) yang menunjang dan berkaitan dengan informasi mengenai stok ikan di laut, fishing ground, musim penangkapan, perkembangan harga dan kerusakan lingkungan.

Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan-Pencemaran. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Program Pascasaejana. 371 hal.

Aziz KA.1989. Dinamika Populasi Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.Bogor: Institut Pertanian Bogor. 115 hal.

[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. 1998. Indonesia Atlas Sumberdaya Kelautan. Bogor.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2006. Kalimantan Timur Dalam Angka 2006. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 412 hal.

[BPN] Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Timur. 2000. Ruang Lingkup Penyusunan dan Penyajian Pengembangan Pusat Data Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah. Provinsi Kalimantan Timur.

Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Systems. United Kingdom: Blackwell Science Ltd. 370 p

Clark CW and JM Conrad. 1987. Natural Resource Economic: Notes and Problem. United States of America: Cambridge University Press. 231 p Endroyono. 2002. Upaya-Upaya Pengontrolan dan Kuota Hasil Tangkapan dan

Aspek Ekonomi Hasil Tangkapan. Bahan Pengajaran (tidak dipublikasikan) Bogor: Institut Pertanian Bogor. 37 hal.

Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 233 hal.

[Diskanlut] Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur. 1996-2006. Laporan Statistik Perikanan Tangkap. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. 1996-2006

[Diskanlut] Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Madya Balikpapan. 1996-2006. Laporan Statistik Perikanan dan Kelautan Kota Balikpapan. Pemerintah Kota Madya Balikpapan. 1996-2006

[FAO] Food and Agricultural Organization. 1995. Tatalaksana untuk Perikanan yang Bertanggung Jawab. Tim Deptan, Penerjemah; Jakarta; FAO, Deptan, JICA. Terjemahan dari: Code of Conduct for Resposible Fisheries.

Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 259 hal.

______. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis, dan Gagasan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 185 hal.

Fauzi A dan S Anna. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 343 hal Fischer W and PJP. Whiteahead (eds), 1974. FAO Species Identification Sheet for

Fishery Purpose, Eastern Indian Ocean (Fishing Area 57) and Western Central Pacific (Fishing Area 71) Rome. FAO, Volume 1. (unpaged). Gullan JA.1983. Fish Stock Assesment: Manual of Basic Method. New York:

Wiley and Sons Inter-sience. Volume 1, FAO/Wileys Series on Food and Agricultural. 233 p

Hutomo M, Burhanuddin, A Djamali dan S Martosewojo. 1987. Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Seri Sumberdaya Alam, 137. Jakarta. 80 Hal.

Laevastu T and ML Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Book Ltd. Farnham. 201 p

Lawson RM. 1984 Economics of Fisheries Development. London: Frances Pinter (Publisher). 281 hal.

Mukhsin I. 2003. Pengelolaan sumberdaya Hayati Pesisir dan Laut. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 80 hal.

Nikijuluw VPH. 2001. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT Pustaka Cidesindo.

Nyibakken JW. 1989. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 488 hal.

Parsons W. 2001. Public Policy: An Introduction to the theory and Practice of Policy Analysis. (Terjemahan). Edward Elgar Publishing, Ltd.

Pindyick RS and DL Rubinfeld. 1998. Econometric Models and Economic Forecast. Singapore: McGraw-hill Book Co-Singapore. Fourth Edition. 634 p.

Randall A. 1987. Resource Economics: An Economic Approach to Natural Resource and Environmental Policy. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Second Edition. 434 p

Saanin H. 1994. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta. 85 hal.

Satria A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan: Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Humaniora Utama Press. Bandung. 153 hal.

[Sekdakot] Sekretaris Desa Kota Balikpapan. 2000. Ruang Lingkup Penyusunan dan Penyajian Pengembangan Pusat Data Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah (berdasarkan penjabaran UU No 22 Tahun 1999 dan UU 4799) Bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah Daerah Balikpapan.

Simanjuntak S. (2000). Platform Riset Ekonomi Sumberdaya Perikanan. Forum Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. DKP.

Simatupang P. 2001. Konsepsi Teoritis Analisi Kebijakan Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Laporan Forum Sosial Ekonomi Kelautan I. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Singarimbun M dan S Effendi. 2000. Metode Peneltian Survey. Jakarta : [LP3ES] Lembaga Penyelidikan, Penelitian Pengembangan Ekonomi dan Sosial. 336 hal.

Sitorus MTF. 1998. Penelitian Kualitatif : Suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropologi dan Kependudukan Jurusan Ilmu-ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hal.

Soemarno MS. 1992. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Lingkungan Hidup. Malang: Pusat Penerbitan Institut Pertanian Malang

Sparre P dan Venema SC, 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1:manual. Kerjasama Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Badan Penelitian Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta: FAO dan Deptan. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assesment. 438 hal. Suyasa IN. 2007. Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang

Berbasis di Pantai Utara Jawa. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 380 hal

Wahyudin Y. (2005). Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 166 hal.

Widodo J. 1980. Nilai Hasil Tangkapan Ikan Demersal, Hubungannya dengan Beberapa Faktor Abiotik di Laut Jawa. Buletin Penelitian Perikanan. Jakarta. Hal 7-26.

11

8

Lampiran 1 Peta Wilayah Administrasi Kota Balikpapan

PPI

Dokumen terkait