• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL

8 NILAI TAMBAH PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL

10 IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL

Implikasi kebijakan terkait pengembangan perikanan tangkap skala kecil dimana lokasi menjadi diterminan penting yang menentukan interaksi yang terjadi antara sumberdaya perikanan dengan para pelaku usaha. Interaksi tersebut menentukan intervensi yang harus dilakukan untuk mengembangan perikanan tangkap skala kecil. Intervensi yang dilakukan terkait dengan kebijakan sumberdaya ikan, kebiajkan pasar/ekonomi dan kebijakan sosial.

Hasil analisis efisiensi usaha melalui Data Envelopment Analysis

menunjukkan bahwa beberapa alat tangkap berada dalam skala skala DRS (decreasing return to scale) yang menunjukan bahwa beberapa jenis alat tangkap tersebut sudah tidak efisien. Skala DRS mengindikasikan bahwa jika input ditambah, maka produksi tidak akan bertambah sebesar penambahan input. Perubahan faktor produktifitas total lebih disebabkan karena terjadi perubahan skala teknis bukan disebabkan karena skala ekonomi. Tingginya indeks ketidakpastian (instability indexs) ouput dan input perikanan tangkap di kedua lokasi menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap menghadapi ketidakpastian yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis pada aspek efisiensi dan indek ketidakstabilan berimplikasi bahwa kebijakan yang akan dilakukan. Kebijakan tekait sumberdaya di Pelabuhanratu adalah untuk meningkatkan

inovasi teknologi bidang penangkapan, sehingga diperoleh tingkat skala efisiensi teknis yang lebih tinggi. Kebijakan tersebut terkait dengan bagaimana meningkatkan efisiensi dengan menggunakan teknologi rumpon dan teknologi peta penangkapan (fishing ground) sehingga dapat meningkatkan efisiesni input terutama BBM. Kebijakan relokasi merupakan salah satu alternatif yang bisa dilakukan namun tidak mudah untuk merelokasi ke daerah lain. Mengurangi jumlah armada yang sudah tidak efisien merupakan permasalahan tersendiri. Aset nelayan berupa kapal merupakan aset yang nilainya cukup besar namun tidak mudah untuk menjual kapal ke pihak lain. Intervensi yang perlu dilakukan untuk lokasi Kabupaten Lamongan adalah teknologi ramah lingkungan (termasuk alat tangkap) sehingga mengurangi tekanan terhadap sumberdaya ikan namun tetap dapat mempertahankan peranan perikanan dalam perekonomian wilayah. Permen KP No 2 tahun 2015 tentang pelarangan penggunaan alat tangkap, apabila disosialisasikan dengan baik dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya ikan di wilayah utara Pantai Jawa. Program-program pemerintah berupa bantuan kapal kurang dari 30 GT perlu didasarkan kajian dalam penelitian ini, sehingga dapat meningkatkan efektifitas program bantuan tersebut.

Hubungan tengkulak/langgan dengan nelayan berdasar hubungan kepentingan ekonomi, keberadaan tengkulak/langgan memainkan peran terutama sebagai "sosial cushion" ekonomi ketika nelayan menghadapi permasalahan biaya, dimana kelembagaan keuangan formal tidak mampu menjalankan perannya. Interaksi tersebut dipengaruhi oleh lokasi, dimana kecenderungan nelayan skala kecil untuk memanfaatkan sumber dana operasional kecenderungannya lebih besar pada lokasi yang mempunyai karakteristik wilayah penangkapan (sumber daya ikan) pelagis kecil dan demersal dan karakteristik pasar yang masih ersifat “tradisional”. Hu ungan keterkaitan pada daerah perikanan yang pasarnya masih ersifat “tradisional” le ih kuat dari pada daerah/lokasi dimana karakteristik pasarnya lebih maju dan terbuka. Wilayah pesisir dengan sumber daya perikanan pelagis kecil dan demersal, mempunyai kecenderungan yang lebih sensistif dan responsif terhadap sumber permodalan. Kecenderungan tersebut didukung oleh faktor nelayan yang mempunyai status kapal milik sendiri, lama kepemilikan dan jumlah ABK yang lebih banyak. Implikasinya adalah memperkuat pola hubungan patron client yang bersinergi dan menghasilkan pola hubungan yang saling menguntungkan. Fokus kebijakan untuk mengembangkan perikanan skala kecil di Lamongan dengan karakteristik pasar yang masih le ih “tradisional” dimana perlu pengem angan untuk meningkatkan skala usaha dan perlu adanya diversifikasi produk dan pengembangan pasar lokal. Sedangkan di Pelabuhanratu kebijakan difokuskan untuk menarik investor, menciptakan pekerjaan alternatif, sedangkan karakteristik pasar yang lebih terbuka lebih cocok untuk menghasilkan devisa dari pasar ekspor.

Dukungan kelembagaan formal yang bisa menjalankan peran seperti fungsi perantara/langgan dengan mengadopsi sistem yang diterapkan oleh langgan yaitu kemudahan dan fleksibilitas dalam waktu, jumlah dan tenggat waktu pengembalian pinjaman. Nelayan selalu bisa membayar pinjaman yang berasal dari langgan/pedagang perantara. Kebijakan pengembangan perikanan tangkap skala kecil perlu mempertimbangkan kondisi sosial budaya dan sumber daya yang ada diwilayah tersebut. Pengembangan sumber pemodalan lebih diperlukan pada daerah pesisir dengan sumber daya perikanan pelagis kecil dan dermersal. Model

keterikatan nelayan dan langgan bisa diadopsi oleh pemerintah untuk membuat skema program permodalan nelayan skala kecil terutama, melalui sistem perbankkan yang ada (lembaga keuangan resmi). Fleksibilitas dan kemudahan persyararatan menjadi kekuatan utama mengapa langgan bisa bersinergi dengan nelayan. Kedua elah pihak merasa memperoleh “keuntungan” dari simtem yang berlaku. Sedangkan pada perikanan yang mempunyai potensi sumber daya pelagis besar dan jaringan pasar yang lebih terbuka, maka hubungan ekonomi murni yang dilandasi atas dasar nilai manfaat (untung rugi) para pelaku usaha adalah pilihan tepat.

Aktifitas perikanan mampu menciptakan nilai tambah yang dinikmati oleh para pelaku usaha. Kecenderungannya nilai tambah dinikmati oleh sektor pemasaran (pedagang pengumpul, pedagang perantara, pedagang pengecer, dan sektor industri), sedangkan nelayan kadang mendapat proporsi nilai tambah yang relatif kecil. Kondisi ini sebagai salah satu akibat tidak seimbangnya posisi tawar nelayan terhadap para pedagang, dimana sumber modal berasal dari para pedagang perantara/langgan. Implikasi kebijakan kelembagaan lokal diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar nelayan. Blandongan bisa menjadi salah alternatif kelembagaan lokal yang menjalakan peran sebagai fasilitator agar posisi nelayan lebih kuat. Semakin majunya informasi mampu meningkatkan posisi tawar nelayan, perkembangan harga dengan cepat dapat diakses oleh nelayan. Keberadaan pedagang perantara masih dibutuhkan oleh nelayan selama belum ada kelembagaan formal yang mampu memerankan fungsi pedagang perantara/ langgan (flesibilitas dan kemudahan), namun pedagang perantara tidak dapat menetapkan harga sesuai kemauannya sendiri.

Perikanan skala kecil mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian wilayah, dimana keberlanjutan usaha yang bersumber dari perikanan tangkap ditentukan pasokan bahan baku ikan untuk pasar dan industri pengolahan. Nelayan sebagai ujung tombak mata rantai industri perikanan harus mendapat perhatian agar pasokan ikan tetap stabil. Dari sudut pandang sumber daya ikan, tingginya indek ketidakstabilan menjadi salah satu indikator bahwa telah terjadi upaya ekstraksi sumber daya yang berlebihan. Oleh karena itu kestabilan dari sisi sumber daya perlu dijaga agar kegiatan usaha yang bersumber dari perikanan dapat tetap berjalan sehingga sumber pertumbuhan ekonomi wilayah tetap terjaga, pada akhirnya akan menjaga kestabilan ekonomi wilayah. Dalam upaya penangkapan peranan langgan sangat strategis, agar nelayan tetap menghasilkan ikan dan penyediaan pasokan ikan ke pasar dan ke industri bisa berjalan secara kontinyu. Secara ekonomi stabilatas pasokan akan menjaga mata rantai usaha dapat berkesinambungan dan mampu menggerakkan perekonomian wilayah. Saling ketergantungan antara nelayan dengan masyarakat sekitar sangat tinggi, perikanan dengan sumber daya pelagis kecil dan demersal pada umumnya mempunyai keterkaitan yang lebih tinggi. Keterkaitan ke hilir menghasilkan nilai tambah dari kegiatan-kegiatan usaha pengolahan ikan menjadi produk-produk jadi. Pada perikanan pelagis besar keterkaitan ke hilir relatif kecil, karena biasanya ikan pelagis besar sudah mempunyai jaringan pasar untuk kebutuhan eksport, sehingga nilai tambah yang dinikmati oleh masyarakat sekitar relatif kecil. Peranan pedagang perantara lebih kuat di daerah pesisir yang mempunyai sumber daya perikanan pelagis kecil dan demersal. Rantai nilai pada perikanan

skala kecil menunjukan bahwa nilai tambah banyak dinikmati oleh para pelaku usaha lokal.

Hasil studi ini menunjukkan adanya model interaksi yang unik antara pelaku usaha perikanan dan jenis sumber daya yang menjadi faktor input usaha perikanan. Kelebihan model tersebut dapat diterapkan dan mempunyai kemungkinan tingkat keberhasilan yang tinggi pada berbagai wilayah/kawasan perikanan yang mempunyai sumber daya perikanan yang didominasi oleh pelagis kecil dan demersal. Rantai nilai yang yang dinikmati masyarakat setempat merupakan sumber pertumbuhan ekonomi kawasan. Saling keterkaitan mata rantai bisnis yang mampu memberikan nilai tambah bagi para pelaku merupakan salah satu kekuatan utama model ini bisa diterapkan. Salah satu kekurangan dari model ini adalah adanya potensi kekuasaan yang bersifat eksploitatif pemodal terhadap pelaku usaha (nelayan). Namun demikian potensi perilaku negatif tersebut dapat ditekan dengan memperkuat kelembagaan lokal misalnya Blandongan yang ada di Lamongan. Kelembagaan Blandongan mampu menjadi katalisator hubungan patron-client sehingga hubungan tersebut menjadi hubungan yang lebih menonjolkan kekuatan kerjasama positif dari pada hubungan eksploitatif terhadap nelayan.

11 SIMPULAN DAN SARAN