• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kondisi Eksisting Program Pemberdayaan Konsumen di Indonesia

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI dan dinas-dinas terkait, serta lembaga-lembaga perlindungan konsumen seperti YLKI, BPSK, LPKSM, maupun BPKN telah melakukan berbagai upaya dalam memberdayakan konsumen, diantaranya adalah :

(1) Perlindungan konsumen di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional, dimana dalam pembangunan nasional melekat upaya yang bertujuan memberikan perlindungan kepada rakyat Indonesia. Selain UUPK nomor 8 tahun 1999, sekitar 20 undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen telah dibuat (YLKI 2001). Selain itu, telah dilaksanakan Penyusunan Peraturan/Pedoman atas Draft Perubahan Permen- dag tentang Label; MKG; Ketentuan Pencantuman Harga; Ketentuan Penawaran dan Penjualan Barang; Ketentuan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK; Pedoman Pelayanan Informasi Konsumen. Pada tahun 2013 telah dilakukan Penyusunan Peraturan/Pedoman atas Klausula Baku; Iklan dan Promosi; Standar Kompetensi Anggota BPSK; dan Pedoman Penanganan Pengaduan Konsumen

(2) Pengembangan Kelembagaan. Adanya Direktorat Pemberdayaan Konsumen di Kementerian Perdagangan RI dengan tugas pokok adalah melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen. Lembaga pemberdayaan konsumen yang menjadi perpanjangan Direktorat Pemberdayaan Konsumen di Kementerian Perdagangan RI, adalah : (1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang dibentuk sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat; (2) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yaitu lembaga peradilan konsumen yang berkedudukan pada tiap kabupaten atau kota di seluruh Indonesia, kecuali untuk Jakarta berada pada Provinsi DKI Jakarta, dengan tugas utama menyelesaikan persengketaan konsumen di luar lembaga pengadilan umum. Telah dibentuk 50 BPSK baru dan penguatan 73 BPSK melalui pelatihan untuk pemula maupun lanjutan; dan (3) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), yang bertujuan menciptakan kepastian hukum untuk melindungi konsumen/masyarakat pemakai barang dan jasa; dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya, sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya.

(3) Edukasi Konsumen. Kegiatan Edukasi Konsumen dilaksanakan melalui Klinik Konsumen Terpadu (KKT), Motivator dan Gerakan Komunitas Konsumen,

117 Pengembangan Layanan Informasi Konsumen di Perguruan Tinggi, Edukasi Belanja Cerdas, Pengaduan Konsumen secara online (Siswas PK, Hotline-Call Center), serta sosialisasi melalui media elektronik dan media cetak.

Peluncuran gerakan “Konsumen Cerdas” dengan slogan “ayo menjadi konsumen cerdas” dengan maskot binatang kancil dengan nama “Si Koncer”

sebagai upaya/ajakan kepada konsumen agar memiliki sifat kritis, cerdas, dan berhati-hati dalam mengkonsumsi dan memanfaatkan barang dan/atau jasa. Kegiatan edukasi dengan membangun jaringan konsumen yang lebih luas melalui kerjasama dengan Ormas (PP Muhamadiyah, PP Aisyiah, NU, Muslimah NU, Anshor, PPGI, dll) yang disertai dengan penyusunan dan perbanyakan modul edukasi untuk dai dan aktivis ormas yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Direktorat Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan RISosialisasi kebijakan perlindungan konsumen terhadap konsumen dan pelaku usaha di berbagai daerah, termasuk salah satunya adalah sosialisasi terhadap pelaku usaha tentang bahan berbahaya, sebagai upaya dalam meminimalisasi penggunaan bahan berbahaya yang tidak sesuai dengan peruntukannya. (4) Penguatan perlindungan konsumen yang dilakukan melalui berbagai

peraturan, diantaranya adalah mewajibkan produsen dan importir mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia terhadap produk yang diperdagangkan di wilayah Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menjamin konsumen memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai. Pengaturan kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia dilandasi oleh Permendag No. 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang jo. Permendag No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tentang Perubahan Atas Permendag No. 62/M-DAG/PER/12/2009.

(5) Berbagai lembaga perlindungan konsumen membuka pengaduan untuk masalah konsumen, diantaranya dilakukan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dengan membuka Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) untuk menampung pengaduan dan memberikan informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan keamanan, kemanfaatan, dan mutu serta aspek legalitas berbagai produk-produk termasuk makanan dan minuman. Kegiatan Unit Layanan Pengaduan Konsumen terdiri dari pelayanan lisan dan tertulis terhadap pengaduan, keluhan dan informasi yang masuk baik langsung, melalui telepon, SMS, faksimili, email atau pos/surat; bimbingan layanan pengaduan konsumen seperti penyuluhan, penyebaran informasi dan pelatihan serta pencatatan serta mengevaluasi data baik di pusat maupun di daerah. Berbagai penyuluhan juga dilakukan kepada masyarakat diantaranya kepada siswa SMA, guru-guru, dan orang tua (ulpk.pom.go.id).

Strategi Pemberdayaan Konsumen

Strategi pemberdayaan konsumen yang direkomendasikan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni strategi yang generik (berlaku sama untuk kedua wilayah) dan strategi yang spesifik wilayah. Dalam Wikipedia dinyatakan bahwa strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktifitas dalam kurun waktu tertentu,

sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

Strategi khusus yang dapat diterapkan di kabupaten adalah :

(1) Penyediaan sarana/prasarana komunikasi bermedia untuk memfasilitasi pendidikan konsumen secara massa/kelompok. Pemerintah dapat meningkat- kan akses terhadap pendidikan konsumen di berbagai lokasi dengan menggunakan media yang mendukung. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah mendorong media elektronik untuk memperbanyak materi siaran yang sifatnya mendidik konsumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media elektronika seperti televisi dan radio lebih banyak diakses oleh responden untuk memperoleh pendidikan konsumen dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk mendorong media-media televisi dan radio lokal baik milik swasta maupun pemerintah untuk memperbanyak materi siaran yang sifatnya mendidik konsumen. Komunikasi massa memiliki fungsi utama yakni menyampaikan informai kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat, sehingga fungsi informasi tercapai dalam waktu cepat dan singkat. Komunikasi bermedia adalah komunikasi yang berlangsung ketika media campur tangan atau memediasi antara sumber- sumber pesan dan penerima-penerima pesan.

(2) Pelibatan Penyuluh KB dalam Pemberdayaan Konsumen. Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan BKKBN dalam membangun komitmen bersama dengan menitipkan tugas pendidikan konsumen kepada penyuluh KB yang berada di level kecamatan dan desa untuk mempercepat terbentuknya motivator-motivator konsumen. Beberapa pertimbangan yang mendasari hal tersebut adalah : (1) Penyuluh KB adalah juru penerang ataupun agent of change di daerah baik tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan maupun desa yang memobilisasi dan mendorong keluarga dan masyarakat luas agar berpartisipasi aktif dalam upaya peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat; (2) Penyuluh KB bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam berbagai kegiatan penyuluhan program KB; (3) Jumlah petugas lapangan KB tingkat desa/kelurahan hingga tahun 2013 di seluruh Indonesia telah mencapai 12 444 orang; (4) Pendidikan konsumen dapat dititipkan dalam Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera; (5) PLKB dengan pendekatan advokasi yang dilakukan oleh penyuluh KB secara bertahap melalui para tokoh masyarakat, tokoh adat maupun tokoh agama telah mampu mengubah mind set rakyat untuk menerima program KB sebagai program yang bermanfaat dalam kehidupan mereka di masa mendatang, sehingga hasil yang sama dapat diperoleh untuk pendidikan konsumen; dan (6) PLKB juga dapat melakukan rekrutmen mitra kerja atau kader. Pelibatan Penyuluh KB di desa juga mempermudah menjangkau kelompok-kelompok masyarakat konsumen yang paling tidak berdaya, yakni usia dewasa lanjut (≥ 60 tahun), secara ekonomi miskin, pendidikan formal hanya sampai SMP, dan tidak kosmopolit atau sulit terpapar dengan informasi dari luar. Untuk itu, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah :

(a) Pelatihan Penyuluh KB untuk dapat melakukan pemberdayaan konsumen kepada tokoh-tokoh masyarakat, kader posyandu dan posdaya, serta PKK yang dapat menjadi cikal bakal motivator konsumen. Selain itu, Penyuluh

119 KB juga dapat secara langsung ikut memberdayakan konsumen di desa dengan melaksanakan penyuluhan/pendidikan konsumen kepada masyarakat. Model komunikasi untuk menyampaikan pesan pendidikan konsumen adalah two step flow model, yang dikembanglan oleh Katz dan Paul Lazarsfeld, yakni tahap pertama dari sumber informasi ke pemuka pendapat, semata-mata hanya merupakan pengalihan informasi, sedangkan tahap kedua, dari pemuka pendapat kepada pengikutnya merupakan penyebarluasan pengaruh (Lubis et al. 2010).

(b) Pemanfaatan dana desa yang akan digulirkan oleh pemerintah sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk tambahan insentif dengan adanya beban tugas baru yang diberikan kepada penyuluh KB dan para motivator konsumen

(c) Pendampingan dan pemantauan oleh penyuluh KB terhadap motivator konsumen yang telah dilatih dalam melaksanakan pemberdayaan konsumen.

Strategi khusus yang dapat diterapkan di kota adalah peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dan memahami pentingnya pendidikan konsumen. Ketersediaan sarana/prasarana di kota relatif sudah memadai, sehingga hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong masyarakat untuk mengakses informasi-informasi terkait isu konsumen yang telah tersedia. Peningkatan kesadaran dapat dilakukan dengan memasang baliho, spanduk, atau media lainnya yang isinya secara intensif menyadarkan masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa materi pendidikan konsumen yang diterima secara umum kurang jelas, sehingga perlu dipikirkan untuk mempermudah isi materi agar pesan-pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah oleh sasaran. Tersedianya Klinik Konsumen Terpadu (KKT) dapat ditingkatkan jumlahnya dan lokasinya dapat diinformasikan setiap minggu melalui media seperti radio atau koran lokal (mencontoh layanan SIM dari Kepolisian RI). Klinik lapangan ini dapat digunakan untuk melakukan pendidikan konsumen maupun untuk menampung pengaduan masyarakat yang mengalami ketidakpuasan ketika berhadapan dengan pelaku usaha. Klinik ini juga dapat menerima aduan dan bukti produk yang tidak sesuai standar yang telah ditetapkan.

Adapun strategi generik pemberdayaan konsumen yang dapat diterapkan baik di kabupaten maupun kota adalah :

(1) Pendayagunaan telepon genggam untuk sosialisasi tentang pendidikan dan perlindungan konsumen. Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia membangun komitmen bersama dalam rangka optimalisasi fungsi internet/media sosial untuk pendidikan konsumen, khususnya dengan memanfaatkan telepon genggam. Pemerintah maupun lembaga-lembaga perlindungan konsumen dapat memanfaatkan internet dan berbagai jejaring sosial didalamnya untuk berbagi informasi kepada konsumen. Internet dapat diakses sewaktu-waktu menggunakan telepon genggam, sehingga memungkinkan jangkauan pendidikan konsumen hingga ke seluruh wilayah Indonesia. Media sosial berperan dalam pembentukan kelompok dan aksi kelompok, tanpa

pembatasan waktu dan biaya yang menjadi penghalang organisasi dan institusi tradisional. Sosial media memungkinkan konsumen terhubung untuk berbagi pengalaman, memberikan masukan dan memaksa pelaku usaha untuk memenuhi janjinya, bahkan mengatur internet, agar menjadi saluran utama untuk informasi konsumen. Internet memberdayakan masyarakat dengan memberikan akses cepat terhadap informasi yang dibutuhkan, dan kekuatan bertindak secara kolektif ketika diinginkan. Penyebaran akses mobile internet akan semakin memperkuat hal ini (European Commission 2012).

(2) Pengayaan materi pendidikan konsumen dalam bahan ajar. Berbagai tema dalam pelaksanaan pendidikan konsumen perlu dirancang sedemikian rupa yang disesuaikan dengan kebutuhan, pendidikan maupun kondisi sosial ekonomi konsumen di kabupaten dan kota. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah :

(a) Penyusunan kurikulum dan modul lengkap pendidikan konsumen dilakukan untuk dapat digunakan dalam pendidikan formal maupun non formal. Contoh materi pendidikan konsumen yang dapat diberikan untuk pengayaan bahan ajar dan telah diperluas lingkupnya adalah : (1) hak dan kewajiban konsumen, (2) UU yang relevan, badan dan organisasi perlindungan konsumen, (3) pengajuan komplain dan advokasi konsumen, (4) mengenal praktik-praktik tidak adil pelaku usaha, (5) pengetahuan dan keterampilan membaca label produk, (6) pengetahuan tentang barang, (7) pengetahuan dan keputusan pembelian, (8) aku cinta produk dalam negeri, (9) pemahaman tentang iklan menyesatkan, (10) produk berbahaya, dan (11) hak dan kewajiban pelaku usaha.

(b) Integrasi materi pendidikan konsumen dalam mata pelajaran di sekolah melalui koordinasi Kementerian Perdagangan RI dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Untuk tingkat SD materi pendidikan konsumen dapat disisipkan dalam mata pelajaran Pengantar Lingkungan Hidup (PLH), Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial; untuk SMP, disisipkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial dan untuk SMA dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ilmu pengetahuan Sosial dan Ekonomi. Kementerian Perdagangan RI dapat bekerjasama dengan sekolah untuk mewajibkan siswa menyimak isu-isu konsumen melalui radio/televisi yang disiarkan secara periodik misalnya setiap akhir bulan. Rekaman ini dapat dibahas juga di kelas untuk lebih memberikan wawasan kepada siswa agar menjadi konsumen cerdas. Jika hal ini dapat dilaksanakan, percepatan pencerdasan konsumen berusia muda yang jumlahnya sangat besar akan lebih mudah terwujud.

(3) Sosialisasi dan fasilitasi perlindungan konsumen. Strategi ini diperlukan karena hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya ketegasan konsumen khususnya dalam melakukan pengaduan. Masih banyak konsumen yang tidak mengetahui kemana harus melakukan pengaduan atau tidak mau melakukan pengaduan karena biaya dan rumitnya prosedur yang harus dilalui.

(a) Perlu alokasi bantuan pembiayaan bagi advokat konsumen yang mewakili kepentingan konsumen, karena banyak konsumen malas mengadukan komplain, karena menganggap hanya menghabiskan uang dan waktu saja, sehingga perlu difasilitasi dengan bantuan advokasi gratis dari pemerintah.

121 (b) Penyediaan layanan pengaduan online selama 24 jam dan bebas pulsa untuk mempermudah akses masyarakat. Layanan ini harus disosialisasikan seluas-luasnya agar masyarakat tahu kemana harus mengadu ketika mengalami ketidakpuasan.

(c) Pemerintah perlu mensosialisasikan tatacara penyampaian komplain dan ganti rugi, serta bantuan advokasi kepada masyarakat baik melalui media cetak maupun media elektronik. Dapat juga dijajaki peluang bekerjasama dengan pelaku usaha untuk pencantuman informasi pengajuan komplain konsumen selain ke pelaku usaha

(d) BPSK sebagai lembaga penyelesaikan sengketa konsumen harus berada di lokasi yang strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat, serta birokrasi pengaduan yang relatif sederhana, cepat dan mudah

Upaya pemberdayaan konsumen tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga perlindungan konsumen saja, namun diperlukan keterlibatan pelaku usaha dan konsumen. Hal ini diperlukan pula untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kontra prestasi pada pelaku usaha seiring dengan semakin berdayanya konsumen. Seharusnya semakin berdaya konsumen, akan memberikan dampak iring positif kepada dunia usaha karena akan terjadi persaingan yang positif melalui peningkatan kualitas produk dan pelayanan konsumen :

(1) Peningkatan peran pelaku usaha dalam memberdayakan konsumen. Hal ini diperlukan karena berdasarkan hasil temuan masih banyak praktik-praktik tidak adil pelaku usaha yang dialami konsumen dan pemenuhan hak konsumen yang paling lemah adalah pada hak didengar pendapat dan keluhannya atas ketidakpuasan terhadap makanan kemasan yang dibeli. Untuk itu, pelaku usaha harus ditingkatkan perannya agar secara sadar ikut melindungi konsumen, meskipun dalam hal ini pemerintah juga perlu bertindak tegas dalam menindak pelaku usaha yang melanggar kewajibannya, yakni khususnya dalam memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Langkah- langkah yang dapat dilakukan adalah :

(a) Pelibatan pelaku usaha dalam pemberdayaan konsumen untuk meminimalisasi berbagai praktik yang merugikan konsumen. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, informasi yang disampaikan pelaku usaha kepada konsumen atas barang dan atau jasa yang ditawarkan harus lengkap, benar, jelas, dan jujur. Penyampaian informasi yang lengkap, benar, jelas, dan jujur merupakan salah satu kewajiban pelaku usaha, sebaliknya kewajiban pelaku usaha tersebut merupakan hak konsumen (Samsul 2006). Hal ini dapat dilakukan oleh Kementerian Perdagangan RI dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindag) pada level kabupaten/kota bekerjasama dengan berbagai organisasi pelaku usaha seperti Kadin (Kamar Dagang dan Industri), GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia), APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia), HIPMI

(Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), ataupun Ikatan Pengusaha Muda Indonesia (IPMI)

(b) Pelaku usaha dapat berperan sebagai aktor dalam kegiatan pendidikan konsumen. Hal ini dapat terwujud misalnya dengan adanya regulasi pemerintah bahwa di setiap akhir iklan produk, harus diselipkan pesan

konsumen cerdas seperti “teliti sebelum membeli,” “perhatikan label,”

“cintai produk Indonesia,” “perhatikan aturan pemakaian, dan lain-lain.

(c) Pelaku usaha dapat juga membantu konsumen dalam mencari informasi tentang produk/jasa yang dijual sehingga konsumen dapat melakukan perbandingan produk. Contohnya dengan menyediakan layanan bantuan di website yang memberikan informasi generik tentang produk termasuk harga, fungsi, ukuran dan sebagainya; kemana harus komplain; ataupun pengenalan terhadap pusat-pusat perbelanjaan. Komunikasi dan upaya penyediaan informasi oleh pelaku usaha dapat berdampak dalam mengubah pengetahuan, membentuk sikap, dan mengarahkan pengambilan keputusan konsumen (Verbeke 2008).

(d) Pelaku usaha wajib mencantumkan customer care/layanan konsumen pada setiap produknya, atau bahkan pemerintah dapat mewajibkannya menjadi salah satu atribut yang harus tercantum dalam label kemasan karena atribut ini dapat mempermudah konsumen menyampaikan ketidakpuasannya. (2) Peningkatan kemandirian konsumen. Strategi ini disarankan karena

keberdayaan konsumen tidak dapat dicapai hanya mengharapkan peran pemerintah. Pendidikan konsumen secara informal dapat juga dilakukan pada tataran keluarga. Untuk itu, dalam memperkuat peran konsumen secara mandiri beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

(a) Konsumen meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mengakses berbagai informasi tentang konsumen yang telah banyak disediakan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga perlindungan konsumen. Dibutuhkan keterampilan seorang konsumen untuk memilah produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi, karena meskipun ada lembaga yang menaungi konsumen, diperlukan kemandirian konsumen untuk melindungi diri dan keluarganya.

(b) Berdasarkan hasil temuan penelitian yang mengindikasikan masih rendahnya tingkat keberdayaan konsumen ibu rumah tangga, maka para ibu harus meningkatkan dan mengaplikasikan keterampilannya sebagai konsumen, dalam kehidupan sehari-hari, agar menjadi pembeli dan pemakai yang baik, dan menyampaikan segala keluhannya kepada pelaku usaha, meningkatkan pemahaman mengenai praktik yang tidak adil dan hak konsumen, mencari informasi dari media atau lembaga perlindungan konsumen terkait produk-produk yang layak beredar dan dikonsumsi, lebih teliti memeriksa label sebelum melakukan pembelian, dan melakukan pembelian sesuai kebutuhan.

(c) Membangun rasa percaya diri konsumen dalam berhadapan dengan pelaku usaha. Tanpa rasa percaya diri, konsumen tidak akan mau memperjuang-

kan haknya. Istilah “konsumen adalah raja” harus terus dipertahankan agar

123 Strategi, program, sasaran dan aktor dalam pemberdayaan konsumen disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28 Strategi, program, sasaran dan aktor dalam pemberdayaan konsumen

No Strategi Program Sasaran Aktor

1. GENERIK (Kabupaten dan Desa) a. Pendayagunaan telepon genggam untuk sosialisasi tentang perlindungan konsumen ∙ Optimalisasi penyampaian informasi melalui telepon genggam.

Masyarakat ∙ Kementerian Perdagangan RI

∙ Kementerian Komunikasi dan Informatika RI ∙ YLKI ∙ LPKSM ∙ BPSK ∙ BPOM ∙ Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi b. Pengayaan materi

pendidikan konsumen dalam bahan ajar

∙ Penyusunan kurikulum

dan modul lengkap pendidikan konsumen.

∙ Integrasi materi

pendidikan konsumen dalam mata pelajaran di sekolah ∙ Pelajar, mahasiswa, guru, motivator konsumen ∙ Kementerian Perdagangan RI

∙ Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan RI. c. Sosialisasi dan fasilitasi perlindungan konsumen ∙ Alokasi bantuan pendanaan advokasi ∙ Layanan pengaduan

online 24 jam & bebas pulsa

∙ Sosialisasi tatacara

komplain dan ganti rugi

∙ Akses mudah ke BPSK

∙ Masyarakat ∙ Kementerian Perdagangan RI

∙ YLKI

∙ LPKSM

∙ BPSK

∙ BPOM

∙ Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi

∙ LBH

∙ Pihak terkait lainnya

2. Khusus Kabupaten: a. Penyediaan sarana/ prasarana komunikasi bermedia untuk memfasilitasi pendidikan konsumen secara massa/ kelompok ∙ Peningkatan jumlah

materi siaran yang sifatnya mendidik konsumen pada televisi dan radio

∙ Masyarakat Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi, BPOM, YLKI, LPKSM, stasiun-stasiun TV dan radio milik swasta maupun pemerintah b. Pelibatan Penyuluh KB dalam pemberdayaan konsumen ∙ Pelatihan Penyuluh KB untuk pemberdayaan konsumen

∙ Pemanfaatan dana desa

untuk insentif ∙ Pendampingan dan pemantauan ∙ Kader posyandu/ posdaya ∙ PKK ∙ Organisasi dan Tokoh Masyarakat ∙ Kementerian Perdagangan ∙ BKKBN ∙ Penyuluh KB 3. Khusus Kota : Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan konsumen ∙ Peningkatan kesadaran menggunakan media seperti baliho, spanduk, dan media lainnya

∙ Peningkatan jumlah dan

akses Klinik Konsumen Terpadu (KKT)

∙ Masyarakat ∙ Kementerian Perdagangan RI

∙ YLKI

∙ LPKSM

∙ BPSK

∙ BPOM

∙ Dinas Perindustrian,

Pelaksanaan pemberdayaan konsumen tidak dapat dilepaskan dari peran berbagai pihak seperti pemerintah, lembaga-lembaga perlindungan konsumen, pelaku usaha dan konsumen sendiri (Gambar 10). Pemerintah memberdayakan konsumen melalui Kementerian Perdagangan RI dan dinas-dinas terkait, serta lembaga-lembaga perlindungan konsumen seperti BPSK, LPKSM, maupun BPKN. Lembaga perlindungan konsumen non pemerintah misalnya adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Para pelaku usaha melibatkan berbagai organisasi seperti Kadin (Kamar Dagang dan Industri), GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia), APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia), HIPMI (Himpunan PengusahaMuda Indonesia),

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), ataupun Ikatan Pengusaha Muda Indonesia (IPMI). Untuk menciptakan konsumen yang berdaya, tidak dapat diserahkan hanya kepada satu pihak saja, namun kerjasama semua pihak mutlak diperlukan.

Gambar 10 Strategi pemberdayaan konsumen berdasarkan pihak-pihak yang terlibat

125

Dokumen terkait