BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.6. Imunisasi Dasar Lengkap
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi menyatakan bahwa imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun. Anak dengan Imunisasi dasar lengkap adalah anak yang telah mendapatkan 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 4 dosis Polio, 3 dosis DPT-HB-Hib, dan 1 dosis Campak/MR (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
2.6.1 IMUNISASI HEPATITIS B
Vaksin hepatitis B terbuat dari virus rekombinan yang telah dinonaktifkan dan bersifat non-infeksius yang berasal dari HBsAg (Hadianti et. al., 2015). Vaksin hepatitis B (HB) monovalen sebaiknya diberikan kepada bayi segera setelah lahir sebelum berumur 24 jam dengan didahului penyuntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya (IDAI, 2021).
Bayi-bayi yang tidak mendapat vaksin HB pada waktu lahir berisiko terinfeksi 3,5 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang mendapat imunisasi segera setelah lahir. Apabila dosis pertama diberikan 7 hari setelah lahir, bayi yang lahir dari ibu HBsAg (+) risiko infeksi meningkat 8,6 kali dibandingkan dengan pemberian vaksin HB pada hari 1-3 setelah lahir. Di dalam jadwal imunisasi IDAI tahun 2017, imunisasi Hepatitis B (HB) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir (IDAI, 2021), sedangkan di dalam jadwal imunisasi IDAI tahun 2020 sebaiknya diberikan segera setelah lahir pada semua bayi sebelum berumur 24 jam (Soedjadmiko et al., 2020).
Berikut uraian cara pemberian, dosis, kontraindikasi, efek samping, dan penanganan efek samping vaksin Hepatitis B menurut Buku Ajar Imunisasi oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (Hadianti et. al., 2015):
1. Cara pemberian dan dosis:
a. Dosis 0,5 cc atau 1 (buah) HB PID (Prefill Injection Device), secara intramuskular, sebaiknya pada anterolateral paha.
b. Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
2. Kontraindikasi: Menderita infeksi berat disertai kejang.
3. Efek Samping: Reaksi lokal ringan di sekitar tempat penyuntikan seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan. Reaksi yang terjadi biasanya hilang setelah 2 hari.
4. Penanganan Efek samping:
a. Menganjurkan orang tua untuk memberikan ASI lebih sering.
b. Jika demam, pakai pakaian yang tipis.
c. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres dengan air dingin.
d. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
Sesuai dengan jadwal imunisasi HB di Permenkes No. 12 tahun 2017, imunisasi HB selain diberikan pada umur 2, 3 dan 4 bulan, juga diberikan pada umur 18 bulan bersama DTwP atau DTaP dengan harapan menghasilan proteksi lebih tinggi pada usia sekolah dan remaja (Soedjadmiko et al., 2020).
Apabila bayi lahir dengan berat kurang dari 2000g, imunisasi hepatitis B sebaiknya ditunda sampai berumur 1 bulan atau lebih. Hal ini dikarenakan sebagian bayi dengan berat lahir kurang dari 2000g, tidak dapat memberikan respons imun seperti bayi cukup bulan dan berat lahir normal. Tetapi apabila ibu dengan HBsAg positif dan bayi bugar, dapat diberikan imunisasi HB dan immunoglobulin hepatitis B(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda segera setelah lahir tetapi tidak dihitung sebagai dosis primer dan maksimal dalam 7 hari setelah lahir. Imunisasi HB selanjutnya diberikan bersama DTwP atau DTaP (IDAI, 2021).
Apabila anak belum pernah mendapat imunisasi hepatitis B pada masa bayi, dapat dilakukan imunisasi kapan saja saat berkunjung tanpa harus memeriksa kadar anti-HB (Rusmil, 2015).
2.6.2 IMUNISASI BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain paris (Hadianti et.
al., 2015). Vaksin BCG sebaiknya diberikan segera setelah lahir atau sesegera mungkin sebelum bayi berumur 1 bulan. Bila anak berumur 3 bulan atau lebih, BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Bila uji tuberkulin tidak tersedia, BCG dapat diberikan. Bila timbul reaksi lokal cepat pada minggu pertama dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis tuberkulosis (IDAI, 2021).
Di dalam jadwal imunisasi tahun 2017, BCG optimal diberikan usia 2 bulan, sedangkan di jadwal imunisasi 2020 sebaiknya diberikan segera setelah lahir atau sesegera mungkin sebelum bayi berumur 1 bulan (Soedjadmiko et al., 2020).
Berikut uraian cara pemberian, dosis, indikasi, efek samping, dan penanganan efek samping vaksin BCG menurut Buku Ajar Imunisasi oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (Hadianti et. al., 2015):
1. Cara pemberian dan dosis:
a. Dosis pemberian: 0,05 cc, sebanyak 1 kali.
b. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas.
2. Indikasi pemberian vaksin BCG
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis.
3. Efek samping:
Dalam kurun waktu 2-6 minggu setelah imunisasi BCG, daerah bekas suntikan timbul papula yang semakin membesar dan dalam 2-4 bulan dapat terjadi ulserasi, kemudian sembuh perlahan dan meninggalkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.
4. Penanganan efek samping:
a. Apabila ulkus mengeluarkan cairan, kompres dengan cairan antiseptik.
b. Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar, menganjurkan orang tua membawa bayi ke tenaga kesehatan.
2.6.3 IMUNISASI DPT-HB atau DPT-HB-Hib
Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk mencegah penyakit difteri, tetanus, pertusis, Hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b. Berikut uraian cara pemberian, dosis, kontraindikasi, efek samping, dan penanganan efek samping vaksin DPT-HB-Hib menurut Buku Ajar Imunisasi oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (Hadianti et. al., 2015):
1. Cara pemberian dan dosis:
a. Vaksin disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral paha atas.
b. Dosis untuk anak adalah 0,5 ml.
2. Kontraindikasi: Kejang, gejala kelainan otak pada bayi, atau kelainan saraf serius.
3. Efek samping: Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan
kemerahan pada lokasi suntikan, demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas, dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian vaksin.
4. Penanganan efek samping:
a. Menganjurkan orang tua untuk memberikan ASI lebih sering.
b. Jika demam, pakai pakaian yang tipis.
c. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
d. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
e. Jika reaksi memberat dan menetap, menganjurkan orang tua membawa anak ke dokter.
2.6.4 IMUNISASI POLIO
Vaksin polio 0 (nol): sebaiknya diberikan segera setelah lahir. Apabila lahir di fasilitas kesehatan, berikan bOPV-0 saat bayi pulang atau pada kunjungan pertama.
Di dalam jadwal imunisasi 2017, IPV paling sedikit harus diberikan 1 kali bersamaan dengan OPV3. Sedangkan pada jadwal imunisasi 2020, bOPV atau IPV selanjutnya diberikan bersama DTwP atau DTaP, IPV minimal diberikan 2 kali sebelum berumur 1 tahun (IDAI, 2021).
Perubahan ini memperhatikan hasil studi Fadliana dan kawan-kawan di Bandung pada tahun 2018, pemberian 1 kali IPV bersama OPV 4 menghasilkan perlindungan yang lebih rendah terhadap polio serotipe 2 dibandingkan dengan pemberian IPV lebih dari 1x bersama DTwP atau DTaP. Mengingat cakupan IPV di Indonesia masih sangat rendah, sedangkan bOPV tidak mengandung polio serotipe 2 dan cVDPV2 masih ditemukan di beberapa negara, maka dianjurkan memberikan IPV minimal 2 kali sebelum berumur 1 tahun (Soedjadmiko et al., 2020).
A. Vaksin Polio Oral
Berikut uraian deskripsi, indikasi, cara pemberian, dosis, kontraindikasi, efek samping, dan penanganan efek samping vaksin polio oral menurut Buku Ajar
Imunisasi oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (Hadianti et.
al., 2015):
1. Deskripsi: Trivalent OPV (tOPV) adalah vaksin yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan.
Bivalent OPV (bOPV) vaksin yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1 dan 3 (WHO, 2014).
2. Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
3. Cara pemberian dan dosis: Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
4. Kontraindikasi: Pada individu yang menderita immunodeficiency.
5. Efek Samping: Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral.
Setelah mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa.
Apabila muntah dalam 30 menit, segera beri dosis ulangan.
6. Penanganan efek samping: Orang tua tidak perlu melakukan tindakan apapun.
B. Vaksin Polio inaktif / Inactivated Polio vaccine (IPV)
Berikut uraian deskripsi, indikasi, cara pemberian, dosis, kontraindikasi, efek samping, dan penanganan efek samping vaksin polio inaktif menurut Buku Ajar Imunisasi oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (Hadianti et.
al., 2015):
1. Deskripsi: Bentuk suspensi injeksi.
2. Indikasi: Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi anak immunocompromised, atau pada individu dengan kontraindikasi vaksin polio oral.
3. Cara pemberian dan dosis:
a. Disuntikkan secara intramuskular, dengan dosis 0,5 ml.
b. Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi dapat diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan interval satu atau dua bulan.
4. Kontraindikasi:
a. Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.
b. Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
c. Alergi terhadap Streptomycin.
5. Efek samping:
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan seperti: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak dapat terjadi dalam waktu 48 jam sampai 2 hari setelah penyuntikan.
6. Penanganan efek samping:
a. Menganjurkan orang tua untuk memberikan ASI lebih sering.
b. Jika demam, pakai pakaian yang tipis.
c. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
d. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
2.6.5 IMUNISASI CAMPAK
Di dalam jadwal imunisasi IDAI tahun 2017 pada umur 9 bulan diberikan imunisasi campak, sedangkan di dalam jadwal imunisasi IDAI 2020 diberikan campak rubella (MR) (Soedjadmiko et al., 2020). Imunisasi campak pada umur 9 bulan berikan vaksin MR. Bila sampai umur 12 bulan belum mendapat vaksin MR, dapat diberikan MMR. Untuk umur 18 bulan berikan MR atau MMR dan umur 5 – 7 tahun berikan MR (dalam program BIAS kelas 1) atau MMR (IDAI, 2021).
Berikut uraian deskripsi, indikasi, cara pemberian, dosis, kontraindikasi, efek samping, dan penanganan efek samping vaksin campak menurut Buku Ajar Imunisasi oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (Hadianti et. al., 2015):
1. Deskripsi: Vaksin virus hidup yang dilemahkan.
2. Indikasi: Sebagai kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
3. Cara pemberian dan dosis: 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral paha untuk usia 9–11 bulan.
4. Kontraindikasi: Anak yang mengidap penyakit immunodeficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respons imun seperti leukemia, limfoma.
5. Efek samping: Dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
6. Penanganan efek samping:
a. Menganjurkan orang tua untuk memberikan ASI lebih sering.
b. Jika demam, pakai pakaian yang tipis.
c. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
d. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
e. Jika reaksi tersebut berat dan menetap, menganjurkan orang tua membawa bayi ke dokter.
Tabel 2.2 Dosis, cara, dan tempat pemberian imunisasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Jenis vaksin Dosis Cara pemberian Tempat
Hepatitis B 0,5 ml Intramuskular Paha
BCG 0,05 ml Intrakutan Lengan kanan atas
Polio 2 tetes Oral Mulut
IPV 0,5 ml Intramuskular Paha kiri
DPT-HB-Hib 0,5 ml Intramuskular Paha (bayi); Lengan
kanan (batita)
Campak 0,5 ml Subkutan Lengan kiri atas
DT 0,5 ml Intramuskular Lengan kiri atas
Td 0,5 ml Intramuskular Lengan kiri atas
Tabel 2.3 Kontraindikasi dan bukan kontraindikasi pemberian vaksin (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Kontraindikasi dan perhatian khusus Bukan kontraindikasi Berlaku umum untuk semua vaksin
DPT-HB-Hib, Polio, Campak, dan Hepatitis B Riwayat reaksi anafilaktik pada pemberian imunisasi dengan antigen yang sama sebelumnya.
Vaksin DPT-HB-Hib Ensefalopati dalam 7 hari pasca DPT-HB-Hib
sebelumnya Perhatian Khusus
a. Demam >40,5°C dalam 48 jam pasca DPT-HB-Hib sebelumnya, yang tidak berhubungan dengan penyebab lain b. Kolaps dan keadaan seperti syok (episode hipotonik-hiporesponsif) dalam 48 jam pasca DPT-HB-Hib sebelumnya
c. Kejang dalam 3 hari pasca DPT-HB-Hib sebelumnya
d. Menangis terus ≥3 jam dalam 48 jam pasca DPT-HB-Hib sebelumnya
e. Sindrom Guillain-Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi
a. Demam <40,5°C pasca DPT-HB-Hib sebelumnya
b. Riwayat kejang dalam keluarga c. Riwayat SIDS dalam keluarga
d. Riwayat KIPI dalam keluarga pasca DPT-HB-Hib
Vaksin Polio
Kontraindikasi Bukan kontraindikasi
a. Infeksi HIV atau kontak HIV serumah b. Imunodefisiensi seperti: keganasan hematologi atau tumor padat, imunodefisiensi kongenital, terapi imunosupresan jangka panjang
a. Menyusui
b. Sedang dalam terapi antibiotic c. Diare ringan
Perhatian khusus Kehamilan
Hepatitis B
Kontraindikasi Bukan kontraindikasi
Reaksi anafilaktoid terhadap ragi kehamilan