• Tidak ada hasil yang ditemukan

IN THE MIDDLE RAPIDLY NATIONAL DEVELOPMENT)

Dalam dokumen DARI REDAKSI. Salam Redaksi. iii (Halaman 55-63)

Yulanto Araya

Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI

Jl. H.R. Rasuna Said kav. 6-7 Jakarta Selatan Email: yulanto.araya@gmail.com

(Naskah diterima 07/02/2013, direvisi 19/03/2013, disetujui 26/03/2013) Abstrak

Hakikat pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan yang dilakukan dengan menggali dan mengekslorasi sumber daya alam sering kali tanpa memperdulikan lingkungan, sehingga menyebabkan memburuknya kondisi lingkungan dan menimbulkan berbagai masalah hidup. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya kestabilan lingkungan dan mengakibatkan kerusakan bahkan bencana alam seperti terjadinya pencemaran udara, air, dan tanah, terjadinya bencana alam banjir dan tanah longsor, berkurangnya atau bahkan hilangnya ruang terbuka hijau pada kota-kota besar, bahkan juga dapat meningkatkan tingginya angka kriminalitas di Indonesia. Upaya yang bisa menjadi alternatif untuk mengurangi kerusakan lingkungan yaitu dengan penerapan pembangunan yang berwawasan lingkungan, memberikan bekal kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan dari pengaruh luar yang dapat menjadi ancaman bagi keselarasannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pemerintah mempertegas sanksi bagi pihak yang melanggar aturan sebagai upaya penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia.

Kata kunci: Pembangunan, Lingkungan Hidup, Penegakan Hukum.

Abstract

The nature of development in Indonesia is the development of human being and development of all the people of Indonesia. Development is done by digging and mengekslorasi natural resources often without pemerdulikan environment, causing environmental deterioration and cause various problems of life. This resulted in disruption of the stability of the environment and cause damage even natural disasters such as pollution of air, water and soil, the occurrence of natural disasters of floods and landslides, reduction or even loss of green space in big cities, and even to increase the high crime rate in Indonesia. Efforts could be an alternative to reduce the environmental damage that the implementation of environmentally sound development, provide supplies to the community about the importance of protecting the environment from outside influences that could be a threat to harmony. In Act No. 32 of 2009 on the Protection and Environmental Management (PPLH) reinforce government sanctions for those who break the rules as enforcement of environmental law in Indonesia.

Keywords: Development, Environment, Law Enforcement.

A. Pendahuluan

Perkembangan pembangunan, teknologi, industrialisasi dan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat tak pelak lagi semakin memperbesar resiko kerusakan lingkungan. Karenanya, upaya pelestarian dan perlindungan seyogyanya juga harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga tetap mampu mewadahi dan mengakomodir kebutuhan akan lingkungan hidup yang sehat.

Merosotnya kualitas lingkungan yang dibarengi dengan semakin menipisnya persediaan sumber

daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan telah menyadarkan manusia betapa pentingnya dukungan lingkungan dan peran sumber daya alam terhadap kehidupan di alam semesta. Lingkungan tidak dapat mendukung jumlah kehidupan yang tanpa batas. Apabila bumi ini sudah tidak mampu lagi menyangga ledakan jumlah manusia beserta aktivitasnya, maka manusia akan mengalami berbagai kesulitan.

Pertumbuhan jumlah penduduk bumi mutlak

harus dikendalikan dan aktivitas manusianya pun harus memperhatikan kelestarian lingkungan.1 Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan di sini merupakan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya2, di mana peningkatan manfaat itu dapat dicapai dengan menggunakan lebih banyak sumberdaya.

Hakikat pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.

Hal ini berarti bahwa pembangunan mencakup:

(1) kemajuan lahiriah seperti sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.; (2) kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat dan lain-lain; serta (3) kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial 3.

Pembangunan merupakan pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi ini, sering terjadi pacuan pertumbuhan yang seringkali menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial. Pembangunan yang dilakukan dengan menggali dan mengekslorasi sumber daya alam sering kali tanpa memperdulikan lingkungan, sehingga menyebabkan memburuknya kondisi lingkungan dan menimbulkan berbagai masalah.

Pengelolaan pembangunan yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan dipersyaratkan untuk memperhatikan lingkungan hidup.4

Diperlukan gebrakan dalam penegakan hukum lingkungan hidup. Oleh karena itu diharapkan pembangunan yang selama ini berorientasi ekonomi dapat menjadi pembangunan yang berkelanjutan.

Pemerintah perlu menyelesaikan beberapa masalah utama untuk menjawab permasalahan lingkungan ke depan, antara lain kebijakan strategis untuk menjawab keinginan para pihak di bidang lingkungan hidup. Kebijakan strategis yang dimaksud misalnya dalam hal pemberian izin oleh pemerintah terhadap hal strategis dan berdampak penting pada lingkungan seperti izin pemanfaatan hutan dan pertambangan.

Persoalan lingkungan bukan merupakan persoalan domestik semata, tetapi telah menjadi persoalan global, karena konteks lingkungan, antara sumber atau penyebab dan akibat yang ditimbulkan tidak bisa dilokalisasi dengan demarkasi tertentu. 5Masalah lingkungan tidak akan selesai hanya dengan pemberlakuan Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya.

Kebijakan perlindungan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan mengenai cara tujuan dapat dicapai dan ditaati masyarakat. Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan semakin penting sebagai salah satu sarana untuk mempertahankan dan melestarikan lingkungan hidup yang baik.

Penegakan hukum yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup meliputi aspek hukum pidana, perdata, tata usaha negara serta hukum internasional.

B. Peraturan Perundang-undangan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup

Sejak tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)6 .

Undang-undang ini terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan adanya pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.

Beberapa poin penting dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 antara lain:

a. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingku-ngan hidup;

1 Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001, hlm, 7.

2 R.M Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm 189.

3 R.M Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm 189.

4 http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2284403-pembangunan-sosial-pengertian-pembangunan-sosial/, (diakses tang-gal 30 Januari 2013).

5 Marwan Effendy,”Prospek Penegakan Hukum Lingkungan,” (makalah disampaikan pada Rakornas penegakan hukum lingkungan, diselenggarakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, The Acacia Hotel, Jakarta), hlm.1.

6 http://www.menlh.go.id/rapat-koordinasi-penegakan-hukum-pidana-lingkungan-hidup, (diakses tanggal 5 Februari 2013).

b. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;

c. Penguatan upaya pengendalian lingkungan hidup;

d. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

e. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;

f. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;

g. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;

h. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

i. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;

j. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan

k. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri Lingkungan Hidup untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan Undang-Undang ini tidak cukup hanya suatu organisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi dengan portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga ini diharapkan juga mempunyai ruang lingkup

wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk kepentingan konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.

Yang dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi:

a. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

b. Aspek Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

c. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.

d. Adanya pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain: KLHS, tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKL-UPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.

e. Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/atau pelestarian fungsi atmosfer.

f. Aspek pengawasan dan penegakan hukum, meliputi : Pengaturan sanksi yang tegas (pidana dan perdata) bagi pelanggaran terhadap baku mutu, pelanggar AMDAL (termasuk pejabat yang menebitkan izin tanpa AMDAL atau UKL-UPL), pelanggaran dan penyebaran produk rekayasa genetika tanpa hak, pengelola limbah B3 tanpa izin, melakukan dumping tanpa izin, memasukkan limbah ke NKRI tanpa izin, melakukan pembakaran hutan, pengaturan tentang pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) dan penyidik pegawai negeri sipil

7 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, 1993, hlm. 15.

8 Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, Cetakan Ke-2, 1986, hlm. 111.

9 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm 48.

10 Ibid, hlm. 49.

11 Soeryono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta,1983, hlm. 3.

(PPNS), dan menjadikannya sebagai jabatan fungsional.

Ada pasal-pasal yang mengatur sanksi pidana dan perdata yang mengancam setiap pelanggaran peraturan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik kepada perseorangan, korporasi, maupun pejabat. Sebagai contoh, pelanggaran terhadap baku mutu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, yaitu dari 127 pasal yang ada, 23 pasal di antaranya mengatur tentang AMDAL. Namun pengertian AMDAL pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 berbeda dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya “dampak besar”. Jika dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ……”, pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa “AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan …..”. Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan implikasi yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi ijin.

Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, antara lain:

a. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

b. Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;

c. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL;

d. Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;

e. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati / walikota sesuai ke-wenangannya.

Selain ke-5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi tersebut, yaitu:

a. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/

kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;

b. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;

c. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.

C. Lemahnya Penegakan Hukum Lingkungan Salah satu penyebab parahnya kondisi lingkungan akibat dari pencemaran dan perusakan lingkungan saat ini adalah lemahnya penegakan hukum lingkungan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Penegakan hukum (law enforcement), merupakan suatu istilah yang mempunyai keragaman pengertian. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum diartikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum, yaitu pikiran-pikiran dari badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi kenyataan7. Sedangkan Soedarto meng-artikan penegakan hukum sebagai perhatian dan penggarapan perbuatan melawan hukum yang sungguh sungguh terjadi (onrecht in actie) maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin terjadi (onrecht in potentie)8 .

Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggris law enforcement. Istilah penegakan hukum dalam Bahasa Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa penegakan hukum selalu dengan paksaan (force) sehingga ada yang berpendapat bahwa penegakan hukum hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja.9 Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi preventif dan represif, dan cocok dengan kondisi Indonesia yang unsur pemerintahnya turut aktif dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat10. Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.11

Penegakan hukum lingkungan merupakan penegakan hukum yang cukup rumit karena hukum lingkungan menempati titik silang antara antara pelbagai bidang hukum klasik12. Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dalam siklus pengaturan perencanaan kebijakan tentang lingkungan yang urutannya sebagai berikut:13 1. Perundang-undangan

2. Penentuan standar 3. Pemberian izin 4. Penerapan

5. Penegakan hukum

Menurut Mertokusumo, kalau dalam penegakan hukum yang diperhatikan hanya kepastian hukum, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan.

Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan. Oleh karena itu dalam penegakan hukum lingkungan ketiga unsur tersebut yaitu kepastian, kemanfaatan, dan keadilan harus dikompromikan. Artinya ketiganya harus mendapat perhatian secara proposional seimbang dalam penanganannya, meskipun di dalam praktek tidak selalu mudah melakukannya.14

Berbeda halnya dengan M. Daud Silalahi yang menyebutkan bahwa penegakan hukum lingkungan mencakup penaatan dan penindakan (compliance and enforcement) yang meliputi hukum administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana.15

Sudah saatnya penegakan hukum lingkungan yang konsisten merupakan bentuk perlindungan kepada masyarakat dari pencemaran dan kerusakan lingkungan. Ironisnya, AMDAL yang diharapkan sebagai perangkat kebijakan yang dipersiapkan untuk mengurangi dampak lingkungan suatu kegiatan sejak tahap perencanaan, dan bertujuan mencegah laju pencemaran dan kerusakan lingkungan belum dapat diharapkan. Untuk melihat sejauh mana penerapan AMDAL dalam otonomi daerah, Kementrian Lingkungan Hidup telah mengevaluasi 75 dokumen AMDAL.

Evaluasi ini menunjukkan sebagian dokumen AMDAL gagal menyajikan substansi esensial yang harus ada di dalamnya dan tidak konsisten dalam mengevaluasi dampak yang terjadi. Sebanyak 68%

dokumen AMDAL tersebut dikategorikan jelek.

Hanya sebagian kecil dokumen yang menunjukkan mutu bagus, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Hasil evaluasi tersebut menunjukkan, meskipun secara kelembagaan institusi AMDAL telah mencapai tahap mapan, tetapi masih diperlukan perbaikan terus-menerus agar lebih meningkatkan peranan AMDAL dalam menjaga lingkungan hidup.

Fenomena yang terjadi saat ini, Pemerintah Daerah berlomba-lomba “menjual” kekayaan alamnya dengan alasan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

I.S Susanto menyimpulkan, bahwa terdapat minimal empat dimensi yang dapat mempengaruhi kualitas penegakan hukum lingkungan yaitu adanya Undang-undang lingkungan secara nyata, pelanggar hukumnya sendiri, korban (masyarakat), dan aparat penegak hukum, dan keempat dimensi tersebut bersifat saling mempengaruhi dan berlangsung dalam satu wadah struktur politik, sosial, ekonomi, dan budaya pada keadaan tertentu.16

Keberhasilan penegakan hukum pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan faktor-faktor ini mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor tersebut adalah:17

1. Faktor hukum itu sendiri;

2. Faktor penegak hukum, yang meliputi aparat ataupun lembaga yang membentuk dan menerapkan hukum;

3. Faktor sarana pendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat; dan

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada manusia dan pergaulan hidup.

D. Peran Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut telah ditegaskan mengenai kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), yang selama ini dipasung, menjadi berkekuatan secara hukum dan memiliki otoritas yang lebih luas. Artinya, jika selama ini KLH selalu menyerahkan kasus perusakan lingkungan hidup kepada pihak yang lebih berwenang, maka ke depan KLH bisa lebih leluasa untuk menyelesaikan kasus-kasus yang berhubungan dengan otoritas dan kewenangannya.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) perlu membuat langkah fundamental penegakan lingkungan hidup untuk mengubah persepsi lingkungan menjadi berwawasan lingkungan.

Mengubah persepsi pembangunan menjadi

12 Ibid 13 Ibid, hlm. 52.

14 R.M Gatot Soemartono, op.cit, hlm. 66.

15 M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni Bandung, 2001, hlm. 215.

16 I.S Susanto, Pemahaman Kritis Terhadap Realita Sosial, Majalah Masalah-Masalah Hukum Nomor 9, Tahun 1992.

17 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cetakan ke-3, 1993, hlm. 5.

berwawasan lingkungan misalnya dengan gebrakan menegakan Hukum Lingkungan secara tegas dan lugas. Melalui gebrakan penegakan lingkungan tersebut, diharapkan pembangunan yang selama ini berorientasi ekonomi dapat menjadi pembangunan yang berkelanjutan serta memiliki orientasi perlindungan lingkungan hidup yang kokoh.

KLH ke depannya perlu menyelesaikan beberapa masalah utama untuk menjawab permasalahan lingkungan, antara lain perlu kebijakan strategis untuk menjawab keinginan para pihak di bidang lingkungan hidup. Kebijakan strategis yang dimaksud misalnya dalam hal pemberian izin oleh pemerintah daerah terhadap hal strategis dan berdampak penting pada lingkungan seperti izin pemanfaatan hutan dan pertambangan.

Esensi pokoknya adalah bagaimana struktur dan kelembagaan KLH ke depan mampu menjawab peran dan fungsi KLH dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang baru.

Beberapa program yang kini tengah disusun sesuai dengan Undang-Undang tersebut yakni:

a. Rencana Inventarisasi Lingkungan Hidup;

b. Kajian Lingkungan Hidup dan penyusunan Rencana Perlindungan; dan

c. Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

Ketiga program ini sangat mendesak untuk segera dilaksanakan sebab merupakan tahapan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ditetapkan Undang-Undang.

Sejalan dengan adanya Undang-Undang LH ini pengamat lingkungan hidup mengatakan, tidak ada masalah yang berarti dalam penyesuaian peraturannya, sedangkan yang perlu diperhatikan adalah teknis pelaksanaannya.

Undang-Undang Lingkungan hidup yang baru ini menuntut pelaksanaan yang bertanggung jawab, sebab baik instansi pemerintah maupun swasta yang tidak melaksanakan kewajiban akan terkena sanksi. Kalau pelaksanaan Undang-Undang Lingkungan hidup terdahulu masih ada kemungkinan untuk dipelintir dan dimonopoli, sedang Undang-Undang Lingkungan hidup yang baru ini lebih ketat.

Pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Lingkungan hidup ini nantinya akan diserahkan kepada Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup/

Daerah yang memiliki wewenang menindak langsung pelanggar Undang-Undang Lingkungan hidup.

Pada tanggal 6 November 2012 Kementerian Lingkungan Hidup, Kejaksaan Agung, dan

Mahkamah Agung telah melaksanakan Pertemuan Koordinasi Penegakan Hukum Lingkungan Nasional. Dalam pertemuan tersebut antara lain dibicarakan mengenai kendala dalam penegakan hukum lingkungan hidup, seperti kurangnya koordinasi antara aparat penegak hukum,

Mahkamah Agung telah melaksanakan Pertemuan Koordinasi Penegakan Hukum Lingkungan Nasional. Dalam pertemuan tersebut antara lain dibicarakan mengenai kendala dalam penegakan hukum lingkungan hidup, seperti kurangnya koordinasi antara aparat penegak hukum,

Dalam dokumen DARI REDAKSI. Salam Redaksi. iii (Halaman 55-63)