• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL PENELITIAN

2. Secara Temporal

4.6 Komposisi dan Kelimpahan Larva

4.6.3 Indeks Dominans

Dari hasil perhitungan nilai indeks Dominansi (D’) pada setiap stasiun bulan Mei, bulan Juli, dan bulan Oktober memiliki nilai yang sama dimana nilai tertinggi pada stasiun 3 yaitu 0.17 dan terendah pada stasiun 1 yaitu 0.06. Nilai hasil perhitungan indek Dominansi (D) ini dapat dilihat pada Gambar 15 dan Lampiran 7.

29.2 0C – 31.4 °C. Nilai suhu terendah dijumpai pada bulan Juli stasiun 7 sebesar 29.2 0C. Rendahnya nilai suhu pada stasiun 7 ini, diduga karena berada pada Bulan Juli serta letak daerah ini berada pada daerah berarus kuat. Massa air pada stasiun ini sering berganti sebagai akibat perpindahan massa air laut. Selain pengaruh perpindahan massa air dari laut tersebut, stasiun ini juga merupakan daerah celah karang/selat antara pulau Abang Besar dan pulau Abang Kecil. Menurut Effendi (2003) mengatakan suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Nilai suhu tertinggi terdapat pada stasiun 5 dan 6 dengan nilai 31,4 0C. Nilai temperatur yang tinggi tersebut karena berada pada bulan Mei yang bercurah hujan rendah serta diduga akibat pemanasan sinar matahari karena perairannya dangkal dan menjorok kedalam. Nilai suhu yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan hasil yang penelitian (CRITC- COREMAP, 2005) dimana suhu perairan Pulau Abang berkisar antara 29,64 0C – 30,20 0C. Suhu sangat menentukan laju reaksi kimia (metabolisme) pada semua kehidupan dan pada beberapa jenis ikan suhu sangat menentukan pola perkembangbiakkannya. Selain mempengaruhi kehidupan di laut, suhu juga menentukan parameter perairan lainnya seperti jumlah gas terlarut, viskositas air laut, dan densitas, yang juga menentukan distribusi kehidupan di laut (Widodo dan Suadi, 2006).

Dari hasil pengukuran suhu dan salinitas penelitian terlihat perbedaan nilai suhu dan salinitas dengan pengukuran yang dilakukan oleh beberapa orang peneliti pada penelitian larva dan juvenil ikan yang berbeda di tiap daerah di Indonesia. Berikut ini rangkuman data pengukuran suhu dan salinitas hasil penelitian larva dan juvenil ikan di Indonesia seperti pada Tabel 11 dibawah ini.

46

Tabel 11 Rangkuman kualitas air beberapa hasil penelitian

Peneliti Suhu (0C)

Salinitas (0/00)

Daerah Lokasi Tahun

Asman 29 – 31 28 – 32. Pulau Abang L 2006

Gaspar 28 – 29 10 - 33 T. Likupang E, L 2005 Najamuddin 28 - 30 31 - 33 Tj. Mangkok P 2003

Nursid 28 - 33 00 - 33 Cilacap E 2002

Purwandayanti 26 - 29 33 - 34 Teluk Awur PL 2000

Sukiyati 24 - 29 31 -34 Teluk Awur PL 2000

Khoiriya 25 - 32 25 - 33 Tegal P, E, K 1999

Keterangan : L = Laut; P = Pantai; E = Estuaria; PL = Padang Lamun; K = Kanal

Nilai salinitas hampir relatif sama pada setiap bulannya dengan kisaran 28.7 ‰– 32.2 ‰. Nilai salinitas tertinggi pada bulan Mei ditemukan pada stasiun 5 dan 7 yaitu dengan nilai 32.2 ‰. Tingginya salinitas pada perairan ini diduga karena perairan ini merupakan perairan yang sering dilalui massa air laut terbuka. Sedangkan salinitas terendah ditemukan pada bulan Juli yaitu 28.7 ‰. Rendahnya salinitas pada bulan ini diduga pengaruh dari pola pergerakan arus, dimana pada bulan ini arus bergerak dari Timur menuju Barat. Nilai salinitas yang didapatkan masih dalam batas normal untuk kondisi perairan laut yang berkisar antara 30‰ – 40‰ (Effendi, 2003). Hasil penelitian (CRITC- COREMAP, 2005) salinitas perairan Pulau Abang berkisar 31,94 ‰– 32,65 ‰ dan kecepatan arus di perairan ini tertinggi mencapai 1.023 mm/detik pada kondisi surut dan 1.032 mm/detik pada kondisi menuju pasang.

pH merupakan parameter yang juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Konsentrasi pH yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 7,82 – 8,14. Nilai ini masih dalam kisaran normal untuk perairan laut dan sebagian besar biota akuatik di suatu perairan menyukai nilai pH dengan kisaran 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).

Kandungan oksigen terlarut (O2) dalam perairan turut menentukan kualitas perairan, karena oksigen sangat dibutuhkan untuk pernapasan (respirasi) makhluk hidup dan proses oksidasi dalam perairan. Sebagai contoh ikan yang hidup dalam

menyebabkan insang itu berlendir (anoxia) dan mati. Fungsi lain dari oksigen adalah sebagai indikator senyawa-senyawa kimia di perairan. Sumbangan terbesar berasal dari adsorpsi udara bebas, sementara dari fitoplankton dan tumbuhan hijau lain yang berklorofil menyumbang oksigen sebagai produk fotosintesis (CRITC- COREMAP, 2005).

Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervarisi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan amosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Selain itu faktor kedalaman juga mempengaruhi kadar oksigen terlarut (Tijssen, 1990 dalam CRITC- COREMAP, 2005). Hasil pengukuran kadar oksigen di perairan Pulau Abang berkisar antara 3.18 mg/l – 5.95 mg/l. Kadar oksigen tertinggi ditemukan pada bulan Mei yang hampir mendominasi semua stasiunnya. Tingginya kadar oksigen diduga akibat faktor kedalaman perairan serta tingginya kecerahan yang berkisar antara 5 – 10 m. Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesis yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh (saturasi) sehingga perairan mengalami supersaturasi (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003).

Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan peneringan pada suhu tertentu (APHA, 1976 dalam

Effendi, 2003). Residu dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Selama penentuan residu ini, sebagian besar bikarbonat yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami transformasi menjadi karbondioksida, sehingga karbondioksida dan gas-gas lain yang menghilang pada saat pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total (Boyd, 1988 dalam

48

Effendi, 2003). Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm). TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kisaran tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Hasil pengukuran kadar TSS diperairan Pulau Abang berkisar antara 4 mg/l – 54 mg/ltr. Hasil ini menurut (Effendi 2003) sedikit berpengaruh terhadap kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan.

Dari hasil pengukuran beberapa parameter yang didapatkan pada setiap pengamatan (lampiran 6b, 6c, 6d) dapat menggambarkan keadaan parairan Pulau Abang yang masih cocok untuk kehidupan dan perkembangan larva, fitoplankton dan zooplankton.

Dokumen terkait