• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2 Indeks Glikemik

5.2.1 Indeks Glikemik Nasi Ubi Jalar Orange

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menjumlahkan masing-masing luas bangun, diperoleh nilai indeks glikemik nasi ubi jalar orange yaitu sebesar 83%. Menurut Maulana (2012) nilai indeks glikemik dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu pangan ber IG rendah dengan rentang nilai IG <55, pangan IG sedang (intermediate) dengan rentang nilai IG 55-70, dan pangan IG tinggi dengan rentang nilai IG >70. Berdasarkan pengkategorian tersebut dapat diketahui bahwa nasi ubi jalar orange yang diteliti termasuk ke dalam kelompok pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi (>70). Indeks glikemik nasi ubi jalar orange lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Larasati (2013) pada indeks glikemik nasi beras merah yaitu 59. Hal ini diduga karena pada

proses pembuatan nasi ubi jalar orange, dilakukan pengilingan terhadap ubi jalar orange kering untuk menghasilkan tepung ubi jalar orange sebagai bahan pembuatan nasi ubi jalar orange. Tepung ubi jalar orange memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan ubi jalar orange utuh. Penyerapan yang cepat mengakibatkan timbulnya rasa lapar. Pangan yang mudah dicerna dan diserap dapat menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat. Peningkatan kadar glukosa darah yang cepat ini memaksa pankreas untuk mensekresikan insulin lebih banyak. Oleh Karena itu, kadar glukosa darah yang tinggi juga meningkatkan respon insulin (Osman, dkk., 2001 dalam Rimbawan dan Siagian, 2004).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pangan diantaranya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan (Rimbawan & Siagian 2004).

Cara pengolahan mempengaruhi nilai indeks glikemik suatu bahan. Ukuran partikel mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Penumbukan dan penggilingan biji-bijian memperkecil ukuran partikel sehingga lebih mudah menyerap air. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaan total pangan. Selama pemasakan, air panas dapat memperbesar ukuran granula pati. Beberapa granula terpisah dari molekul pati dan bila sebagian besar granula pati telah mengembang maka akan tergelatinisasi penuh. Granula yang mengembang dan molekul pati bebas ini sangat mudah dicerna karena enzim pencernaan pati didalam usus halus mendapatkan permukaan yang lebih luas

untuk kontak dengan enzim. Reaksi cepat dari enzim ini menghasilkan peningkatan kadar gula darah yang cepat (Rimbawan & Siagian 2004).

Indeks glikemik pangan juga dipengaruhi oleh komposisi zat gizi seperti kadar serat kasar, kadar lemak, dan protein. Kadar serat terutama kadar serat pangan larut mempengaruhi nilai IG. Menurut Chandalia et al.(2000), peningkatan konsumsi serat pangan, terutama serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol plasma, dan meningkatkan kontrol glikemik.

Hasil analisis kadar serat kasar pada nasi ubi jalar orange yaitu 0,44%. Serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim.

Proses pencernaan kompleks antara karbohidrat dan protein atau lemak lebih lambat dibandingkan dengan karbohidrat saja (Waspadji & Sukardji,2003). Menurut Rimbawan & Siagian (2004) pangan berkadar lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung. Dengan demikian laju pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat dan respon glikemik menjadi lebih rendah. Hasil analisis kadar protein pada nasi ubi jalar orange menunjukkan bahwa nasi ubi jalar orange memiliki kadar protein 4,74%. Kadar protein pada nasi ubi jalar orange masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan ketetapan dari SNI yaitu minimal 9%.

Menurut Fernandes et al. (2005) dalam Septiyani (2012), kadar protein tidak memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap indeks glikemik walaupun mempunyai potensi untuk menurun nilai indeks glikemik pangan. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Karimah (2011), yang menunjukkan bahwa bubur formula tepung emulsi yang ditambahkan isolat protein kedelai dan putih telur dengan kadar protein 17,45% memiliki nilai indeks glikemik tinggi yaitu 93,96 dan penelitian yang dilakukan oleh Septiyani (2012), tiwul instan tinggi protein dengan kadar protein 23,45% memiliki nilai indeks glikemik yang masih tergolong tinggi yaitu 71,92.

Hasil analisis kadar lemak pada nasi ubi jalar orange yaitu 0,57%. Kadar lemak pada nasi ubi jalar orange lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak pada nasi ubi yang dicampur dengan kacang hijau yaitu 0,86%. Lemak berperan dalam laju pengosongan lambung. Hasil penelitian Wolever & Bolognesi (1996) dalam Septiyani (2012), menunjukkan bahwa lemak dalam jumlah besar (50gr lemak) dapat menurunkan respon glukosa darah dan respon insulin. Namun, pangan berlemak tinggi apapun jenisnya dan walaupun memiliki nilai IG rendah perlu dikonsumsi secara bijaksana.

Pada penelitian ini, jika pangan uji berupa nasi ubi jalar orange dibandingkan dengan nasi putih biasa dalam takaran saji 100gr, nasi ubi jalar orange memiliki nilai indeks glikemik lebih rendah dibandingkan dengan nasi putih. Nasi ubi jalar orange memiliki nilai indeks glikemik sebesar 83, sedangkan menurut Kemenkes RI (2014) nilai indeks glikemik yang dimiliki oleh nasi putih yaitu sebesar 89. Walaupun demikian, nasi ubi jalar orange masih merupakan kategori pangan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi.

Makanan yang memiliki nilai IG tinggi menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dengan cepat. Mengonsumsi pangan yang memiliki nilai IG tinggi

dapat meningkatkan rasa lapar (Siagian 2006). Nasi ubi jalar orange boleh dikonsumsi oleh masyarakat atau orang yang tidak menderita obesitas maupun diabetes mellitus), namun porsi makanan nasi ubi jalar orange tersebut harus tetap diperhatikan karena nasi ubi jalar orange termasuk pangan yang memiliki IG tinggi. Nasi ubi jalar orange lebih lambat menaikkan kadar glukosa darah dibandingkan nasi putih. Peningkatan kadar glukosa darah yang cepat akan menaikkan kebutuhan insulin. Apabila peningkatan ini berlangsung lama, insulin tidak mampu lagi menjaga kadar glukosa darah pada taraf normal maka akan timbul penyakit diabetes tipe 2.

Dokumen terkait