• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2. Bobot Inflas

2.1.6. Pengukuran Tingkat Inflas

2.1.6.2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

IHPB adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga pada tingkat grosir atau perdagangan besar dari komoditas-komoditas yang diperdagangkan disuatu daerah/negara. Komoditas tersebut merupakan produksi dalam negeri yang dipasarkan didalam negeri ataupun diekspor dan komoditas yang diimpor. Perhitungannya menggunakan formula Lasfayres yang dikembangkan sebagai berikut:

In =

��−�� � �−

In = Indeks bulan n

Pn = Harga pada bulan ke n

Pn-1 = Harga pada bulan ke n-1

Pn-1Q0 = Nilai timbangan bulan n-1

P0Q0 = Nilai timbangan tahun dasar

2.1.6.3. Angka Deflator PDB

Deflator PDB menggambarkan pengukuran level harga barang akhir dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi. Untuk menghitung deflator PDB dapat dilakukan dengan cara membagi PDB nominal dangan PDB riil (berdasarkan harga konstan). Rumus yang digunakan adalah :

Deflator PDB = �� � �

����� x 100% (2.5)

Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah indikator penghitungan Indeks Harga Konsumen. IHK merupakan sebuah indikator yang menggambarkan berbagai sumber kenaikan harga dari beberapa jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan perubahannya, inflasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Inflasi Bulanan, yakni inflasi yang terjadi selama satu bulan tertentu. Dengan kata lain, inflasi bulanan merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu terhadap IHK bulan sebelumnya. Contoh: IHK Umum bulan Juni 2011 sebesar 126,50; dan IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35 maka inflasi bulan Juli 2011 adalah 0,67 persen. Yakni, persentase perubahan IHK bulan bulan Juli 2011 terhadap IHK bulan Juni 2011 yang diformulasikan ke dalam rumus matematik adalah = (127,35- 126,50)/126,50 x 100% = 0,67 persen

2. Kumulatif / Tahun Kalender, yakni inflasi yang terjadi selama bulan Januari sampai dengan bulan tertentu. Misalkan inflasi kumulatif pada bulan Juli 2011 berarti inflasi Januari 2011 hingga Juli 2011. Dengan kata lain inflasi, tahun kalender merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu terhadap IHK bulan Desember tahun sebelumnya. Contoh : IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35; IHK Desember 2010sebesar 125,17 maka inflasi kumulatif bulan Juli 2011 adalah = (127,35-125,17)/125,17 x 100% = 1,74 persen.

3. Year on Year (YoY) yakni inflasi yang terjadi selama setahun terakhir dari bulan tertentu tahun sebelumnya sampai dengan bulan yang sama tahun sekarang. Misalkan inflasi year on year pada bulan Juli berarti inflasi bulan Juli 2011 terhadap Juli 2010. Dengan kata lain, inflasi YoY merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu tahun sekarang terhadap IHK bulan yang sama tahun sebelumnya. Contoh : IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35; sedangkan IHK Juli 2010 sebesar 121,74 maka inflasi year on year bulan Juli 2011 adalah = (127,35-121,74)/121,74 × 100% = 4,61 persen.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dengan latar belakang yang relatif sama yaitu pentingnya pengendalian inflasi di Indonesia, sehingga peneliti – peneliti terdahulu seperti Ramakhrisnan dan Vamvakidis (2002), Susanto (2005), Ekamaryasa (2005), Endri (2008), Wahyuni (2011) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di

Indonesia. Namun, Purwanti (2011) lebih spesifik lagi menganalisis pengaruh guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi di Indonesia.

Untuk menganalisis permasalahan yang ada Susanto (2005) dan Ekamaryasa (2005) menggunakan metode analisis regresi linear berganda, sedangkan Ramakhrisnan dan Vamvakidis (2002), Endri (2008) dan Wahyuni (2011) menggunakan metode VECM. Selain itu, digunakan metode FD-GMM (First Difference Generalized Method of Moments) oleh Purwanti (2011).

Pada penelitian sebelumnya, seluruhnya menggunakan data sekunder. Sebagian besar data yang digunakan berupa data time series. Sedangkan Purwanti (2011) menambahkan data cross section. Data diperoleh dari berbagai macam sumber publikasi seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IFS (International Financial Statistic), IMF (International Monetary Fund), ADB (Asian Development Bank), EIA (Energy Information Administration), dan FAO (Food Agricultural Organization).

Secara garis besar, pada penelitian terdahulu menunjukan bahwa pada periode tertentu ada beberapa variabel makroekonomi, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang memengaruhi inflasi di Indonesia. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ramakhrisnan dan Vamvakidis (2002) yang menunjukan bahwa variabel inflasi luar negeri dan nilai tukar berpengaruh positif dan menjadi kontributor utama pada inflasi di Indonesia. Susanto (2005), Ekamaryasa (2005), dan Endri (2008), menunjukkan bahwa variabel makroekonomi seperti nilai tukar, uang beredar, suku bunga dan PDB berpengaruh pada inflasi. Wahyuni (2011) juga menunjukkan bahwa harga

minyak dunia dan harga pangan dunia berkontribusi pada inflasi di Indonesia. Secara ringkas, penelitian-penelitian di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu perbedaan pada variabel yang digunakan, jenis data yang digunakan, periode analisis dan metode yang digunakan. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan yaitu inflasi, nilai tukar, harga minyak dunia, harga pangan dunia, jumlah uang beredar, suku bunga, PDB, pengeluaran pemerintah dan ekspektasi inflasi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data bulanan. Periode yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu dari Januari 2000 hingga Desember 2011. Selain itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VECM (Vector Error Correction Model).

Tabel 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu

Judul dan peneliti Latar Belakang Metode Analisis Hasil

Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia” oleh Endri (2008)

Adanya perubahan rezim nilai tukar, menjadi floating exchange rate dan bertumpu pada UU

No.23 Tahun 1999 dimana Bank Indonesia

berfokus pada pencapaian kestabilan inflasi sehingga perlu dianalisis faktor-faktor

yang memengaruhi inflasi di Indonesia yang

terdiri dari variabel- variabel domestik dan

eksternal.

VECM

Variabel suku bunga, output gap dan nilai

tukar mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap inflasi dalam jangka panjang. Nilai tukar memiliki kecepatan

penyesuaian yang cukup besar dan signifikan

untuk kembali ke keseimbangan jangka panjangnya. Suku bunga

merupakan kontributor terbesar dalam memengaruhi inflasi di Indonesia. Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia dari Sisi

Penawaran” oleh Dwi Wahyuni

(2011)

Guncangan penawaran yang bersifat negatif dapat meningkatkan biaya produksi dan dapat

meningkatkan inflasi

VECM

Variabel nilai tukar signifikan memengaruhi

inflasi di Indonesia. Shock (guncangan) variabel endogen yang berkontribusi pada inflasi

jangka panjang yaitu ekspektasi inflasi (42,77

persen), nilai tukar (23,34 persen), harga

minyak dunia (9,29 persen), harga pangan

dunia (6 persen) dan upah buruh (1,34 persen). Analisis Determinan Inflasi di Indonesia” oleh Hery Susanto (2005) Kecenderungan Bank Sentral di dunia untuk memfokuskan pada kestabilan harga sebagai

sasaran akhir, sehingga perlu diidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Indonesia. Regresi Linear Berganda

Uang beredar dan dummy krisis 1997 berpengaruh positif dan

tidak signifikan. Nilai tukar, suku bunga dan PDB berpengaruh positif

dan signifikan. Kontribusi terbesar adalah ekspektasi inflasi

dimana variabel ini berpengaruh positif dan

signifikan. Forecasting Inflation in Indonesia” oleh Uma Ramakhrisnan dan Athanasius Vamvakidis (2002)

Ketika Bank Indonesia menetapkan target inflasi yang kredibel dan akurat, Bank Indonesia perlu menganalisis leading indicator dari inflasi dan

pemahaman yang penting bagi keberhasilan kebijakan

moneter.

VECM

Nilai tukar dan inflasi luar negeri merupakan kontributor utama terhadap inflasi di Indonesia dengan suatu kekuatan prediksi yang besar. Pertumbuhan uang

beredar secara statistik signifikan dengan dampak yang kecil.

Analisis Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Inflasi Jangka Pendek” oleh I Putu Ekamaryasa (2005) Pengendalian inflasi dapat dilakukan melalui

kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, sehingga perlu dikaji

pengaruh dari uang beredar dan pengeluaran

pemerintah terhadap inflasi di Indonesia

Regresi Linear Berganda

Variabel jumlah uang primer (G_M0) menunjukkan pengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi. Variabel uang beredar dalam arti sempit

(G_M1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Variabel pengeluaran pemerintah (G_P_PEMER) dengan menggunakan G_M0 memberikan pengaruh

yang positif dan tidak signifikan terhadap inflasi. Sedangkan variabel pengeluaran pemerintah (G_P_PEMER) dengan menggunakan G_M1 memberikan pengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN +3” oleh Dewi Purwanti (2011)

Pentingnya minyak bumi sebagai input produksi menyebabkan fluktuasi harga minyak bumi sangat sensitif terhadap kondisi perekonomian di

setiap negara. Guncangan harga

minyak dunia memberikan kontribusi

terhadap resesi global dalam tiga puluh tahun

terakhir. Data Panel Dinamis FD- GMM (First Difference Generalized Method of Moments) Selama tahun 1999-2008 peningkatan harga minyak dunia umumnya diikuti oleh peningkatan inflasi di masing-masing

Negara ASEAN+3 kecuali di Indonesia. Hal

ini disebabkan oleh penerapan subsidi harga

bahan bakar minyak yang sangat tinggi di

Indonesia.

2.3. Kerangka Pemikiran

Salah satu indikator makroekonomi yang menjadi tujuan utama (single objective) bagi perekonomian Indonesia adalah inflasi. Menurut Endri (2008) inflasi disebabkan dari faktor eksternal dan internal. Pengaruh faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy. Perekonomian Indonesia diproyeksikan sebagai negara yang berkarakteristik

small open economy dimana konsekuensi yang ditimbulkan yaitu stabilitas perekonomian domestik akan rawan terhadap guncangan yang ditimbulkan oleh perekonomian dunia. Adapun small open economy merupakan karakteristik suatu negara yang termasuk dalam bagian kecil dari pasar dunia yang memiliki pengaruh kecil pada perekonomian dunia. Inflasi juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam negeri, seperti perubahan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga.

Berdasarkan uraian teori di atas dan hasil penelitian terdahulu, sehingga yang menjadi variabel eksternal dalam penelitian ini adalah variabel nilai tukar, harga minyak dunia, dan harga pangan dunia. Sedangkan, variabel internal dalam penelitian ini adalah ekspektasi inflasi, uang beredar, PDB, suku bunga, dan pengeluaran pemerintah.

Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran Teoritis

Faktor Eksternal

• Nilai Tukar

• Harga Minyak Dunia

• Harga Pangan Dunia

Faktor Internal • Ekspektasi Inflasi • Uang Beredar • Suku Bunga • PDB • Pengeluaran Pemerintah Pengaruh Guncangan dan

Kontribusi Faktor Eksternal dan Internal

terhadap Inflasi di Indonesia

III. METODE PENELITIAN

3.1. Data

3.1.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 hingga Desember 2011. Pada penelitian ini juga ditambahkan variabel dummy Inflation Targeting Framework. Data-data sekunder diperoleh dari Bank Indonesia, OECD.Stat (Organisation for Economic Co-operation and Development), EIA (Energy Information Administration), dan FAO (Food Agricultural Organization). Selain itu, data didapatkan melalui literatur dari perpustakaan, buku, jurnal, internet dan media informasi lainnya.

3.1.2. Variabel – Variabel Penelitian

Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah inflasi, nilai tukar, harga minyak dunia, harga pangan dunia, pertumbuhan uang beredar, PDB, suku bunga, pengeluaran pemerintah dan ekspektasi inflasi. Semua data dikonversi dalam bentuk logaritma natural, kecuali data inflasi, pertumbuhan uang beredar, dan suku bunga. Proksi data yang digunakan pada masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Variabel, Proksi Data, Satuan dan Sumber

3.2. Metode Analisis

Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis ekonometrika.

3.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Analisis deskriptif dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan grafik, tabel dan diagram. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum

Variabel Proksi data

yang digunakan Satuan Sumber INFLASI Inflasi month to

month Persen OECD.Stat

Eksternal KURS Nilai tukar rupiah terhadap US dolar Rupiah

per US $ Bank Indonesia

OILPRICE Harga spot minyak mentah West Texas Intermediate US $ per barel Energy Information Administration

FPI Indeks Harga

Pangan Indeks

Food Agricultural Organization

Internal

M2GROWTH Pertumbuhan M2 Persen Bank Indonesia

PDB

PDB berdasarkan harga konstan tahun 2000

Miliar

rupiah Bank Indonesia SB Suku bunga SBI Persen Bank Indonesia

G

Konsumsi Pengeluaran Pemerintah

Miliar

rupiah Bank Indonesia INFLASI (-1) Inflasi bulan

mengenai perkembangan laju inflasi yang terjadi di Indonesia selama tahun 2000 hingga 2011. Analisis ini juga digunakan untuk menggambarkan perkembangan variabel eksternal seperti nilai tukar, harga minyak dunia, dan indeks harga pangan dunia. Selain itu juga analisis ini digunakan untuk menggambarkan variabel internal seperti uang beredar, suku bunga, PDB dan pengeluaran pemerintah.

3.2.2. Analisis Ekonometrika

Analisis ekonometrika adalah analisis yang menggunakan model statistik dalam menjelaskan perilaku ekonomi (Juanda, 2009). Pada penelitian ini akan menggunakan analisis Vector Error Correction Model karena data yang digunakan tidak semua stasioner pada level dan terdapat kointegrasi diantara variabel-variabel tersebut.

3.2.2.1. Uji Stasioneritas

Dalam uji stasioneritas ini digunakan uji akar unit (unit root test). Uji ini dilakukan guna menentukan stasioner atau tidaknya suatu variabel. Tujuan dari uji ini adalah untuk mendapatkan nilai rata-rata yang stabil sehingga model regresi yang diperoleh memiliki kemampuan prediksi yang handal dan menghindari timbulnya regresi lancung (spurious regression).

Pengujian stasioneritas secara teori dan prakteknya menggunakan tiga asumsi dasar yaitu tidak adanya trend dan konstanta, adanya konstanta, adanya trend dan konstanta. Dalam melakukan uji statistik dan hipotesis alternatif yang sesuai diperlukan pengujian adanya trend pada data deret waktu. Pengujian trend

ini dilakukan untuk menghasilkan uji unit root yang lebih powerfull. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan melihat adanya trend pada data dengan menggunakan grafik.

Uji akar unit pertama kali dikembangkan oleh Dickey Fuller, dasar uji stasioner data dengan akar unit dapat dijelaskan melalui persamaan:

Yt = ρYt-1 + et, dimana -1 ≤ ρ≤ 1 (3.1)

Dimana ρ adalah koefisien autoregresif dan et adalah rresidual yang

bersifat random dimana residualnya memiliki mean nol, varians konstan dan non- autokorelasi. Residual yang seperti itu disebut white noise. Jika pada persamaan 3.1 memiliki ρ=1, maka dikatakan bahwa variabel Y memiliki unit root. Jika suatu data memiliki akar unit, maka data tersebut tidak stasioner.

Dalam bentuk hipotesis dapat ditulis: Ho: ρ = 1 (series memiliki akar unit) Ho: ρ≠ 1 (series tidak memiliki akar unit)

Persamaan (3.1) dapat dinyatakan dalam bentuk lain (turunan pertama), yaitu:

Yt - Yt-1 = ρYt-1- Yt-1 + et

∆ Yt = (ρ-1) Yt-1 + et

∆ Yt = δ Yt-1 + et (3.2)

Dari persamaan diatas dapat dibuat hipotesis: Ho: δ = 0 (series memiliki akar unit)

Ho: δ ≠ 0 (series tidak memiliki akar unit)

Dengan menggunakan uji ADF (Augmented Dickey-Fuller), suatu variabel dapat dilihat kestasionerannya. Jika koefisien ADF statistic lebih besar dari

Critical Value McKinnon (1%, 5%, 10%) artinya terima Ho dimana series memiliki akar-akar unit. Dan dapat disimpulkan variabel tersebut tidak stasioner. Apabila tidak stasioner pada level, maka dilanjutkan ke tahap Uji Derajat Integrasi (integration test). Jika koefisien ADF statistic lebih kecil dari Critical Value McKinnon (1%, 5%, 10%) artinya tolak Ho dimana series tidak memiliki akar- akar unit. Dan dapat disimpulkan variabel tersebut stasioner.

3.2.2.2. Uji Lag Optimal

Uji lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR. Tujuan dari uji lag optimal karena uji lanjutan pada VAR dan VECM sangat peka terhadap panjang lag. Penentuan lag optimal harus mempertimbangkan adanya kemungkinan korelasi antar residual dan penurunan degree of freedom dari persamaan yang dihasilkan dan jumlah parameter yang diestimasi menjadi semakin banyak sehingga tidak efisien. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat selang, maka kandidat tersebutlah yang optimal. Namun, jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka dilanjutkan pada perbandingan nilai adjusted R2 VAR dari masing-masing kandidat lag. Lag optimal yang dipilih dari sistem VAR yaitu yang menghasilkan nilai adjusted R2 terbesar dalam sistem.

3.2.2.3. Uji Stabilitas VAR

Setelah dilakukan uji stasioneritas, maka tahap selanjutnya dalam estimasi VAR adalah uji stabilitas VAR. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui valid atau

tidaknya analisis Impulse Response Function. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial berada dalam unit circle atau jika nilai absolutnya < 1 maka model VAR tersebut stabil, sehingga Impulse Response Function valid.

3.2.2.4. Uji Kointegrasi

Uji ini merupakan lanjutan dari uji akar unit dan uji derajat integrasi. Dalam uji kointegrasi ini bertujuan untuk medeteksi stabilitas hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependennya. Dalam penelitian ini menggunakan Johansen Cointegrating Test. Hipotesis nol dalam uji ini adalah tidak ada kointegrasi. Jika trace statistic > critical value, maka tolak Ho sehingga persamaan tersebut terkointegrasi.

3.2.2.5. Vector Autoregressive (VAR)

Vector Autoregressive (VAR) pertama kali diperkenalkan oleh Sims pada tahun 1980. Dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series analysis. VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan.

Menurut Nachrowi (2006) terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan model VAR ini. Beberapa kelebihan dari model VAR, yaitu:

1. Model VAR adalah model yang sederhana dan tidak perlu membedakan mana variabel yang endogen dan mana yang eksogen. Semua variabel pada model VAR dapat dianggap sebagai variabel endogen.

2. Cara estimasi model VAR sangat mudah, yaitu dengan menggunakan OLS pada setiap persamaan secara terpisah.

3. Peramalan menggunakan model VAR pada beberapa hal lebih baik dibanding menggunakan model dengan persamaan simultan yang lebih kompleks.

Sekalipun banyak kelebihan, model VAR tetap mempunyai sisi lemah. Ada beberapa kelemahan yang dimiliki model tersebut, antara lain:

1. Model VAR lebih bersifat a-teoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu. Oleh karenanya, model tersebut sering disebut sebagai model yang tidak struktural.

2. Mengingat tujuan utama model VAR untuk peramalan maka model VAR kurang cocok untuk analisis kebijakan.

3. Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tepat.

4. Semua variabel dalam VAR harus stasioner, jika tidak stasioner maka harus ditransformasikan terlebih dahulu.

5. Interpretasi koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidak mudah.

3.2.2.6. Vector Error Correction Model (VECM)

Vector Error Correction Model (VECM) adalah model VAR terestriksi yang digunakan untuk variabel yang non-stasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Hal yang perlu diperhatikan pada variabel yang berkointegrasi

adalah apabila suatu model menghendaki adanya persamaan jangka panjang, pergerakan dari beberapa variabel mengadakan reaksi adanya kecenderungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek yang sering kita temui dalam peristiwa ekonomi. Hal ini berarti apa yang diinginkan perilaku ekonomi belum tentu sama dengan apa yang sebenarnya terjadi. Untuk itu suatu model yang memasukkan penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi ketidakseimbangan atau model koreksi kesalahan (Vector Error Correction Model). Model dari VECM dapat ditulis sebagai berikut:

∆ Yt = α0 + α1∆Xt + α2 ECTt-1 + et (3.3)

Dimana:

ECTt-1 = (Yt-1 – β0 – β1 Xt-1) (3.4)

α0 = konstanta

α1 = koefisien jangka pendek

α2 = koefisien koreksi ketidakseimbangan yang menjelaskan seberapa

cepat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai keseimbangannya.

3.2.2.7. Impulse Response Function (IRF)

Impulse Response Function (IRF) adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini dikarenakan shock variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VECM. Dengan kata lain IRF mengukur respon suatu variabel dimasa datang ketika terjadi suatu guncangan (Firdaus, 2011).

3.2.2.8. Forecast Error Variance Decompotition (FEVD)

Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR/VECM. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Dengan kata lain, FEVD dapat digunakan untuk menganalisis kontribusi dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya (Firdaus, 2011).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Deskriptif

4.1.1. Gambaran Umum Laju Inflasi di Indonesia

Laju inflasi tahunan Indonesia selama kurun waktu 2000 hingga 2011 masih menunjukkan fluktuasi seperti pada Gambar 4.1. Rata-rata inflasi tahun 2000-2011 sebesar 8,19 persen. Nilai tertinggi inflasi tahunan terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 17,11 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga minyak dunia yang diikuti oleh pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah dengan menaikkan harga BBM sebanyak dua kali. Kenaikan harga BBM terjadi pada 1 Maret 2005 dari Rp 1.800 menjadi Rp 2.400 dan pada 1 Oktober 2005 dari Rp 2.400 menjadi 4.500. Sedangkan, nilai terendah inflasi tahunan terjadi pada tahun 2009 sebesar 2,78 persen. Pada awal tahun 2009 pemerintah menurunkan harga BBM dari Rp 5.000 menjadi Rp 4.500.

Gambar 4.1. Laju Inflasi Tahunan di Indonesia Tahun 2000-2011 Sumber: OECD.Stat (diolah)

9.35 12.55 10.03 5.06 6.4 17.11 6.6 6.59 11.06 2.78 6.96 3.79 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 PERSEN

4.1.2. Gambaran Umum Nilai Tukar Rupiah di Indonesia

Pada tahun 2000 nilai tukar rupiah dibuka dengan nilai Rp 7.425 per US Dolar. Pada awal tahun 2000 tersebut merupakan kondisi nilai tukar terkuat pada periode 2000-2011. Namun, sepanjang tahun 2000 nilai tukar rupiah menunjukkan nilai yang semakin terdepresiasi akibat perkembangan politik dan keamanan menjelang Sidang Tahunan MPR Agustus 2000.

Pada periode 2000-2011, kondisi nilai tukar rupiah terlemah terjadi pada November 2008 sebesar Rp 12.151 per US Dolar. Kuatnya tekanan terhadap nilai tukar rupiah ini disebabkan oleh dampak negatif dari krisis finansial global yang membuat para investor asing menarik dananya dari Indonesia. Terjadinya capital outflow menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi. Rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun 2000-2011 yaitu Rp 9303 per US Dolar.

Gambar 4.2. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Tahun 2000-2011 Sumber: Bank Indonesia (diolah)

4.1.3. Gambaran Umum Harga Minyak Dunia

Pada periode 2000-2011 harga minyak dunia cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata harga minyak dunia tahun 2000-2011 yaitu 57,10 US Dolar per barel. Harga minyak dunia terendah periode 2000-2011 terjadi pada

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 Ja n- 0 0 O ct -00 Jul -0 1 Ap r- 02 Ja n- 0 3 O ct -03 Jul -0 4 Ap r- 05 Ja n- 0 6 O ct -06 Jul -0 7 Ap r- 08 Ja n- 0 9 O ct -09 Jul -1 0 Ap r- 11 RUPIAH Rp 12.151/ US$ Rp 7.425/ US$

Desember 2001 sebesar 19,39 US Dolar per barel. Harga minyak dunia tertinggi periode 2000-2011 terjadi pada Juni 2008 sebesar 133,88 US Dolar per barel.

Dokumen terkait