• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

3.2 Siap Bantu, Walau Cuman Dapat Thankyou

3.2.1 Indentitas Karakter cowo: Kelas sosial, fashion, dan membantu ( helpers )

Bedasarkan dari pengertian Karl Marx mengenai pembagian kelas yang tergolong menjadi dua jenis yakni Borjuis (pemilik modal) dan Proletariat (kaum buruh), maka pembagian kelas yang terjadi dari iklan U- mild ini menunjukan seakan menguatkan tanda mengenai dominasi kepada kelas proletar dengan menonjolkan gaya pakaian fashion yang menunjukan pembagian kelas itu. Terlihat pula pria pada foreground mengenakan baju kemeja berwarna biru, hal ini senada seperti pada era industrial ketika muncul golongan-golongan tertenu yang ditandai dengan pemakaian jenis kemeja.

Salah satu golongan yang terkenal adalah golongan blue collars atau kerah biru, golongan kerah biru ini merupakan orang-orang dari kelas pekerja yang menjalankan pekerjaan manual. Istilah blue collar berawal dari abad ke-19 ketika kerah biru dijadikan seragam wajib bagi pekerja sektor industri

dan manual karena pakaian ini tahan lama, namun dapat kotor,sobek pada saat mereka bekerja. Elemen-elemen ini yang populer sejak masa itu hingga sekarang yakni pakaian berjenis kemeja berwarna biru cerah.

Demikian pula sebaliknya terdapat juga istilah yakni white collar atau kerah putih yang selalu diasosiasikan pekerja administrasi dan manajemen ataupun bankir, hal ini memiliki sejarah asal-usul pertama kali ditemukan pada tahun 1827 di Troy, NY oleh ibu Hannah Montague, seorang ibu rumah tangga yang sedang mengalami kesulitan dengan suaminya ketika memakaikan “cincin sekitar kerah”. Suaminya memamerkan penemuan istrinya kepada orang-orang disekitar kota dan segeralah menyebar produksi massal hingga menembus pasar luar pada tahun 1897. (http://suityourself.com/history_of_dress_shirt.asp, diakses 30 oktober 2014).

Maka berkembang pesatlah berbagai macam jenis kemeja dewasa ini, hingga akhirnya kemejapun sanggup mendefinisikan sebuah identitas atas penggunanya.

Gambar 3.3 Blue Collar (Kaum Pekerja)

Menurut Barthes dalam (Barnard 2009, 134) “orang-orang pada masa dahulu menutup kancing kemeja hingga kancing kerah ialah para kaum konservatif, mereka ingin tampil necis dan berkelas ketika mengenakan kemeja. Sedangkan pada masa kini, seseorang yang mengenakan kemeja dengan kancing terbuka seakan menunjukan identitasnya yakni memiliki sikap santai dan sporty”.

Namun pembagian kelas tidak akan peneliti bahas hanya menggunakan sebuah penandaan simbol yang terbentuk dari mitos mengenai pakaian kemeja saja, selanjutnya untuk lebih memperdalam kembali kaitannya identitas dengan pembagian kelas maka peneliti akan melihat tanda yang terbentuk dari setting tempat yakni kota dengan adanya mobil yang berjejer rapi dan tidak bergerak, peneliti mengasosiakan hal itu dengan mobil yang sedang parkir.

Berdasarkan data Kompas (2012) salah satu indikator yang sering digunakan adalah standar kategorisasi Bank Dunia menyebutkan pengeluaran

Gambar 3.4 White Collar (Pengacara, Hakim, Bankir)

perhari dibawah 2 dollar AS digolongkan kelas miskin/sangat bawah, 2-4 dollar AS kelas bawah, 4-10 dollar AS kelas menengah, 10-20 dollar AS kelas menengah atas dan diatas 20 dollar AS maka mewakili kelas atas. Jika diamati berdasarkan satuan harga perbungkus dari rokok U-mild adalah kisaran 10.000 – 12.000 rupiah, maka setiap pembeli dari rokok berjenis ini tergolong kelas ekonomi miskin. Miskin menurut penjelasan dari BPS (Badan Pusat Statistik) yakni:

“Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak‐hak dasarnya Definisi Yang sangat luas ini menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan masalah multi dimensional, sehingga tidak mudah untuk mengukur kemiskinan dan perlu kesepakatan pendekatan pengukuran yang dipakai. Untuk Mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS Menyediakan 2 Jenis data yaitu data kemiskinan makro dan mikro, dimana makro jika dilihat dari konsep memenuhi kebutuhan dasar, maka yang tergolong dalam golongan miskin makro itu adalah tidak sanggupnya untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, sedangkan dari kacamata mikro ialah hanya menunjukan presentase setiap penduduk miskin di daerah yang dituju (www. bps.go.id di akses 16 november 2014).

Namun sebuah penggambaran setting yang menunjukan adanya pembelokan makna miskin dengan dimunculkannya mobil sebagai kelas identitas kepemilikan barang tersier yang merupakan identitas dari penggolongan kaum atas atau borjouis.

Membantu atau kata lainnya ialah helpers merupakan penggambaran dari kegiatan yang berasosiasikan pada kegiatan domestik seperti (kasur, dapur, sumur) hal ini pada umumnya berlaku untuk kalangan perempuan dalam ranah yang memiliki domain bersifat patriarki. Ajaran tersebut sudah ada sejak dahulu dengan adanya adanya 3 nilai keutamaan permpuan (jawa)

yaitu masak, macak, dan manak (Widyatama 2006, 140) membuat peran wanita hanya sebatas lingkup domestik saja sedangkan menurut buku sarinah menjelaskan “patriarchat adalah nafsu kepada milik, nafsu kepada pemilik perseorangan motornya partriarchat ini dan perempuan pun dijadikan milik, benda dimiliki, yang harus disimpan, disembunyikan tak boleh dilihat apalagi disentuh orang lain.” (Soekarno 2014, 112). Hal ini menimbulkan penanda bahwasannya kaum patriarchat selalu berada pada kekuasaan tertinggi dalam mengatur urusan apapun, sehingga matriarchat atau peribuan menjadi sebuah ketidakadilan yang nyata dalam pembagian kekuasaan.

Menjadi unik ketika kegiatan domestic zone melalui iklan ini dikuasai oleh golongan patriarki sebagaimana Soekarno menjelaskan bahwa patriarki ialah kaum pemilik segalanya atas perempuan, yang bertolak belakang dengan asosiasi kegiatan domestik pada umumnya yakni perempuan. Namun batasan itu melalui gambar ini mulai didobrak sehingga yang ditonjolkan membantu kegiatan adalah pria sebagai sosok helper. Yang berbeda makna dengan sifat nurture (pengasuhan).

Dialektika tentang penggabungan makna “proletariat” kekinian yang dimunculkan dari iklan ini menunjukan bahwa identitas “cowo” ialah mampu meleburkan identitas yang ditunjukan melalui penggunaan kemeja berwarna biru (blue collar) tetapi tetap necis yang diperlihatkan dengan penggunakan dasi, namun kesan kelas pekerja tetap diperkuat dengan warna biru dari kemeja yang dikenakannya.

Terbentuknya relasi kuasa dimana partriarchat mendobrak dominasi matriarchat pun ditampilkan sangat nyata dalam iklan ini, dimana secara hirarki kuasa ekonomi sosok “cowo” ditampilkan dengan aksentuasi yang bercampur mengenai kelas sosial dan jenis pekerjaan. (lihat gambar 3.5 Bagan piramida kelas sosial). Tipe mobilitas sosial menurut soekanto dalam (anindita 2014 ) mobilitas sosial dibagi menjadi dua yakni social climbing dan social sinking. Dus menambakan (Miliband 2008, 579) dalam Giddens dan Turner menjelaskan bahwa “hal ini tidak mengubah fakta bahwa piramida ini merupakan sebuah realitas yang kokoh, bahwa perbedaan dia antara kelas-kelas diciptakan oleh lapisan atas dan lapisan bawah sangat besar kesenjangannya, dilihat berdasarkan penghasilan, kekuatan, tanggung jawab, gaya hidup serta eksistensi”.

Sistem Ekonomi Kapitalistik Elit Berkuasa Sistem Politik Demokratis

Tabel 3.2 Bagan Piramida kelas sosial Sumber: Social Theory Today, 2008

Borjuis

Borjuis Minor– Profesional

independen skala kecil,seniman, Pedagang

Kelas Pekerja - Buruh pabrik, pegawai

kantoran, PRT, nelayan, petani dll

Kaum Proletar – Orang orang yang bergantung

pada pekerja, orang cacat, pengangguran, gelandangan

Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, petinggi militer, kepolisian, Mentri Pengendali korporasim media

dan finansial (bank, saham)

Pengendali perusahaan dan industry skala sedang

Manajer perusahaan

Pejabat daerah, pekerja sosial, LSM

Profesional (Dokter, Ilmuwan, Profesor, Perwira, Artis) Kelas Dominan

Kelas Bawah

Tidak signifikan bagi kapitalisme orporasi,

namun tanggung jawab pemerintah

Berdasarkan penjelasan tersebut, Iklan U-mild mencoba mendekonstruksi mengenai gambaran kelas sosial dan pekerjaan yang selama ini berada pada pakemnya untuk mulai didobrak, terlihat dari adanya mitos yang berulang mengenai kelas pekerja blue collar yang dianggap sebagai breadwinner dengan maskulinitasnya yang harus terpenuhi kemauannya, digambarkan dalam iklan ini ia mau membantu kegiatan yang acapkali dilakukan oleh kaum perempuan (domestic zone). Pendobrakan mitos-mitos dalam iklan ini yang ditunjukan melalui munculnya sosok “cowo” yang menggantikan peran membantu pada umumnya. Lalu dengan adanya setting mobil yang berjejer rapi terparkir menghadirkan penggambaran bahwa bahasa “cowo” itu dengan segala identitas sosialnya serta atributnya, bisa dikatakan ialah sebagai gambaran kalangan urban.

Maka sebuah indentitas yang dilkekatkan kepada “Cowo” sejauh ini masih merujuk kepada ungkapan dari Stuart Hall mengenai identity is fluid sangat pas apabila disematkan kepada sosok “cowo”.