• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI " COWO " DALAM IKLAN ROKOK U-MILD VERSI "INI BARU COWO "(ANALISIS TEKSTUAL SEMIOTIK-ROLLAND BARTHES) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "REPRESENTASI " COWO " DALAM IKLAN ROKOK U-MILD VERSI "INI BARU COWO "(ANALISIS TEKSTUAL SEMIOTIK-ROLLAND BARTHES) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI “COWO” DALAM IKLAN ROKOK U-MILD VERSI “INI BARU COWO”

(ANALISIS TEKSTUAL SEMIOTIK-ROLLAND BARTHES)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

REYHANSYAH RIZNANDA 071115075

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI DEPARTEMEN KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

Halaman Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat

Bagaian atau keseluruhan isi skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi dan/atau universitas lain dan tidak pernah dipublikasikan/ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan dengan formasi kutipan dalam isi Skripsi

Apabila ditemukan bukti bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Airlangga,

Surabaya, 19 Desember 2014

Penyusun

(3)

REPRESENTASI “COWO” DALAM IKLAN ROKOK U-MILD VERSI “INI BARU COWO”

(ANALISIS TEKSTUAL SEMIOTIK-ROLLAND BARTHES)

SKRIPSI

Maksud: sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Disusun Oleh:

REYHANSYAH RIZNANDA

071115075

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

DEPARTEMEN KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(4)

Halaman Persembahan

Teruntuk Pujaan Hati dan Jiwa serta yang selalu ada dipikiran dan akalku Engkaulah yang Maha Besar lagi Maha Bijaksana

Dengan segala keabaan hamba, engkau berikan cahaya-Mu yang mampu menjadi sinar penerang untuk hambamu ini

Dengan kekuatan-Mu yang maha kuat, engkau berikan kepada hamba sebuah pertolongan yang berlimpah ruah agar hamba selalu berada pada titah-Mu

yang siratal mustaqim

Maka terimalah segala amal perbuatan hambamu ini, jagalah hamba dan buatlah selalu hati hamba selesai agar mampu mengalahkan nafsu

-Aamiin Yarabbal Alamin-

Kanjeng Nabi Muhammad SAW, serta seluruh nabi-nabi yang terlah diutus Allah untuk memberikan ilmu kepada umatnya.

Para pemikir-pemikir filsuf yang menginspirasi kekritisan pemikiran dan menambah rasa skeptis saya.

Keluargaku Tersayang:

Ibu Sri Rahajoe Koeshartini dan Ayah Mirza Afridi yang selalu ada untuk saya terimakasih atas kesabaran dan suri tauladan, engkau adalah panutan bagiku selamanya

Mas Ryan entah berapa lama kita pernah hidup dalam satu atap tapi aku yakin doa kita akan selalu sama saudaraku terkasih dan tersayang, jaga baik-baik dirimu mas dan keluargamu dimanapun berada.

Mbak tyas mungkin sosok chef berbakat ada dimbak deh hahaha, semoga bahagia selamanya dengan mas ryan ya mbak aamiin.

Mbak anna, mas rozi, afif, azka I love you so much

Hj. Mardijah you are the best woman after all, im proud of being your grandson I love you yut.

Keluarga om didik terimakasih selalu mensupport dan memberi pencerahan untuk menonton islam itu indah setiap hari haha

(5)

Seluruh keluarga besar Hj. Mardijah dan Eyang suprapto. Semoga amalan ibadah perbuatan Allah akan menghisabnya sebagai amalan baik aamiin. Sang pencerah dikala fajar maupun rembulan tak urung menampakan dirinya:

Mbak Nisa Kurnia Illahiati. S.Sos., M.Med-Kom sampe hafal mbak namanya mbak haha, semoga selalu diberkahi kurnia untuk keluarga mbak dan ilmu-ilmu mbak yaa jangan lupakan saya mbak yang selalu curhat ini haha

Mbak sari terimakasih telah mengajarkan ilmu keprofesionalan diri untuk tampil stand out. Dan nasihat mbak akan saya ingat.

Mbak kandi tetaplah dengan struktur kata bahasa yang sangat mengagumkan itu

Mas igak, mas rendy, mas irfan, bu mur, bu santi, mbak dina, bu ida, pak yayan, pak suko, pak henry, bu lies, bu yuyun, bu ratih, bu andria terimakasih atas ilmunya mengenai ilmu komunikasi

Commers 2011 hahaha anda luar biasa wak, its nice being with you guys may God always bless us

Para pencinta alam yang tergabung dalam komkemp semoga tidak berhenti disatu puncak ataupun nyamannya pasir pantai.. (mandor,ayus,aaron,dkk lainnya)

Kepengurusan HIMAKOM 2014, lala, aris, dinda, bella, anin, ria, kadit, dimas, artek, buday, danastri, kipli, tatit terima kasih atas kesediaan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengurus himakom 2014

Para aliran feminis kirana imanissa s, mytha eliva, idame kinanti, ririe rachmania, ines loethfiana, chemul, puco, merli, triwil, farras, nidya, gita, tani, tante, ima, centeuss-centeuslah... poaeseehh hahha

Keluarga cendana Surabaya ica, indira, namira you guys are awesome!!

Sanak sisuak ambo putra zelly nugraha, ade putra delvianto, chaereyranba, chaeroyranba, panji, mulia eza, ryan zulmi, edo kharisma, eky, rafis, fauzi putra, fari, khansa, afina, ceu fira.. terimakasih selalu ada memberi canda dan berbagi kisah dikala kesibukan kalian.

(6)

Bimbingan skripsi mbak nisa duh duh kalian hebat semua wak. bahagai bisa bersama bagian dari bimbingan dahsyat skripsi ini

Rekan – rekan PR Dept, dan senior-senior yang sudah lulus duluan mbak tek, mbak savina, mbak opuk, mas teguh haha thanks ya mbak

Kepada kerabat KKN 50 sampang tambaan abbud, felicia, shasa, echal, yasinta, andes, faza, ifa, fia, pak syafiudin, bu djum, rama, pak khairil (keluarga) dst… terimakasih telah memberi banyak kisah menarik serta pelajaran untuk saya.

Kepada senior-senior komunikasi 2008,2009,2010 terimakasih telah membantu banyak mengenai contoh-contoh penulisan skripsi, spesial mention aa’muarif, mbak manda, mas bima, bang bontang, pak ujek, mbak ilmi, mas afun, mbak biru, kak we, mbak nurisa mbak niken, mbak chika, mbak niko, mbak ocha, mbak tiara, eka dll

Kepada komunikasi 2012,2013,2014 semoga terus menjaga silahturahmi dengan kami-kami.

(7)
(8)
(9)

ABSTRAK

Fokus riset ini ialah mengeksplorasi gambaran “cowo” dalam iklan rokok U -mild versi “ini baru cowo”. Tujuan penelitian ini ialah mengeksplor bagaimana representasi “cowo” digambarkan dan diartikulasikan dalam iklan, melalui 9 jenis tema iklan cetak yang berbeda. Menjadi menarik untuk dieksplor mengenai hal ini dikarenakan adanya perbedaan yang terbentuk melalui sebuah identitas. Sehingga munculah suatu identitas yang berbeda ditengah masyarakat, di mana hal ini diproduksi oleh media massa untuk menciptakan identitas “cowo”.

Dalam riset ini, peneliti akan menggunakan analisis tekstual semiotik Rolland Barthes dimana akan menggunakan tiga tahapan dalam membedah teks, dalam hal ini teks ialah iklan. Maka tahapan pertama ialah mengetahui non-coded iconic message (denotasi), lalu tahapan kedua coded iconic message (konotasi), dan tahapan terakhir ialah linguistic message (mitos). Sehingga hasil dari tiga tahapan ini akan mampu mengeksplor gambaran serta artikulasi apa yang terkandung. Paradigma yang peneliti gunakan ialah interpretative social science. Dengan menggunakan tinjuan pustaka melalui iklan cetak media massa, lifestyle, identitas laki-laki dan budaya populer serta analisis tekstual semiotik peneliti membedah gambaran dan artikulasi mengenai “cowo”.

Berdasarkan rumusan masalah dari riset ini, maka hasil yang didapatkan oleh peneliti mengenai gambaran dan artikulasi “cowo” ialah, “cowo” digambarkan untuk mandiri, tanggungjawab, tegar walau patah hati, dan sebagainya, berdasarkan identitas sosialnya maka “cowo” tergolong sosok kelas pekerja (blue collars) dan ambisius di mana artefak disetiap temanya didominasi oleh warna biru serta disisi lain ia harus mampu bersifat cool dengan karakter urban yang dibentuk oleh U-mild mengenai gambaran maskulinitasnya. Dus menambahkan bahwasannya kata “cowo” sendiri itupun memiliki makna berbeda dari pria ataupun laki-laki, namun tetap ada karakter pria atau laki-laki yang dilanggengkan.

(10)

ABSTRACT

This research focuses mainly on exploration of “cowo” as an identity, using the cigarette’s advertisement by U-Mild, particularly in “ini baru cowo” version. This research aims to explore the description and articulation of “cowo” in advertisement through 9 different samples from different themes of printed advertisement. The creation of identity in society that has been produced by mass media has in fact differed in the output, which researcher believes is an interesting part to be explored. In order to approach the problem and analyze the text, researcher uses textual analysis semiotic theory by Rolland Barthes which consists of three steps of analysis, in this case the text is the advertisement. First step is to understand non-coded iconic message (denotation), second is to comprehend coded iconic message (connotation), the last step is to solve linguistic message (myth). By using this tool, researcher is able to explain the articulation of identity and its description in the advertisement. The paradigm used in this research is interpretative social science, supported by literature review about print advertisement theory on mass media, lifestyle, man identity and popular culture to uncover representation of “cowo”.

Based on the research problem, researcher concludes that "cowo" is being described as an independent, obstinate even though facing heartbreak, and responsible object. Based on its social identity, "cowo" is classified in working class group (blue collars) with strong ambition, known by most of artifact in the advertisement which uses blue as dominant color. Yet in the other side, "cowo" has to be able to act in a cool waywith urban character that has been created by U-mild to describe its masculinity. Lastly, the term “cowo” has different meaning from “pria” or “laki-laki”, but some of those characters are still persist.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah skripsi ini dengan judul Representasi “cowo” Dalama Iklan Rokok U-Mild Versi “Ini Baru Cowo” dengan baik. Penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat kelulusan pada tahap strata 1 (S-1) Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga.

Dengan terselesaikan skripsi ini penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada: 1. Nisa Kurnia Illahiati S.Sos., M-Med.Kom sebagai dosen pembimbing 2. Kandi Aryani S. S.Sos,. Ma sebagai ketua penguji

3. Dra. Liestianingsih Dwi D, M.Si sebagai dosen penguji

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mendekati dengan kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang mampu membangun kearah lebih baik dari semua pihak. Semoga manfaat dari penulisan ini dapat dirasakan oleh penulis serta pembaca.

Terima kasih Surabaya, 28 Januari 2015

Penulis

(12)

Daftar Isi

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat ... ii

Halaman Judul Dalam 2 Maksud Penulisan Skripsi ... iii

(13)

1.6.2 Tipe Penelitian ... I-36 1.6.3 Unit Analisis data ... I-37 1.6.4 Teknik Pengumpulan Data ... I-37 1.6.5 Teknik Analisis Data... I-39

BAB 2 GAMBARAN UMUM KAJIAN PENELITIAN ... II-1 2.1 “Cowo” dan Karakter Identitas Sosialnya ... II-1 2.2 Public Life, “cowo” dan Rokok ... II-5 2.3 Rokok U-mild dan Behance.net creative agency ... II-11

2.3.1 Behance.net creative agency ... II-14

BAB 3 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA ... III-1 3.1 Kuat Tahan Banting, Meski Kehilangan Darling ... III-4

3.1.1 Identitas Karakter “cowo”: Maskulin, Tahan Banting, Patah Hati ... III-6 3.2 Siap Bantu, Walau Cuman Dapat Thankyou ... III-11

(14)

3.7 Berpikir Sejuk Walau Lumrah Buat Ngamuk ... III-43 3.8 Berpikir Dingin dan Sejuk Walau Rejeki Jarang-Jarang ... III-47 3.9 Dingin Di Hati Walau Macet Di Sana-Sini ... III-50

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ... IV-1 4.1 Kesimpulan ... IV-1 4.2 Saran ... IV-5 DAFTAR PUSTAKA ... xvi

DAFTAR GAMBAR

(15)
(16)

BAB 1

(17)

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Fokus riset ini ialah hendak mengeksplorasi gambaran “cowo” dalam iklan

rokok U-mild versi “ini baru cowo”. Berangakat dari tagline ini baru “cowo” U -mild, identitas “cowo” digambarkan dalam iklan tersebut berbeda dari tampilan

laki-laki ataupun pria. Kata “cowo” sendiri pada dasarnya bukan merupakan perbendaharaan kata baru dalam penggunaan bahasa sehari-hari, terlihat seperti dalam film janji joni pada menit ke 19 penggunaan kata “cowo” juga disebutkan pada kalimat salah satu aktor wanita berteriak pada saat ditelpon seseorang “oh

my god, cowo ganteng itu nelpon gua”, Namun pada iklan rokok ini penggambaran yang terbentuk melalui sebuah identitas “cowo” ini menjadi menarik karena U-mild mengartikulasikannya tidak sesederhana penggunaan kata “cowo” dalam film janji joni, karakteristik mengenai “cowo” yang berbeda inilah

mulai dimunculkan kembali ditengah masyarakat kekinian oleh U-mild.

Peneliti tertarik pada 9 tema iklan yang ditawarkan U-mild dalam setiap tema iklannya tersebut ia memiliki signifikansinya masing-masing, hal ini berdasarkan penggambaran identitas “cowo” yang dapat dijadikan komoditi dalam iklan rokok

(18)

terhadap simbolis dan perimajian (imagery) demi kepentingan ekonomi dalam komunikasi. (Egger 2010, 178)

Iklan merupakan konstruksi sosial media massa khususnya dibuat untuk menghegemoni khalayak golongan kelas bawah akan bentuk realitas yang diciptakan kaum borjouis. Namun dalam kondisi atau era saat ini, bukan lagi kaum proletariat yang mencontoh realita yang dibentuk kaum borjouis melainkan sebaliknya. Era ini disebut sebagai era simulasi yang menurut Baudrillard dimana tanda tidak lagi mewakili tetapi menciptakan realita yang akan menentukan siapa kita dan apa yang kita lakukan (Littlejohn,2009.409).

Peneliti mengambil objek penelitian berfokus kepada iklan rokok U-mild berdasarkan dari data yang peneliti dapat rokok U-mild merupakan produksi dari PT. HM Sampoerna Tbk. Dimana pada dasarnya memiliki market share kretek tertinggi. (http://www.sampoerna.com/id_id/our_products/pages/our_brands.aspx diakses pada 12 april 2014)

“PT HM Sampoerna Tbk. ("Sampoerna") dan afiliasinya memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan rokok di Indonesia, yang meliputi sigaret kretek tangan, sigaret kretek mesin, dan rokok putih. Rokok kretek menguasai sekitar 92% pasar rokok di Indonesia. Di antara merek rokok kretek Sampoerna adalah Dji Sam Soe, A mild, Sampoerna Kretek dan U Mild”.

(19)

yang ditayangkan U-mild menyasar kepada sektor masyarakat urban serta harga perbungkus yang telah peneliti jabarkan sebelumnya, sehingga tampilan sebuah identitas dibentuk tidak terlalu grande seperti iklan rokok lainnya. Berbeda dengan Bentoel group yang telah diakuisi sahamnya 89% oleh (BAT – British American Tobacco) pada 17 Juni 2009 tidak sampai triwulan pertama dalam mengakuisisi saham BAT menaikan kepemilikan sahamnya 99% pada 29 agustus 2009. Terjadi perbedaan dalam memproduksi iklan rokok mild, Dunhill mild mampu menampilan iklan yang lebih mewah serta grande dalam mengemas gambaran identitas laki-laki maskulin, di mana berbeda dengan gambaran identitas “cowo” U-mild.

Keputusan peneliti untuk memfokuskan riset ini terhadap produk iklan rokok U-mild tidak serta merta hanya memilih tanpa mempertimbangkan alasan mengapa produk tersebut yang terpilih, karena menilik dari beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan produk atau iklan rokok memang sudah banyak seperti penelitian mengenai maskulinitas pada iklan rokok, namun disini peneliti menemukan keunikan khusus dari iklan rokok U-mild yakni adanya terminologi kata ini baru “cowo”. Ceruk inilah yang membuat menarik untuk dieksplor lebih

dalam, mengenai identitas “cowo” yang dibentuk oleh U-mild. Penggunaan kata ataupun terminologi “cowo” disini memiliki makna berbeda dari gambaran

(20)

apakah “cowo” diartikulasikan tersebut. Sehingga iklan dilihat sebagai hasil

produksi media massa bukan dari sisi marketing mix. Dan mengapa peneliti memfokuskan kajian penelitian ini hanya di 9 jenis tema iklan rokok U-mild dikarenakan menjadi sebuah batasan peneliti untuk mengeksplor identitas “cowo”

yang dibentuk berdasarkan 9 macam jenis iklan tersebut.

Mengingat iklan merupakan sarana komunikasi yang memiliki dampak besar dan mampu menjadi media “pembelajaran” khalayak yang dapat dijadikan sebuah

kebiasaan. Maka Iklan adalah humas (Wibowo 2003) berdasarkan pernyataan itu kita dapat merefleksikan bahwa iklan menekankan pada penjualan pesan melalui copywriter, ilustrasi atau film yang ditujukan kepada khalayak dengan bantuan humas yang berperan penting dalam penciptaan pengertian informasi, hal ini bertujuan untuk dapat mempersuasif khalayak.

Iklan ialah sebagai salah satu bagian dari media massa yang seringkali menaturalisasi identitas, seolah tidak ada yang salah, seolah semua sesuai dengan “apa adanya”, seakan semua dalam keadaan aman dan terkendali. Padahal, iklan

(21)

iklan rokok U-mild mampu membuat sebuah identitas baru mengenai “cowo” dalam mendefinisikan maskulin.

Selain itu aspek kultural juga berperan aktif dalam membentuk sebuah realita dalam masyarakat, hal ini sejalan dengan pendapat (Budisantoso 2013, i-11) yakni Aspek-aspek kultural yang diproduksi media massa seperti kelas sosial, budaya, agama dan ras yang disematkan dalam realitas sosial dimana akan menjadi suatu penggambaran yang ideal. Inilah yang disebut dengan mitos sesuai dengan yang disampaikan oleh (Fairclough 1995) “the myth is the media are a “mirror” to reality. To sustain this myth, one needs another : that reality is

transparent and can be “read” without mediation or interpretation”. Sehingga

mitos ini merupakan produk tendensi dominan sebuah ideologi yang merepresentasikan sebuah realitas secara natural sebagai satu-satunya jalan untuk melihat sebuah realita.

Bahasa merupakan elemen penting dalam kajian semiotika, berdasarkan definisi William bahasa ialah “keseluruhan cara hidup” namun berdasarkan

pengertian lainnya menjelaskan bahwa “gerak isyarat tubuh, bahasa, imaji upaya

(22)

menjelaskan bagaimana gambaran mengenai elemen-elemen penunjang untuk dijadikan dalam bahasa sudah terkandung, yakni mengenai “keseluruhan cara hidup”. Namun tidak serta-merta peneliti akan mencocokan hanya dengan tata

bahasa saja namun peneliti tetap akan mengaitkannya ke dalam sosial-kultural masyarakat Indonesia, Sehingga “cowo” menjadi bagian dari diskurus mengenai

bahasa dalam mengkaji tema iklan rokok U-mild ini.

“Cowo” merupakan kata/bahasa yang menunjukan adanya karakter identitas

yang berbeda dari laki-laki ataupun pria, dimana pada umumnya bahasa “cowo” yang acapkali digunakan dalam percakapan merujuk pada kondisi untuk mendefinisikan kekasih, pacar, ataupun memanggil oranglain. Namun berdasarkan iklan ini “cowo” di artikulasikan lebih dari umumnya, lebih jauh lagi

“cowo” memiliki karakteristik identitas tersendiri.

Pencipataan realita yang menentukan siapa kita dan apa yang kita lakukan merupakan nilai-nilai dasar penjual produk atau pengiklan dalam mempengaruhi khalayak luas. Menurut Berger terdapat beberapa hal yang patut dipertimbangkan dalam membuat semiotika iklan yakni (Sobur 2004) :

1. Penanda dan petanda

(23)

3. Fenomena sosiologi : demografi di dalam iklan dan orang – orang yangmenjadi sasaran iklan, refleksikan kelas-kelas sosial ekonomi, gaya hidup, dan sebagainya

4. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk, melalui naskah dan orang-orang yang dilibatkan di dalam iklan

5. Desain dari iklan, termasuk tipe perwajahan yang digunakan, warna, dan unsure estetik yang lain.

6. Publikasi yang ditemukan di dalam iklan, dan khayalan yang diharapkan oleh publikasi tersebut.

Hal-hal ini lah yang nantinya akan lebih dieksplor oleh peneliti untuk dapat memberikan kajian mendalam mengenai konstruksi identitas “cowo” dalam iklan

rokok U-mild, melalui 9 macam tema iklan yang berbeda dalam menggambarkan identitas “cowo”. Dimana iklan ini terdiri dari rangkaian elemen-elemen gambar

bermuatan nilai sosial dan budaya yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan oleh pembuatnya.

(24)

ada di masyarakat Indonesia, sehingga mampu membantu peneliti untuk menjelaskan petanda penanda identitas “cowo” itu seperti apa.

Berdasarkan dari rujukan penelitian sebelumnya mengenai representasi, maka peneliti mengambil rujukan representasi masyarakat urban dalam film Jakarta maghrib yang ditulis oleh Islami Mayarani Nurul pada tahun 2013 sebagai skripsinya. Peneliti merujuk pada penelitian ini dikarekanan erat kaitanya dari petanda yang ada dalam iklan u-mild dengan sebuah konsep urbanitas, sehingga peneliti mengambil rujukan penelitian skripsi ini yang menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat urban Jakarta selain ter-influence budaya setempat, tetapi mereka tetap memiliki nilai-nilai budaya yang mereka yakini. Disini peneliti sebelumnya menggunakan konsep analisis milik Norman Fairclough dalam mengupas mengenai representasi masyrakat urban Jakarta itu sendiri. Metode yang ia gunakan adalah kualitatif, lalu menggunakan tipe penelitian eksploratif, sedang untuk unit analisisnya adalah teks yang berupa dialog, latar tempat, latar waktu, cast dan scene.

Tidak hanya dari penelitian itu saja, penelitian lainnya yang menggambarkan sebuah representasi juga peneliti teliti untuk dijadikan rujukan, dalam skripsinya yang berjudul “Representasi Kreativitas dalam Iklan Rokok A-mild Versi “Gelar”

di Televisi (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi "Gelar" di Televisi)” oleh Saski Hidayana pada tahun 2012. Metode yang ia

(25)

deskriptif kualitatif. Unit analisis dari penelitian ini adalah semua tanda-tanda yang ada atau terlihat pada setiap scene yang telah di-capture berupa ikon, indeks, dan simbol, serta level realitas, level representasi, dan level ideologi seperti yang dikemukakan oleh Charles sanders Peirce dan John Fiske. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi dan mengamati potongan adegan per adegan atau scene. Setelah visual gambar diperoleh, peneliti meng-capture berdasarkan scene yang merepresentasikan kreativitas melalui berbagai simbol yang terlihat.

Definisi representasi di media ialah apa yang tampak dari sisi teknologi (Burton 2008) sedangkan, menurut (Hall 2002) merupakan proses yang menghubungkan elemen-elemen things (orang, objek, kejadian, gagasan yang abstrak), concepts, dan signs. Dari definisi representasi Stuart Hall kita bisa mengetahui konsep daripada representasi adalah mengangkat realitas yang terjadi disekeliling berdasarkan things, disini peneliti memilih untuk berfokus pada identitas “cowo” yang terdiri dari 9 macam tema iklan rokok U-mild dan ini

merupakan batasan penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan penggambaran “cowo” yang menujukan bahwa sosok “cowo” dalam realita

sejalan dengan things yang dimulai dari :

(26)

4. Dilarang keras cengeng, walau duit tinggal seceng (ini baru cowo) 5. Gak lupa diri, walau sudah masuk tivi (ini baru cowo)

6. Wajib jujur, walau nasi udah jadi bubur (ini baru cowo)

7. Berpikir sejuk walau lumrah buat ngamuk (ini baru cowo cool)

8. Berpikir dingin dan tenang walau rejeki jarang-jarang (ini baru cowo cool) 9. Dingin dihati, walau macet di sana sini (ini baru cowo cool)

Gambaran ini merupakan cerminan (reflecting) budaya masyarakat Indonesia sehingga ini membedakan antara ciri masyarakat kota dengan masyarakat desa, yang ditangkap melalui kacamata media massa untuk mengkonstruksikan melalui iklan “berbau” urbanitas, sekali lagi ini merupakan representasi things yang telah

peneliti jabarkan sebelumnya. Konsep urbanisasi ialah perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan berbagai faktor pendorong berupa kurangnya lahan pekerjaan, yang berdampak terhadap rendahnya tingkat pendapatan masyrakat desa, inilah yang mendorong untuk melakukan urbanisasi. Seperti yang dicetuskan oleh Stainslaw Wellisz (1985) Urbanisasi biasanya erat berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi. Kota merupakan destinasi yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan faktor pendapatan masyarakat desa.

Selain itu disini pengiklan mencoba tidak mendefinisikan “cowo” secara

(27)

kekar-berotot agak seksi, rambut gondrong, berkacamata (biasanya hitam), selalu menang dalam adu otot, suka menolong, ini jelas sengaja dikemas untuk mempermainkan emosi penonton yang mayoritas.

Dalam iklan ini diperlihatkan bahwa laki-laki dibentuk sebagai produk media massa yang mengambil dari refleksi masyarakat (laki-laki) sebagai breadwinner, disinilah yang nantinya melahirkan sebuah konsep identitas “cowo” yang

tergambar dari mengidentifikasi berdasarkan 9 macam jenis iklan U-mild tersebut. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengeksplor lebih dalam mengenai identitas “cowo” yang digambarkan dalam iklan tersebut.

Ikon–ikon dari 9 macam jenis iklan rokok u-mild ialah ketika digambarkan bagaimana cowo bergaya dengan pakaian rapi (office suit), lalu perlengkapan rumah, etalase makanan dalam rumah makan, lalu penggambaran situasi jalan macet perkotaan, mobil – mobil, dan lain sebagainya yang diangkat U-mild untuk merujuk kedalam ranahnya. Hal ini sesuai dengan pemikiran Finkelstein “particular habits of dress, styles of gastronomy, household furnishing, shapes of

cars, and so on have been useful in establishing historical periods”.

(28)

realitas ekonomi, dan kekuatan konformitas sosial yang mendikte apa yang bisa dan tidak bisa dipakai orang.

Pun demikian dengan teks memiliki makna yang luas untuk dibahas, namun peneliti mengambil salah satu penjelasan teks dari (Barthes 2010, 160) menyatakan bahwa “teks bukan untuk dipahami sebagai objek yang dapat

dihitung, maka tidak ada gunanya memisahkan teks dengan karya secara material, maka teks eksis lewat bahasa atau mengadakan lewat wacana (teks mengenal dirinya sebagai teks atau berakhir pada teks itu sendiri serta teks merupakan penghadiran atau “pemerlihatan” suatu proses melalui aturan-aturan tertentu”.

Menelaah melalui tema dalam iklan ini, peneliti melihat adanya hal yang menarik dalam menungkapkan identitas mengenai “cowo” serta mengartikulasikannya untuk berada pada setiap temanya, maka menjadi sebuah pertanyaan apakah memang sosok identitas “cowo” dalam teks itu “hadir” dan diartikulasikan begitu

saja?.

(29)

yang digunakan adalah 9 jenis tema iklan U-mild “ini baru cowo” yang telah ada, sehingga itu menjadi batasan peneliti untuk meneliti. Paradigma interpretative social science akan digunakan peneliti, dalam meneliti mengenai gambaran identitas “cowo” yang direpresentasikan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah identitas “cowo” digambarkan dan diartikulasikan dalam iklan

rokok U-mild?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor identitas “cowo” dalam iklan

rokok U-mild yang berbeda dari gambaran laki-laki ataupun pria pada iklan rokok lainnya.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk menambahkan bukti secara teoritikal mengenai identitas “cowo”, sedangkan dalam bidang cultural studies riset ini akan

(30)

1.5 TINJAUAN PUSTAKA

1.5.1 Iklan cetak, Representasi, dan Media massa

Media cetak menurut Eric Barnow disebut “printed page“ adalah

meliputi segala barang yang dicetak, yang ditujukan untuk umum atau untuk suatu publik tertentu. (academia.edu, diakses 4 mei 2014). Billboard merupakan media luar ruang yang memiliki fungsi sebagai wadah untuk penempatan suatu iklan tertentu. Fungsi iklan sendiri adalah bagaimana cara untuk mendapatkan sebuah attention, interest, memory, dan impact dari sebuah iklan yang ada untuk menyasar audience-nya. Mengingat sangat heterogennya peletakan iklan yang disediakan mulai dari cetak, media luar, internet, televisi, radio maka semua ini akan berjalan dengan baik apabila kita mengetahui segmen mana yang kita sasar. Berdasarkan yang diungkapkan oleh Malvin De Fleur iklan memiliki sifat-sifat yakni : (academia.edu, diakses 4 mei 2014)

1. Mengakui bahwa tidak semua media memiliki kekuatan atau pengaruh yang sama terhadapa audience

(31)

Bedasarkan inilah sebuah penempatan iklan akan dipilih dimana akan dipasang. Sedangkan menurut kamus Leksikon Grafika, iklan diterjemahkan sebagai berita pesanan yang isinya bersifat menawarkan, memperkenalkan atau memberitahukan sesuatu (Tim Leksikon Grafika 1980, 281). Merujuk kepada dua arti itu mengenai iklan dan sifat iklan maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwasannya iklan merupakan produksi yang ditujukan kepada audience berdasarkan berbagai macam cara pengiklan yang bersifat menawarkan, memperkenalkan, memberitahukan sehingga muncul sebuah response dari audience.

Dalam menerjemahkan gambar dalam iklan terdapat 3 cara yakni melalui gambar, musik, pidato dan tulisan. Menurut (Cook 2001, 42) dijelaskan bahwa:

“each may be further subdivided in various ways, music may be

orchestral or solo, amplified or acoustic, pictures may be still or motion, cartoon or photographic language may be sung, spoken written or signed – and each of these divisions may be further subdivided

(32)

Sebagai penyumbang pendapatan terbesar dalam sebuah institusi maka kekreatifitasan sang sutradara dalam menciptakan iklan sangatlah penting, dimana hal itu dapat berupa sebuah representasi dari nilai-nilai yang dianut dalam diri sutradara sendiri lalu diterjemahkan kedalam bahasa iklan atau berdasarkan hasil representasi dari realita masyarakat secara das sein lalu diterjemahkan kedalam bahasa iklan yang mampu mengisi ceruk kosong sehingga mendapatkan atensi dari audiens secara massive, Hall (dalam, Ida 2011, 31) menjelaskan “Representation means using language to say

something meaningful about ot to represent, the world meaningfully, to other people”.

(33)

disebut dengan . Media massa merupakan akses penting dalam pembentukan suatu bahasa dan simbol yang diterjemahkan secara sistematis untuk menjadi .

Dalam 9 tema iklan yang ditampilkan oleh U-mild maka U-mild mengambil ceruk dari prespektif yang berbeda mengenai identitas “cowo”,

untuk mengungkapkan penggambaran-penggambaran mengenai “cowo”, serta melihat nilai-nilai mitos, romantisme, dan sebagainya yang ada dalam penggambaran tersebut.

1.5.2 Iklan dan Identitas “cowo”

Iklan sebagai industri kapitalis juga lahir akibat interaksi kental subjek kolektif masyarakat pengiklan kota-kota besar dengan situasi sekitarnya kehidupan urban-kosmopolit. (Wibowo 2003, 52), sedang menurut kamus istilah periklanan Indonesia tertulis sebagai advertisement yang berarti pesan komunikasi dimedia yang pemasangannya dilakukan atas pembayaran (nuradi 1996, 4). Kekreatifitasan iklan tidak berhenti hanya sebatas media-media pada umumnya. Menurut (Winarno 2008) iklan telah berkembang hingga menempatkan di luar ruang, hal ini disebut dengan transit advertising telah menjadi sub-bisnis dalam periklanan seperti di pelek roda, sisi bus, bahkan di tubuh gajah di Thailand “ditempeli” papan

iklan. Roland Barthes (1957) menambahkan bahwasnnya iklan ialah “that

(34)

following discussion I depict how cigarette ads contribute to identity formation in contemporary society”.

Sebagai produk yang dikonsumsi semua orang, iklan acap kali menampilkan realita yang berbeda dengan kenyataannya, sebagai contoh dalam iklan rokok u-mild 9 (dingin dihati walau, macet disana-sini) dalam iklan ini ditunjukan melalui semantik wajah pemeran utama bahwa dia selalu tersenyum walau keadaan macet sedangkan pengendara lain sibuk dengan raut wajah yang menunjukan keadaan emosi pada saat terjebak macet. Sebuah penggambaran dimana senyum adalah ciri khas dari U-mild dalam memperlihatkan “cowo” berbeda dengan konsep maskulinitas yang

diusung Marlboro yakni mengasosiasikan rokok dan laki sehingga muncul konsep “real man”.

Dimana pada iklan Marlboro yang sempat melegenda tersebut menampilkan bahwasannya real man identik dengan motor besar dan beberapa atribut ke-realman-annya, seperti yang dijelaskan oleh (Ibrahim 2007) bahwa cowo macho adalah “sejenis” pria dengan motor besar, kekar -berotot agak seksi, rambut gondrong, berkacamata (biasanya hitam)... dan menciptakan histeria akan body culture.

Dari penjelasan tersebut mengindikasikan U-mild mencoba untuk mengkonstruk “cowo” dengan karakteristiknya sendiri yang terlepas dari

(35)

Perbedaan atribusi dalam menyampaikan maksud, intreaktif, dan keefektifan itu tergantung bagaiamana media meng-cover reflection dari masyarakat dan diterjemahkan melalui iklan. (McQuail 2000, 66) menjelaskan Perception of mediation roles dalam yakni :

mirror of event in society and the world : menyiratkan sebuah refleksi ( memungkinkan terdapat sebuah distorsi gambar), meskipun angle dan arah ditentukan oleh orang lain, namun kita tidak dapat melihat apa yang kita inginkan

as a window on event and experience : dimana perpanjangan dari pandangan kita untuk melihat apa yang terjadi, tanpa harus menginterfensi pihak lain.

as a filter or gatekeeper : bertindak sebagai penyeleksi bagian dari pengalaman spesial atensi

as a signpost : Menunjukan tentang bagaimana pandangan orang lain dalam memfregmentasikan

as a forum or platform : Untuk dijadikan sebuah presentasi dari informasi dan ide yang datang dari audiesn serta memungkinkan untuk merespons.

(36)

Advertising magically offers self-transformation and a new identity, associating changes in consumer behavior, fashion, and appearance with metamorphosis into a new person (D. Kellner 2003, 251).

Dalam kaca mata iklan sudah jelas adanya bahwa terdapat sebuah kode pengkodean dalam menandai suatu kejadian, sebut saja gesture ketika melihat bagaimana pengkodean cowo yang dikonstruk oleh u-mild diatur sedemikian rupa agar membentuk sebuah identitas “cowo”. Membentuk

sebuah identitas maka diperlukan sebuah gender, ras, etnisitas untuk memunculkan tanda-tanda yang dimaknai sebagai bentuk artefak, fisik, hingga non-verbalnya.

Salah satu bentuk komunikasi non-verbal adalah tubuh manusia, Menurut Argyle, 1972 dalam (Fiske 1990, 95) Tubuh manusia merupakan transmitter utama kode-kode potensional. Terdapat 10 kode dan menunjukan makna-makna yang dibawanya:

1. Kontak tubuh: orang yang kita sentuh, dan tempat dan waktu menyentuhnya bisa menyampaikan pesan-pesan penting tentang relasi, seperti yang terdapat di Inggris mereka saling menyentuh lebih banyak dibandingkan dengan kebanyakan dari kebudayaan lain

(37)

kaki adalah intim, lebih dari 8 kaki personal, lebih dari 8 kaki semi publik dan seterusnya. Jarak antar budaya memiliki perbedaan masing-masing

3. Orientasi: bagaimana kita menghadapi orang lain, adalah cara lain untuk menyampaikan pesan tentang relasi, menghadap langsungkah menunjukan sikap baik dalam keakraban dan sebagainya

4. Penampilan: penampilan dibagi menjadi 2 yakni aspek yang dibawah kendali kita semisal pemilihan baju, warna rambut, perhiasan, dan sebagainya, lalu aspek kurang terkontrol yaitu tinggi badan, berat badan dan lainya. Kita bisa mengubah penampilan agar dapat digunakan untuk mengirimkan pesan tentang kepribadian, SES, serta konfirmitas di lingkungan. 5. Anggukan: kepala hal ini banyak digunakan dalam manajemen

interaksi, khususnya dalam mengambil giliran bicara. Satu anggukan mempersilahkan orang lain untuk berbicara, anggukan cepat menandakan keinginan untuk berbicara

(38)

dan memungkinkan untuk menulis sebuah “tata bahasa” dari kombinasi dan maknanya.

7. Gestur: lengan dan tangan adalah transmitter utama gesture, meski gerakan kaki dan kepala juga penting. Semua ini adalah pelengkap komunikasi verbal.

8. Postur: cara kita duduk, berdiri, berselonjor bisa mengkomunikasikan secara terbatas tapi menarik tentang pemaknaan. Postur seringkali terkait dengan sikap interpersonal: bersahabat, bermusuhan, superioritas dan sebagainya. Postur juga mampu menunjukkan kondisi emosional kita pada saat bahagia, sedih, terkejut, dan sebagainya

9. Gerak mata dan kontak mata: menunjuk seseorang adalah tantangan sederhana terhadap dominasi, melakukan kontak mata sejak awal permulaan pernyataan verbal menunjukan hasrat untuk mendominasi pendengaran dam memberikan perhatian. Afiliatif adalah kontak mata pada akhir pernyataan verbal. 10.Aspek nonverbal percakapan dibagi menjadi 2 yakni:

(39)

pernyataan, pertanyaan, dan ekspresi ketidakpercayaan berdasarkan nada suara

2) Kode paralinguistic: irama, volume, aksen, salah ucap dan kecepatan berbicara menunjukan kondisi emosi, kepribadian, dan seterusnya.

Kode – kode ini lalu disematkan kedalam fungsi dari pada iklan untuk menarik atensi dari audiens sebanyak-banyaknya, sekali lagi hal inilah yang nantinya akan direfleksikan kedalam karakteristik masyarakat yang akan membentuk sebuah identitas “cowo”.

1.5.2.1 Identitas laki-laki dan budaya populer

Budaya populer merujuk pada pengertian secara harafiah adalah budaya yang populer di masyarakat dan hidup di sana. Hebdige,1998 dalam (Ibrahim 2007) menyatakan bahwasanya budaya populer merupakan sekumpulan artefak yang ada, seperti film, kaset, pakaian, acara telivisi, alat trasnportasi dan sebagainya. Arti lainnya mengenai budaya populer adalah Budaya pop menurut definisi ini merupakan kategori residual untuk mengakomodasi praktik budaya yang tidak memenuhi persyaratan budaya tinggi. Dengan kata lain budaya pop didefinisikkan sebagai budaya ”substandard” (Budaya Populer n.d.). Kenyataannya, dengan

(40)

Indonesia saat ini, membuat masyarakat Indonesia terbuai akan permainan dari media massa yang ia sering konsumsi. Dalam hal ini peneliti mengambil kasus iklan rokok U-mild. Dengan demikian De carteau, 1984; Fiske, 1995 (Ibrahim 2007) menyatakan :

“populer culture is made by the people, not produced by the culture industry… populer culture is made by the

people at the interface between the products of the culture industries and everyday life. Popular culture is made by the people, not imposed upon them: it stems from within, from below and not from above. Popular culture is the art of

making do with what the systems provides”

“cowo” adalah budaya popular yang ada dimasyarakat Indonesia

menunjukan sebuah karakteristik tersendiri yang berbeda dengan budaya populer laki-laki. “Ads work in part by generating

dissatisfaction and by offering images of transformation, of a new

personal identity” (D. Kellner 2003, 252).

Sehingga penggambaran mengenai identitas “cowo” lah yang

(41)

1.5.2.2 Life Style

Non coded iconic message dan coded iconic message yang timbul dari text tersebut adalah gambaran mengenai “cowo”. Dan ini telah menjadi sebuah life style tentang “cowo”, dan sebagainya yang berimplikasi pada kehidupan sehari-hari. Namun itu hanya sebagian realita kehidupan sosial “cowo” yang tergambar dari

iklan U-mild.

Berbicara mengenai life style yang ada pada iklan, (Ibrahim 2007) menjelaskan pemiskinan imajinasi yang menjadi konsekuensi logis dari perembesan ideology hegemonic yang berperasi melalui pesan media ini akhirnya menjadi beban antagonism dalam gaya hidup (life style) atau pola tingkah laku sehari-hari di kalangan sub-kultur dalam masyarakat, tidak terkecuali dikalangan budaya kawula muda (youth culture).

(42)

Hal ini membawa dampak baik bagi audience ketika menerima gambaran tersebut, ketika seorang lelaki melihat gambaran tersebut dia akan berusaha mengidentifikasi gambaran tersebut kedalam dirinya sehingga menyerupai bentuk identitasnya, sedangkan dari sudut pandang wanita, maka wanita akan mempersepsikan bahwa lelaki ideal yang patut untuk digandrungi adalah the real-man Marlboro. Sesuai dengan yang dijabarkan oleh (D. Kellner 2003, 248) yakni:

“Thus, in the 1950s, Marlboro undertook a campaign to

associate its cigarette with masculinity, associating smoking

its product with being a “real man.” Marlboro had been

previously packaged as a milder women‟s cigarette, and the

“Marlboro man” campaign was an attempt to capture the

male cigarette market with images of archetypically

masculine characters”.

(43)

sebagainya, menambahkan dari (sachari 2007, 2) menyebutkan dalam budaya visual sebagai upaya unutuk meningkatkan kualitas manusia yang lebih baik.

Visualisasi inilah yang dijadikan sebuah life style pada saat itu ketika maskulinitas dan rokok adalah sesuatu hal yang sempurna di mata para wanita pemuja maskulinitas pria. Dengan berjalannya waktu hampir 5 dekade berlalu, gambaran maskulinitas dan rokok mulai terdegredasi, berpindah menjadi gambaran lelaki yang tangguh untuk menghadapi segala macam permasalahan walau tanpa imbalan, gambaran itulah yang nantinya akan peneliti eksplor lebih dalam mengenai identitas “cowo” yang terdapat

dalam iklan versi U-mild berdasarkan pergeseran konsepsi mengenai maskulinitas tersebut.

1.5.3 Konsepsi “cowo” dalam media massa

(44)

budaya popoler dan budaya yang dimediakan secara massa (budaya massa) melalu media massa. Konstruksi yang bermacam-macam disematkan dalam iklan rokok mengenai gambaran laki-laki, hal ini menarik peneliti untuk mengeksplor lebih dalam mengenai konstruksi “cowo” yang dibentuk u-mild melalui 9 macam tema iklannya tersebut.

Eco memberikan argument dalam (M. G. Kellner 2006, 167)

look like objects in the real world because they reproduce the conditions (that is, the codes) of perception in the viewer

Media massa sendiri memiliki aspek power dan Inequality dimana keduanya memiliki pengaruh dominan dalam mengkonstruksi tanda. “the media are ivariably related in someway to the prevailing structure

of political and economic power” (McQuail 2000, 69). Aspect of mass media power adalah :

Attracting and directing public attention

Persuasion in matters of opinion and belief

Influencing behavior

Structuring definitions of reality

Conferring status and legitimacy

(45)

Media massa sendiri adalah Menurut Leksikon Komunikasi, dalam (http://komunikasi.uinsgd.ac.id/pengertian-media-massa/, diakses 4 Mei 2014) media massa adalah “sarana penyampai pesan yang berhubungan

langsung dengan masyarakat luas misalnya radio, televisi, dan surat kabar”.

Menurut (Cangara 2006), media ialah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan pengertian media massa sendiri alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, film, radio dan televisi.

Jika merujuk dari dua pengertian sebelumnya maka, pengertian media massa adalah suatu perantara atau alat-alat komunikasi yang digunakan oleh massa dalam hubungannya kepada satu dengan lainnya baik melalui surat kabar, film, radio, dan televisi .

(46)

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan,pengelolaan sampai pada penyajian informasi. 2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama.

4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, yang merupakan sarana untuk mempublikasi atau menyebar luaskan informasi.

(47)

Menurut (Assegaf 1991) media massa memiliki lima ciri:

1. Komunikasi yang terjadi dalam media massa bersifat searah di mana komunikan tidak dapat memberikan tanggapan secara langsung kepada komunikatornya yang biasa disebut dengan tanggapan yang tertunda (delay feedback).

2. Media massa menyajikan rangkaian atau aneka pilihan materi yang luas, bervariasi. Ini menunjukkan bahwa pesan yang ada dalam media massa berisi rangkaian dan aneka pilihan materi yang luas bagi khalayak atau para komunikannya.

3. Media massa dapat menjangkau sejumlah besar khalayak. Komunikan dalam media massa berjumlah besar dan menyebar di mana-mana, serta tidak pernah bertemu dan berhubungan secara personal.

(48)

5. Media massa diselenggrakan oleh lembaga masyarakat atau organisasi yang terstruktur. Penyelenggara atau pengelola media massa adalah lembaga masyarakat/organisasi yang teratur dan peka terhadap permasalahan kemasyarakatan.

Identitas “cowo” yang terdapat dalam media massa, maupun dalam

film dan sebagainya merujuk kepada sosok yang ideal untuk “cowo”,

bukan sosok lelaki real-man ala Marlboro melainkan sosok ideal “cowo” seperti apa yang akan ditampilkan melalui saluran media massa yang ada, dalam hal ini iklan cetak majalah dan billboard menjadi salurannya. Sehingga munculah nilai-nilai yang kemudian dihasilkan dan dilahirkan melalui konstruksi sosial yang mengacu pada kebiasaan masyarakat.

1.5.4 Analisis Tekstual Semiotik

Penelitian ini hendak membahas mengenai identitas “cowo”

(49)

Teks sendiri menurut Mckee, dalam (Ida 2011, 40) menyatakan bahwa “semua yang tertulis, gambar, film, video, foto, desain grafis,

lirik lagu, dan lain-lain yang menghasilkna makna”. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari “teks” dapat diartikan sebagai realita yang ada dan memberikan makna. Berikut bagan proses bagaimana analisis teks berjalan:

Tabel 1.1 Bagan Tekstual analisis, Sumber: Ida, 2011

Penelitian ini menggunakan semiotik milik Roland Barthes sebagai pisau bedah untuk mengeksplor makna yang ada dalam iklan rokok U-mild mengenai identitas “cowo” tersebut. Melalui pengembangan pendekatan Saussure, yaitu signifier dan signified yang tetap ada namun hanya ditambahkan pemaknaan tingkat kedua yang berimplikasi dengan mitos. Barthes dalam (Chandler 2010, 5) mengatakan bahwa “The first (denotative) level of signification is seen

as primarily representational and relatively self-contained. The second (connotative) order of signification reflects “expressive”

values, which are attached to a sign. In the third (mythological or ideological) order of signification the sign reflects major

(50)

variable concepts underpinning a particular world view – such as masculinity, feminity, freedom, individualism and so-on”. Apabila peneliti menggambarkannya dalam bagan maka akan seperti ini:

Tabel 1.2. Bagan Peta Tanda Roland Barthes Sumber : Barthes (1991, p.113)

Tidak hanya mitos saja, Barthes juga mengemukakan hasil analisisnya terhadap iklan visual yang menyebutkan tentang tiga pesan yang termuat dalam iklan tersebut. Ketiga jenis pesan tersebut adalah linguistic message, coded iconic message, dan non-coded iconic message (dalam Cobley &Jansz 1999, p.47).

(51)

dalam coded iconic message dan non-coded iconic message adalah objek ataupun elemen-elemen yang diperlihatkan dalam visualisasi foto atau gambar pada iklan cetak tersebut.

Coded iconic message yaitu mengenai bagaimana pengaturan objek-objek yang divisualkan sehingga kemudian didapatkan pemaknaan secara konotasi (makna kultural yang berkembang dalam masyarakat). Sedangkan non-coded iconic message yaitu mengenai apa saja yang divisualkan sehingga dapat dimaknai secara denotasi (makna yang tampak dari objek).

1.6 METODOLOGI PENELITIAN

1.6.1 Metode Penelitian

(52)

Pendekatan ini diambil karena mengasumsikan representasi yang ditampilkan melalui media (yang terdapat dalam print ads billboard mengenai “cowo” dalam iklan rokok U-mild) perlu dipahami sebagai

sebuah pesan tertentu yang sarat akan makna mengenai identitas “cowo” yang berbeda dengan laki-laki. Penggambaran atau pengkodean “cowo”. Kode sendiri menurut (Chandler 2010) terbagi menjadi tiga kode yakni “ 1. Social Codes: Phonological, Bodily code

(gesture, proximity, facial codes, etc) Commodity codes. 2. Textual Codes: Scientific codes including mathematics, genre, rethorical codes (setting, plot, character, action, so-on). 3. Interpretative codes: Perceptual codes, ideological codes (socialism, feminism, masculinism, etc)”.

Hal inilah coba disematkan dengan tata nilai yang merefleksikan sebuah sosial kultural, yang tercermin dari penggunaan bahasa dalam 9 jenis tema iklan rokok U-mild ini baru “cowo”.

1.6.2 Tipe Penelitian

Riset ini menggunakan tipe penelitian kualitatif eksploratif sebab peneliti ingin menggali lebih dalam identitas “cowo” dalam iklan

(53)

pada riset kuantitatif, maka (Sarwono 2011, 13) menyatakan beberapa keunggulan dari riset kualitatif adalah :

1. Data didasarkan pada kategori-kategori makna yang dimiliki oleh orang-orang yang diteliti

2. Bermanfaat untuk menggambarkan fenomena yang kompleks 3. Memberikan pemahaman dan deskripsi

pengalaman-pengalaman pribadi orang-orang yang dikajinya

Karena itulah peneliti mengambil metode kualitatif untuk dapat memecahkan masalah yang ditampilkan dalam iklan cetak.

1.6.3 Unit analisis data

Unit analisis dari penelitian ini adalah 9 macam tema iklan rokok U-mild yang memiliki tagline “ini baru cowo” untuk dianalisis teks dari iklan tersebut. Satuan unit data yang peneliti gunakan mengenai teks, ekspresi muka, foreground, background,setting dalam gambar iklan tersebut.

1.6.4 Teknik pengumpulan data

(54)

melakukan penelitian mengenai identitas “cowo”. 9 macam tema iklan

tersebut mulai dari :

1. Kuat tahan banting, meski kehilangan darling (ini baru cowo) 2. Siap bantu, walau dapetnya Cuma thank you (ini baru cowo) 3. Berani mandiri, meski modal masih mini (ini baru cowo) 4. Dilarang keras cengeng, walau duit tinggal seceng (ini baru

cowo)

5. Gak lupa diri, walau sudah masuk tivi (ini baru cowo) 6. Wajib jujur, walau nasi udah jadi bubur (ini baru cowo)

7. Berpikir sejuk walau lumrah buat ngamuk (ini baru cowo cool) 8. Berpikir dingin dan tenang walau rejeki jarang-jarang (ini baru

cowo cool)

9. Dingin dihati, walau macet di sana sini (ini baru cowo cool) dan mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan identitas laki-laki yang terkait dengan objek penelitian sebagai objek primer. Serta menurut Seidel dalam (Sarwono 2011) “pengumpulan data memaknai koleksi data, melihat pola dan hubungan data serta menemukan fenomena yang sedang dikaji”, sebagai data sekunder

(55)

1.6.5 Teknik analisis data

Pertama-tama peneliti akan melakukan analisa pemaknaan melalui denotasi atau non-coded iconic message dari iklan tersebut seperti setting, foreground, background, warna dan sebagainya. Hasil dari analisis tersebut peneliti akan menganalisa mengenai kaitannya dengan makna konotasi atau coded iconic message yang tercipta dari penanda tersebut jika ditarik dengan keaadan kultural, serta analisis sosial sebagaiamana keadaan formasi diskursi dalam konteks sosial kultural Indonesia.

Dari data yang telah peneliti himpun, maka selanjutnya peneliti akan menginterpretasikan data tersebut, serta menganalisa berdasarkan

linguistic message pada setiap teks yang terdapat pada iklan tersebut seperti contoh “Brani mandiri, walau modal masih mini, ini baru cowo

U-mild” (lihat gambar 1.1). Dari teks tersebut maka peneliti akan mengupas mengenai kode tersebut dengan literatur dan referensi terkait mengenai konsepsi teks yang dibentuknya sehingga mitos mengenai “cowo” tersebut akan terbentuk.

(56)

Gambar 1.1 (Brani Mandiri, Meski Modal Masih Mini) Sumber: www.behance.net

Dari contoh gambar 1.1. peneliti akan melihat hal pertama yakni berdasarkan dari linguistic message terdapat judul dalam iklan yakni “brani mandiri, walau modal masih mini” serta narasi berikutnya yaitu

ini baru cowo U-mild. Maka dari linguistic message tersebut peneliti selanjutnya melihat mengenai denotasi dan konotasinya:

(57)

Secara konotasi: adanya tulisan mengenai home sweet home menunjukan bagaimana sikap “Cowo” yang berani untuk

keluar dari rumah sebagai langkah awal hidup mandiri meski modal masih mini.

Non coded iconic message:

Dari iklan cetak versi ini ditampilkan dua orang pria dan satu perempuan, dimana pria pada latar background mengenakan kaos putih, dan perempuan disampingnya mengenakan pakaian berwarna coklat, dengan setting lokasi di depan bangunan putih, memiliki atap. Pada latar depan foreground terdapat pria sedang mengenakan pakaian garis-garis membawa jam wekker, serta gayung yang berada tepat di samping bangunan dari kain yang disangga dengan tongkat (kayu) setting waktu pada pagi hari dengan langit biru cerah. Serta adanya jam wekker dan piyama penguat penanda setting ini pada pagi hari, Coded iconic message:

(58)

BAB 2

GAMBARAN UMUM KAJIAN PENELITIAN

2.1. “Cowo” dan Karakteristik Identitas Sosialnya

Berbicara mengenai karakteristik identitas sosial seseorang terlebih mengenai sebuah pengkastaan/ strata akan laki-laki pun kini acap terjadi. Tak ayal mengapa saat ini laki-lakipun menjadi terbagi-bagi berdasarkan sebuah legitimasi tanggung jawab yang harus diembannya. Perubahan inipun dimaknai dengan berbagai macam ciri yang diasosiasikan terhadap seseorang yang telah mendapatkan label tersebut.

Individu pada masa remaja akhir memiliki perbedaan dari gejala perubahan fisik maupun emosional yang dialami setiap individu dalam masa pubertasnya. (Mappiere 1982, hal. 36). Dalam masa pubertas maka sebutan yang menempel dengannya adalah remaja. Remaja adalah seorang idealis, ia memandang dunianya seperti apa yang ia inginkan, bukan sebagaimana adanya. Ia suka mimpi-mimpi yang sering membuatnya marah, cepat tersinggung atau frustasi. Selain itu, oleh keluarga dan masyarakat ia dianggap sudah menginjak dewasa, sehingga diberi tanggung jawab layaknya seorang yang sudah dewasa. Ia mulai memperhatikan prestasi dimana dimaknai sebagai nilai tambah dalam kedudukan sosialnya diantara teman sebaya maupun orang dewasa. http://www.academia.edu/ (diakses 8 oktober 2014)

(59)

Teori perkembangan Psikososial (Erik H Erickson) dalam www.academia.edu mengklasifikasikan perkembangan usia dewasa ini menjadi 2 yakni sebagai berikut :

1. Intimasi vs isolasi (intimacy vs isolation)

Dewasa muda berkisar (18-25 sampai 45 tahun) memiliki indikator positif seperti berhubungan intim dengan orang lain, Mempunyai komitmen dalam bekerja dan berhubungan dengan orang lain. Namun kategori ini juga memiliki indikator negatif yakni menghindari suatu hubungan, komitmen gaya hidup atau karir, lebih menginginkan untuk mengembangkan kedekatan dan berbagi hubungan dengan orang lain, yang mungkin termasuk pasangan seksual. Kecenderungan ketidakpastian individu mengenai diri sendiri akan mempunyai kesulitan mengembangkan keintiman. Hingga tidak bersedia atau tidak mampu berbagi mengenai diri sendiri serta merasa sendiri.

2. Generativitas vs stagnasi atau absorpsi diri

(60)

Sedangkan absorpsi diri, maka cirinya adalah orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan pribadi dan peningkatan materi, hingga merenungi diri sendiri mengarah pada stagnasi kehidupan.

Menilik dari kajian teoritis yang dilakukan oleh Robert Havinghurst dalam “Development task theory” mendefinisikan karakteristik kasta untuk dalam

menentukan klasifikasi masa-masa dewasa yakni:

1. Early Adulthood (dewasa muda)

Memiliki ciri seperti, Memilih pasangan, Belajar hidup bersama orang lain sebagai pasangan, Mulai berkeluarga, Membesarkan anak, Mengatur rumah tangga, Mulai bekerja, Mendapat tanggungjawab sebagai warga Negara, dan Menemukan kelompok sosial yang cocok.

2. Middle-age (dewasa lanjut)

(61)

Pembagian inilah yang nantinya akan berimbas kepada tingkat persepsi khalayak mengenai strata level yang acap disematkan terhadap laki-laki. Disinilah yang menjadi domain daripada fokus penelitian ini mengenai “cowo” tergolong

dalam sebuah penstrataan level kelas yang mana? Dengan berpedoman pada sebuah wacana identitas “cowo” dalam iklan rokok U-mild “Ini baru cowo”.

Menjadi menarik ketika, dalam iklan tersebut tumpang tindih karakteristik yang berkisar usia dewasa muda maupun dewasa lanjutan bahkan dewasa tua yang divisualisasikan menjadi sesuatu hal yang menunjukan bahwa strata “cowo” itu

(62)

2.2. Public life, “Cowo” dan Rokok

Fenomena saat ini mengenai sebuah nilai rokok mengalami berbagai macam diversifikasi makna, terhitung mulai dari siapakah yang mengkonsumsi rokok, merk apakah yang menduduki rangking pertama diantara rokok-rokok sejenisnya yang dikonsumsi, peperangan segmen yang disasar untuk melariskan penjualan rokok, hingga adu kreatif dalam membuat sebuah iklan semenarik mungkin dengan tujuan peningkatan ekonomi berdasarkan hasil penjualan rokok tersebut, yang berujung pada langgengnya kekuasaan asing yang merajai tembakau-tembakau di Indonesia. Namun hal ini memunculkan pertanyaan apakah yang sesungguhnya kita konsumsi dalam rokok tersebut? Kekreatifitasan iklan yang muncul dalam media cetak, elektronik, dan new media yang berujung pada Public Life? Atau memang benar rokok menjadi sebuah prinsip hidup yang dapat disejajarkan dengan nilai makanan yang apabila kita tidak mengkonsumsinya maka akan ada gangguan dalam sistem tubuh kita dalam menjalani kehidupan?.

Intensitas kita dalam melihat, menyaksikan sebuah realita mengenai rokok ini tak terlepas dari keseharian kita diterpa oleh produk institusional yang memberikan simbol-simbol akan hal tersebut. Senada dengan yang diucapkan oleh John Thompson (1994 P.24) mengatakan “We may broadly conceive of mass

(63)

muda, professional, dewasa berdasarkan karakteristik yang telah peneliti jelaskan pada sub-bab sebelumnya. Inilah yang seakan menggiring publik dalam menelaah iklan tersebut sesuai dengan dirinya.

Berbicara mengenai publik maka tak lepas pula kita mengaitkan pemikir besar teori public sphere yakni Jurgen Habermas yang mengatakan bahwasannya “Ruang publik ini terwujud ketika warga berkumpul bersama untuk berdiskusi tentang masalah –masalah politik refleksi habermas dalam (Kristanto 2009) tentang ruang publik berdasarkan deskripsi historisnya selam abad ke – 17 dan ke – 18. Yakni “ketika café – café, komunitas - komunitas diskusi, dan salon menjadi pusat

berkumpul dan berdebat tentang masalah – masalah politk. Refleksi atas deskripsi historis tersebut diperluas habermas untuk merumsukan konsep ideal partisipasi publik didalam masyarakat demokratis dewasa ini”. namun ruang publik yang pada

era sekarang ini melainkan ruang publik yang lebih luas cakupannya dalam membahas sebuah permasalahan geopolitik, geostrategik dus bukan hanya salon dan café lagi yang kini menjadi basis dalam mendiskusikan atau berdebat namun kini hal-hal mengenai cakupan ruang publik telah merambah melalui sosial media.

(64)

October 05 2010 | By Marketeers

Dari catatan sejarah umumya disimpulkan bahwa yang kali pertama memperkenalkan tembakau ke Nusantara adalah Belanda. Tepatnya ketika ekspedisi pimpinan Cornelis de Houtman mencapai Banten pada 1596. Tidak jelas dengan cara apa tembakau di konsumsi saat itu, namun 10 tahun setelahnya mulai menyebar isu bahwa merokok merupakan aktivitas populer di kalangan elit Banten.

Salah satu bukti awal yang menunjukkan bahwa tembakau telah dikonsumsi di pulau Jawa dapat ditemukan di Kartasura. Dikisahkan bahwa Raja Amangkurat I (1646-1677) biasa menikmati rokok dengan pipa sambil ditemani oleh 30

pelayan wanitanya.

Namun bukan sejarah jika tidak dilingkupi mitos. Sebuah legenda percintaan klasik menyertai kelahiran rokok di Indonesia sehingga membuatnya menjadi sebuah fenomena kultural ketimbang semata-mata sebuah komoditas di pasar. Seperti akan kita lihat nanti, akar kultural rokok ini tidak pernah lepas meskipun industri rokok telah mencapai level masif seperti sekarang. *Tulisan diambil dari buku "4G Marketing: 90 Year Journey of Creating Everlasting Brands" Diterbitkan oleh MarkPlus Publishing, Tahun 2005.

Berdasarkan dari artikel di atas menunjukan bahwasanya erat kaitannya memang rokok dengan kehidupan pria, terlihat dari bacaan artikel dimana “raja amangkurat I” istilah lazim yang sering digunakan untuk menunjukan sebuah

(65)

Life (Gambar 2.1) menggambarkan produksi tembakau merupakan salah satu penopang ekonomi pasar lokal

(66)

Berdasarkan penggalan sejarak kretek dalam laman www.sampoerna.com menjelaskan bahwasanya pada jamannya dahulu bagi kaum proletar atau rakyat bahwa mereka lebih cenderung mengkonsumsi kretek abad 18, dengan menggunakan klobot (lintingan dari kulit jagung berisikan tembakau) untuk dihisap sehingga memunculkan bunyi “kretek”. Namun pada saat itu produksi hanyalah sebatas

rumahan, belum menjadi produksi massal yang digagas oleh seorang warga kudus Haji Jamhari dengan merek Bal Tiga. Hingga awal abad ke 20 nitisemito merubah industri rumahan ini menjadi industri massal, namun sayang pada 1960 an kretek sempat mandek berproduksi dan diganti dengan “rokok putih” yang merajai pasar rokok Indonesia. Namun sektor komoditas tembakau tetaplah menjadi primadona, hingga pada 1970 akhirnya kretek berhasil memproduksi kembali dan mendistribusikan hasil produksi jauh keluar pulau karena pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan transmigrasi, tak ayal kretek kembali beroperasi dan melebarkan sayap penjualannya.

(67)

other media are commonly subjected to discursive elaboration: they are discussed by reception region and in a variety of other interactive contexts in the private and public domain (Thompson 1994, 32). Dimana konsensus ranah “cowo” itu sendiri akan terbentuk dibenak masyarakat ketika dia melihat tayangan iklan, membaca dalam iklan cetak, billboard, ketika disodorkan sebuah aktifitas yang sering ia lakukan dalam kesehariannya, lalu dikaitkan dengan konsep “Cowo” yang ditawarkan

(68)

2.3. Rokok U-Mild dan Behance.net creativeagency

Rokok U-mild adalah salah satu merk dari Sampoerna Tbk. penjelasan ini dijabarkan dalam laman website www.sampoerna.com, sebagai berikut:

PT HM Sampoerna Tbk. ("Sampoerna") dan afiliasinya memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan rokok di Indonesia, yang meliputi sibgaret kretek tangan, sigaret kretek mesin, dan rokok putih. Rokok kretek menguasai sekitar 92% pasar rokok di Indonesia. Di antara merek rokok kretek Sampoerna adalah Dji Sam Soe, A mild, Sampoerna Kretek dan U Mild.

Berkat fokus dan investasi pada portofolio merek, pada tahun 2012, kelompok merek inti Perseroan berhasil mempertahankan posisi pada 10 merek rokok teratas di Indonesia, dan kami berhasil mendongkrak pangsa pasar hingga mencapai 35,6%. Kelompok merek inti tersebut adalah A Mild, Dji Sam Soe, Marlboro, Sampoerna Kretek dan U Mild.

A Mild

A Mild diluncurkan oleh Sampoerna pada tahun 1989. A Mild merupakan pionir produk rokok kategori LTLN (rendah tar rendah nikotin) di Indonesia. Pada tahun 2012, A Mild tetap mempertahankan posisi sebagai merek rokok dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia*.

Dji Sam Soe

Dji Sam Soe merupakan sigaret kretek tangan pertama yang diproduksi oleh Handel Maatstchapijj Liem Seeng Tee, yang di kemudian hari menjadi Sampoerna. Dji Sam Soe hingga saat ini diproduksi dengan tangan di fasilitas produksi Sampoerna di Jawa Timur. Kemasannya juga tak pernah berubah selama 100 tahun. Dji Sam Soe diposisikan sebagai kretek premium di Indonesia dan sampai saat ini tetap memimpin untuk segmen SKT*.

Varian Dji Sam Soe meliputi Dji Sam Soe Filter dan Dji Sam Soe Magnum Filter yang merupakan sigaret kretek mesin. Dji Sam Soe Kretek dan Dji Sam Soe Super Premium merupakan sigaret kretek tangan.

Sampoerna Kretek

Gambar

Tabel 1.1 Bagan Tekstual analisis,
Tabel 1.2. Bagan Peta Tanda Roland Barthes
Gambar  1.1 (Brani Mandiri, Meski Modal Masih Mini)
Gambar 2.1 Potrait of Life, Jean Demmeni(1866-1939)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian pada iklan rokok A Mild versi Taat Cuma Kalo Ada Yang Liat 

Untuk mengetahui representasi yang dibentuk oleh A-mild pada kampanye iklan Go-Ahead, penulis menggunakan tehnik semiotika dalam menerjemahkan sistem tanda yang dibentuk

Sample iklan yang dianalisis diperoleh dari promotion release A- Mild periode Februari hingga Juli 2013 kemudian interpretasi yang dilakukan berujuan

IKON DAN SIMBOL SERTA MAKNANYA PADA IKLAN ROKOK A MILD VERSI GO

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui resepsi khalayak terhadap isi pesan pada iklan rokok U Mild versi “Cowo Tau Kapan Harus Bohong” dengan menggunakan

Judul Tugas Akhir : Analisis Resepsi Khalayak Terhadap Isi Pesan Pada Iklan Rokok U Mild Versi “Cowo Tau Kapan Harus Bohong” Menyatakan bahwa skripsi ini telah mendapatkan

ANALISIS SEMIOTIK IKLAN U-MILD DI MEDIA TELEVISI MENGGUNAKAN PENDEKATAN

Penelitian yang kami lakukan ini berjudul “Makna Identitas Sosial dalam Iklan Rokok di Televisi (Analisis Semiotik Dalam Rokok Djarum 76 versi “Jin Botol”)”.. Secara