• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit

1. Independensi Auditor

Menurut Arens (2000), independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit.

Secara umum independensi terdiri dari dua yaitu Independensi dalam kenyataan dan dalam penampilan. Independensi dalam kenyataan merupakan sikap mental yang benar-benar ada dalam kenyataan ketika auditor dapat mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan audit.

Independensi ini terutama ditujukan ke pribadi auditor dalam melaksanakan auditnya. Sehingga independensi dalam kenyataan ini sulit untuk dinilai oleh orang atau pihak lain selain auditor sendiri.

Independensi dalam penampilan adalah hasil interprestasi atau presepsi orang atau pihak lain mengenai independensi auditor. Walaupun auditor dapat mempertahankan independensi dalam kenyataan, namun apabila pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yakin bahwa auditor memihak kepada auditee maka opini dari hasil yang telah dibuat oleh auditor tidak akan credible lagi.

Independensi merupakan dasar dari struktur filosofi profesi. Bagaimana kompetennya seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit dan jasa atestasi lainnya, pendapatnya akan menjadi kurang bernilai bagi mereka yang mengandalkan laporan auditor apabila akuntan publik tersebut tidak independen. Dalam memberikan jasa-jasa tersebut para anggota harus bersikap independen dalam segala hal, artinya para anggota harus bertindak dengan integritas dan objektivitas. (Boynton, 2003:103). a. Aspek Independensi

Menurut Taylor (1997), ada dua aspek independensi, yaitu:

1). Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan publik untuk bertindak dan bersikap independen.

2). Independensi penampilan (image projected to the

public/appearance of independence), independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan publik.

Menurut Supriyono (1988:34) yang dikutip dalam penelitian Mayangsari (2003), ada enam faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, salah satunya adalah jasa-jasa lain selain audit yang dilakukan oleh auditor bagi klien. Seringkali manajemen klien meminta kantor akuntan publik untuk memberikan jasa lain selain jasa audit. Pemberian jasa lain selain jasa audit menimbulkan pertanyaan yang mendasar apakah akuntan publik tersebut dapat mempertahankan independensinya.

b. Faktor-Faktor Yang Menggangu Independensi Auditor Eksternal Secara garis besar, standar-standar pemeriksaan seperti GAAS menyatakan ada tiga faktor gangguan yang dapat mempengaruhi independensi pemeriksa yaitu gangguan yang bersifat pribadi, gangguan yang bersifat ekstern dan gangguan yang

bersifat organisatoris. Para auditor, termasuk konsultan yang dipekerjakan dan tenaga ahli serta spesialis intern yang melaksanakan tugas audit, perlu mempunyai pertimbangan terhadap tiga macam gangguan ini terhadap independensi yaitu sebagai berikut: 1). Gangguan yang bersifat pribadi

Gangguan yang bersifat pribadi merupakan suatu keadaan dimana auditor secara individual tidak dapat untuk tidak memihak, atau dianggap tidak mungkin tidak memihak. Gangguan yang bersifat pribadi ini dapat berlaku bagi auditor secara individual dan juga

dapat berlaku bagi organisasi. Gangguan independensi yang bersifat pribadi, antara lain sebagai berikut:

a) Hubungan dinas, profesi, pribadi, atau keuangan yang mungkin dapat menyebabkan seorang auditor membatasi pengungkapan temuan audit, memperlemah atau membuat temuan auditnya menjadi berat sebelah, dengan cara apapun

b) Prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan audit menjadi berat sebelah.

c) Pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atau pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau program entitas yang sedang berjalan atau sedang diaudit.

d) Kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau sosial, sebagai akibat hubungan antar pegawai, kesetian kelompok, organisasi atau tingkat pemerintahan tertentu.

e) Pelaksanaan audit oleh seorang auditor yang sebelumnya pernah sebagai pejabat yang menyetujui faktur, daftar gaji, klaim, dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas atau progam yang diaudit.

f) Pelaksanaan audit oleh seorang auditor, yang sebelumnya pernah menyelenggarakan catatan akuntansi resmi atau

g) Kepentingan keuangan secara langsung atau kepentigan keuangan yang besar, meskipun tidak secara langsung pada entitas atau program yang diaudit.

2). Gangguan yang bersifat ekstern.

Gangguan yang bersifat ekstern bagi organisasi/lembaga audit

dapat membatasi pelaksanaan audit atau mempengaruhi

kemampuan auditor dalam menyatakan pendapat dan kesimpulan auditnya secara independen dan obyektif. Gangguan independensi yang bersifat ekstern, antara lain sebagai berikut:

a) Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah secara tidak semestinya atau secara gegabah, terhadap lingkup audit

b) Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur audit, atau dalam pemilihan transaksi yang harus diperiksa.

c) Pembatasan waktu yang tidak masuk akal untuk penyelesaian suatu audit.

d) Campur tangan pihak luar terhadap organisasi/lembaga audit mengenai penugasan penunjukkan, dan promosi staff pelaksana audit.

e) Pembatasan terhadap sumber yang disediakan bagi

organisasi/lembaga audit tersebut dalam melaksanakan

f) Wewenang untu menolak atau mempengaruhi peertimbangan auditor terhadap isi semetinya dari suatu laporan audit.

g) Pengaruh yang membahayakan kelangsungan auditor sebagai pegawai, selain sebab-sebab yang berkaitan dengan kecakapan auditor atau dengan kebutuhan jasa audit.

3). Gangguan yang bersifat organisatoris.

Independensi para auditor pemerintah dapat dipengaruhi oleh kedudukannya dalam struktur organisasi pemerintahan, tempat auditor tersebut ditugaskan, dan juga dipengaruhi oleh audit yang dilaksanakannya, yaitu apakah mereka melakukan audit intern atau audit terhadap entitas lain.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor eksternal. Setiap auditor eksternal harus menjaga dan mempertahankan independensinya dengan cara menghindari faktor-faktor yang dapat merusak independensi. Oleh karena itu auditor eksternal harus

mengetahui faktor-faktor yang mungkin dapat merusak

independensinya. Untuk memberikan gambaran secara rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor eksternal akan dijelaskan dibawah ini:

1). Komite Audit

Komite audit adalah sejumlah anggota terpilih dari dewan direksi sebuah perusahaan yang tanggung jawabnya membantu

komite audit dibuat dari tiga hingga lima atau terkadang paling banyak tujuh direktur yang bukan dari manajemen. ( Arens. Et. Al, 2003).

Hasil riset yang dilakukan oleh Gul (1989) menunjukkan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi independensi auditor eksternal. Anggota komite audit terdiri dari non direktur eksekutif perusahaan dan bertanggung jawab untuk menunjuk auditor dan menetapkan

Quasi judical body (seperti badan hukum) dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan keberadaan auditor independen yang respek terhadap beberapa jasa yang disediakan oleh manajemen. (Mautz dan Neary, 1979).

2). Kondisi Keuangan Perusahaan Klien.

Temuan Gul (1989) menunjukan bahwa, menurut persepsi bankir kondisi keuangan perusahaan klien terhadap independensi auditor tidak berpengaruh secara signifikan. Akan tetapi, penelitian lain menunjukan bahwa kondisi keuangan perusahaan klien berpengaruh terhadap sebagian besar auditor untuk dapat menghindari maupun tidak dapat menghindari dari tekanan kliennya. Shuctz dan Gustavon (1987) menemukan bukti bahwa aktuaris merasa bahwa resiko kewajiban hokum kantor akuntan berhubungan terbalik dengan kondisi keuangan klien. Apabila kondisi keuangan klien buruk maka auditor tidak mungkin

menyerah pada tekanan kliennya sehingga merasa khawatir atau takut dalam tuntutan hukum. Hasil riset yang dilakukan oleh Knapp (1985) menemukan bukti bahwa pada saat kondisi keuangan klien buruk, persepsi bankir tentang independensi auditor meningkat. Kejadian seperti ini membuat auditor tidak mungkin menyerah pada tekanan kliennya walaupun tuntutan hokum meningkat.

3). Jasa Konsultasi Manajemen

Menurut Boynton (2003), jenis utama jasa-jasa yang diberikan oleh kantor akuntan publik adalah:

a) jasa akuntansi dan kompilasi

b) jasa atestasi seperti jasa audit, pemeriksaan, jasa review, prosedur yang disepakati

c) jasa-jasa lain seperti jasa teknologi, konsultasi manajemen, perencanaan keuangan, serta jasa internasional.

Aktivitas kantor akuntan selain memberikan jasa audit, juga memberikan jasa-jasa lain, pemberian jasa konsultasi ini memungkinkan hilangnya independensi akuntan publik karena akuntan publik akan cenderung memihak pada kepentingan kliennya. Menurut Supriono (1988), hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa alasan misalnya: (a) kantor akuntan yang memberikan saran-saran kepada klien cenderung memihak kepada

independensinya dalam melaksanakan pekerjaan audit. (b) kantor akuntan merasa bahwa dengan pemberian jasa lain selain audit tersebut harga dirinya dipertaruhkan untuk keberhasilan kliennya, sehingga cenderung tidak independent didalam melaksanakan audit. (c) pemberian jasa lain selain audit mungkin menghasurkan kantor akuntan publik membuat keputusan tertentu untuk kliennya, sehingga posisi akuntan publik menjadi tidak independen dalam melaksanakan audit.

4). Tingkat Persaingan antar Kantor Akuntan Publik

Persaingan antar kantor akuntan dapat diidentifikasi sebagai perubahan penting yang terjadi pada lingkungan pelayanan jasa audit yang ditandai dengan adanya kantor akuntan lain yang

memasuki market audit untuk mengambil manfaat dari kesempatan

yang ada dan tidak dapat meniru siasat pemasaran agresif. Tajamnya persaingan antar kantor akuntan publik, kemungkinan mempunyai pengaruh besar terhadap independensi auditor eksternal, karena tiap kantor akuntan dihadapkan pada dua pilihan yakni kehilangan kliennya karena mencari kantor akuntan lain atau mengeluarkan opininya sesuai dengan keinginan klien.

5). Lamanya Hubungan antara Kantor Akuntan Publik dengan Klien Lamanya hubungan antara kantor akuntan dengan kliennya adalah lamanya waktu yang digunakan oleh kantor akuntan dalam melayani kebutuhan audit yang disediakan untuk

kliennya. (Shockley, 1981). Tingkat lamanya hubungan antara KAP dengan kliennya diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu: lima tahun/kurang dan lebih dari lima tahun.

d. Indikator Independensi

Mautz dan sharaf (1982) memberikan beberapa indikator independensi professional. Indikator-indikatornya adalah:

1). Independensi dalam program audit

a) Bebas dari intervensi manajerial atas program audit b) Bebas dari segala intervensi atas prosedur audit

c) Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit.

2). Independensi dalam verifikasi

a) Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan

b) Mendapatkan kerjasama yang aktif dari karyawan manajemen selama verifikasi audit

c) Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi aktivitas yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan bukti

d) Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit.

3). Independensi dalam pelaporan

a) Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikasi dari fakta-fakta yang dilaporkan

b) Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan dalam laporan audit

c) Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta, opini, dan rekomendasi dalam interpretasi auditor

d) Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit.

Dokumen terkait