• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit

4. Lamanya Waktu/Proses Audit

Lamanya waktu/proses auditor tersebut telah melakukan

pemeriksaan terhadap suatu unit/unit usaha/perusahaan atau instansi disebut juga tenure. Peneliti berasumsi bahwa semakin lama dia telah melakukan audit, maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah. Karena auditor menjadi kurang memiliki tantangan dan prosedur audit yang dilakukan kurang inovatif atau mungkin gagal untuk

mempertahankan sikap professional skepticism. (Deis dan Giroux,1992

dalam Nasrullah, 2003). 5. Jumlah klien

Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik. Karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya. (Deis dan Giroux,1992 dalam Nasrullah, 2003).

6. Ukuran kekayaan atau kesehatan keuangan klien

Ukuran dan kekayaan atau kesehatan keuangan klien juga berkorelasi dengan kualitas audit. Dan korelasinya menunjukkan hubungan yang negatif, dengan asumsi bahwa semakin sehat keuangan klien, maka ada kecendrungan klien tersebut untuk menekan auditor untuk tidak mengikuti standar. Kemampuan auditor untuk bertahan dari tekanan

gambaran perilaku auditor, termasuk di dalamnya adalah: (a) pernyataan etika profesional, (b) kemungkinan untuk dapat mendeteksi kualitas yang buruk, (c) figur dan visibility untuk mempertahan profesi, (d) Auditing berada (menjadi) anggota komunitas profesional, (e) tingkat interaksi auditor dengan kelompok Professional Peer Groups, dan (f) Normal internasional profesi auditor. (Deis dan Giroux,1992 dalam Nasrullah, 2003).

7. Audit Fee

Menurut Abdul Halim (2001:89), Audit fee adalah biaya yang

harus ditanggung klien karena telah mendapatkan jasa audit dari sebuah

KAP. Fee audit merupakan hal yang tidak kalah pentingnya didalam

penerimaan penugasan. Oleh sebab itu, penentuan audit fee perlu disepakati antara klien dengan auditor. Penentuan fee tidak boleh terlalu besar atau terlalu kecil. Ada beberapa cara dalam penentuan atau penetapan fee audit, antara lain:

a. Per diem basis

Pada cara ini, fee audit ditentukan dengan dasar waktu yang digunakan oleh tim auditor. Pertama kali fee per jam ditentukan, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu atau jam yang dihabiskan oleh tim. Tarif fee per jam untuk tiap tingkatan staf tentu dapat berbeda- beda.

b. Flat atau kontrak basis

Pada cara ini fee audit dihitung sekaligus secara borongan tanpa memperhatikan waktu audit yang dihabiskan, yang penting pekerjaan terselesaikan sesuai dengan aturan atau perjanjian.

c. Maksimum fee basis

Cara ini merupakan gabungan dari kedua cara diatas. Pertama kali tentukan tarif per jam, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu tertentu tetapi dengan batasan maksimum. Hal ini dilakukan agar auditor tidak mengulur-ulur waktu sehingga menambah jam atau waktu kerja.

Besarnya fee audit ditentukan oleh banyak faktor. Namun demikian, pada dasarnya terdapat 4 faktor dominan yang menentukan besarnya fee audit, yaitu (Abdul Halim, 2001: 89):

1) Karakteristik keuangan, seperti tingkat penghasilan, laba, aktiva, modal, dan lain-lain.

2) Lingkungan, seperti persaingan pasar, tenaga profesional, dan lain- lain.

3) Karakteristik operasi, seperti jenis industri, jumlah lokasi perusahaan, jumlah lini produk, dan lain-lain.

4) Kegiatan eksternal auditor, seperti pengalaman, tingkat koordinasi dengan internal auditor, dan lain-lain.

Di Indonesia, khususnya di Surabaya hasil penelitian yang dilakukan oleh Sodik dalam Abdul Halim, (2001:89) yang meneliti masalah ini pada tahun 1993 menunjukkan bahwa faktor yang dominan dalam penentuan fee audit berturut-turut adalah lamanya waktu audit, jumlah lokasi, jumlah laporan klien, frekuensi audit, ruang lingkup audit, penggunaan jasa pihak lain, jenis industri klien, kepemilikan klien, total aktiva klien, dan modifikasi laporan.

Lebih lanjut dijelaskan dalam Surat Keputusan No.

KEP.024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit. Yang dimaksudkan untuk membantu anggota dalam menetapkan imbalan jasa yang wajar sesuai dengan martabat profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor/akuntan pendahulu atau diajukan oleh

auditor/akuntan lain, akan menimbulkan keraguan mengenai

kemampuan dan kompetensi Anggota dalam menerapkan standar teknis dan standar profesional yang berlaku.

Dalam menetapkan imbalan jasa (fee) audit, Akuntan Publik harus memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan audit, sebagai berikut : a. Tahap perencanaan audit antara lain : pendahuluan perencanaan,

pemahaman bisnis klien, pemahaman proses akuntansi, pemahaman struktur pengendalian internal, penetapan risiko pengendalian,

melakukan analisis awal, menentukan tingkat materialitas, membuat program audit, risk assessment atas akun, dan fraud discussion dengan management.

b. Tahap pelaksanaan audit antara lain : pengujian pengendalian internal, pengujian substantif transaksi, prosedur analitis, dan pengujian detail transaksi.

c. Tahap pelaporan antara lain : review kewajiban kontijensi, review atas kejadian setelah tanggal neraca, pengujian bukti final, evaluasi dan kesimpulan, komunikasi dengan klien, penerbitan laporan audit, dan capital commitment.

Selain itu, dalam menetapkan fee audit, Akuntan Publik harus juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Kebutuhan klien

b. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties) c. Independensi

d. Tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan

e. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan f. Basis penetapan fee yang disepakati.

Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan publik yang bersangkutan.

Dalam hal imbalan jasa tidak dikaitkan dengan banyaknya waktu

pengerjaan, Anggota harus menyampaikan Surat Perikatan

(Engagement Letter) yang setidaknya memuat : (1) tujuan, lingkup pekerjaan serta pendekatan dan metodologinya; dan (2) basis penetapan dan besaran imbalan jasa (atau estimasi besaran imbalan jasa) serta cara dan/atau termin pembayarannya.

Anggota diharuskan agar selalu : (1) memelihara dokumentasi lengkap mengenai basis pengenaan imbalan jasa yang disepakati; dan (2) menjaga agar basis pengenaan imbal jasa yang disepakati konsisten dengan praktek yang lazim berlaku.

Untuk mempertahankan independensinya, Anggota sudah harus menerima imbal jasa atas pekerjaan yang telah dilakukannya sebelum memulai pekerjaan untuk periode berikutnya. Anggota tidak diperkenankan menerima perikatan apabila klien belum membayar lunas kewajiban kepada auditor terdahulu.

Praktek yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap atas pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu bulan. Penagihan harus segera dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh waktu.

Setiap Kantor Akuntan Publik wajib menerapkan ketentuan

mengenai panduan penetapan imbalan jasa (fee) audit sebagaimana

diatur dalam Lampiran 1 Surat Keputusan ini. Kebijakan penentuan fee audit oleh Kantor Akuntan Publik menjadi salah satu aspek dalam hal dilakukannya review mutu terhadap Kantor Akuntan Publik tersebut. (Aron simanjuntak, 2008).

C. Penelitian Terdahulu

1. De Angelo (1981) berargumentasi bahwa kualitas audit secara langsung berhubungan dengan ukuran dari perusahaan audit, dengan proksi untuk ukuran perusahaan audit adalah jumlah klien. Perusahaan audit yang besar adalah dengan jumlah klien yang lebih banyak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan audit yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan audit yang kecil. Karena perusahaan audit yang besar jika tidak memberikan kualitas audit yang tinggi akan kehilangan reputasinya, dan jika ini terjadi maka dia akan mengalami kerugian yang lebih besar dengan kehilangan klien.

2. Deis dan Giroux (1992) yang melakukan investigasi tentang determinan dari kualitas audit oleh Independen CPA firm di Texas pada Audits of Independen School District. Studi ini menganalisa temuan-temuan Quality Control Review (QCR) yang diperoleh melalui pengukuran langsung secara relatif atas kualitas audit. Deis & Giroux menjelaskan adanya dua

melahirkan 4 hipotesis, yang menyatakan korelasinya dengan kualitas audit yaitu: 1) Tenure adalah lamanya waktu auditor tersebut telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu unit/unit usaha/perusahaan atau instansi, 2) jumlah klien, 3) Ukuran dan kekayaan atau kesehatan keuangan klien, 4) Kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga. 3. Hasil penelitian Ramy Elitzur & Haim Falk (1996) menyatakan bahwa:1)

Ceteris paribus, auditor independen yang efisien akan merencakan tingkat kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan independen auditor yang kurang efisien, 2) Audit fees yang lebih tinggi akan merencanakan

audit kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan audit fees yang lebih

kecil, 3) Tingkat kualitas audit yang telah direncakan akan mengurangi

over time dalam pemeriksaan. Kantor auditor yang besar menunjukkan kredibilitas auditor yang semakin baik, yang berarti kualitas audit yang dilakukan semakin baik pula (Hogan, 1997; Teoh dan Wong, 1993)

4. Penelitian yang dilakukan oleh Lilik (2008), berhasil membuktikan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini berarti bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik dimana kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan.

5. Heri (2008), memberi kesimpulan dalam penelitiannya bahwa akuntan publik menyatakan sangat penting untuk bersikap independen terhadap klien untuk meningkatkan kualitas audit yang dilaksanakan.

D. Kerangka Pemikiran

Variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian ini akan dikembangkan dalam sebuah kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Independensi (Liliek, 2008) Keahlian (Liliek, 2008) Pengalaman (Peneliti) Lamanya Waktu/Proses Audit

Deis dan Giroux (1992) dalam Nasrullah (2003)

Kualitas Audit

Jumlah klien Deis dan Giroux (1992) dalam Nasrullah (2003)

Ukuran Kekayaan dan Kesehatan Keuangan Klien

Deis dan Giroux (1992) dalam Nasrullah (2003)

Audit fee

Ramy Elitzur & Haim Falk (1996) dalam Nasrullah

E. Perumusan Hipotesis

Perumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh keahlian, independensi, pengalaman, lamanya waktu/proses audit, Jumlah klien, audit fee, dan ukuran kekayaan dan kesehatan keuangan klien, terhadap tingkat kualitas audit, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Independensi auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit

H2 : Keahlian auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit

H3 : Pengalaman auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit

H4 : Lamanya waktu/proses audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas

audit

Dokumen terkait