• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI PROGRAM

9.5.1 INDIKATOR KINERJA

Pengukuran kinerja adalah proses yang secara teratur menilai hasil dari program yang dibuat. Kegiatan ini mencakup identifikasi proses, sistem, dan hasil yang merupakan bagian integral dari kinerja sistem pelayanan, pendidikan, dan penelitian, memilih indikator proses, sistem dan hasil, serta melakukan analisis informasi terkait (indikator) ini secara berkala. Peningka-tan mutu berkelanjuPeningka-tan berarti melakukan tindakan yang diperlukan berdasarkan hasil anali-sis data dan peluang peningkatan kinerja yang ditemukan.

Tujuan dari pengukuran dan penilaian kinerja adalah untuk:

• menilai stabilitas proses atau hasil untuk menentukan apakah ada sesuatu yang tidak diinginkan dari variasi atau kegagalan untuk mencapai target yang diharapkan.

• mengidentifikasi masalah dan peluang untuk meningkatkan kinerja proses • menilai hasil perawatan yang diberikan.

• menilai apakah proses baru atau yang ditingkatkan memenuhi ekspektasi kinerja. Pengukuran dan penilaian meliputi:

• seleksi dari proses atau hasil yang akan diukur berdasarkan prioritas.

• identifikasi dan/atau pengembangan indikator kinerja untuk proses yang dipilih atau hasil yang akan diukur.

• agregasi data sehingga dirangkum dan dihitung untuk mengukur proses atau hasil. • penilaian kinerja berkaitan dengan indikator-indikator pada selang waktu terencana dan

teratur.

• mengambil tindakan untuk mengatasi perbedaan kinerja ketika indikator menunjukkan bahwa proses tidak stabil, tidak berkinerja pada tingkat yang diharapkan, atau merupa-kan kesempatan untuk peningkatan kualitas.

• pelaporan rumah sakit mengenai temuan, kesimpulan, dan tindakan yang diambil se-bagai hasil dari penilaian kinerja.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan indikator yang dipilih meliputi; • Kaitan ilmiah: hubungan antara indikator dan hasil proses, sistem, atau klinis yang diukur. • Validitas: apakah indikator menilai apa yang dimaksudkan untuk dinilai dan data dapat

dipertanggungjawabkan kesahihannya.

• Ketersediaan sumber daya: hubungan dari hasil indikator untuk biaya yang terlibat dan sumber daya staf yang tersedia.

• Pemilihan konsumen: sejauh mana indikator memerhitungkan kondisi spesifik perorangan atau kelompok, misalnya, ras, etnis, atau budaya.

• Kebermaknaan: apakah hasil capaian indikator mudah dipahami, indikator mengukur variabel dengan kontrol tertentu, dan kemungkinan variabel tersebut diubah untuk upaya perbaikan kualitas.

Pemimpin rumah sakit bertanggungjawab untuk melakukan seleksi akhir kegiatan penguku-ran apa saja yang ditargetkan. Untuk masing-masing bidang, mereka memutuskan:

• Proses, prosedur, hasil yang akan diukur

• Ketersediaan “sains” atau bukti yang bisa mendukung ukuran • Bagaimana pengukuran dilaksanakan

• Bagaimana ukuran tersebut sesuai dengan rencana keseluruhan dalam program pengukuran

Pemimpin rumah sakit menetapkan bidang-bidang mana saja yang ditargetkan untuk diukur dan ditingkatkan. Pengukuran tersebut merupakan bagian dari program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Kemudian, hasil-hasil pengukuran tersebut dikomunikasi pada me-kanisme pengawasan dan secara berkala kepada pemimpin rumah sakit dan struktur tata kelola (governance) rumah sakit.

Gambar 7. Format kamus KPI 1 Perspektif : (Pilih Salah Satu

dengan tanda “V”) 2 Sasaran Strategis : 3 Nama Key Performance Indicator (KPI) :

4 Alasan memilih indikator : 5 Definisi : 6 Formula : 7 Kriteria: a. Kriteria Inklusi : b. Kriteria Eksklusi : 8 Bobot KPI (%) :

9 Tipe Indikator : (Pilih Salah Satu dengan tanda “V”) 10 Sumber Data :

11 Target sampel dan Ukuran Sampel (n) :

12 Rencana Analisis: 13 Wilayah pengamatan : 14 Metode Pengumpulan Data : (Pilih Salah Satu dengan tanda “V”)

15 Pengumpul Data : 16 Frekuensi Penilaian Data : 17 Periode pelaporan : 18 Rencana penyebaran hasil capaian kepada staf : 19 Nama alat atau file audit : 20 Target capaian:

Stakeholder Finansial Proses Bisnis Internal Pengembangan Personil &

Organisasi

Struktur Proses Output Outcome

Retrospektif Concurrent

2015 2016 2017 2018 2019

Rumah sakit menetapkan indikator kinerja rumah sakit dan unit kerja yang terbagi menjadi area-area indikator dan tercatat dalam rencana strategis dan kontrak kinerja unit kerja dan RSCM. Indikator-indikator tersebut berasal dari:

1. KPI Renstra RSCM-FKUI

Terdapat 31 indikator KPI Renstra RSCM (sebagaimana yang dijabarkan pada BAB V) yang telah ditetapkan oleh rumah sakit dalam Rencana Strategis RSCM tahun 2015-2019. Tiga puluh satu KPI Renstra ini diturunkan oleh rumah sakit ke unit-unit yang terkait dengan indikator tersebut.

2. Indikator Akreditasi Nasional (KARS) dan Akreditasi Internasional (JCI) dengan

Academic Medical Center (AMC)

Indikator akreditasi nasional ditetapkan oleh rumah sakit menyesuaikan dengan 4 (empat) area yang dipersyaratkan oleh KARS, yaitu Area Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SKP/IPSG), Area Klinik, Area Manajerial, dan Area JCI Library of

Measures. Sedangkan indikator JCI dengan AMC ditetapkan oleh rumah sakit dengan

mengidentifikasi standar-standar akreditasi nasional dan internasional yang perlu diukur pemenuhannya.

Indikator Area SKP/IPSG meliputi 6 (enam) Sasaran Internasional Keselamatan Pasien. Indikator Area Klinik meliputi:

a. Asesmen evaluasi pasien b. Layanan laboratorium

c. Layanan radiologi dan pencitraan diagnostik d. Prosedur-prosedur bedah

e. Penggunaan antibiotik dan pengobatan lainnya f. Kesalahan obat dan kejadian nyaris cedera g. Penggunaan anestesi dan sedasi

h. Penggunaan darah dan produk-produk darah

i. Ketersediaan, isi, dan penggunaan catatan tentang pasien

j. Pencegahan dan pengendalian, pengawasan, serta pelaporan infeksi k. Penelitian klinsis

Indikator Area Manajerial meliputi:

a. Pengadaan suplai serta obat-obatan penting bagi pasien yang dibutuhkan secara rutin

b. Pelaporan kegiatan, seperti diatur oleh undang-undang dan peraturan c. Manajemen risiko

d. Manajemen penggunaan

e. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga pasien f. Harapan dan kepuasan staf

g. Demografi dan diagnosis klinis pasien h. Manajemen keuangan

i. Pencegahan dan pengendaian peristiwa yang membahayakan keselamatan pasien, keluarga pasien, dan staf.

Penetapan indikator-indikator tersebut tetap merujuk pada kriteria: High Risk, High Volume, High Cost, Bad Performance, Pelayanan Baru, dan Pelayanan Unggulan.

Indikator KARS dan JCI dengan AMC ini diturunkan oleh rumah sakit kepada unit-unit pemilik proses terkait. Adanya indikator ini diharapkan dapat mendukung pemenuhan standar oleh unit-unit yang terkait dengan standar.

3. Indikator Badan Layanan Umum (BLU)

Indikator BLU merupakan indikator yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Dirjen BUK) dalam rangka menilai kinerja pemimpin rumah sakit yang menggambarkan hasil atas kegiatan pada periode tertentu dan dicapai oleh satuan kerja yang dipimpin dengan melihat peningkatan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.

Indikator tersebut dibagi menjadi: a. Area Klinik

Area klinik terdiri dari indikator-indikator yang menggambarkan pelayanan keseha-tan yang berhubungan dengan kompetensi medis.

b. Area Manajerial

Area manajerial terdiri dari indikator-indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan alur pelayanan dan pengelolaan administrasi di rumah sakit (Kemenkes RI: Pedoman Teknis Penilaian Kinerja Individu Direktur Utama Rumah Sakit dan Kepala Balai, 2014)

4. Indikator Kinerja Terpilih (IKT)

IKT merupakan indikator penilaian rumah sakit yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Terdapat 7 (tujuh) IKT berdasarkan ketetapan dari Kemenkeu disamakan dengan Indikator BLU.

5. Indikator Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Indikator JKN merupakan indikator penilaian program pelayanan JKN di rumah sakit vertikal yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Indikator ini ditujukan untuk memberikan apresiasi terhadap rumah sakit yang memberi pelayanan yang terbaik dan mempunyai peringkat tertinggi dalam pelaksanaan sistem JKN terutama dalam kriteria sistem pendaftaran, sistem pelayanan, sistem penagihan klaim, serta sistem penanganan komplain pasien JKN. Diharapkan dengan adanya penilaian ini dapat mendorong rumah sakit vertikal untuk menerapkan pelayanan JKN yang komprehensif, terintegrasi, dan berorientasi pada pasien, sehingga dapat dijadikan percontohan baik di antara rumah sakit vertikal yang lain maupun rumah sakit lainnya (Kemeskes RI: Panduan Penilaian RS Vertikal Terbaik dalam Pelaksanaan JKN, 2014)

Seluruh indikator kinerja di atas dilaporkan secara berkala oleh unit kerja terkait sesuai dengan periode pelaporan yang terdapat pada kamus indikator ke Komite Mutu, Keselamatan, dan Kinerja dengan tembusan ke Bidang Pelayanan Medik untuk kemudian dianalisis dan dilaporkan ke Direksi untuk pengambilan keputusan ataupun untuk melakukan tindak lanjut. Selain itu, terdapat indikator medik yang merupakan acuan atau tolak ukur dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan mutu rumah sakit. Departemen medik, unit pelayanan terpadu, dan instalasi medik dalam memberikan pelayanan harus menggunakan indikator kinerja medik (clinical outcome) sebagaimana yang ditetapkan oleh rumah sakit sebagai acuan dalam pelaksanaan/pemantauan pelayanan dengan penuh tanggung jawab. Dalam rangka monitoring dan evaluasi pelayanan kesehatan, seluruh departemen dan unit pelayanan terpadu harus membuat laporan dan menganalisis statistik pencapaian indikator kinerja medik (cinical outcome) tersebut secara teratur/periodik. Peninjauan terhadap indikator kinerja medik dilakukan setiap tahun dengan merevisi, mengembangkan, dan atau menyempurnakan sesuai dengan perkembangan IPTEK dan atau manajemen rumah sakit.

9.5.2 LAPORAN DAN ANALISIS INSIDEN

Laporan insiden keselamatan pasien dan pegawai meliputi: 1. Kejadian Potensial Cedera (KPC)

Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah suatu kondisi/situasi yang sangat berpotensi un-tuk menimbulkan cedera tetapi belum terjadi insiden.

2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)

Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu insiden yang belum sampai terpapar ke pa-sien/pegawai.

3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)

Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien/pega-wai tetapi tidak menimbulkan cedera.

4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pa-sien/pegawai.

5. Kejadian Sentinel.

Kejadian sentinel adalah suatu kejadian tidak diantisipasi yang dapat mengakibatkan kematian atau suatu kejadian yang mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, dan kejadian tersebut tidak berhubungan dengan riwayat alamiah penyakit yang mendasari atau penyakit penyerta. Kejadian sentinel merupakan kejadian yang membutuhkan in-vestigasi dan respons segera.

Kejadian sentinel termasuk:

a. Kematian yang tidak terduga, termasuk, namun tidak terbatas pada:

• Kematian yang tidak berkaitan dengan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari (contohnya seperti, kematian karena infeksi post-operatif atau

hospi-tal-acquired pulmonary embolism).

• Kematian janin cukup bulan. • Bunuh diri.

b. Hilangnya fungsi utama secara permanen yang tidak disebabkan oleh penyakit pasien atau kondisi yang mendasarinya

c. Salah sisi, salah prosedur, dan salah pasien operasi.

d. Penularan penyakit berbahaya, atau penyakit karena transfusi darah atau produk darah, atau penularan penyakit akibat transplantasi organ atau jaringan yang terkontaminasi. e. Penculikan bayi atau bayi dipulangkan dengan orangtua yang salah.

f. Pemerkosaan, kekerasan dalam pekerjaan seperti penyerangan (yang mengakibatkan kematian atau kehilangan fungsi); atau pembunuhan pasien, pegawai, dokter, maha-siswa kedokteran, trainee, pengunjung, atau vendor ketika berada di lingkungan rumah sakit.

Formulir laporan insiden yang digunakan adalah: - Formulir Laporan Kondisi Potensial Cedera (KPC). - Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien.

- Formulir Laporan Insiden Keselamatan dan Kesehatan Kerja RSCM.

Laporan insiden keselamatan pasien/pegawai ditindaklanjuti dengan Investigasi Sederhana atau Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA). Cara melakukan investigasi sederhana dan analisis akar masalah diatur dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) dan dilakukan oleh Tim Investigasi. Hasil analisis laporan insiden disebarkan ke seluruh unit kerja di RSCM untuk pembelajaran dan mencegah kejadian yang sama terulang kembali dan dilaporkan oleh Direksi ke Dewan Pengawas setiap tiga bulan. RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo juga mengirimkan laporan insiden keselamatan pasien ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit – Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (KKPRS-PERSI). Setiap pimpinan unit kerja di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo berkewajiban berperan serta secara aktif dan memberi dukungan kepada stafnya dalam penerapan pelaporan insiden keselamatan pasien dan pegawai

Gambar 8. Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien RSCM

9.5.3 PENINGKATAN KINERJA

Dalam rangka peningkatan kinerja unit rumah sakit maupun unit kerja, rumah sakit menerapkan Sistem Manajemen Kinerja (SMK) dalam memantau dan mengendalikan pelaksanaan Rencana Strategis di rumah sakit. SMK merupakan mekanisme yang memampukan berbagai tingkatan organisasi rumah sakit untuk merencanakan, memantau, dan mengendalikan pencapaian aktual kinerja berbagai unit kerjanya, sehingga bergerak searah menuju target-target kinerja yang ditetapkan dalam rencana strategis RSCM. Dengan demikian, manajemen puncak rumah sakit dapat memutuskan dan bertindak dalam konteks dan ukuran yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisinya.

Berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan arah dan isi rencana strategis yang telah dis-usun, rumah sakit di tiap tahun periode penilaian kinerjanya menjalankan tahap-tahap pent-ing berikut ini:

1. Tahap Coaching Renstra

Tahap ini merupakan upaya korporat bersama unit kerja untuk merumuskan visi, misi, sasaran strategis hingga indikator-indikator untuk mengukur ketercapaian sasaran strategis.

2. Tahap Kontrak Kinerja

Tahap ini merupakan upaya korporat untuk menetapkan secara resmi berbagai KPI (Key

Performance Indicator) dan target KPI untuk dicapai pada berbagai lapisan organisasi

dan unit kerjanya di suatu tahun penilaian kinerja. Tahap ini direkomendasikan dapat dilakukan pada awal tahun penilaian kinerja. Di tahap ini seharusnya juga sudah termasuk penyelarasan perumusan target KPI unit kerja dengan para pegawainya. Ini mengartikan bahwa kinerja pegawai juga perlu direncanakan di tahap ini.

3. Tahap Pemantauan

Tahap ini bertujuan utama untuk memantau perkembangan pencapaian target KPI dari suatu unit kerja dan pegawai. Dalam tahap ini KMKK, Bidang Pelayanan Medik, dan Bagian Perencanaan mengumpulkan & mengompilasi informasi kemajuan pencapaian target KPI unit kerja/pegawai untuk dilaporkan kepada Direksi sehingga pengambil keputusan mengetahui status capaian KPI unit kerja atau pegawai. Data pencapaian kinerja ini dilaporkan dan dimonitoring dalam data base terintegrasi berbasis teknologi informasi untuk membantu menyampaikan informasi status capaian target KPI unit kerja/ pegawai kepada pihak-pihak terkait.

4. Tahap Dialog Kinerja:

Tujuan utama dialog kinerja adalah untuk melakukan dialog antara manajemen puncak RSCM dan jajaran manajemen unit kerja. Dialog dapat dilakukan dalam bentuk pemberian feedback capaian KPI. Sasaran utama pertemuan dialog kinerja adalah untuk:

(a) Menentukan permasalahan utama pencapaian target KPI unit kerja. (b) Menentukan alternatif jalan keluar untuk mengatasi permasalahan utama.

(c) Menentukan rencana tindak lanjut (RTL) agar permasalahan utama dalam bulan mendatang dapat ditiadakan atau diminimalisi dan mendapatkan komitmen Direksi RSCM untuk dukungan sumber daya dalam pelaksanaan RTL.

5. Tahap Reward dan Consequence

Tahap ini bertujuan utama untuk menentukan jenis dan besar insentif finansial dan non-finansial serta konsekuensi yang berbasis kinerja bagi suatu unit kerja dan pegawai dengan mendasarkan pada penilaian kontribusi setiap unit kerja atau pegawai.

Kelima tahap di atas direkomendasikan untuk dijalankan, sedemikian sehingga isi dokumen rencana strategis yang ada dapat diimplementasikan dan jajaran manajemen dapat mengeta-hui dan mengendalikan agar arah pengelolaan organisasi sesuai dengan tuntutan pemangku kepentingan kunci RSCM. Dengan melembagakan secara konsisten kelima tahap tersebut dan memastikan jalannya siklus pada ke empat tahap tersebut, manajemen sekaligus mem-bentuk dan membangun secara berkelanjutan budaya kinerja rumah sakit di berbagai lapisan manajemen dan unit kerjanya.

9.5.4 PROSES RE-DESIGN

Rumah sakit menetapkan metode Failure Mode Effect And Analysis (FMEA) atau Analisis Modus dan Dampak Kegagalan (AMKD) sebagai metode perbaikan/re-design. FMEA merupakan metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi yang dilaksanakan secara proaktif, dimana kesalahan dapat diprediksi dan dicegah.

Tujuan dilakukannya FMEA adalah untuk:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian tidak diharapkan. 2. Mengetahui penyebab langsung dan akar masalah kejadian yang tidak diharapkan. 3. Mendapatkan pembelajaran untuk perbaikan pelayanan rumah sakit agar dapat

mence-gah kejadian yang sama terulang lagi. Delapan langkah analisis FMEA adalah:

1. Tentukan topik proses FMEA yang akan dilaksanakan/dievaluasi. 2. Membentuk tim.

3. Gambarkan diagram/alur proses. 4. Brainstorming.

6. Lakukan desain ulang proses/kontrol desain. 7. Lakukan analisis dan uji proses baru.

8. Implementasikan dan pantau proses baru, ulangi beberapa kali setelah mengeliminasi setiap modus kegagalan.

Setiap awal tahun, KMKK memberikan data kompilasi risiko yang ada di rumah sakit ber-dasarkan Risk Register serta tingkat risikonya kepada Direksi, untuk dipilih/ ditetapkan FMEA apa yang akan dilakukan oleh korporat pada tahun tersebut.

9.5.5 PROGRAM PENINGKATAN MUTU MEDIK

1. CLINICAL PATHWAY

Clinical pathway adalah pedoman yang mencakup semua aktivitas pasien mulai dari

pasien masuk hingga keluar dari rumah sakit. Pedoman ini berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan dan pengendalian biaya pelayanan kepada masyarakat yang berobat di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Clinical pathway dapat digunakan sebagai alat evaluasi untuk pelayanan medik yang bermutu dan untuk menghindari tindakan atau aktivitas yang tidak diperlukan. Hal ini merupakan pedoman dasar perhitungan biaya pelayanan, agar pasien mendapatkan kepastian biaya dari upaya penyembuhan penyakitnya.

Clinical pathway, pedoman praktik klinik, dan protokol klinik yang baik dan sesuai dengan

populasi pasien dan misi rumah sakit adalah yang sesuai dengan point-point berikut: •

Dipilih dari semua yang dapat diberlakukan terhadap jenis layanan dan pasien ru-mah sakit ybs (jika ada pedoman nasional yang bersifat wajib disertakan dalam proses ini)

• Dievaluasi kesesuaiannya bagi populasi pasien rumah sakit

• Disesuaikan, jika perlu, dengan teknologi, obat-obatan, dan sumber daya lainnya yang ada di rumah sakit atau dengan norma profesional yang diakui secara nasional. • Dinilai seberapa jauh terbukti secara ilmiah

• Secara formal disetujui atau diterapkan oleh rumah sakit

• Diterapkan dan diukur bagaimana bila digunakan secara konsisten dan bagaimana pula efektivitasnya.

Didukung oleh staf yang terlatih untuk menerapkan pedoman atau pathway

• Diperbarui secar berkala berdasarkan perubahan-perubahan yang ada di dalam bukti dan evaluasi terhadap proses dan hasilnya.

Terdapat 5 (lima) clinical pathway yang ditetapkan untuk diimplementasikan dan dievalu-asi secara berkala pada tahun 2015, yaitu:

a. Total Hip Replacement

b. Acute Myocardial Infarction (AMI) c. Ventricular Septal Defect (VSD) Closure d. Community Acquired Pneumonia (CAP) e. Sectio Caesarea (SC)

Kelima clinical pathway tersebut di atas diimplementasikan di unit kerja terkait, seperti Unit Rawat Inap Terpadu, RSCM Kencana, Unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT), dan ICCU. Indikator yang digunakan sebagai sistem pemantauan dan evaluasi implementasi

clinical pathway di unit – unit kerja adalah sebagai berikut:

a. Indikator Proses: Kesesuaian implementasi clinical pathway b. Indikator Outcome: Length Of Stay (LOS) untuk pasien rawat inap

2. PENILAIAN KINERJA STAF MEDIK

Penilaian kinerja staf medik merupakan suatu ringkasan dokumentasi data yang dikumpulkan secara berkelanjutan untuk menilai 6 (enam) area kompetensi inti staf medik. Penilaian kualitas kinerja staf medik ini melakukan rekapitulasi setiap 6 (enam) bulan yaitu Januari-Juni dan Juli-Desember, serta dievaluasi pada awal semester berikutnya yaitu bulan Juli dan Januari. Selanjutnya data tersebut akan digunakan untuk re-kredensial. Hasil penilaian kinerja staf medik ini bersifat rahasia dan tidak untuk diketahui oleh pasien maupun staf medik lain.

Adapun tujuan dari penilaian kinerja staf medik adalah untuk:

a. meyakinkan keselamatan dan kualitas pelayanan yang diberikan staf medik kepada pasien.

b. membantu mengidentifikasi kebutuhan pelatihan/pembelajaran staf medik. c. mengetahui dan meningkatkan kinerja staf medik.

d. digunakan sebagai data re-kredensial.

Penilaian kinerja medik (PKM) menggunakan acuan penilaian kinerja staf medik sesuai standar JCI dan Accreditation Council of Graduated Medikal Education (ACGME). Terdapat 6 (enam) area kompetensi yang dinilai, yaitu:

a. Patient Care

Indikator ini ditentukan bersama dengan masing-masing departemen/divisi sehing-ga sesuai densehing-gan spesialisasi dan wewenang klinik setiap staf medis. Terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu hasil pengobatan (outcome) dan komplikasi.

b. Pengetahuan Medis/Klinis

Indikator ini terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu jumlah Satuan Kredit Partisipasi (SKP) kegiatan Continuing Medical Education (CME) dan pelatihan yang sesuai dengan wewenang klinik setiap staf medis. CME yang dihitung adalah jumlah SKP hanya dari seminar dan pelatihan. Batas minimal ditentukan oleh setiap departemen sesuai dengan yang ditetapkan oleh kolegium.

c. Kemampuan Komunikasi dan Hubungan Interpersonal

Indikator ini dinilai dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh pasien/keluarga pasien dengan teman sejawat.

d. Perbaikan Pembelajaran Berbasis Praktik

Indikator ini menilai praktik pelayanan yang diberikan oleh staf medik kepada pasien apakah sudah sesuai dengan bukti ilmiah. Penilaian ini ditujukan untuk memperbaiki praktik pelayanan yang diberikan oleh staf medik. Indikator yang digunakan sesuai dengan kondisi atau permasalahan prioritas di rumah sakit. Pada penilaian kualitas kinerja ini indikator yang digunakan adalah kejelasan penulisan instruksi medis dan kepatuhan kebersihan tangan pada 5 momen.

e. Praktik Berbasis Sistem

Indikator ini menilai kepatuhan staf medis dalam melaksanakan sistem pelayanan yang sudah ditetapkan oleh RSCM. Pada penilaian kualitas kinerja ini indikator yang digunakan adalah penilaian awal dalam 24 jam, pengisian informed consent, penu-lisan informed consent tanpa singkatan dan kelengkapan resume medis.

f. Profesionalisme

Indikator ini dinilai dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh teman sejawat yang sesuai dengan spesialisasi staf yang dinilai.

Sistem penilaian kinerja medis akan dilakukan evaluasi berkala (setiap 6 bulan) dan dilakukan penyesuaian/revisi sesuai dengan kondisi atau prioritas masalah yang berkaitan dengan kinerja staf medis.

9.5.6 PROGRAM-PROGRAM PENINGKATAN MUTU SPESIFIK UNIT KERJA Audit Klinik

Audit klinik merupakan salah satu aspek upaya peningkatan kualitas pasien yang kompre-hensif, yang dikenal dengan nama clinical governance (penataan klinik). Audit klinik me-rupakan elemen yang terpenting dalam clinical governance, bahkan banyak ahli berpendapat bahwa audit klinik merupakan “jantung”-nya clinical governance. Tanpa audit klinik yang melembaga, secara terus menerus dikembangkan, sulit dapat diharapkan terjadi peningka-tan kualitas pelayanan yang terencana baik.

Audit klinik bersifat spesifik dan langsung mempertahankan dan menilai secara sistematis:

Dokumen terkait