• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator Kualitas Pembelajaran a) Kinerja Guru

Guru memegang peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Tanpa guru, bagaimana pun bagus dan idealnya suatu strategi pembelajaran diterapkan maka tidak mungkin strategi tersebut dapat dilaksanakan. Guru merupakan komponen yang sangat menentukan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menerapkan metode dan strategi pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru bukan hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa melainkan juga sebagai pengelola pembelajaran (Sanjaya, 2011 : 187-188).

Senada dengan pendapat di atas, Sudjana (2008:20) mengemukakan bahwa kompetensi guru yang berhubungan dengan usaha peningkatan proses dan hasil belajar siswa ada empat. Pertama, merencanakan program belajar-mengajar. Kemampuan merencanakan program pembelajaran merupakan muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pengajaran. Tujuan perencanaan belajar-mengajar merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan

commit to user

pembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Hal ini tertuang dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dengan Silabus. Kedua, melaksanakan dan mengelola proses mengajar. Kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar terlihat pada keefektifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan rencana yang telah disusun. Ketiga, menilai kemampuan dalam proses pembelajaran. Setiap guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemampuan yang dicapai siswa. Keempat, menguasai bahan pelajaran yang diampunya karena penguasaan bahan pelajaran dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yang akan dicapai siswa. Proses pembelajaran akan berhasil apabila didukung oleh kualitas kinerja guru dalam pengajaran dari mulai persiapan, pelaksanaan sampai evaluasi.

b) Kinerja Siswa

Siswa adalah organisasi yang unik dan berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan siswa adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya. Namun, irama dan tempo perkembangan masing-masing siswa pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan siswa yang beragam tersebut. Sikap dan penampilan siswa di kelas, juga merupakan aspek lain yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran (Sanjaya, 2011: 199-200). Secara umum objek atau sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran meliputi beberapa hal, yakni (1) sikap terhadap proses pembelajaran (sikap religius dan sosial); (2) sikap terhadap guru (interaksi dan respon); (3) sikap terhadap materi pelajaran yang mencakup perhatian, keaktifan, motivasi mengikuti pelajaran, keseriusan dan semangat belajar (Suwandi, 2011: 92).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja siswa mencakup tentang perhatian, keaktifan, interaksi siswa dengan guru, dan sikap yang ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran.

commit to user

Siswa dapat belajar dengan penuh semangat, aktif dalam belajar, berani mengemukakan pendapatnya, mampu dan antusias dalam mengikuti pelajaran, dan terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah. Hal tersebut adalah beberapa indikasi dari proses belajar yang berlangsung optimal. Pencapaian hasil belajar yang optimal merupakan perolehan dari proses belajar yang optimal pula(Uno dan Koni, 2012 : 9).

Senada dengan pendapat di atas, Sudjana (2008 : 61) menjelaskan bahwa keaktifan belajar siswa dapat dilihat berdasarkan indikator keaktifan siswa yaitu turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada guru dan siswa lain apabila menemui kesulitan, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah dengan melaksanakan diskusi kelompok sesuai arahan guru, menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya sehingga proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Sikap religius dan sikap sosial merupakan bagian dari pendidikan karakter yang digunakan sebagai landasan pendidikan nasional sebagaimana dikembangkan dalam kurikulum 2013. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Juga bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Abidin, 2012:45).

Kurikulum 2013 tepat diterapkan di Indonesia, karena selain membentuk manusia yang pintar dan terampil, juga dapat membentuk manusia yang berkepribadian positif. Kepribadian positif yang dimaksudkan adalah manusia yang memiliki sikap religius dan sosial yang baik. Sejalan dengan pernyataan tersebut, maka kurikulum 2013 memasukan kedua sikap itu menjadi kompetensi yang harus terpenuhi.

commit to user

Sikap religius dan sosial memiliki perbedaan dalam pembentukan sifat. Jika sifat spiritual atau religius terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, sedangkan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Pada jenjang SMP/MTs, kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Pembahasan tentang kedua sikap tersebut akan dibahas pada paragraf berikutnya.

(1) Sikap Religius

Pilar religi adalah pilar utama dan pertama. Melalui pilar religi akan terbentuk manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga akan selalu terjaga dari perbuatan yang merugikan diri dan lingkungannya (Narwanti, 2011:56-57). Sebagaimana yang kita tahu, konsep agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan. Selain tunduk kepada Tuhan dengan beribadah sesuai dengan agama juga memandu kita melakukan perbuatan yang terpuji.

Aqib dan Sujak (2012:7) menyatakan bahwa religius adalah pikiran, perkataan, dan tindakan sesorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Konsep ini menganggap bahwa ajaran agama menjadi pedoman hidup seseorangdalam segala aspek kehidupan yang pada prinsipnya memberikan pengaruh yang posistif karena mengajarkan kebaikan dalam bersikap.

Sikap religius perlu dikembangkan dalam bidang pendidikan. Salah satunya dengan pencanangan pendidikan karakter yang tercermin dalam pembelajaran di sekolah. Dalam konteks pendidikan karakter, kemampuan yang harus dikembangkan pada peserta didik melalui sekolah adalah berbagai kemampuan yang akan menjadikan manusia

commit to user

sebagai makhluk yang berketuhanan (tunduk patuh pada konsep ketuhanan) dan mengemban amanah sebagai pemimpin di dunia. Sikap religius dianggap perlu untuk membentuk siswa taat beragama. Taat beragama dalam arti siswa memahami konsep ketuhanan yang diwujudkan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kemudian bersikap baik sebagaimana ajaran agama yang telah dianutnya.

Berhubungan dengan hal tersebut, Kemendikbud (2013) mengemukakan bahwa sikap religius adalah sikap menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut. Dalam kurikulum 2013, indikator yang dapat digunakan untuk menilai sikap religius sebagai berikut. (1) Berdoa sebelum dan sesudah menjalankan sesuatu; (2) Menjalankan ibadah tepat waktu; (3) Memberi salam pada saat awal dan akhir presentasi sesuai agama yang dianut; (4) Bersyukur atas nikmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa; (5) Mensyukuri kemampuan manusia dalam mengendalikan diri; (6) Mengucapkan syukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu; (7) Berserah diri kepada Tuhan apabila gagal dalam mengerjakan sesuatu; (8) Menjaga lingkungan hidup di sekitar rumah tempat tinggal, sekolah dan masyarakat; (9) Memelihara hubungan baik dengan sesama umat ciptaan Tuhan Yang Maha Esa; (10) Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai bangsa Indonesia; (11) Menghormati orang lain menjalankan ibadah sesuai agamanya.

(2) Sikap Sosial

Pendidikan karakter yang dikembangkan di sekolah tidak hanya terbatas pada sikap religius. Sebagaimana pendapat Narwanti (2011:58) menyatakan bahwa pilar empati menempa kepribadian siswa agar terampil secara sosial. Lewat pilar ini, kepedulian terhadap sesama dibentuk. Menurut konsep ini, seseorang yang mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain atau yang kita sebut dengan empati maka seseorang ini telah mampu bersikap sosial.

commit to user

Nilai-nilai karakter yang dapat dijadikan sekolah sebagai nilai-nilai utama yang diambil/disarikan dari butir-butir SKL dan mata pelajaran SMP/MTs yang ditargetkanuntuk diinternalisasi oleh siswa pada nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu: (1) sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain; (2) patuh pada aturan-aturan sosial; (3) menghargai karya dan prestasi orang lain; (4) santun; (5) demokratis (Narwanti, 2011:84).

Kemendikbud (2013) menyatakan bahwa sikap sosial merupakan sikap yang dapat membentuk siswa menjadi manusia berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Berikut ini disajikan beberapa sikap yang termasuk dalam sikap sosial.

(a) Jujur

Dalam mengarungi kehidupan ini hendaklah bersikap penuh dengan kejujuran. Menurut Zuhaida (2010: 86) bersikap jujur berarti lurus hati, tidak bohong, tidak curang, dan ikhlas melakukan sesuatu. Jadi secara baku jujur adalah mengakui, berkata atau memberikan sesuatu informasi yang sesuai dengan kenyataan atau kebenaran. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Kemendikbud (2013) mendefinisikan sikap jujur yang berarti perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, sikap jujur pada siswa dapat diukur atau dinilai berdasarkan indikator sebagai berikut; (1) Tidak menyontek dalam mengerjakan ujian/ulangan; (2) Tidak menjadi plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber) dalam mengerjakan setiap tugas; (3) Mengemukakan perasaan terhadap sesuatu apa adanya. (4) Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki; dan (5) Melaporkan data atau informasi apa adanya.

(b) Disiplin

Sikap disiplin sangat penting untuk dimiliki oleh siswa agar menjadikannya manusia yang tertib dan patuh pada ketentuan dan peraturan. Kedisiplinan juga dapat membentuk manusia yang rajin, tegas, dan kuat. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Elmubarok,dkk (2010:62)

commit to user

menyampaikan bahwa disiplin adalah cara hidup teratur dan tertib.

Sedangkan dalam Kemendikbud (2013) disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Dalam Kurikulum 2013 ada beberapa indikator untuk menilai atau mengukur sikap disiplin siswa. Berikut ini disajikan indikator untuk penilaian sikap disiplin.(1) Datang tepat waktu; (2) Patuh pada tata tertib atau aturan bersama/sekolah; (3) Mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai waktu yang ditentukan; (4) tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya ilmiah.

(c) Tanggung jawab

Kemendikbud (2013) menjelaskan bahwa tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap orang harus memiliki sikap tanggung jawab yaitu kewajiban menanggung sesuatu atas segala macam tindakannya itu (Aqib dan Sujak, 2012:7). Sehingga sikap ini perlu ditanamkan pada siswa.

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, sikap tanggung jawab siswa dapat diukur melalui indikator sebagai berikut : (1) Melaksanakan tugas individu dengan baik; (2) menerima risiko dari tindakan yang dilakukan;

(3) tidak menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat; (4) mengembalikan barang yang dipinjam; (5) meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan.

(d) Toleransi

Kemendikbud (dalam Marzuki 2011:5) menyatakan bahwa toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Sikap ini sangat penting dimiliki siswa dalam bermasyarakat dalam membentuk kerukunan antarwarga. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai sikap ini adalah sebagai berikut: (1) tidak mengganggu teman yang berbeda pendapat; (2) menghormati teman yang berbeda suku, agama, ras, budaya, dan gender; (3) menerima kesepakatan

commit to user

meskipun berbeda dengan pendapatnya; (4) memaafkan kesalahan orang lain.

(e) Gotong royong

Kemendikbud (2013) menjelaskan bahwa gotong royong adalah bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas. Pada dasarnya sikap ini akan mempermudah siswa untuk melaksanakan tugas dari guru karena dikerjakan secara bersama-sama. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai sikap gotong royong dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut: (1) terlibat aktif bekerja bakti membersihkan kelas atau sekolah; (2) kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan; (3) bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan; dan (4) aktif dalam kerja kelompok.

(f) Santun atau sopan

Sikap santun merupakan cerminan keindahan budi seseorang. Orang yang santun berarti bersikap sopan, bertutur kata halus, serta berbudi dalam bertingkah laku, sabar, dan tenang dalam menyikapi persoalan.

Pengejawantahan atau perwujudan dari sikap sopan santun adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain (Ujiningsih, 2010:3). Sedangkan Kemendikbud (2013) menjelaskan bahwa santun atau sopan adalah sikap baik dalam pergaulan dari segi bahasa maupun tingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya norma kesantunan yang diterima bisa berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Sikap santun dan sopan pada siswa dapat diukur melalui indikator sebagai berikut: (1) menghormati orang yang lebih tua;

(2) tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur; (3) tidak meludah di sembarang tempat; (4) tidak menyela pembicaraan; (5) mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan orang lain; (6) bersikap 3S (salam, senyum, sapa); (7) meminta izin ketika akan memasuki ruangan orang lain atau menggunakan barang milik orang lain.

(g) Percaya diri

commit to user

Menurut Martono (2006:49) semua orang pasti memiliki rasa peduli terhadap tanggapan orang lain kepada dirinya dan akan menyesuaikan dirinya dengan tanggapan tersebut. Sikap percaya diri akan terbentuk dengan baik jika seseorang itu memiliki kondisi mental yang kuat.

Kemendikbud (2013) menyampaikan bahwa percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Dalam kegiatan pembelajaran, sikap percaya diri siswa dapat diukur melalui indikator berikut: (1) berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu; (2) mampu membuat keputusan dengan tepat; (3) tidak mudah putus asa; (4) tidak canggung dalam bertindak; (5) berani presentasi di depan kelas; (6) berani berpendapat, bertanya, dan menjawab pertanyaan.

Penilaian kualitas proses pembelajaran merupakan upaya seorang guru memberikan penilaian terhadap kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan siswa dan guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Menurut Gronlud (dalam Nurgiantoro, 2013:14) ada keterkaitan dan saling ketergantungan antara pembelajaran (teaching), belajar (learning), dan penilaian (evaluation). Hal tersebut terlihat dari proses pelaksanaan penilaian dan pembelajaran. Proses pembelajaran difasilitasi oleh guru agar peserta didik dapat belajar secara maksimal menguasai berbagai kompetensi yang diajarkan. Proses penilaian yang baik dilakukan sepanjang dan bersamaan dengan proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian kualitas proses pembelajaran mencakup kinerja guru meliputi penilaian tentang RPP, pengamatan dalam proses mengajar dan kinerja siswa yang tercakup dalam aspek keaktifan siswa, perhatian/konsentrasi siswa, dan minat serta motivasi siswa serta sikap religius dan sikap sosial.

b. Penilaian Keterampilan Menulis Cerita Pendek

Penilaian katerampilan menulis cerpen merupakan suatu upaya untuk menetapkan kuantitas dan kualitas hasil belajar siswa. Dengan adanya penilaian maka dapat diperoleh informasi tentang pencapaian pembelajaran

commit to user

siswa dalam pembelajaran. Nurgiantoro (2013:5) mengatakan bahwa penilaian hasil pembelajaran merupakan bagian integral dari keseluruhan proses kegiatan belajar-mengajar). Semua komponen sistem pembelajaran saling mempengaruhi dan menentukan satu dengan yang lain sehingga jika semua komponen berjalan dengan baik, dapat dipastikan akan menghasilkan output yang maksimal.

Penilaian terhadap hasil belajar siswa, khususnya hasil belajar tentang keterampilan menulis cerita pendek pada siswa menggunakan rubrik penilaian yang mencakup kesesuaian tema dengan isi cerita, komponen isi (struktur cerpen) dan bahasa yang digunakan, dan mekanik. Penggunaan pedoman penilaian keterampilan menulis cerpen pada penelitian ini mengacu pada pendapat Nurgiantoro (2013:441) yang mengemukakan penilaian tulisan hasil karangan meliputi beberapa komponen, yaitu isi karangan, organisasi, kosakata, struktur kalimat, dan mekanik (teknik penulisan karangan)

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian kualitas pembelajaran menulis cerpen dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Pertama , dari segi proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruh atau setidak-tidaknya sebagian besar (80%) peserta didik terlibat aktif baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan memiliki sikap religius dan sikap sosial yang tinggi. Kedua, dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya (80%) yang tuntas dalam keterampilan menulis cerita pendek. Proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila dapat menghasilkan output yang bermutu tinggi dan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

Dokumen terkait