• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator Pencapaian Kompetensi

Dalam dokumen Seni Budaya Seni Rupa SMP KK I Prof (Halaman 28-105)

1. Terkuasainya materi, struktur, konsep seni lukis bercorak realis dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

2. Teruraikannya teknik melukis realis, penentuan konsep dan ide, skets global, pewarnaan, finishing. Uraian konsep seni lukis realisme, merupakan pokok/utama yang medasari keseluruhan pemikiran, tentang lukisan yang akan diciptakan melukiskan sesuatu sesuai dengan objek realita, berkesan nyata, bisa dengan teknik kering (pastel, arang, konte, pensil), sifat pastel warna cemerlang, arang mudah rontok harus dilapis fikasatif. Sifat pensil menghasilkan goresan garis-garis, jika untuk membuat blok lama. Teknik basah (aquarel, poster, cat minyak, acrylic), sifat teknik aquarel warna tipis-tipis transparan, sifat cat poster tutup menutup kental, sifat cat minyak lama kering bisa tutup menutup, sifat cat

acrylic tutup menutup dan kental. Memperhatikan prinsip seni.

3. Teruraikannya alat dan bahan melukis, alat: kuas cat air, gelas, kuas cat minyak, pallet cat air, pallet cat minyak, standar lukis, bingkai, paspartu,

kain lap, meja alas lukis, dingklik/kursi; bahan: cat air, air, cat minyak, minyak cat, cat acrylic, terpentin, pastel, fiksatif, sesuai dengan sifatnya.

C. Uraian Materi

1. Konsep Seni Lukis Bercorak Realis

Pelopor seni lukis realis adalah Gustave Courbet (1819-1877), dengan slogannya: “tunjukkan malaikat padaku dan aku akan melukisnya”. Dalam melukis mengandalkan pencerapan panca idera dan meninggalkan fantasi. Ada dua kecenderungan lukisan realisme, yang pertama pelukis cenderung melukis objek-objek yang enak dilihat. Yang kedua adalah pelukis yang memilih objek-objek yang jelek-jelek, kotor, kumuh. Pelopor sebelumnya adalah adalah Francisco de Goya (1746-1825) dan Honore Daumier (1808- 1979). Sedangkan di Indonesia aliran realisme dipelopori oleh S. Soedjojono, Affandi, Hendra Gunawan, dan Trubus. Pada saat revolusi fisik mengembangkan seni lukis realisme dan mereka membentuk Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Contoh: Perhatikan lukisan S. Soedjojono sebagai berikut.

Gambar 2. S. Soedjojono “Di Depan Kelambu Terbuka”,

cat minyak di atas kanvas, 1939, 90 cm x 58 cm. Koleksi Presiden Soekarno. (Sumber: M. Dwi Marianto. 2001: 285)

Sebagaimana dikemukakan oleh Holt (1967), bahwa lukisan ini merupakan master piece, dari S. Soedjojono. Seorang wanita yang patah hati, rambut terurai lepas, duduk di atas kursi dengan tangan yang besar, mata hitam dan sekatup mulut, adalah penjiwaan rasa sedih, celaan, dan mungkin kebencian. Warna-warnaya kuat tetapi halus. Tentang lukisan ini, Soedarso, Sp. (2006: 56) menyatakan bahwa lukisan berjudul” Di Depan Kelambu Terbuka” ini menggambarkan S. Soedjojono ketika menyampaikan slogan: “Seni adalah jiwa ketok”. Dia menasehatkan kepada generasi muda agar jangan terikat teknik di dalam melukis, sebab melukis adalah masalah ekspresi.

Contoh yang lain adalah lukisan Basoeki Abdullah, yang dinyatakan oleh Mikke Susanto (2014: 252) sebagai lukisan bergaya realis-fantastik.

Gambar 3. Basoeki Abdullah “Pertempuran antara Gatotkaca dengan Antasena”. 1933, 200 cm x 300 cm, koleksi Istana Presiden Jakarta.

(Sumber: Mikke Susanto, 2014: 252)

Dalam lukisan tersebut tampak suasana sangat dasyat, Gatotkaca berada di atas, sedang Antareja berada di bawah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam cerita Mahabaratha, Gatotkaca dapat terbang berkat ajian “kutang antrakusuma”, dan Antasena punya kesaktian dapat “ambles bumi”.

Keduanya adalah anak Bima.

Indikator yang lain lagi adalah contoh lukisan R. Bonnet, Bali, sebagai berikut.

Gambar 4. R. Bonnet “Memotong Padi di Bali”, cat minyak. (Sumber: Visual Art, 2008: 52)

Dalam lukisan R. Bonnet tersebut tampak sejumlah orang dewasa putra dan putri yang sedang asyik bergotong-royong memotong padi secara tradidional. Padipun disunggi, dipikul dibawa pulang dan kemudian akan dikeringkan, setelah kering disimpan di lumbung.

Konsep seni lukis, sebagaimana dikemukakan oleh Mikke Susanto (2011: 227), adalah sebagai berikut:

a. Merupakan pokok/utama yang medasari keseluruhan pemikiran, tentang lukisan yang akan diciptakan. Dalam pembelajaran Seni Budaya di sekolah menengah pertama mengutamakan konsep “education through art“ yaitu pendidikan lewat seni (Read, 1961). Konsep pendidikan lewat seni rasionalnya adalah bahwa di dalam Seni Budaya, sub Seni Rupa, sub-sub seni lukis bercorak realis mengandung aspek kreativitas, sensitivitas, fantasi dan ekspresi. Guru sebagai agen terjadinya proses pembelajaran di sekolah menengah pertama yang mengajarkan seni lukis corak realisme kepada pembelajar, mesti menekankan adanya kreativitas kepada pembelajar, agar lukisannya dikategorikan kreatif. Suatu lukisan bercorak realis merupakan hasil ekspresi pembelajar yang tidak lepas dari sensitivitas, serta fantasi si pembelajar, dan didukung keterampilan teknik. Jadi, pembelajaran seni lukis bersifat realispun sudah semestinya dapat dipakai sebagai media pendidikan (Widia Pekerti, dkk. 2014: 1.22). Konsep seni lukis bercorak realis merupakan suatu hal yang sangat pokok atau utama yang mendasari

keseluruhan pemikiran tentang lukisan yang bercorak realis, tidak meninggalkan suasana atau peristiwa yang sesuai dengan realita. b. Pada prinsipnya dalam karya seni lukis ada dua unsur pokok yang

membentuk terwujudnya karya tersebut, yaitu unsur ideoplastis dan fisioplastis. Unsur yang menyangkut aspek bentuk, warna, komposisi, dan semua aspek yang dapat dilihat dalam suatu karya seni lukis merupakan bagian dari unsur fisioplastis. Sedangkan unsur yang menyangkut aspek ide, cerita, dan nilai yang terkandung dalam suatu karya seni lukis merupakan bagian dari unsur ideoplastis. Tentang unsur ideoplastis dan fisioplastis dapat diperhatikan pada gambar berikut.

Gambar 5. “Melukis Outdoor” Lukisan dengan konsep sesuai dengan realita (Sumber : Foto koleksi pribadi, 2013)

Unsur ideoplastis, dapat diperhatikan tentang: ide cerita, dan nilai yang terkandung di dalam lukisan tersebut. Sedangkan ide, menurut Mikke Susanto (2011: 187) merupakan: (1) Pokok isi yang dibicarakan oleh perupa melalui karya-karyanya; (2) Idea tau pokok isi merupakan sesuatu yang hendak diketengahkan. Pada gambar 5 pokok isi atau sesuatu yang hendak dikemukakan oleh pelukis adalah suasana melukis sesuai dengan realita yaitu melukis di luar studio: rumah dan suasana sekitarnya. Tampak tiga anak sedang membuat skets di atas kanvas, objek utama adalah rumah yang ada di depannya. Tidak kertinggalan suasana di sekitar rumah, tampak ada pohon dan burung

yang bertengger. Hamparan tanah dengan rumput hijau dan di dukung oleh hamparan langit yang biru berawan putih.

Cerita: tentang seorang pelukis memakai topi baret orange menunjukkan kebolehannnya dengan membuat skets di atas kanvas di depan dua anak yang diajarnya. Sedangkan nilai yang terkandung di dalam lukisan adalah nilai pedagogis, yaitu mendidik dua anak untuk bisa melukis rumah dan suasana di sekitarnya.

Unsur fisioplastis, merupakan aspek bentuk, warna, komposisi, dan semua aspek yang dapat dilihat dalam karya seni lukis, yaitu meliputi bentuk rumah yang menjadi objek utama, bentuk tiga orang yang sedang melukis, bentuk kanvas, bentuk pohon, burung, tanah dan langit. Bentuk-bentuk tersebut dibuat dan disusun sedemikian rupa sehingga menjadi suatu komposisi yang seimbang, enak dipandang mata diantaranya adalah warna kuning untuk menyatakan baju anak yang berada di sebelah kiri, dan untuk menyatakan dinding rumah. Biru untuk menyatakan baju anak di sebelah kanan, dan coklat untuk menyatakan celana kedua anak yang sedang melukis, atap rumah dan pohon di sebelah kiri. Orange untuk menyatakan celana dan topi baret pelukis yang sedang demonstrasi menyekets rumah. Hijau untuk menyatakan rumput dan daun. Ungu untuk menyatakan baju seniman. Biru untuk menyatakan langit yang cerah, disertai putih untuk menyakatan awan. Agar hasil kukisan tidak seperti hasil potret kemera, maka yang perlu diperhatikan adalah menyatukan seluruh unsure warna. Warna-warna tersebut dipadukan dengan serasi-harmonis dengan mempertimbangkan arah sinar dari sebelah kiri sehingga timbul gelap terang yang dapat membantu pernyataan plastis pada setiap objeknya. Perhatikan topi baret pelukisnya. Komposisi, termasuk keseimbangan asimetrris, hal ini dapat diperhatikan pada posisi rumah berada di belahan kanan, yang diimbangi sebuah pohon besar di sebelah kiri, lebat dengan buahnya. Sedangkan posisi pelukis berada di tengah dan diapit oleh dua anak yang duduk melukis. Sedangkan kelengkapan yang lain, adalah

bunga di sebelah kiri, burung bertengger di ranting, tampak pula seekor kupu yang sedang terbang dengan sayap berwarna merah. Kesemua unsur ini dipadukan dengan harmonis sehingga dapat mencapai kesatuan yang baik. Titik pusat perhatian adalah pada seorang pelukis yang sedang demonstrasi membuat skets rumah. Dengan demikian konsep seni lukis yang menyangkut unsur ideoplastis dan fisioplastis telah dikemukakan. Untuk contoh konsep seni lukis yang lain dapat dirunut pembahsan berikut ini.

Sebagai contoh yang lain, konsep seni lukis bercorak realis dapat diperhatikan pada contoh sebagai berikut: “seni untuk ibadah”. Perhatikan gambar berikut.

Gambar 6.Lukisan dengan konsep seni untuk ibadah, “Sholat”, 40 cm x 60 cm, Suwarna, 2010

Konsep “seni untuk ibadah”, tercermin di dalam lukisan tersebut, tampak unsur fisioplastis adanya kegiatan ibadah sholat di masjid, dan tiga lelaki terburu-buru karena sudah terlambat untuk berjamaah sholat di masjid. Tampak pula tulisan dengan huruf Arab: “Muhammmad Rasulullah”pada batu di sudut kanan atas. Dengan demikian Pada hakekatnya manusia melukis untuk mengekspresikan apa yang menjadi pemikiran, perasaan, pengamatan dan tanggapan suasana, peristiwa dilingkungannya. Hasil lukisannya bernuansa ibadah sesuai dengan pekerjaan maupun agama yang dipeluk pelukisnya. Pelukis menyadari akan kebesaran Tuhan sang pencipta

alam seisinya, maka ia bersyukur dengan berkarya seni lukis dengan didasari niat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sedangkan unsur ideoplastis, tampak ide cerita, dan nilai yang terkandung di dalam lukisan tersebut. Ide: menggambarkan suasana orang yang sedang beribadah shalat di masjid, dan ada tiga orang yang terlambat. Cerita: Nabi Muhammad SAW, mengajarkan tuntunan sholat berjamaah di masjid, tampak jamaah putra di dalam liwan, dan jamaah putri di serambi masjid. Bagaimanapun usaha manusia untuk berangkat shalat berjamaah di masjid, tetap ada tiga orang yang terburu-buru karena sudah terlambat berjamaah. Nilai yang terkandung di dalamnya adalah “ibadah”, mendidik umat manusia untuk selalu beribadah shalat menyembah Tuhan, mencari bekal untuk hidup di akherat nanti. Sedangkan unsur yang lain adalah permainan sinar, gelap-terang yang datang dari arah kanan tampak titik hitam sebagai visualisasi Ka’bah. Dengan permainan sinar ini, maka tampak adanya kesan plastis pada setiap objek dan mendukung kesan realisnya. Contoh konsep “seni untuk ibadah“ yang lain adalah lukisan berjudul “Berqurban” sebagai berikut.

Gambar 7. “Berqurban”, Lukisan dengan konsep seni untuk ibadah, cat minyak. Suwarna, 2002 

Unsur fisioplastis: Di dalam lukisan di atas tertera tiga ekor kambing, masing-masing dinaiki seorang, sedangkan seekor sapi dinaiki oleh tujuh orang, hal ini mengandung makna jika seseorang muslim akan berqorban seekor kambing untuk seorang, dan jika sapi bisa untuk berqurban tujuh orang. Tampak jalan yang berliku-liku dan naik, bermakna di dalam beribadah tentu banyak rintangannya, dan harus

diatasi dengan bijaksana agar selalu mendapat ijin dari Tuhan. Jalan naik juga mengisyaratkan agar manusia selalu meningkatkan taqwa kepada Tuhan. Dengan konsep melukis “seni untuk ibadah”, maka segala lukisannya dapat dinikmati oleh orang lain, dan dengan ijin Tuhan, pelukis akan mendapat ganjaran.

Unsur ideoplastis: ide, cerita, nilai yang terkandung di dalam lukisan. Di dalam lukisan tersebut tampak adanya ide untuk menyatakan manusia berqurban dengan kambing atau sapi, dengan warna kambing dan sapi putih, menandakan kesucian. Sedangkan ceritanya adalah, jika manusia akan berqurban untuk menunjukkan tingkat ketaqwaannya, berqurban dengan kambing untuk seorang diri (sat keluarga), jika berqurban dengan sapi untuk tujuh orang (7 keluarga). Warna hijau mendominasi lukisan tersebut, menandakan kesejukan, kesegaran, kesuburan dan kedamaian. Kita hidup di dunia ini hendaknya penuh dengan kedamaian. Nilai yang terkandung di dalam lukisan tersebut adalah “nilai religius”, agar manusia taat berqurban guna meningkatkan taqwa kepada Tuhan.

Demikian halnya para guru sekolah menegah pertama sebagai peserta diklat ini hendaknya menerapakan konsep pendidikan lewat seni di dalam pembelajarannya.

a. Konsep seni lukis tergambarkan dalam pikiran, dan jika ditulis biasanya sangat singkat, misalnya, “pelestarian lingkungan”. Lukisannya akan mencerminkan pelestarian lingkungan misalnya reboisasi, agar hutan tidak gundul, dan tidak banjir.

b. Di dalam seni lukis, konsep dapat dirumuskan terlebih dahulu sebelum melukis, walaupun hal ini tidak mutlak, misalnya menanggapi adanya koruptor di suatu negara. Maka pelukis berkonsep “berantas korupsi”, lukisannya akan menunjukkan pemberantasan koruptor di negara tersebut, dapat juga bercorak karikatur lukisannya.

c. Konsep seni lukis dapat menjadi jembatan antara kreator (pelukis) dan penikmat dalam melihat atau mengapresiasi lukisan, sehingga

terjadi penafsiran yang mendekati sama. Misalnya konsep suatu lukisan ditulis di dalam katalog pameran “aku cinta seni-budaya Indonesia”. Visualisasi dalam lukisan menampilkan berbagai adat dan tatacara di berbagai daerah di Indonesia, misalnya ngaben, bekakak, sekaten, merti dusun, labuhan danlain-lain. Dalam hal ini penikmat dapat mengapresiasi lukisan tersebut dengan mudah dan akan terjadi keselarasan apa yang menjadi konsep dari pelukisnya dengan penikmat tersebut. Dengan demikian antara pelukis dan penikmat dapat memiliki persepsi dan kerangka berpikir yang sejajar.

d. Untuk memperluas wawasan tentang konsep seni lukis, maka perlu dikemukakan:

1) Konsep seni lukis primitif

Manusia primitif, di Indonesia hidup dengan kepercayaan dinamisme dan animisme, serta memuja roh nenek-moyang, namun mereka juga telah menghasilkan suatu lukisan yang dilukis di dinding-dinding gua. Lukisan tersebut dianggap mempunyai “mana”, yang dapat menimbulkan kekuatan gaib. Suatu contoh misalnya lukisan babi hutan di gua Leang-leang Sulawesi Selatan (Soekmono, 1955: 44). Penelitian Van Heekeren menunjukkan bahwa tepat pada ulu hati lukisan babi hutan, tampak bekas tonjokan benda tajam (sangat besar kemungkinan ujung panah atau tombak). Umur lukisan tersebut diperkirakan 4000 tahun bertepatan dengan berakhirnya zaman mesolithikum dan dimulainya zaman Neolithikum. Hal ini dianalisis oleh para peneliti pra sejarah di Indonesia, bahwa sebelum mereka berburu hewan (kijang atau yang lain), ujung panah/ujung tombak ditonjokkan pada ulu hati pada lukisan babi hutan, beberapa lama. Kemudian setelah dianggap mempunyai kekuatan gaib, panah dan tombak dipakai berburu agar mudah mengenai sasarannya. Jadi, konsep seni lukis primitif adalah “seni mengandung kekuatan gaib dan untuk hidup”. Perhatikan gambar berikut, kepala babi hutan tidak tampak.

Gambar 8. Luiksan babi hutan di gua Leang-leang Sulawesi selatan.

(Sumber:http://openmind4shared.blogspot.com/2012/09jaman -prasejarah- kehidupan-manusia-purba.html,20-2-2014 )

2. Ide

Sedangkan ide, sebagaimana dikemukakan oleh Mikke Susanto (2011: 187) adalah (1) Pokok isi yang dibicarakan oleh perupa melalui karya-karyanya. (2) Idea atau pokok isi merupakan sesuatu yang hendak diketengahkan. Banyak hal yang dapat dipakai sebagai ide di antaranya adalah:

a. Benda dan alam, dapat menjadi lukisan stillife, dan landscape art.

Keadaan alam di Indonesia memang sangat indah, dikatakan oleh orang sebagai sorga dunia, berbagai macam bunga, buah, berbagai tumbuhan ada dan sangat menawan. Perhatikan contoh lukisan

landscape art. berikut,

Gambar 9. I Ketut Marra “A Nice Morning in Bangil” oil on kanvas, 140 cm x 207 cm (Sumber: Visual Art, 2007: 1)

b. Peristiwa atau sejarah, dapat menjadi history painting. Berbagai peristiwa heroik di berbagai pelosok Indonesia, dapat menjadi ide penciptaan lukisan. Misalnya tokoh wanita Cut Nyak Din dari Aceh, Pangeran Diponegoro dari Yogyakarta, Boeng Tomo dari Surabaya. Perhatikan lukisan Basuki Abdullah berikut:

Gambar 10. Basoeki Abdullah,

“Diponegoro memimpin perang”, cat minyak 1949. (Sumber: Mikke Susanto, 2014: 131).

c. Proses teknis, biasanya menjadi lukisan mixed media, memadukan berbagai bahan dan teknis melukis menjadi lukisan yang artistik. Teknik melukis kolase, dengan menempelkan berbagai bahan yang cocok untuk menyatakan objek, sehingga menjadi satu kesatuan dan tidak meninggalkan kaidah seni: irama, keseimbangan, kesatuan, titik pusat perhatian, harmoni pada gambar 11 untuk membuat latar belakang, memanfaatkan teknik finger painting, menggunakan pasta ajaib (jenang warna) perhatikan objek pelangi pada lukisan tersebut. Demikian pula teknik lipat (origami dari Jepang), dimanfaatkan untuk menyatakan objek burung yang sedang menyaksikan penimbangan kura-kura tersebut. Begitu juga kura-kura dari bahan sendok plastik. Timbangan dari bahan sedotan.

Perhatikan contoh lukisan berikut.

Gambar 11. Suwarna “Kelinci menimbang kura-kura”, 2014, Mixed media.

d. Pengalaman pribadi, biasanya menjadi lukisan reflektif. Perhatikan lukisan potret diri Affandi sebagai berikut.

Gambar 12. Affandi ”Potret diri”, cat minyak di atas kanvas, teknik plototan. (Sumber: Herawayi, Iriaji 1988-1989:76).

e. Kajian, formalisme seperti memanfaatkan unsur garis, tekstur, warna, biasanya menjadi lukisan abstrak. Suatu contoh perhatikan lukisan Oesman Effendi pada gambar 13, pengolahan warna kuning, merah, biru, putih, hitam, coklat, tidak meninggalkan bentuk, garis, bidang,

tekstur, yang terorganisir, penuh dengan irama dinamis, harmonis, dan sangat memperhatikan keseimbangan, sehingga menampilkan suatu lukisan yang sangat mempesona. Di dalam melukis abstrak, seorang pelukis berfantasi secara bebas tidak terikat oleh bentu-bentuk di alam ini, sehingga lukisannya kadangkala menampilkan sesuatu keadaan yang di luar dugaan. Namun kadangkala, lukisannya juga masih dapat dicerna secara harfiah dan masih mudah difahami pula.

Gambar 13. Oesman Effendi “ The composition” oil on kanvas.

61 cm x 91 cm , 1975. (Sumber: Visual Art, 2008: 92)

Dari konsep dan ide tersebut maka anda dapat menciptakan suatu lukisan yang mencerminkan gejolak jiwa anda, sehingga akan merasa puas dan karya tersebut dapat dinikmati oleh penikmat, kolektor, dan atau pemesan. Ekspresi pribadi tercurah pada lukisan, dan diharapkan anda akan menemuka jati diri, sehingga orang lain dengan sekejap mata, segera dapat mengenal lukisan anda.

Pada saat diklat ini anda diberi kesempatan melukis bercorak realis pada kegiatan pembelajaran 1, dan kegiatan pemebelajaran 2 tentang seni lukis bercorak dekoratif. Sedangkan berbagai aliran seni lukis berguna untuk memperluas wawasan seni anda. Pada kesempatan yang lain, berbagai contoh karya aliran seni lukis akan berguna pula. 3. Pengertian Seni Lukis dan Aliran

Seni Lukis adalah salah satu cabang seni rupa, mengekspresikan pengalaman artistik manusia dengan objek-objek tertentu, bersifat dua

dimensional yang memakan tempat dan tahan akan waktu (Soedarso Sp., 1987). Karya seni lukis mempunyai kelebihan daripada cabang seni yang lain karena sifat akan tahan waktu tersebut. Jika ditilik secara teoritis, seni lukis dapat dibagi menjadi dua ranah ialah seni lukis klasik dan seni lukis modern. Seni Lukis bersifat dua dimensi adalah jenis karya yang mempunyai dua ukuran, yaitu panjang dan lebar. Pelukis masa perggolakan politik menjelang kemerdekaan Indonesia, S. Soedjojono pernah mengungkapkan bahwa: “seni adalah jiwa ketok”. Jelas di sini bahwa seni lukis merupakan hasil ekspresi isi jiwa manusia yang kelihatan wujudnya, berupa lukisan. Seni Lukis juga disebut seni representasi, artinya menghadirkan kembali objek-objek yang nyata, maupun yang tidak nyata. Setelah memahami pengertian seni lukis alangkah baiknya para peserta diklat mempelajari berbagai aliran seni lukis, agar lebih luas wawasan seninya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Mikke Susanto di dalam Diksi Rupa (2011) pengertian berbagai aliran seni lukis adalah sebagai berikut:

a. Klasikisme, berdasarkan konsep: memandang dunia sebagai misteri yang dapat dijelajahi untuk menemukan alasan kehadiran manusia, dengan ciri idealisme, rasio menjadi titik tolak lukisannya, generalisme, dan mewah/megah. Berkembang di Perancis pada awal abadke-19, dengan tokoh: Jaques Louis David, dan Jean August Donimique Ingres.

Gambar 14. Lukisan Jaques Louis David, “Sumpah Horati” aliran klasikisme. Horatius menyumpah tiga anak, sementara anak permpuannya menagis

Neo Klasikisme, aliran ini dipengaruhi oleh seni Klasik Yunani dan Romawi kuno, dengan konsep sebagai cirinya: homosentris dan idealisme, subjektif, mendambakan keharmonisan, memikat hati, bertema sejarah dan mitoliogi. Tokoh: Girodet, Michelangelo, dan Leonardo da Vinci, Raphael.

Gambar 15. Contoh lukisan Leonardo da Vinci, Neo Klasikisme “Monalisa”, (Sumber: Herawati dan Iriaji, 1988-1989: 101)

b. Romantisme, aliran ini dengan konsep: suatu reaksi atas pemikiran dan alam, seni dikembalikan pada emosi, dengan ciri mengungkap misteri, dramatik, dasyat, penuh dengan dinamika, imajiner, mengedepankan individu. Romantisme berasal dari kata roman (cerita) bahasa Prancis, lahir pada awal abad ke-19, di Prancis dengan tokoh: Theodore Gericault, dengan lukisan “Rakit Medusa” (1791-1824), Eugene Delacroix, Antonie Jean Gros. R. Saleh SB merupakan pelukis beraliran Romantisme di Indonesia. Perhatikan contoh lukisan Eugene Delacroix dan R. Saleh SB. sebagai berikut.

Gambar 16. Lukisan Romantisme Eugene Delacroix, (Sumber: Yapi Tambayong, 2012: 170)

Gambar 17. Lukisan Romantisme, ” PenangkapanP. Diponegoro”, RadenSaleh SB.

(Sumber: Visual Art, Nov-Des, 2007:7)

c. Realisme, aliran ini dengan konsep: memandang dunia ini tanpa illusi, apa adanya tanpa menambah dan mengurangi objek, pelopornya adalah Gustave Courbet (1819-1877), dengan slogannya: “tunjukkan malaikat padaku dan aku akan melukisnya”. Dalam melukis mengandalkan pencerapan panca indera dan meninggalkan fantasi. Di Indonesia S. Soedjojono menganut aliran realisme, Perhatikan contoh lukisan S. Soedjojono sebagai berikut.

Gambar 18. Lukisan Realisme, “Djalan Raja”, S. Soedjojono, koleksi Istana Presiden Republik Indonesia, Jakarta

(Sumber: Mikke Susanto, 2014: 119)

Objek yang dilukis enak dilihat, namun ada juga yang memilih objek yang kotor, jelek, mengerikan. Pelopor sebelunya adalah Francisco de Goya (1776- 1828), Honore Daumier (1808-1979). Di Indonesia, pada masa revolusi aliran ralisme diprakarsai oleh: S. Soedjojono, Affandi, Trbus, dan Hendra Gunawan. Berikut adalah contoh lukisan realisme S. Soedjojono.

Gambar 19. S. Soedjojono, “Seko (Printis gerilya)”, 1949, 68,5 “ x 75”, cat minyak di atas kanvas. Koleksi pribadi presiden Soekarno.

(Sumber: Herawati, 1988-1989: 72)

Para kritikus menyatakan bahwa di sini S. Soedjojono telah berhasil

Dalam dokumen Seni Budaya Seni Rupa SMP KK I Prof (Halaman 28-105)

Dokumen terkait