• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDIVIDU DAN MASYARAKAT *

Dalam dokumen MODULPASCALKI (Halaman 50-56)

Nabi itu…..tak pernah melakukan dosa lho…

INDIVIDU DAN MASYARAKAT *

Yang dimaksud individu disini adalah manusia. Manusia merupakan makhluk realis, yaitu makhluk yang mengakui adanya realitas atau kenyataan tentang dirinya dan lingkungannya. Realitas merupakan sebuah kebenaran yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Setiap yang ada adalah baik. Maka di alam realitas ini tidak ada

yang yang namanya keburukan atau kesalahan. Karena setiap yang ada adalah baik, sedangkan yang buruk tidak memiliki realitas.

Sebagai individu realis, manusia memiliki kecenderungan untuk menyikai realitas. Karena realitas merupakan kebenaran, maka tentunya manusia akan memiliki rasa cinta terhadap realitas (kebenaran). Rasa cinta ini melahirkan (berefek terhadap adanya) tindakan yang memiliki tujuan tertentu. Tujuan inilah yang melandasi semua tindakan manusia secara sadar.

Manusia sebagai makhluk realis yang meyakini kebenaran dalam hidupnya melakukan tindakan-tindakan atau perbuatan.

Yang dimaksud dengan tindakan adalah pekerjaan untuk memperoleh keinginan/tujuan. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan manusia pada dasarnya adalah kegiatan mengumpulkan sebab-sebab untuk menghasilkan akibat.

Tindakan manusia ada dua macam, yaitu tindakan yang disengaja dan tindakan yang tidak disengaja. Setiap tindakan yang tidak disengaja tidak memiliki nilai. Sementara tindakan yang disengaja memiliki nilai. Setiap tindakan manusia yang disengaja pasti memiliki tujuan. Tujuan tersebut adalah untuk kepentingan atau kepuasan dirinya sendiri (prudensialitas). Sehingga setiap manusia adalah makhluk egois yang cinta diri (individualis)

Tindakan manusia yang disengaja (disadari) harus memenuhi syarat adanya:

1. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang perbuatan yang hendak dilakukannya.

2. Motivasi, yaitu dorongan kuat atau alasan untuk melakukan perbuatan tersebut

3. Kehendak, yaitu niat dari subjek/pelaku perbuatan

4. Usaha, yaitu ikhtiar yang mengarah kepada proses pemenuhan sebab-sebab material untuk terwujudnya tindakan tersebut.

Ketika sebuah tindakan telah memenuhi syarat kesengajaan, maka tindakan tersebut akan telah bernilai. Nilai yang dimiliki tindakan yang disengaja adalah konsekuensi yang harus diterima. Hal inilah yang mengakibatkan setiap manusia yang melakukan perbuatan secara sadar (disengaja) akan mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Sehingga, penghukuman terhadap manusia hanyalah berlaku pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja.

Tindakan manusia sebagai makhluk realis mengarah kepada tindakan yang disenangi sebagai wujud dari cinta diri atau prudensialitas. Setiap wujud kesempurnaan (kesenangan, keamanan, kenyamanan, kegembiraan, dan lain-lain) merupakan poin-poin yang digandrungi manusia. Oleh karena itu, pasti semua perbuatan manusia mengarah kepada kesempurnaan.

Realitas yang diketahui oleh manusia memiliki keragaman bentuk dan nama. Karena realitas merupakan sebuah kebenaran, maka keragaman realitas merupakan keberagaman kebenaran juga. Jadi kebenaran itu beragam. Karena kebenaran melahirkan tindakan, maka kebenaran yang beragam melahirkan tindakan yang beragam pula. Tetapi tujuan dari setiap tindakan manusia adalah sama, yaitu prudensialitas. Tujuan ini akan membawa akibat kepada diri sendiri. Sementara sebab/akibatnya beragam. Karena tindakan memiliki sebab dan akibat.

Manusia yang memiki tujuan prudensialitas untuk kesempurnaan dirinya mempunyai kepentingan mengambil sesuatu dari keberadaan orang lain. Hal ini dikarenakan manusia adalah individu yang memliki kebutuhan dan kekurangan. Keadaannya yang tidak lengkap inilah yang memiliki konsekuensi kepada tindakan pemenuhan kebutuhan dengan cara mengganggu yanglain. Tabiat materi memang menghancurkan. Artinya, ketika manusia hendak melengkapi kekurangannya, maka dia akan mengganggu keberadaan yang lain. Sementara tabiat lain dari manusia adalah vitalitas. Untuk menjaga eksistensinya, manusia sesuatu dari luar dirinya. Contoh, ketika manusia lapar, maka dia akan menghabiskan makanan. Artinya ada eksistensi yang lain yang dikorbankan oleh manusia (untuk makan daging, dia harus membunuih hewan. Untuk makan nasi, dia harus menghancurkan padi).

Setiap orang mempunyai tujuan prudensial masing-masing. Ketika si A memiliki suatu tujuan, maka orang lain akan memiliki tujuan lain yang menjadi kontra dari tujuan si A. Bisa jadi tujuan tiap-tiap orang berbeda sehingga saling mengganggu dan merugikan tujuan atau kepentingan orang lain. Oleh karena itu untuk menghindari pertentangan yang menyebabkan kehancuran harus dibuat kesepakatan atau kerangka tujuan bersama dari setiap individu yang dapat menjaga setiap kepentingan (konvensi). Konvensi ini dibuat karena adanya prinsip-prinsip yang sama dan perbedaan dari kepentingan setiap orang. Kovensi ini dihasilkan melalui proses

diskusi, dialog atau forum rembug bersama lainnya, semisal pemilu.

Setelah terbentuk konvensi, perlu dibuat konstitusi (aturan tertulis) sebagai acuan atau tata tertib dalam hidup bersama. Proses ini yang dengan sendirinya telah membentuk sebuah masyarakat. Tentunya, dalam kehidupan bermasyarakat akan terjadi tarik menarik kepentingan. Metode yang dilakukan untuk meredam terjadinya friksi yang tidak diinginkan maka lahirlah politic

bargaining atau negosiasi dan lobi.

Istilah negara pada hakikatnya muncul ketika terjadi kesepakatan di masyarakat berhubungan dengan keadaan masyarakat yang semakin luas wilayah teritorialnya dan geografisnya. Tentu saja sebuah negara akan terbentuk jika terpenuhi syarat-syaratnya. Diantara syarat berdirinya sebuah negara adalah adanya pemerintahan, rakyat, wilayah, hukum, dann penegak hukum. Jika sebuah negara tertib dalam hukumnya (kesepakatannya) serta ada konsistensi setiap individu untuk mematuhi hukum tersebut, maka akan terwujud masyarakat yang dirahmati

EPISTEMOLOGI

Sebelum kita memahami tentang tema-tema yang sering di bahas dalam filsafat ada baiknya kita mendefinisikan terlebih dahulu apa itu filsafat?, dan apa saja yang dilingkupi oleh filsafat?. Karena jika kita memahami makna suatu terma akan membantu kita untuk mendapatkan kejelasan tentang pokok bahasan yang hendak kita jelaskan, dan karena kita membahasa tentang filsafat maka kita harus mencoba berpikir seperti seorang filsuf yang selalu mempertanyakan definisi sesuatu sebelum membahas dan mengkaji atau mungkin hendak melakukan sesuatu. Karena dalam kegiatan sehari-hari, terkadang kita berpikir seperti seorang filsuf, namun karena kebiasaan hidup kita hilanglah potensi kita untuk mengembangkan diri kita untuk menjadi filsuf,orang yang kritis, sehingga kita menjadi kurang kritis terhadap masalah - masalah yang muncul. Atau kita tidak lagi memeriksa pemahaman kita tentang realitas yang ada di dalam diri kita dan diluar diri kita, padahal sangatlah penting memahami merenungi pemikiran dan tindakan yang telah kita lakukan,apakah telah berdasarkan kepada kebaikan dan kebanaran, seperti yang di ungkapkan oleh Aristoteles: “hidup yang tidak diperiksa sesungguhnya tidak layak kita jalani”. Dalam makalah ini tanpa terkecuali kita harus memeriksa pengertian tentang filsafat.

Filsafat berasal dari akar kata yunani yakni, philo yang berarti cinta dan sophi yang berarti kebijaksanaan, yang secara arti kata bermakna cinta kebijaksanaan atau ilmu yang mencari kebenaran yang hakiki. Dalam

perkembangan sejarahnya Socrates merupakan orang pertama yang menamai dirimya dengan philoshopus, pecinta kebijaksanaan, dari awal pernyataan inilah rujukan awal dari pengertian filsafat2. Menurut sejarawan ada dua alasan mengapa Srocrates menggunakan kata tersebut, pertama karena kerendah hatian Socrates yang selalu mengakui kebodohannya, kedua protesnya kepada kaum Sofis yang yang menyatakan diri mereka adalah para sarjana. Dengan klaim ini, kaum sofis yang menyatakan mereka kelompok sarjana yang punya hak untuk mendakwakan pendapat mereka dan memanfaatkan gelar ini untuk keuntungan materi. Kaum Sofis adalah orang yang menjadi lawan debat Socrates semasa hidupnya. Socrates sesungguhnya hendak memberikan pemahaman kepada kaum sofis bahwa pembahasan dan perdebatan bukanlah semata untuk kepentingan politik dan materil, dan kaum sofis tidak lah layak menyandang gelar sebagai orang bijak, sebagaimana yang dilakukan kaum Sofis pada masa itu.

Dalam perkembangan selanjutnya pengertian filsafat mengalami perubahan makna, sebagaimana yang dilakukan oleh para filsuf Islam, yang sering dituduhkan oleh sebagian besar sarjana barat bahwa filsafat Islam hanya penyambung dari filsafat yunani padahal pendapat ini sangatlah keliru sebagaimana yang dinyatakan oleh Henry Corbin3. Sesungguhnya apa yang banyak dipahami oleh kalangan sarjana barat bahwa filsafat Islam itu tidaklah autentik adalah pemahaman yang keliru. Karena kalau kita mengkaji filsafat Islam akan ditemukan permenungan yang dilakukan oleh para filsuf Islam memiliki akar yang kuat dengan merujuk kepada Al~Quran dan Sunnah, seperti yang ditandaskan oleh Hussein Nasr,”Filsafat Islam disebut Islam bukan hanya lantaran pemekarannya di Dunia Islam dan di tangan orang-orang muslim melainkan (lebih utama) lantaran seluruh prinsip, inspirasi dan pokok soalnya bermuara pada sumber-sumber Wahyu Islam4

Filsafat menurut Murtadha Mutahhari adalah Ilmu yang membahas tentang wujud sebagai satu kesatuan yang memaparkan hukum-hukum umum kemaujudan5. Filsafat terdiri dari beberapa tema besar yang menjadi pokok bahasannya, yaitu epistemologi yang membahas tentang pengetahuan, ontologi yang membahas tentang hakekat keberadaan atau asal setiap yang ada dan aksiologi yang membahas tentang nilai-nilai segala sesuatu.

Dalam makalah ini akan akan dibahas tentang epistemologi, karena bagian ini merupakan pokok bahasan tentang pengetahuan yang akan menjadi landasan dasar pengetahuan, selain itu agar pembahasan tentang filsafat lebih fokus.

2 Muhammad Taqi Mishbah.Daras Filsafat Islam.Mizan.2003.hlm 5

3 Henry Corbin. History of Islamic Philosofi, London : Kegan Paul international in association with Islamic

Publications for The Institute of Ismaili Studies. 1993. dalam “pengartar”

4 S. Hussein. Nasr and Oliver Leaman. History of Islamic philosophy. bag I. london : Routledge.1996. hlm 27

Filsafat seperti ilmu yang lainnya terus berkembang menjadi pokok persoalan keilmuan yang selalu menarik untuk dibahas terutama berkaitan dengan pengetahuan. Kajian seputar pengetahuan manusia menjadi pusat persoalan yang sangat serius dikaji dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Kajian tentang pengetahuan manusia merupakan titik tolak dari kemajuan Ilmu, sebab untuk mengukuhkan pemahaman manusia tentang dirinya dan alam semesta tidak mungkin dapat dipahami secara jelas dan gamblang jika sumber-sumber pengetahuan, kriteria-kriteria pengetahuan dan nilai-nilainya tidak ditetapkan. Salah satu perdebatan besar yang sering muncul dalam perkembangan filsafat adalah diskusi yang berkenaan dengan pembahasan tentang asal-usul dan sumber-sumber pengetahuan. Pertanyaan yang mungkin akan muncul dalam mengkaji seputar pengetahuan yakni bagaimanakan pengetahuan itu hadir dalam diri manusia, bagaimanakah bentuk pengetahuan itu dan sumber apakah yang mengarahkan pemikiran manusia sehingga terbentuk pengetahuan.

Dalam kenyataannya, manusia mempunyai pengetahuan dan dalam dirinya terdapat berbagai macam pemikiran. Setiap manusia menyadari bahwa pengetahuan yang ia miliki saat ini muncul dari pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Oleh karena itu setiap jiwa manusia membutuhkan pengetahuan terdahulu untuk menciptakan pengetahuan yang baru.

Menurut asal katanya, pembahasan tentang pengetahuan, dalam bahasa yunani disebut epistemologi. Istilah epistemologi terdiri dari dua kata ‘episteme’ yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori, dan dalam bahasa Indonesia dapat diartikan menjadi teori pengetahuan.

Epistemologi menjadi landasan bagi semua pengetahuan manusia. Keyakinan dan teori apapun yang pernah ada dalam benak manusia pasti memiliki epistemologi. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membahas tentang macam-macam pengetahuan dan sumber-sumbernya, alat-alat untuk mendapatkan pengetahuan dan proses terbentuknya pengetahuan. Epistemologi merupakan landasan ilmu yang sangat penting untuk dipelajari dalam usaha kita mendapatkan kebenaran.

Dalam sistematika urutan pembahasannya, epistemologi adalah bagian terdepan yang selalu menjadi acuan kajian filsafat. Padahal, mengedepankan epistemologi sebelum mengkaji keberadaannya adalah kurang tepat, karena bagaimana mungkin kita dapat mengukuhkan teori tentang pengetahuan sebelum kita meyakini keberadaannya (baik subjek pengetahu dan objek yang diketahui). Dan pengetahuan adalah suatu realitas yang harus dikukuhkan keberadannya sebelum kita memasuki secara mendalam tentang teori pengetahuan.

II. HUBUNGAN ANTARA EPISTEMOLOGI, PANDANGAN ALAM DAN IDEOLOGI

Setiap individu memiliki keyakinan terhadap suatu bentuk pemikiran yang akan digunakan sebagai landasan gerak dalam aktivitas kehidupannya. Dan mereka akan membela dan mempertahankan keyakinannya karena

merupakan landasan bagi penentu kehidupannya. Semenjak dahulu perbedaan keyakinan akan bentuk pikiran telah terjadi, namun dahulu hanya terjadi di kalangan tertentu saja sedangkan sekarang terjadi di tengah masyarakat secara lebih luas, maka perbedaan, pertikaian antar keyakinan semakin bertambah luas.

Perbedaan bentuk pemikiran yang dijadikan landasan gerak kehidupan manusia menimbulkan perbedaan cara pandangnya tentang alam. Ketika sebagian manusia memiliki pengetahuan yang di yakini bahwa alam satu-satunya sumber pengetahuan sehingga epistemologinya hanya mengakui materi semata maka kecendrungan pandangan alamnya adalah materialis. Sedangkan sebagian yang meyakini bahwa epistemologi bukan hanya alam tetapi adanya rasio dan hati juga meyakini ada kehidupan yang kekal dan abadi maka pandangan alamnya bersifat ketuhanan. Perbedaaan keyakinan akan epistemologi tertentu menyebabkan perbedaan akan pandangan alam. Setiap individu dan kelompok akan memberikan sejumlah dalil dan argumen epistemologi yang di yakini sehingga akan membedakan dari yang lain. Dengan demikian epistemologi merupakan landasan atau dasar pandangan alam, Pandangan alam adalah kesimpulan pemikiran, tafsiran dan kajian manusia tentang alam semesta, manusia, masyarakat dan sejarah.

Epistemologi melahirkan pandangan alam dan pandangan alam merupakan landasan dari ideologi. Kalau di buat suatu bangunan pemikiran maka bangunan bawah (dasar) pemikiran adalah pandangan alam dan bangunan atasnya adalah ideologi. Dengan demikian sandaran dari berbagai ideologi yang muncul ditengah-tengah masyarakat adalah pandangan alam. Ideologi itu berisi perintah, larangan dan kewajiban yang menuntun manusia kepada tujuan yang diyakininya. Karena itu ideologilah yang menentukan harus bagaimana kehidupan manusia, membina masyarakat, dan pola hidup masyarakat. Dalam istilah ulama tradisional, ideologi adalah hikmat amali (ilmu praktis ) dan pandangan alam adalah hikmat nazhari (ilmu teoritis); hikmat amali adalah hasil dari hikmat nazhari, dan bukannya hikmat nazhari hasil dari hikmat amali6

Pembahasan tentang epistemologi merupakan pokok persoalan yang sangat mendasar dan penting, karena akan memudahkan kita dalam memahami dan menyingkap tentang hakikat manusia, alam semesta serta seluruh realitas wujud yang ada. Karena dengan epistemologi-lah kita dapat mengetahui apa yang melandasi seluruh aktivitas gerak hidup manusia.

Dalam dokumen MODULPASCALKI (Halaman 50-56)

Dokumen terkait