• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDONESIA MENDJELANG MASA DEPAN Terapung ta’ Hanjut, Terendam ta’ Basah, Berdiri

Dalam dokumen Analisis Manifesto politik NII ID (Halaman 41-49)

------BAB X:

INDONESIA MENDJELANG MASA DEPAN Terapung ta’ Hanjut, Terendam ta’ Basah, Berdiri

Dengan memperhatikan apa jang telah kami rawaikan di atas, sekedar gambaran kasar atas keadaan dan kedudukan Indonesia, hingga kini, dapatlah kita mengambil peladjaran, mengupas dan mendjeladjah, meraba2 dan menggambarkan: apa gerangan nasib jang boleh dialami oleh Indonesia, Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia, di masa depan.

Suatu masa jang penuh dengan awan dan kabut jang tebal; suatu masa jang tidak mengandung “harapan baik”. Sungguhpun demikian, kita tidak perlu ketjil hati atau putus harapan (pessimistis), dan sebaliknja, kitapun djangan terlalu gembira dan berbesar hati (optimisme), sehingga atjapkali lupa-daratan, lupa kepada realiteit jang kita hadapi dan jang lagi kita indjak pada dewasa ini. Hendaknja kita berdiri di djalan-tengah itu, didjalan jang dirahmati dan diridlai Allah kiranja. Amin.

Isti’anah, istiqamah dan istitha’ah adalah pendirian ‘amal tiap2 Muslim terutama Mudjahid! Semoga Allah berkenan menuntun kita sekalipun, Ummat Islam Bangsa Indonesia beserta Ra’jat Indonesia seluruhnja, dan Negara Islam Indonesia kearah Mardlotillah Sedjati! Insja Allah. Amin.

1. Dipandang daripada sudut dan pendirian “orang dalam” (insider), maka penjakit jang menghinggapi darah dan djantungnja R.I. (R.I.K.) sudahlah meningkat demikian tinggi dan hebat, sehingga tidak mungkin ia (R.I.=R.I.K.) sembuh dan sehat kembali.

Adapun jang dimaksudkan per-tama2 sekali dengan istilah R.I. (R.I.K.) di sini, ialah: Pemerintah R.I., atau pemerintah R.I.K...

Adapun ra’jatnja, ummatnja, kiranja masih dapat diobati, ditolong, meskipun tidak semuanja. Sebab infeksi dipusat itu sudah mendjalar menghinggapi hampir tiap2 lapisan dan tingkatan masjarakat.

Lebih lanjut boleh ditegaskan, bahwa di dalam “permainan tjatur politik” ini, maka Ra’jat Indonesia hanjalah merupakan objekt (maf’ul), barang permainan belaka. Tidak lebih dan tidak kurang daripada itu. Beberapa orang manusia jang menamakan dirinja “pemimpin”, itulah jang memper-mainkan nasib ra’jat. Dan di antara beberapa orang manusia itu termasuklah Peme-rintah RI, pemerintah R.I.K.. tahu dan sadar akan tanggung-djawabnja, terhadap kepada negara dan ra’jat Indonesia, lebih2 lagi djika sifat ksatrija tertanam di dalam djiwanja, maka Pemerintah R.I.K.. —pemerintah nasional kemerah2an dan merah-Moskow sekarang ini— harus dan wadjib mengundurkan diri!

Tetapi dengan sikap jang melekat pada diri, dan mengalir ber-sama2 darah peng-chianat, kita tidak boleh mengharapkan suatu sikap ksatrija daripadanja. Memang mereka sengadja hendak mendjual negara dan bangsa, kepada negara dan ideologi jang lainnja!

2. Lain halnja, djika Ummat Islam dilingkungan R.I.K. kuat dan sentausa, dan terutama memiliki keberanian jang mentjukupi, maka Insja Allah keadaan Indonesia tidak akan sesulit sekarang ini.

Tetapi siapa tahu, bahwa kuda-tunggang” dan “sapi peres”, jang selama itu hanja melakukan tugasnja “ditunggangi dan diperah”, oleh nasional kemerah-merahan dan komunis-merah, pada suatu sa’at jang ditentukan Allah, sadar dan insjaf akan tugasnja-wadjibnja jang sutji, diikuti dengan tindakan jang tegas: “melemparkan nasional dan komunis-merah dari atas punggungnja, dan kemudian bertindak membasmi-membinasakan merah djahanam itu; mengabungkan diri bahu-membahu dengan kawan2 pedjuang sutji jang lainnja, mempersembahkan dharma-bakti kepada Allah: menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia”!

Djika terdjadi jang demikian, luar daripada dugaan dan sangkaan, alangkah besarnja kurnia Allah, jang dilimpahkan atas Ummat dan Pemimpinnja (Islam), jang selama 7 tahun ini hanja pandai “meng-hambakan diri kepada pihak nasional kemerah-merahan dan komunis merah Moskow itu”!

Mudah2an mereka segera dianugerahi tolong dan kurnia Allah, sehingga berani merobohkan masjarakat djahilijah, masjarakat kufur, beserta pemerintahnja jang djahil murakkab itu !!! Silahkan!

3. Apa jang disebutkan diangka 3. Masih masuk bagian “kalau”, belum boleh masuk perhitungan, hanja boleh “diharapkan”. Adapun jang sudah terang dan pasti, ialah: bahwa R.I. (R.I.K.) hanja tinggal merk dan ‘alamatnja. Isinja: merah muda dan merah tua.

Bilamana keadaan telah mengizinkan, sepandjang hitungan dan rentjana merah —mitsalnja Ho Chi Min dapat mengusai Indo-Tjina, atau Malaja dikuasaia oleh Komunis, atau R.R.T. sudah masuk menjerbu ke Burma, dan ...—, maka pada saat itu dengan mudah dan lenggang2 kangkung, dengan tidak segan dan sjak lagi, si-merah akan mengganti nama dan ‘alamat Republik Indonesia, mendjadi: Republik Ra’jat (Komunis) Indonesia Republik Sovjet Indonesia, atau nama lainnja, jang sekiranja sesuai dengan kehendak dan tjiptaan, intruksi dan recept komunis jang agresif itu. Tjatatlah baik-baik!

4. Di atas dinjatakan, bahwa sampai sekarang R.I. (R.I.K.) merasa puas dan merasa tjukup, mewarisi “nama” bangkai jang telah mati dan dikubur itu, beserta “undang2 dasar” dan pakaian jang lainnja, jang kini hanja merupakan “pindjaman sementara” (tapi tidak terbatas) itu. Sengadjakah?

Betul, sengadja, dan memang disengadja! Dan perbuatan “sengadja itu dilakukan menurut rentjana Merah Indonesia, dengan pimpinan Moskow.

Masih kurang kekuatan negara (karena tidak memiliki undang2 jang mendjadi sendi-nja), makin mudah pula merobohkan dan menggulingkannja, se-kurang2nja mudah diindjeksi dan diinfeksi, dengan ratjun dadjdjal la’natullah jang istimewa. Pemimpin2 nasional jang tahu, membiarkannja, bahkan sebagian besar membenarkannja! Hendak menentang arus tidak berani, dan tidak berdaja! Adapun pemimpin2 Islam, tetap tolol dan bodoh (ma’af), se-akan2 tidak tahu, bahwa dunia hendak ganti bulu, menukar kulit dan isinja! Mereka tetap manggut2 dengan kebodohan dan ketololannja, jang “old fashion” (lapuk) itu! Kasihan. 5. Keadaan pemerintahan (berstuur) R.I. morat-marit dan berantakan. Masih djuga pihak merah belum puas,

ingin mempertjepat dan memperhebat proces kedjatuhan dan keruntuhan itu. Mereka melakukan aksi2 jang muluk2 seolah2 mereka adalah “satu2nja pembela marhain, sihina-dina”, mereka melakukan agitasi dengan kata2, jang seakan2 hendak membelah angkasa dan menelan dunia, serasi dengan rentjana dan tipuan dadjdjal la’natullah.

Padahal niat dan hadjat jang sesungguhnja ialah: merobohkan dan menghantjur binasakan negara, aksi destruktif semata. Sementara itu ra’jat mendjadi “permainan politik”, terombang-ambing, dengan tiada ketentuan arah-tudjuannja, tiada mem-punjai pedoman pegangannja.

Di kala katjau-balau dan keruh itu, si-merah mendapat kesempatan baik, dan memper-gunakannja dengan effektif. Mereka naik panggung, sambil menjanji lagu-lagu merah. Sedjenak mereka menundjukkan “sosial dan merahnja”, karena R.I. tidak demokratis, tidak sosialistis

...

Di kala lain, mereka “menangis merintih-rintih” dan “meratap tersedu-sedu”, semasa menghadapi kaum buruh dan kaum tani jang dianiaja, dihina dan diperkosa ... oleh majikannja, dan pemerintah R.I.! Main komedi, main tonil, main sulap ini ber-laku dengan leluasa, seidzin R.I. jang hendak dibongkar, dibasmi dan dibinasakannja!

Pada hakikatnja dalam hati-ketjilnja mereka tertawa tergelak-gelak, riang gembira dan suka-tjita, karena “obat merah” sungguh2 mudjarab dan “makan” dalam djantung hati R.I. dan masjarakat djahilijah.

Hatta, maka meradjalelanja kerusakan dan kesengsaraan didalam masjarakat, jang makin hari makin bertambah2 —kalau masih kurang, pihak merahpun siap-sedia untuk menambah kedjatuhan dan berantakkannja R.I.—, mendj’adilah dasar2 hidup-nja komunisme dengan subur dan ma’mur.

Masihkah ada orang jang sjak akan kenjataan ini??? Tambahnja kekatjauan, rampok, perkosaan hak, perbuatan sewenang-wenang, korupsi besar2an dan chianat, jang dilakukan oleh pemerintah R.I. (R.I.K.) sendiri, oleh pesawat2nja jang merupakan tentara, sivil dan pegawai2 lainnja, maka semuanja mempertjepat proces: lekas djatuh dan hantjurnja Republik Indonesia (R.I.K.) sebagai Negara.

Nafasnja Senin-Kamis detikan darahnja tidak normal lagi, roman mukanja putjat, kurus, kering, laksana bangkai hidup.

Ia dirawat didalam rumah sakit “merah” dipelihara oleh dokter2 “merah”, dan didjaga oleh djuru2 rawat “merah”. Siang malam perawatan dilakukan dengan penuh hati2. Tiap2 saat mereka meneliti keadaan sisakit, memuthola’ah thermometer dan alat2 pengukur penjakit jang lainnja. Wal-hasil,, pemeliharaan dan perawatan di dalam rumah sakit itu “sempurna-lah” sudah. Tak kurang suatu apa. Oleh karena si-dokter tidak hanja ahli didalam obat2an melainkan djuga mempunjai “spesialisasi jang istimewa” dalam bagian politik, terutama politik-merah, maka dalam melakukan tugasnja jang maha penting didalam rumah sakit, tidak lupa ia melihat2 dunia luar, tekanan hawa dan djurusan angin dunia. Perubahan djarum berometer internasional selalu mendapat perhatian sepenuhnja; sebuah alat pengukur tekanan hawa, aliran angin dan gerakan bumi, menundjukkan besar atau ketjilnja gelombang, memberi tanda2 akan datangnja angin taufan.

Bahwa panas angin berhenti, jang meliputi Moskow dan Peking, Washinton dan London, seolah-olah mendjadi tanda jang pasti akan datangnja mara-bahaja, jang akan menimpa ummat manusia seluruh dunia. Ini semuanja, tidak diabaikan oleh dokter jang lagi melakukan tugasnja dirumah sakit itu.

Selain daripada itu, mereka —para dokter dan djuru-rawat— selalu meneliti dan memperhatikan sa’at jang paling baik, bagi sisakit memenuhi panggilan Ilahy, pulang ke maqam abadi: sa’at jang dianggap menguntungkan bagi ummat manusia jang berhaluan dan bertjorak merah. Wal-hasil si-sakit dirawat dan dipelihara demikian rupa, sehingga ia boleh meninggalkan rumah sakit, menghadap Mahkamah Ilahy, tepat pada waktu jang direntjanakan, sepandjang rentjana manusia merah. Bila suatu sa’at R.I. menghampiri sakaratul maut, maka dikerahkannja-lah segala tenaga dan daja-upaja, untuk mendapatkan obat penjambung njawa dan pemandjang ‘umur. Itupun, djika waktu datangnja adjal dianggap “belum tepat”, sepandjang perhitungan dan rentjana merah, tegasnja: tanda2 jang ditundjukkan oleh barometer internasional belum tjukup mateng, untuk menundjukkan “belasungkawanja” atas mangkatnja orang besar R.I. (R.I.K.) itu. Taruhlah R.I. sudah mati, dengan karena Kehendak dan Kekuasaan Allah djua, tapi waktunja “belum tepat” maka berita kematian itu akan ditutup rapat2, bangkainja akan dibalsem baik2 dan suasana gembira akan tetap meliputi rumah sakit itu, se-olah2 tidak terdjadi suatu peristiwa sedih-pahit suatu apapun: aman dan tenteram, ma’mur dan sentausa, sehat dan bahagia!

Sebaliknja daripada itu, kalau sa’at tepat jang dinanti2kan itu telah tiba —baro-meter telah menundjukkan dengan pasti akan mengamuknja angin taufan, langit sebelah Timur dan Barat sudah gelap gulita, halilintar peperangan telah menghambur-hamburkan apinja, jang menjambar2 seluruh dunia —, maka pada sa’at itulah para dokter “merah” tsb. akan mempergunakan “indjeksi” ratjunnja jang penghabisan”, jang akan menjudahi riwajat hidupnja R.I. lenjap dari muka bumi, menjebrang alam di balik kubur!

Inna lillahi wa inna ilaihi radji’un! Itulah kata2 jang terachir, jang mengantarkan majat ke ‘alam baqa. 7. Dalam sa’at jang genting-runtjing, seperti sekarang ini, jang didalam anggapan dan pandangan kaum Merah

menguntungkan kedudukan merah seluruh dunia, maka sa’at itulah akan dipergunakan baik2, untuk melaksanakan tjita2nja; menelan dan memper-Sovjet-kan dunia. Djuga Indonesia.

Oleh sebab itu, maka mereka berdaja keras, untuk memperpendek ‘umurnja R.I. dan di atas kuburan R.I. itu mereka ingin mendirikan Negara Komunis di Indonesia. Semuanja itu menurut rentjana jang tentu, kalau perlu dengan paksa, ganas dan kedjam, jang tidak kenal batas hukum !!!

Dalam satu babakan tonil jang dipermainkan dan dipertontonkan oleh pihak Merah itu, dengan tidak ragu2 atau malu2, dengan hati munafiq dan tekad jang tidak djudjur, mereka akan ikut serta menghantarkan djenazah R.I. masuk kelobang kuburnja, kalau perlu dengan bertjutjuran air-mata (buaja???) dan belasungkawanja, dan mela-hirkan pidato di atas kuburan dengan semangat berkobar2 (lijkrede = talqin) serta melakukan upatjara lainnja, berhubung dengan djatuh dan mangkatnja seorang besar lagi kuasa, sahabat karibnja. Tetapi sepulangnja dari kuburan, maka “si-dadjdjal merah” boleh bersiul2 dan menjanji2 sepandjang djalan, lagu “Internationale”, de-ngan riang gembira dan suka-tjita jang ta’ terhingga.

8. Demikianlah gubahan merdeka, jang menggambarkan akan gerak-gerik pihak Merah (Komunis), didalam lingkungan R.I. (R.I.K.), jang tidak djemu2 dan malu2nja selalu menondjolkan dirinja, sebagai pembela bangsa, pemimpin negara, pentjinta damai dan pembebas manusia.

Sesungguhnja gambaran di atas, terlalu amat lunak dan sangat sederhana sekali. Padahal, keadaan jang lagi akan terdjadi itu, mungkin 1000 kali lebih hebat, lebih dahsjat daripada itu. Kerusakan, kemelaratan, kesengsaraan penderitaan....akan djauh lebih daripada apa, jang boleh digambarkan oleh pikiran dan kalam manusia. Dan kalau Komunis sungguh2 akan berkuasa di Indonesia —INSJA ALLAH HAL INI TIDAK AKAN TERDJADI —, alangkah besar dan dahsjatnja mara-bahaja, jang boleh timbul karenanja dan tumbuh daripadanja. Tiada seorang jang boleh menaksir dan memperhitungkannja!

9. Walaupun betapa pula kekeruhan dan kesukaran, jang lagi akan kita hadapi nanti, djanganlah sekali2 menimbulkan ketjewa dan putus harapan, lemah dan ketjil hati, melainkan semua itu hendaknja mendjadi tambahan bekal dan bahan, dalam usaha kita, mempersembahkan dharma-bakti sutji kehadlirat Ilahy: menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.

“Tiada penjakit jang timbul, melainkan telah disediakan obat penjembuh baginja! Tiada bhakti-sutji, melainkan disertai dengan godaan anak-tjutju Iblis la’natullah jang durdjana! Orang ta’ tahu harganja sehat, sebelum ia sakit! Orang ta’ tahu harganja merdeka, sebelum ia menderita! Makin hebat perdjuangan sutji menggelora, makin besar tinggi nilai harga daripada Kurnia Allah jang akan tiba”!

Alhamdulillah! Sementara itu, Negara Islam Indonesia berdiri. Makin hari makin meningkat tinggi, semata2 hanja karena tolong dan kurnia Ilahy. Kurnia Allah, hak sutji daripada Ummat Islam Bangsa Indonesia ini, kiranja boleh mendjadi factor ketiga (luar daripada nasionalisme dan komunisme), obat penjembuh penjakit negara dan masjarakat jang berbahaja itu.

Semoga Allah berkenan melimpahkan tolong dan kurnia-Nja atas Negara Islam Indonesia beserta sekalian penggalang dan pendukungnja, sehingga dipandaikan, ditjakapkan dan ditjukupkannja menunaikan salah satu bhakti sutjinja: “melepaskan, menghindarkan dan membebaskan Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia daripada antjaman mara-bahaja dunia dan achirat itu. Insja Allah. Amin.

Mengingat segala jang tertulis di atas, maka disa’at jang genting, runtjing dan kritik itu, Negara Islam Indonesia tidak akan tinggal diam, melainkan akan berbuat dan bertindak sepandjang rentjananja: ikut tjampur tangan, menentukan nasibnja Negara dan Bangsa, Agama dan Ummat hanja karena wadjib, tugas dan pertanggung-djawab, jang diletakkan atas pundaknja belaka. Pada dewasa itu berkobarlah Perang Saudara, Perang Ideologi, perang adu tenaga, perang darah dan besi, perang didalam selimut (dalam kalangan bangsa Indonesia di Indonesia), bertikai-bertikam didalam satu sarung, lebih hebat dan dahsjat, daripada apa jang telah dan lagi berlaku hingga kini. Mungkin Perang Saudara tsb. merupakan “Perang Segitiga Kedua”, landjutan daripada jang sekarang lagi berdjalan, djika sementara itu pihak Nasionalisme belum berantakan dan merupakan front tersendiri. Dan mungkin pula perang saudara itu merupakan Perang antara Islamisme dan Komunisme, djika sementara itu pihak Nasionalisme sudah mentjapai keruntuhan dan kedjatuhannja sedemikian rupa, sehingga tidak mewudjudkan factor sendiri, didalam pertentangan hidup (struggle for life) mati-matian itu.

Tegasnja: didalam kemungkinan (kedua) ini, maka Perang Saudara tsb. akan berlaku, kemudian daripada Perang Segitiga Kedua, di Indonesia. Sampai dimana benar atau salahnja perhitungan kami ini, sedjarah Indonesia dan riwajat dunia jang akan datang, akan membuktikannja.

10. Dalam pada itu, djangan sekali2 dilupakan kedudukan Indonesia menghadapi dunia luar, dunia internasional, dan sebaliknja, sikap dunia internasional atas dan terhadap Indonesia.

Sedjak mula berdiri, maka Indonesia tidak pernah mendasarkan laku-langkahnja dan sepak-terdjangnja atas kekuatan, tenaga dan kehendak ra’jat; tidak berdiri atas akar kuat jang menantjap didalam tanah (ra’jat); tidak mengindjak djalan jang njata (rieel) melupakan keadaan ra’jat; melainkan selalu memalingkan mukanja daripada ra’jat, mengkiblat kearah jang ditundjukkan oleh djarum pedoman internasional, tergila2 kepada “dunia luar”, jang pada lazimnja bernamakan: International minded.

Kiranja tidak djauh daripada kebenaran dan kenjataan, bila kita menggambarkan kedudukan Indonesia keluar, sebagai pepatah: “Terapung ta’ hanjut, terendam ta’ basah, Berdiri ta’ berakar, bergantung ta’ bertali” Tafsir lebih djauh periksalah uraian di bawah.

11. Dengan karena pendirian tsb., maka Indonesia selalu bertjumbu2an dengan dunia luar, dunia internasional. Perhubungan, ikatan dan persambungan keluar itu achir kemudiannja meningkat demikian rupa, sehingga mendjadi pegangan, tongkat dan dasar, dimana ia (Indonesia) berakar memperoleh hak2 dan zat2 hidupnja. “Atlantic Carter” didjadikan primbon, tempat dan pangkal Indonesia menjandarkan dirinja: menuntut dan menentukan nasib dirinja, nasibnja sesuatu bangsa jang patut memiliki sesuatu negara di dalam lingkungannja sendiri, jang biasanja disebut dengan istilah: “self-determination”.

Tjeritera punja tjeritera, runding punja runding, achirnja berlangsunglah K.M.B. (R.T.C.) dimana pihak Belanda didesak dan terdesak disatu sudut: harus mengakui Kemerdekaan Indonesia. Waktu itu, dunia masih tengah-tengahnja djemu kepada perang, ‘akibat daripada lelah-letih disebabkan Perang Dunia Kedua. Wal-hasil, perang harus berhenti, keamanan dan kema’muran didalam tiap2 negeri —djuga di Indonesia, jang masuk salah satu daerah-pengaruh Blok Amerika— harus segera dilaksanakan. Sedjak itu, Indonesia mendjadi merdeka, walaupun tidak 100%.

Rupanja memang sengadja, Indonesia dimasak dan dibuat setengah matang, berkat ketjerdikan para diplomat dan politikus internasional pada waktu itu; untuk mendjaga “kemungkinan” di masa depan, sambil menantikan bukti jang njata.

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, maka achir kemudiannja sampailah kepa-da tahun 1952. Kini, keadaan sudah berbeda, berlainan daripada tahun 1949, tahun kelahiran “daulat hadiyah”, kurnia atas Indonesia.

Meskipun Perang Dunia Kedua dengan resmi telah disudahi, tetapi sisa2 api batu-bara internasional masih tetap menjala2, mendjilat dan membakar-bakar, menimbul-kan huru-hara dibeberapa tempat di dunia. Teradju dan mizan internasional mulai gojang lagi. Insiden di tempat2 pengawasan —negara2 muda, negara2 baru, negara2 boneka (satelliet) dari masing-masing blok, pihak— mulai terdjadi. Makin hari, makin bertambah ramai, hangat dan panas. Lama kelamaan orang tidak lagi memikirkan “damai”, walaupun selalu berteriak2 “damai dunia, damai dunia”! Tetapi orang ber-siap2 untuk menghadapi perang, memperlengkapkan alat perang, dan menjempurnakan tenaga perang. Keadaan ini, bolehlah digambarkan di dalam pepatah purba: “Si vis pacem para bellum”, Djika engkau menghendaki damai, bersiaplah untuk berperang!”

12. Kini keadaan internasional sudah sampai pada tingkatan kritik.

Peralihan tentara, kesibukkan diplomasi dan lain2 usaha, menundjukkan akan segera datangnja “taufan mara bahaja”. Perang Dunia Ketiga, Perang Brata Juda Djaja Binangun. Tanda-tandanja sudah tampak, dengan terang dan njata. Meski pihak jang ingin damai (Pasifisten) sekalipun tidak akan dapat menjangkal kebenaran dan kenjataan ini. Maka pada suatu sa’at, dengan pilihan Allah langsung, Perang Dunia Ketiga akan meletus. Seluruh dunia akan terdjilat oleh api peperangan itu. Djuga Indonesia tidak mungkin menghindarkannja, terutama djika ditilik daripada sudut kedudukan Indonesia didalam lingkungan bangsa2, dan rantai pertahanan blok Amerika, di Pasifik. Ditambah lagi, letaknja Indonesia, ditengah2 dan disekeliling negara2 blok Amerika.

13. Mungkinkah Indonesia dapat tetap mempertahankan kedudukan dan sikapnja, jang bernamakan “Politik Bebas” (neutral) itu? Dengan tiada sjak dan ragu2 sedikitpun, bolehlah kami djawab:

Tidak! Sekali-kali tidak! Indonesia dimasa Perang Dunia Ketiga j.a.d. tidak mungkin tetap berpegang kepada politik-bebasnja. Kalau Indonesia tidak mau ikut perang, maka ia akan dipaksa ikut serta, kalau perlu dengan paksa dan kekerasan.

Adanja Blok ketiga, jang diharapkan akan boleh mendjadi pengantara dan pentjegah Perang Dunia Ketiga, akan tetap tinggal “impian” belaka.

14. Siapakah jang mula-pertama akan “memperlindungi” (protect) Indonesia? Lebih dulu, baiklah kita peringati akan berita jang 90% resmi, disiarkan oleh Party Demokrat A.S., dalam konferensinja jang di’umumkan pada tg. 23 Djuli 1952, jang a.l.l. menjatakan:

“bahwa Indonesia tidak disebut dl. daftar negara-negara sahabat Amerika Serikat”. Sedang India jang djuga berhaluan “politik bebas” dimasukkan dalam daftar sahabat tsb. Apalagi Pakistan, Australia, New Zealand, Pilipina dan Djepang.

Dengan ini njatalah sudah, bahwa bukan karena “politik bebas”-nja Indonesia tidak diakui “sahabat”, melainkan semata2 karena ke-komunis2-annja. Gutji wasiat merah Indonesia, sudahlah terbuka, Kembali kepada sekitar sual “siapa jang akan memper-lindungi mula pertama”, maka sekedar rabaan dan pendjeladjahan kasar hingga sa’at ini, ialah: Blok Amerika, dipelopori oleh Belanda dan Australia.

Peringatilah: peralihan tentara Belanda tjepat2 ke Irian, salah satu mata-rantai perta-hanan di Pasifik; sikap Belanda dalam sual2 sekitar K.M.B., Irian Barat d.l.l. lagi; djangan pula diabaikan kesibukan PM Australia pada achir2 ini, terutama mengenai kedudukan Irian Barat, berhubung dengan tuntutan-tuntutan daripada pihak Indonesia, jang sikap Australia atasnja sungguh2 tidak menggembirakan Indonesia; belum terhitung pengintaian terang-terangan dari pihak asing —Australia dan Belanda— atas daerah Indonesia dan pembentukan Pakta Pasifik. Sebodoh-bodoh keledai, kiranja dapat pula mengerti dan memahami, apa harga dan artinja segala matjam kesibukan politik, peralihan serta gerakan militer di daerah Pasifik Barat,

Dalam dokumen Analisis Manifesto politik NII ID (Halaman 41-49)

Dokumen terkait