• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Manifesto politik NII ID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Manifesto politik NII ID"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MANIFESTO PILITIK NEGERA ISLAM INDONESIA DALAM

PERKEMBANGAN PERJUAGAN UMAT ISLAM BANGSA INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sejarah islam Indonesia

(2)

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

1.2.

Perumusan Masalah

1.3.

Tujuan Penulisan

1.4.

Ruang Lingkup

1.5.

Metode Penulisan

BAB II

ANALISIS MANIFESTO POLITIK NEGARA ISLAM INDONESIA

2.1. Indonesia Tahun 1949-1952

2.2. Manifesto Politik Negara Islam Indonesia

2.3. Analisis Manifesto Politik NII

2.4 Sikap Umat Islam Bangsa Indonesia terhadap Manifesto Politik NII

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

4.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Perjuangan umat islam bangsa Indonesia, telah memasuki 66 tahun semenjak

diproklamasikannya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949 M/ 12 Syawal

1368 H, di Cisampang, desa Cidugaleun Kecamatan Cigalontang Kabupaten

Tasikmalaya, dan telah memasuki tahun ke 91 semenjak kekhilafahan islam diruntuhkan

oleh Mustafa Kemal Atraktuk. Tanggal 3 maret 1924 merupakan tanggal perubahan

menuju zaman kegelapan, zaman ketika dunia ini di pimpin oleh manusia yang takabur

dan sombong

(jabariyah)

, hal ini semakin membuktikan kebenaran hadist riwayat

Al-Bukhori dan Muslim

1)

serta hadis Ahmad bin Hambal

2)

tentang 5 priode kepemimpinan.

Di dalam hadits riwayat Abu Hurairah RA, sabda Nabi Muhammad SAW:

"Sesungguhnya Allah akan menurunkan (orang) setiap permulaan 100 tahun seseorang

kepada Umat yang akan (Tajdid) mengembalikan kegemilangan Agama mereka"

3)

Dalam hadis tersebut bahwa akan muncul setiap 100 tahun seseorang yang akan

mengembalikan kejayaan umat islam. Kalau menurut perhitungan tahun ini merupakan

tinggal 9 tahun lagi menuju ke 100 tahun semenjak runtuhnya kekuatan islam di dunia

dengan berakhirnya kepemimpinan islam di dinasti Turki Usmani, namun apakah umat

islam bangsa Indonesia sudah mau bangkit ataukah akan terus tertidur dalam pelukan

angan-angan kosong kenikmatan dunia.

Dalam perkembangan perjuangan umat islam bangsa Indonesia telah melalui

berbagai medan perjuangan baik secara organisasi, sosial, politik, maupun perjuangan

bersenjata telah di lakoni oleh umat islam bangsa Indonesia.

1) Hadits Riwayat Hudzaifah Al Yamani ra, ia berkata :

” orang-orang bertanya kepada Rasulallah saw, tentang masalah kebajikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau mengenai keburukan. Karena takut disangka yang bukan-bukan, bergegas aku katakan: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami pernah berada pada masa jahiliyah dan keburukan. Lalu Allah berkenan membawa kebaikan ini kepada kami. Apakah setelah kebajikan ini nanti akan ada lagi keburukan?” Rasulullah saw menjawab: “ “Ya”. Aku bertanya lagi: “Apakah setelah keburukan itu lalu datang lagi kebajikan?” Rasulullah saw menjawab: “Ya, tapi ada yang menodainya”. Aku bertanya: “Apakah maksudnya?” Rasulullah menjawab : “Kelak ada suatu kaum yang mensunahkan selain sunnahku, memberikan petunjuk dengan selain petunjukku, dan diantara mereka ada yang kamu kenal juga ada yang tidak kamu kenal”. Aku bertanya lagi: ”Apakah setelah kebajikan itu nanti akan ada lagi keburukan?” Rasulullah saw menjawab:” Ya. Kelak akan muncul para penyeru (Da’i) yang akan mengajak kepada pintu-pintu neraka jahannam. Barangsiapa yang menyambut ajakan mereka, maka dia akan celaka didalamnya”. Aku berkata: ”Wahai Rasulullah, terangkan kepada kami siapa mereka itu?” Rasulullah saw bersabda :”baiklah. Mereka adalah kaum yang kulitnya sama dengan kita dan berbicara dengan memakai bahasa kita”. Aku bertanya:” Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika hal itu sampai aku alami? Apa yang harus aku lakukan?” Rasulullah saw menjawab: “Kamu harus tetap bersama Jama’ah Kaum Muslimin dan Imam atau Pemimpin mereka”. Aku bertanya: ”Kalau Kaum Muslimin itu tidak memiliki Jama’ah dan seorang Imam, bagaimana?” Rasulullah saw bersabda: “Maka kamu boleh mengasingkan diri sepenuhnya. Sekalipun sambil mengigit akar pohon sampai mati, lebih baik kamu begitu”

(4)

adalah Kerajaan yang menggigit, maka adalah siapa yang dikehendaki Allah akan adanya, kemudian Allah swt mengangkatnya (menghentikannya) Kemudian ada Kerajaan yang Jabariyah (takabbur, sombong), maka adalah apa yang Allah kehendaki akan adanya, kemudian Allah SWT mengangkatnya (menghentikannya). Kemudian ada Khalifah-Khalifah yang menempuh di jalan ke-Nabian, kemudian Rasul diam"

3) Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud, Hakim di dalam Mustadrak dan al-Baihaqi di dalam al-Ma'rifah

Sudah saatnya para pejuang-pejuang yang ada di wilayah Indonesia untuk segera

bangkit dan mencocokan diri dengan karakter-karakter para sahabat Rosullulloh SAW.

Sehingga kita semua bisa melaksanakan tugas yang di amanahkan kepada kita selaku

umat islam, kita harus mengikuti tata cara rosullulloh SAW dan para sahabatnya dalam

menjalankan tugas sebagai hamba Alloh sejati.

Dengan pengalaman-pengalaman yang telah dilalui oleh para pejuang-pejuang

terdahulu, dirasakan sangat perlu bagi kita selaku pelanjut dari perjuangan islam di

nusantara ini untuk mempelajari dokumen-dokumen yang pernah di buat oleh para

pejuang yang telah berani mengorbankan segalanya demi melaksanakan tugas suci tugas

yang mulia, untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah semata-mata dalam rangka

menegakan kalimatillah, Il-i’la-i kalimatillah.

Banyak sekali dokumen-dokumen yang tercatat dalam sejarah sebagai

catatan-catatan sejarah perkembangan di setiap alunan waktu dan setiap kejadian-kejadian yang

penting dari semenjak islam masuk ke Indonesia sampai banyak berdiri kerajaan-kerajaan

islam, sampai kepada keberhasilan umat islam bangsa Indonesia mengusir penjajah

dengan di tandai kemerdekaan bangsa Indonesia di tanggal 17 Agustus 1945 sampai pada

akhirnya umat islam bangsa Indonesia bisa mendirikan sebuah negara yang berasaskan

kepada islam yakni dengan di tandai dengan di proklamasikanya Negara Islam Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya pemerintahan Negara Islam Indonesia banyak

mengeluarkan maklumat, maupun statemen politik dalam menghadapi serangan badai

gelombang dari musuh-musuh islam, dalam rangka mempertahankan kedaulatan Negara

Islam Indonesia. Bahkan dari semenjak belum berdirinya Negara Islam Indonesia, yang

pada waktu itu masih dalam bentuk Majelis Islam, para pejuang Umat Islam sudah

mengeluarkan maklumat-maklumat, sampai dengan perjuangan bersenjata berakhir pada

tahun 1962, dokumen-dokumen setelah Majelis Islam dinamakan dengan PDB (Pedoman

Dharma Bakti) yang terdiri dari 4 Jilid.

(5)

1.2.

Perumusan Masalah

Untuk memudahkan pembaca memahami isi makalah, penulis mencoba

mempersempit uraian-uraian dalam makalah ini menjadi beberapa garis besar yang pada

intinya membahas:

a. Latar belakang dikeluarkannya manifesto politik NII

b. Pembahasan isi manifesto politik NII

c. Sikap Umat Islam Bangsa Indonesia terhadap manifesto NII

1.3.

Tujuan Penulisan

Secara umum, makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai latar

belakang dikeluarkannya manifesto politik NII, dan penjabaran isi dari manifesto politik

NII dari sudut pandang perkembangan fakta-fakta sejarah perjuangan umat islam bangsa

Indonesia. Selain itu penulis juga akan memberikan gambaran yang harus di lakukan

umat islam bangsa Indonesia pada hari ini dan di kemudian hari untuk memperoleh

kemerdekaan sejati dan tegaknya islam di wilayah nusantara khususnya dan umumnya di

dunia.

Sementara itu, secara khusus, penyusunan makalah ini bertujuan untuk melengkapi

tugas akhir pada mata kuliah sejarah perjuangan umat islam Indonesia.

1.4.

Ruang Lingkup

Pembahasan dalam makalah ini terbatas pada ruang lingkup politik, sosiologis dan

keagamaan dalam hubungannya dengan topik dan judul makalah ini.

1.5.

Metode Penulisan

(6)

BAB II

ANALISIS MANIFESTO POLITIK NEGARA ISLAM INDONESIA

2.1. Kondisi Indonesia Di Tahun 1949 – 1952

Pada bagian ini penulis akan menggambarkan kejadian-kejadian secara garis besar

bagaimana perkembangan awal berdirinya NII sampai kepada pihak pemerintahan NII

mengeluarkan Manifesto Politik NII. Berikut uraian singkatnya.

Pada awal tahun 1949 akibat-akibat persetujuan renville sudah terasa. Salah satu

akibatnya adalah penarikan pasukan TNI dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, tentara Divisi

Siliwangi sebagai tentara Republik mematuhi ketentuan-ketentuan perjanjian antara

Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik, sementara pasukan-pasukan gerilya lain yang

tidak terhubung dengan tentara republik resmi, berbeda pendapat mengenai persetujuan

renville tersebut. Pasukan gerilya yang cukup besar di Jawa Barat adalah pasukan Hizbulloh

dan Sabillilah menolak untuk mematuhinya.

Pada bulan April-Mei 1949 terjadi perundingan antara pihak pemerintahan republik

dan pemerintahan Belanda, perundingan tersebut dikenal dengan perundingan roem royen,

pihak majelis islam yang di pimpin oleh Kartosuwiryo tidak menyetujui kesepakatan antara

pihak Belanda dan Republik dan menganggap perundingan tersebut sebagai alasan

memproklamasikan Negara Islam Indonesia.

Sementara pelanggaran persetujuan Renvile dan serangan Belanda terhadap wilayah

republik pada bukan Desember 1948, menimbulkan protes dari dunia internasional dan

membuat Belanda semakin terisolir di bidang politik. Wakil Indonesia di PBB, Palar

menyebutkan pelanggaran-pelanggaran persetujuan itu pada sidang dewan keamanan PBB,

dan wakil delegasi Australia Hodgson menyebut agresi militer Belanda lebih parah dari apa

yang dilakukan Hitler pada Belanda pada tahun 1940

1)

(7)

gerilya dan harus bersedia untuk mengikuti Konferensi Meja Bundar. Dalam konferensi

tersebut akan dibicarakan penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

2)

1) Moh. Roem. Bunga Rampai dari Sejarah, Jilid 3, 1983, hal. 215

2) S.A. Djamhari, Ihtisar Sedjarah Perjuagan TNI (1945-sekarang), 1979, hal. 39

Kartosoewirjo memang tidak pernah setuju dengan kedua presetujuan sebelumnya,

menolak juga hasil perundingan Roem-Royen. Melalui perundingan ini Kartosoewirjo yakin

bahwa dengan penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda, Republik Indonesia Serikat

menjadi sebuah negara atas belas kasihan Belanda dan angkatan bersenjata negara ini

menjadi alat Belanda.

Kartosoewirjo menganggap sikap para politisi seperti seperti Moh. Hatta dan Moh.

Roem sebagai sikap yang memalukan, baginya Indonesia kini kembali kepada derajat

sebelum proklamasi. Dan Konferansi Meja Bundar dia namakan sebagai konferensi

Kolonial

3)

.

Pada tanggal 4 Agustus disusun delegasi Indonesia yang akan mengikuti perundingan

Dean Belanda di Den Haag. Kira-kira pada waktu yang bersamaan M. Natsir yang dalam

kabinet sebelumya sebagai entri penerangan, ditugaskan oleh Moh. Hatta untuk mengadakan

hubungan dengan Kartosoewirjo, agar Kartosoewirjo menghentikan semua permusuhan

terhadap TNI.

M. Natsir di Bandung menginap di Hotel Homan dan menulis surat pada

Kartosoewirjo dengan menggunakan kertas surat hotel terseut, yang kemudian dia serahkan

kepada A. Hassan, seorang pimpinan persis yang juga mengenal Kartosoewirjo.

4)

Natsir

menuaskan Hassan untuk menyampaikan surat tersebut secara pribadi kepada Kartosoewirjo.

Namun kenyataanya, menurut M. Natsir, karena surat itu ditulis menggunakan kertas surat

hotel, surat tersebut tidak dianggap surat resmi, dan ditahan selama 3 hari sebelum diteruskan

kepada Kartosoewirjo.

5)

Sementara itu pada tanggal 6 Agustus 1949 Moh. Hatta berangkat ke Den Haag untuk

mengikuti KMB yang dimulai 12 hari kemudian, kejadian ini bagi Kartosoewirjo merupakan

pertanda untuk bertindak, karena dengan keberangkatan Moh. Hatta ke Den Haaq baginya

kini terdapat “Vakum Kekuasaan”

6)

Setelah berangkatnya Moh. Hatta pada tanggal 6 Agustus 1949 ke Denhag, untuk

mewakili republik Indonesia untuk melaksanakan Konferensi Meja Bundar. maka

Kartosoewirjo menganggap para elit politik di republik menyerahkan kembali republik

Indonesia yang telah di proklamasikan pada 17 Agustus 1945.

(8)

4) Tentang Hassan Bandung, S.A Mugni. Hasan Bandung, pemikir Islam Radikal, 1980.

5) Muhammad Natsir 70 Tahun. Kenang-kenangan kehidupan dan perjuangan. Redaksi pelaksana: Yusuf Abdullah Puar dengan direvisi oleh panitia. Panutia Buku Peringatan Muhammad Natsir/Muh. Roem 70 tahun, 1978, hal. 185

6) Komando Daerah Militer VI Siliwangi.. Team Pemeriksa.. Berita Atjata Introgasi i., 16 Djuni 1962, Hal. 2

dengan perjuangan terkesan darah para pejuang islam tetesan keringat para ulama, diserahkan

begitu saja kepada pihak Belanda dengan menjadikan Republik Indonesia menjadi Republik

Indonesia Serikat (RIS) bentukan belanda.

Dengan berangkatnya delegasi Indonesia ke Denhag Kartosuwiryo menganggap

bahwa nilai-nilai proklamasi Indonesia yang proklamasikan pada pada 17 Agustus 1945 telah

tidak ada lagi. maka umat islam bangsa Indonesia sudah saatnya melakukan tugas wajib

sucinya untuk menggalang sebuah pemerintahan sendiri, untuk memberlakukan syariat islam

sepenuhnya. Maka umat islam bangsa Indonesia mengumandangkan proklamasi Negara

islam Indonesia. Pada 7 Agustus 1949/ 12 Syawal 1368, S.M Kartosoewirjo

memproklamirkan Negara Islam Indonesia di Cisampang, desa Cidugaleun Kecamatan

Cigalontang, yang dihadiri segenap anggota Komandemen Tertinggi APNII.

7)

yang

(9)

Gambar Teks Proklamasi NII

7) Dokumentasi Sedjarah Militer AD, Darul Islam, 1952, hal. 33

Bagi masyarakat Darul Islam lahirnya Negara Islam Indonesia sesungguhnya

bukanlah hal rekayasa manusia dalam hal ini S.M. Kartosoewirjo, melainkan af’alullah, yaitu

perbuatan serta program langsung dari Allah SWT. Mereka beranggapan bahwa manusia

hanyalah sebagai fa’il atau laksana program dari keinginan Allah tersebut. Pada saat

proklamasi NII diikrarkan, sejak itulah Umat Islam di seluruh Indonesia khususnya, telah

memperoleh kemerdekaannya secara hakiki (de yure). Mereka telah memiliki negara dan

pemerintahan yang akan melaksanakan syari’at Islam. Karena sesungguhnya islam datang

untuk memerdekakan seluruh umat manusia.

(10)

secara fitri yaitu sistem aturan islam , dikembalikan pada sistem aturan yang sebenarnya yaitu

sistem aturan islam

8)

.

Secara tegas, gerakan Darul Islam menggolongkan tahap-tahap perjuangannya ke

dalam periode-periode waktu tertentu yang refleksinya sangat kontinu dengan yang tersurat

dalam kitab suci Al-Quran. Tahap-tahap perjuangan itu merupakan tafsiran atas ayat-ayat

Qur’an yang selama ini susah dipahami atau sama sekali tidak pernah ditafsirkan oleh para

mufassir sebelumnya apalagi oleh orang umum.

Fase-fase gerakan Darul Islam merupakan sebuah proses metamorfosa yang sangat

progresif. Hal ini tercermin dari proses restrukturisasi atau reorganisasi baik militer maupun

sipil, baik tetorial maupun strategis senantiasa berubah mengikuti perkembangan dan

kemajuan waktu. Dari awalnya, meski konsep Kanun Asasy dan kitab Undang-undang

hukum pidana sudah teratur sempurna akan tetapi belum terpakai efektif. Saat itu, fasenya

adalah fase perang, sehingga mulai tahun 1949 hukum hanya dijalankan dengan

pertimbangan perang dan belum ada yang sah untuk dilakukan berdasarkan hukum positif.

Karena Islam mencakup semua aspek kehidupan manusia, bukan hanya yang

berhubungan dengan keakhiratan, melainkan juga yang berhubungan dengan kehidupan

bermasyarakat dan bernegara, maka secara teoritis di dalam sebuah Negara Islam tidak

terdapat pemisahan antara negara dan pemerintahan, antara politik dan agama.9)

8) Pernyataan ini tertera pada isi program asas yang ke VI “Kemerdekaan Sejati”

9) Dalam Muktamar NU XX di Surabaya K.A.H Wahab menerangkan bahwa dalam kata islam telah terkandung di dalamnya soal-soal politik dan hukum tata negara. “Kalau orang dapat memisahkan antara gula dengan manisnya, maka dapatlah ia memisahkan antara Islam dengan Politik”, Z. A. Ahmad, Membentuk Negara Islam, 2001, Hal 6

Ini merupakan gambaran “Negara Karunia Allah” yang dijelaskan Kartosoewirjo

dalam manifes politiknya. Menrurut Kartosoewirjo ada dua lansir yang harus disatukan,

pertama : “satu negara yang berdaulat penuh 100% keluar dan ke dalam, de facto dan de jure.

Kedua: harus ada peraturan Allah. Yang merupakan agama Allah, atau agama Islam. Kedua

lansir ini haru bersatu atau dipersatukan. Bukan sebagai minyak dan air yang ada di sebuah

periuk.”

Jangka waktu hingga seluruh Indonesia menjadi negara islam oleh Kartosoewirjo dibagi

menjadi 4 fase. Pecahnya revolusi islam pada bulan Februari 1948, disebut sebagai fase

pertama, saat proklamasi Negara Islam Indonesia adalah fase kedua. Fase ketiga dengan

pecahnya perang dunia ketiga dan revolusi dunia akibat perang itu.

(11)

Setelah perang ini berakhir, begitulah ramalan Kartosoewirjo, akan dilangsungkan

persetujuan perdamaian Diana ditentukan nasibnya tiap-tiap bangsa dan negara di seluruh

dunia, termasuk Indonesia. “jika perhitungan kami tertera di atas dibenarkan Allah, maka

diatas Peta Dunia Baru juga akan dibuat nanti Indonesia akan merupakan Daerah Negara

Islam Indonesia” dan dengan demikian akan tercapailah fase terakhir.

11)

Pada akhir bulan Oktober rancangan Undang-Undang Dasar RIS selesai disusun, dan

pada tanggal 27 Desember dilaksanakan “penyerahan” kedaulatan oleh Belanda kepada RIS.

Sehari kemudian Soekarno diangkat sebagai Presiden terpilih Replublik Indonesia Serikat di

Jakarta, kota yang telah dia tinggalkan 4 tahun yang lalu, ketika pemerintahan RI

dipindahkan ke Yogyakarta.

12)

Pada bulan Desember diadakan sebuah usaha baru untuk membujuk atau

menyadarkan Karosoewirjo supaya dia kembali ke dalam pangkuan Republik. Oleh kabinet

RIS ditugaskan menteri agama K.H. Masjkur untuk berangkat ke Jawa Barat mengadakan

pembicaraan dengan Kartosoewirjo. Tapi karena K.H. Masjkur tidak bertemu Kartosoewirjo,

dia menugaskan seorang Kiai yang lain yang ditemuinya ketika perjalanan pulang ke

Yogyakarta untuk memberitahukan Kartosoewirjo, agar dia datang ke Yogyakarta.

13)

10) Pedoman Dharma Bakti, Jilid 2. 1960, Manifest Politik Negara Islam Indonesia No. 1/7., 26-8-1949 11) Pedoman Dharma Bakti, Jilid 2, 1960,. Manifesto Politik Negara Islam Indonesia No. V/7., 7.9.1952, 12) Sejarah Peralihan Pemerintahan RIS ke RI, 1986, Hal. 41

13) Soebagio I. N., K. H. Maskijur. Sebuah Biografi, 1982, Hal. 83

Pada tanggal 1 januari 1950 Kartosoewirjo mengeluarkan Maklumat Komandemen

Tertinggi yang melarang semua organisasi, partai, perhimpunan, perkumpulan dan gerakan.

Semua organisasi yang ada dan semua partai diperintahkan agar membubarkan diri dan

dilebur dalam satu bagian daripada organisasi Negara Islam Indonesia.

14)

Pada tanggal 17 Agustus 1950 setelah 5 tahun berlangsung perundingan-perundingan

diplomatis dan perang griliya, tercapailah tujuan utama perjuangan kemerdekaan, yaitu

lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

15)

(12)

situasi dunia pada dewasa ini merupakan minyak dalam periuk, yang sekelilingnya

penuh dengan api yang menyala-nyala yang setiap saat dapat menjilat kepadanya. Praktis,

perang dunia ketiga sudah dimulai, sejak mulai pecah perang Korea, 25 juni 1950. Hanyalah

baru sampai pada tingkatan yang pertama. Sedikit lagi, jika perang telah diumumkan oleh

salahsatu pihak –blok Amerika atau blok Rusia- maka pada saat itu pula seluruh dunia

terlibat dan terseret dala api peperangan yang maha dahsyat, yang orang belum pernah

mengira.

16)

Menurut Kartosoewirjo, Indonesia tidak dapat bersikap netral dalam sebuah konflik

yang sedemikian rupa, dan RIS akan berpihak pada Amerika. Dia meramalkan perang sengit

tiga yang baru, kali ini antara “Islamisme, Nasionalisme, dan Komunisme. Diamana pihak

komunisme akan mencoba mengadakan kup. Usaha para ahli politik, para ahli filsafat dan

orang-orang yang cinta damai akan sia-sia saja. Menurut kartosoewirjo, perang dunia ketiga

pasti terjadi karena :

“kiranya belum cukup kotoran-kotoran dunia itu di basmi dan dienyahkan selama

perang Dunia ke I dan ke II. Melainkan sepanjang perhitungan syariat, maka perlulah...

bahkan “wajib” ... tumbuhnya Perang Dunia ke III dan revolusi Dunia itu. Pendek

panjangnya selama keadilan Allah dengan wujud “Kerajaan Allah” belum lahir di dunia

damai, aman dan tenteram.”

17)

Karena itu menurut Kartosoewirjo, setiap orang hanya mempunyai satu pilihan:

“membasmi segala kafirin dan kekufuran hingga habis/musnah, dan Negara karunia Allah

berdiri dengan tegak teguhnya di bumi Indonesia, atau mati Syahid dalam perang suci.

18)

14) Salinan Pedoman Dharma Bakti, Jilid I, 1960, Maklumat Komandemen Tertinggi No. 5, 1-1-1950, Hal. 40 15) Salinan Pedoman Dharma Bakti, Jilid I, 1960, Maklumat Komandemen Tertinggi No. 5, 1-1-1950, Hal. 260 16) Pedoman Dharma Bakti, Jilid 2, 1960, Statement pemerintah Negara Islam Indonesia No. IV/7, 7-9-1950. Hal 253 17) Pedoman Dharma Bakti, Jilid 2, 1960, Statement pemerintah Negara Islam Indonesia No. IV/7, 7-9-1950. Hal 255 18) Pedoman Dharma Bakti, Jilid 2, 1960, Statement pemerintah Negara Islam Indonesia No. IV/7, 7-9-1950. Hal 258

(13)

Sebuah nota rahasia yang isinya mirip seperti nota di atas, dikirimkan Kartosoewirjo

kepada Soekarno pada bulan februari 1951. Nota terbut merupakan penjelasan nota

sebelumnya. Kata kartosoewirjo, peminpin RI mempunyai tanggung jawab kutuk

membendung “arus merah” dan sekaligus harus siap untuk menghadapi “Perang Bharata

Yuda Jaya Binangun”. Dia meramalkan dalam notanya ini, bahwa nasionalisme Indonesia

akan mengalami perpecahan, sebagian akan mengikuti komunisme dan sebagian lagi akan

menggabungkan diri dengan golongan islam.

20)

Kedua nota tersebut tidak pernah dijawab oleh Soekarno, namun pada waktu itu, oleh

Pedana Mentri M. Natsir diusahakan untuk menyelesaikan masalah Darul Islam dengan cara

damai, tetapi usaha-usaha ini tidak berhasil. Setelah kabinet Natsir berakhir pada bulan April

1951, Kartosoewirjo selanjutnya menamakan Republik Indonesia sebagai “Republik

Indonesia Kominis” (RIK) dan angkatan perangnya sebagai “Tentara Republik Indonesia

Komunis (TRIK)”.

Kartosoewirjo menyesalkan, bahwa pemerintah RI tidak menjawab kedua nota

rahasianya, melainkan mengecap negaranya sebagai “Gerombolan Darul Islam”.

Pemberontak, perampok, dan lain-lain, dan menyerang negaranya dengan kekuatan senjata.

Dalam serangan

dan kanonade yang dilakukan oleh pasukan RI terhadap NII, ia tidak melihat adanya

kesediaan Republik untuk berunding.

21)

19) Pedoman Dharma Bakti, Jilid 2, 1960, Nota Rahasiah, 22-10-1950 20) Pedoman Dharma Bakti, Jilid 2, 1960, Nota Rahasiah, 17-2-1951

21) Komando Daerah Militer VI Siliwangi, Team Pemeriksa. Berita Acata Introgasi V. Hal 3

Maka pada bulan Agustus 1952, Kartosoewirjo memberikan retrospeksi pada

perkembangan politik Indonesia secara menyeluruh sejak tahun 1905, dan dia menjelaskan

pandangan-pandangannya tentang masa depan negara ini. Dengan judul Manifesto Politik

negara Islam Indonesia : “Heru Tjokro Bersabda : Indonesia Kini dan Kelak”.

2.2. Manifesto Politik Negara Islam Indonesia

Pada sup bab ini akan di gambarkan bagaimana isi dari Manifesto Politik Negara

Islam Indonesia. Berikut isi dari Manifesto Politik Negara Islam Indonesia :

(14)

NEGARA ISLAM INDONESIA

Nomor V/7

=======

HERU TJOKRO BERSABDA :

“INDONESIA” KINI dan KELAK

Oleh:

I. HUDA

KUASA USAHA

KOMANDEMEN TERTINGGI ANGKATAN PERANG

NEGARA ISLAM INDONESIA

Bismillahirrahmanirrahim

Assalammu’alaikum W. W.

BAB I: MUQODDIMAH

1. Alhamdulillah, wasj-sjukru rillah! Allahu Akbar. Segala pudji hanja bagi Allah, Dzat Maha Tunggal. Dzat Pelindung para Mudjahidin, Dzat Pendjaja dan Pemenang Tentara Allah, Tentara Islam Indonesia.

Mudah2an selandjutnja hingga ia berkenan mendlahirkan keradjaannja, di tengah-tengah dan ra’jat nusantara Indonesia berwudjudkan: Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia. Insja Allah. Amin.

(15)

1). Kalimat “Heru” —biasanja dipakai di dalam rangkaian dan gubahan kata hero”, atau “hera-heru”—, bolehlah diartikan : “huru-hara, revolusi, atau perang, suatu tanda dan alamat akan timbulnja suatu perubahan ‘alam dan masjarakat jang tjepat, meninggalkan zaman lama riwajat “nan usang”, mendjelang zaman baru, zaman dlahirnja kebesaran dan Ke’adilan Allah dipermukaan bumi, zaman jang membarukan sesuatu jang lama dan lapuk, zaman jang menimbulkan dan mentjiptakan barang sesuatu jang baru.

2). Kalimat “Tjokro” menggambarkan suatu machluk Allah, suatu pesawat dan alat Allah, jang menguasai dan memutarkan roda dunia”, roda “Tjokro Penggilingan”, menudju kepada suatu arah dan menurutkan suatu rentjana jang tertentu, dengan kehendak dan kekuasaan Allah, menudju Mardlotillah sedjati: Keradjaan Allah di dunia atau Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia. Kalimat “Tjokro” dipakai dan dipergunakan —terutama di dalam buku-buku tambo dan riwajat purba —, untuk menundjukan nama “seorang” hamba-Allah jang setengah gaib, jang lazim pula disebut “Risjadullah” (lelaki kekasih —pembela Agama— Allah), jang pada garis besarnja memiliki sifat-sifat;

a. Pembawa amanat Allah, berwudjudkan Kebenaran dan Ke’adilan, sepandjang hukum dan adjaran sutji, tuntunan Illahi;

b. Pelepas dan pembebas (verlosser) bagi segenap perikemanusian, daripada bentjana dan malapetaka dlahir dan bathin, didunia hingga di achirat kelak;

c. Pembela Agama Allah dalam arti kata jang luas:

a) Merupakan “Ksatrija Sutji”, Pahlawan Agama, Panglima Perang dan pemimpin Revolusi, dimasa huru-hara, dimasa perang;

b) Berwudjudkan “Wiku Sutji dan Pendhita Sakti”. Pemimpin Ummat manusia dalam menunaikan tugas sutjinja, mempersembahkan dharma bhaktinja kepada Dzat Rabbul-’Izzati. Sehingga dengan karenanja, ia mendjadi tjontoh dan tauladan, memberi tuntunan dan pimpinan kepada masjarakat sekelilingnja, jang bertuhankan kepada Allah dan ber-Nabi-kan kepada Muhammad, Rasulullah Clm.

d. Pelaksana dan pendlahir Ke’adilan Allah didunia, berdasarkan kepada tuntun-an Ilahy jang sutji murni dan adjaran Nabi-nja, jang dengan karenanja berlaku:

a) Keras terhadap tiap2 pemungkir, penolak dan pelanggar hukum2 sutji, hukum Ilahy;

b) Lunak dan kasih sajang kepada barang siapa jang ta’luk-tunduk dan tha’at kepada Allah dan Rasulnja, beserta Ulil-Amri-Nja; sesuai dengan amanat sutji “.... asjidda-u ‘alal kuffar, ruhama-u bainahum....”, melindas barang sesuatu jang malang melintang!

3). Inilah beberapa sifat, jang mendjadi bawaannja (ruping) hamba Allah, jang biasanja diberi gelaran “Heru Tjokro”: Pembasmi setiap musuh Allah, musuh petjinta dan pembela Agama Allah, musuh segenap Mudjahidin, musuh Negara Kurnia Allah, dan musuhnja Negara Islam Indonesia.

4). Di dalam riwajat purba kalimat “Tjokro” itu dikenal pula sebagai nama sebuah “sendjata sakti”, sendjata “penghantjur bukit, penjapu, pembelah angkasa, dan pengering lautan (air)”, jang hanja dipergunakan dimasa sukar-sulit, disa’at pe-rang besar, Perang Brata Juda Djaja Binangun. Di dalam karangan ini, kalimat “Tjokro” dalam ma’na “Sendjata Sakti”, bolehlah diartikan:

a. Penjapu masjarakat djahiliah, pembela gelap gulita, jang lagi meliputi dan menjelubungi seluruh Indonesia, karena perbuatan2 anak dadjdjal la’natullah, beralih mendjadi terang benderang, terang tjuatja, lepas daripada gangguan kabut tabir, sehingga tampak dengan djelas: apa dan betapa keadaan sesung-guhnja;

(16)

menampakkan tjahaja jang tjemerlang —tanda turunnja Nur Ilahiyah dan Nur Muhammadiyah— dipermukaan bumi Allah Indonesia.

c. Pembeda dan pemisah —sesuai dengan kalimat Al Furqan didalam Al-Qur’an, sebagai salah satu namanja Kitab Sutji itu—, jang dengan karenanja, membedakan dan memisahkan haq daripada bathil, benar daripada salah, iman daripada kufur, tha’at daripada ma’sjat, djudjur, setia dan ‘adil daripada serong, tjurang dan munafiq, Islam daripada murtad.

5). Sekali “Heru Tjokro” melepaskan anak panahnja (Panah Tjokro) Insja Allah, sekali itu pula agaknja akan mentjukupi keperluan hadjatnja, sebagai langkah dan tindakan langkah jang pertama :

a. Membuka kedok “buta terong” jang berpakaian “ksatrija” dan menelanjangi “penipu” dan “pengchianat”, jang selalu menakan dirinja “pemimpin” dan “pembela” ra’jat ;

b. Melepaskan ra’jat daripada tjengkraman “sjaitan merah”, jang menamakan dirinja “pembebas manusia”, dan

c. Memimpin dan menuntun ra’jat. Ke arah maqam jang dilimpahi rahmat dan ridla Ilahy, kearah Mardlotillah sedjati.

6). Dengan keterangan ringkas jang tsb. di atas, tjukuplah kiranja untuk menjatakan himmah dan minat kami : mempergunakan nama “Heru Tjokro” sebagai nama daripada Manifesto Poitik Negara Islam Indonesia Nomor: V/7.ini. Semoga Allah berkenan membenarkan, memberkahi dan meng-idjabah barang apa jang dipandjatkan kehadirannja, sebagai harap dan du’a, sebagai letupan djiwa dari-pada pengarang beserta seluruh pedjuang sutji jang lainnja, jang lagi tengah melaksanakan dharma bhaktinja kepada Dzat Maha Tunggal. Jang Maha Kuat: Dzat Waahid-ul-Qahhar! Amin.

3. Selain daripada itu, pernjataan “Sabda” (medar sabdo Dj.) itu dilakukan tepat pada hari tanggal 7 Agustus 1952, hari peringatan Ulang Tahun Ketiga daripada Prokla-masi berdirinja Negara Islam Indonesia, ialah hari besar jang bersejarah, dimana tiap2 Ummat Islam terutama Mudjahid, patut, harus dan wadjib: Membesarkan Allah! Allahu Akbar!

1). Membesarkan Allah dengan tekad jang sutji dan kejakinan penuh, tasdiq bil-qalbi, dalam arti kata: Menanam dan mejakinkan akan benarnja ideologi Islam dalam dada dan djiwa setiap Mudjahid, sehingga mendjadi “Allah minded”, Islam-minded, dan Negara Islam Indonesia-minded” 100%.

2). Membesarkan Allah, dengan pernjataan (Bai’at kepada Allah) iqrar bil-lisan, jang menundjukkan akan keinginan dan kesanggupan setiap Mudjahid, menunaikan tugas sutji, dengan segenap djiwa raganja: li ilai Kalimatillah, meluhurkan Agama Allah lebih daripada sesuatu diluarnja.

3). Membesarkan Allah dengan bukti njata, qabul bil-’amal, dengan ‘amal dan usaha dlahir bathin chas dan ‘am, sjachsiyah dan idjtima’iyah bagi mendlahirkan Kebesaran dan Ke’adilan Allah didunia, dan bagi Membina-mendukung Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.

4). Wal-hasil, pada hari besar ini terdj’adilah suatu peristiwa jang besar, sabda jang besar, pernjataan seorang jang besar, Heru Tjokro Ridjalullah, suatu tjurahan rahmat jang besar, jang timbul hanja karena Kebesaran Allah semata. Dengan tolong dan Kurnia-nja djua. Semoga Allah berkenan memandaikan dan mentjakapkan kita sekalian jang membesarkan Dia, dan semoga Ia berkenan pula membesarkan kita sekalian, para Mudjahidin dan seluruh Ummat Islam Bangsa Indonesia, sehingga kita didjadikannja mendjadi Ummat dan Bangsa jang besar, karena membesarkan Dia dan karena dibesarkan-Nja jang dengan karenanja patut dan mustahiq menerima kurnianja jang maha besar: Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.

(17)

Riwajat selalu mengulangi dirinja, dengan lambat ataupun tjepat, menudju kepada tingkatan jang lebih tinggi, tjerdas dan sempurna. Dari masa kemasa jang berikutnja, riwajat ummat manusia selalu mengalami dan menderita pelbagai keadaan (tustand) dan kedjadian (proces), menghadapi masa pasang dan surut, masa naik dan turun, sesuai dengan sunnati-Llah (hukum Allah) dan sunnatuth-thabi’ah (hukum2 alam — natuuretten), jang berlaku atas semesta ‘alam mungkin ini.

Semuanja itu berlaku, dengan karena kehendak dan kekuasaan serta Rentjana Allah semata, Dzat Wahid-Ul-Qahhar, jang berbuat segala sesuatu menurut kehendaknja.

Kemudian, daripada apa jang kini kita hadapi sebagai dunia, masjarakat, ummat, negara dan lain2 bentuk daripada idh-har-nja Kekuasaan dan Kehendak Allah itu, maka bagi tiap2 ahli pikir, tiap2 sardjana, tiap2 ahli-filsafah dibuatnja dan didjadi-kannja bahan2 untuk meraba-raba dan membuat gambaran atas “apa jang boleh dan mungkin terdjadi daripadanja”, ialah gambaran jang berupakan “harapan” ummat manusia, dikala jang akan tiba. Dengan karena Allah, merupakan Hidajatut-taufiq dan Hidajatullah, jang boleh dilimpahkan atas tiap2 hambanja jang bidjak-budiman, maka ditjobanjalah menembus tabir jang gelap dan tirai besi jang kuat, jang membuka pintu gerbang baginja: meneropong kedjadian dan keadaan dimasa jang mendatang, seakan-akan merupakan ramalan akan riwajat kedepan. Alangkah untung besar dan bahagianja tiap-tiap ummat manusia, jang dikurniai milik, mempunjai pemimpin dan penuntun, sardjana dan pudjangga, ulama dan tjerdik pandai, jang dipandaikan dan ditjakapkan oleh-Nja memimpin dan menuntun, membimbing dan mengasuhnja, kesuatu arah Mardlotillah!

Semoga harapan dan du’a daripada pengarang ini, jang tumbuh daripada ichlas dan sutji hati semata, bagi keperluan bangsa dan ummat manusia, terutama bagi Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia chususnja, dibenarkan, dikabul dan dilaksanakan-Nja, untuk mentjukupi berlakunja suatu chilqah sutji (heilirooping) mentjurahkan rahmat bagi seluruh ummat manusia di dunia dan semesta alam. Amin.

------BAB II: NASIONALISME

1. Di bawah ini akan diberikutkan “chulasoch Sedjarah daripada Bangkit dan Berkem-bangnja Aliran Semangat dan Saluran Pikiran”, selama setengah abad, di Indonesia. Semuanja dibuat dengan amat ringkas, tindjauan selajang pandang, tetapi tjukup djelas dan tegas, sehingga setiap pembatja boleh mendapat gambaran jang sempurna, atas segala sesuatu jang terdjadi dan mendjadi di nusantara Indonesia. Terlebih da-hulu, kami mulaikan dengan Nasionalisme.

2. Tahun 1905, tahun kemenangan Djepang atas Russia, tahun kemenangan Timur atas Barat, tahun pembuka halaman baru dalam sedjarah dunia, bagi benua Asia terutama, terdengar dan berkumandanglah di seluruh Asia, sebagai tjanang pertama, jang membangunkan dan membangkitkan ummat bangsa manusia —, dari tidurnja jang njenjak, berabad-abad lamanja. Kepertjajaan dan kejakinan “nan usang” dan lapuk (inferieur), jang salah dan keliru, sifat-thabiat jang hina dan rendah (minder-waardigheidsoomplexen), beralih dengan segera sifat dan bentuknja, tjorak dan ragamnja, mendjadi kepertjajaan dan kejakinan, sifat thabiat jang sebaliknja, merang-kak-rangkak dan berangsur-angsur, sesuai dengan suasana dan ‘alam gelap gulita, jang masih amat tebal meliputi dan menjelubungi benua Asia pada waktu itu.

(18)

4. 22 tahun kemudian daripada tumbuhnja benih pertama itu, maka timbullah aliran kebangsaan muda, jang djauh lebih revolusioner, lebih kreatif, lebih realistis dan progresif, dengan lahirnja Partay Nasional Indonesia (PNI), di bawah pimpinan pemimpin-pemimpin muda jang berapi-api semangatnja. Di antara pemimpin2 kebangsaan muda ini, a.l.l. baiklah kiranja disebut nama2: Ir. Soekarno. Drs. Mohd Hatta dan Sjahrir, jang memegang peranan penting di dalamnja. Pada achir 1927 itu djuga, maka didirikanlah satu lembaga politik, antara perhimpunan2 politik jang ada pada masa itu –di antaranja PSII (Party Sarikat Islam Indonesia) di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto dan H.A. Salim; Studieclub Surabaja, di bawah pimpinan Dr. Sutomo; Studieclub Bandung; Kaum Batawi, di bawah pimpinan Moh. Husni Thamrin dll.– dengan nama: Permufakatan Perhimpunan2 Politik Kebangsaan Indonesia atau PPPKI. Dengan pesat dan tjepat, laksana garuda terbang di angkasa, PNI bergerak melalui perhimpunan2 politik jang lainnja, jang lebih tua daripadanja, dan mendjual “pelopor” (voorlopor) dan pendorong seluruh masjarakat Nasional Indonesia. Dengan tjerdiknja pemerintah djadjahan Belanda pada waktu itu “mem-biarkan” letupan djiwa jang menjala-njala itu, sehingga achirnja terbakarlah. Dengan ini dengan peristiwa ditangkap, ditahan, dihukum dan dibuangnja pemimpin2 nasional muda itu (Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta beserta kawan2nja), selesailah sudah riwajat pertama daripada aliran Kebangsaan muda itu, jang –untuk memudahkan ingatan kita– bolehlah diberi nama P.N.I. I.

5. Sebelum kita langsungkan langkah dan melandjutkan djedjak, untuk menindjau dari dalam dan kedalam, apakah gerangan isi dan inti daripada gerakan kebangsaan muda itu, sehingga ia dapat memperoleh record jang menta’djubkan itu.

Dalam rapat2 ‘umum sering didengung2kan satu theori jang menarik perhatian dan masuk meresap dalam darah daging ra’jat, sesuai dengan keadaan dan semangat, tjita-tjita dan harapan ra’jat hina-papa (proletar) pada dewasa itu, ialah; theori Marhainisme, atau dengan kata2 lain, Ploletarisme –Kera’jatan (djelata)

Di lain kali terdengar pula dengan terang dan tegas: theori Sosio-Demokrasi (Kera’-jatan menudju Ke’adilan Sosial), jang hampir-hampir mirip kepada Nazi-Djerman atau Socio-Nasionalisme tjiptaan Adolf Hitler, atau Pascisme Itali ala B. Mussolini. Kiranja tidak djauh daripada kebenaran, djiwa kita gambarkan Marhaenisme itu sebagai “Chauvinisme” (nasionalisme sempit) jang di dalam “realisasi dan krista-lisasinja” (perwudjudan) tidak hanja bertjorak “anti-kapitalisme” dan anti-imperialisme, tegasnja: “anti pendjadjahan”, melainkan menundjukkan djuga sifat “anti-asing” (orang dan barang). Dengan karenanja, maka timbullah aksi “ahimsa” (perlawanan tidak bersendjata, leidelijk verzet) dan usaha “swadesa” (mentjukupkan keperluan sendiri), kedua-duanja kiriman dari India, import dari M. Gandhi.

Walaupun nasionalisme sempit (Chauvinisme) menimbulkan bentji dan marah terhadap kepada sesuatu jang “asing”, tetapi djalan keluar tampak pula dengan terang, bersifat Inter-Asiatis, jang pada lazimnja dinamakan Pan-Asiatisme. Simbol dan sembojan jang sering diperdengarkan dalam hal ini, ialah: Lembu Nandi India, Banteng Indonesia …. Dan Matahari Terbit Djepang (dimasa pendudukan Djepang) dikatakan: di bawah sinar Matahari Dai Nippon). Dalam djurusan ini, maka Pan-Asiatisme bolehlah kiranja dibandingkan dengan dibenua Eropa-Barat.

6. Perlu pula diiperhatikan dan diperingati akan timbulnja satu model ideologi baru, ideologi tjampuran antara nasionalisme Indonesia (waktu itu: Djawa) dan Sosial demokrasi Barat, merupakan sosial-demokrasi-Indonesia (Indische Social Demo-cratie), dengan bentuk “Indische Partj”, satu perhimpunan assosiasi antara Timur dan Barat, di bawah pimpinan “Tiga Sedjoli”: Dr. Tjipto Mangunkusumo, Duwes Dekker (achirnja Setiabudi) dan Suwandi Surjaningrat (kemudian: Ki Hadjar Dewantara). Aksinja jang terutama, ialah “Indieweerbaar”.

7. Beberapa tahun kemudian daripada itu, setelah suasana politik di Indonesia agak reda, maka sisa-sisa semangat dan aliran kebangsaan muda –jang telah ditanam didalam masjarakat, dan se-olah2 mati atau pingsan (latent)– bangunlah dan bangkit kembali, jang achir kemudian lahir dalam bentuk dan sifat jang agak lunak (moderate), dengan nama:

A. Party Nasional Indonesia djuga (disingkat: P.N.I.) atau dengan istilah jang dipergunakan didalam karangan ini: PNI II, karena PNI ini boleh dianggap adik –djika diingati dan dihitung daripada “waktu kelahirannja”– daripada PNI I tsb. di atas PNI II ini di bawah “pimpinan tidak langsung” dari Ir. Soekarno, jang pada masa itu masih dalam pembuangan.

(19)

dapat mentjapai tingkatan jang setinggi-tingginja (culminatiepunt) daripada maksud dan tudjuan kebangsaan muda jang diharapkan dan ditjita-tjitakan semula, karena tangan besi pemerintah djadjahan Belanda pada masa itu menekannja dengan amat keras dan kedjamnja. Intaian, tangkapan, pembuaian dan pembuangan (Boven Digul dan lain-lain tempat di Indonesia) adalah gambaran pagar dan palang pintu besi, randjau dan bentjana, jang terbentang dengan dahsjatnja didepan tiap2 gerak dan langkah pemimpin, jang berhaluan muda dan revolusioner. Mau tidak mau, mereka harus memper-hatikannja. Disa’at mereka agak lengah dan lalai, kurang tertib dan hati2, di dalam pertjakapan dan perkembangan letupan djiwanja, maka pada sa’at itu pula mereka itu dianggap melanggar randjau, melanggar “keamanan dan keter-tiban ‘umum” (istilah pada waktu itu), didjebloskan di dalam terungku, jang memang sudah dipersiapkan oleh pemerintah djadjahan dan alat2 serta pesawat2nja.

8. Pada masa Djepang masuk dan duduk di Indonesia (1945) dan pemerintah djadjahan pindah ke Australia, maka salah satu usaha jang terutama dan pertama-tama sekali didjalankan oleh pemerintah dan tentara pendudukan Djepang, ialah: membasmi dan membunuh semua party2 dan perhimpunan2 politik, dengan tjorak dan warna jang manapun djuga, hingga sampai habis-ledis. Ta’ diketjualikan PNI II dan III, jang senasib dengan kawan2 seperdjuangan lainnja “dikubur hidup2”, di “taman bahagia”, jang bernamakan Hookookai, satu tempat model “sangkar emas”, jang memang sudah direntjanakan dan dipersiapkan terlebih dulu oleh anak tjutju Dewi Amaterasu.

Bagi kaum Muslimin “taman bahagia” itu merupakan “Masjumi” (periksalah di bawah). Kembali kepada “taman bahagia” atau “sangkar mas” itu, maka semuanja itu merupakan “medan bahkti tjiptaan Djepang dan agen2nja. Tiap2 bangkai hidup itu mempunjai keleluasaan bergerak, sepandjang, seluas dan sebesar kawat berduri jang melingkari “sangkar mas” itu. Njanjian lagu2 Djepang terdengar dengan meriah dan memikat hati, mengajun djiwa manusia ke satu arah salah dan palsu, ialah: persembahan kepada manusia jang Sintoisme dan hakko itjiu (impian “kema’muran Asia Timur Raja”).

Bolehlah pula masuk tjatatan dalam sedjarah kebangsaan Indonesia, bahwa Soekarno-Hatta cs. Termasuk dalam golongan “pemimpin-pemimpin terbesar dan tertinggi” (topleiders) –ingatlah: istilah “empat serangkai”, ja’ni Soekarno–Hatta–Ki Hadjar Dewantoro–K.H. Mas Mansur–, jang diperalat oleh kekuasaan Djepang, untuk mem-per-djepang-kan Indonesia dan Ra’jat Indonesia. Di samping itu di dalam lingkungan Islam, tidak kurang2 harga dan pentingnja usaha dan daja K.H.A. Wahid Hasjim beserta kawan2nja, untuk membunuh-mati menapis-ledis semangat Islam dan Usaha Sutji Ummat Islam, sehingga Ummat Islam menghadapi bahaja dan bentjana jang maha besar: sjirik, kufur dan murtad.

Pada masa itu, Soekarno-Hatta cs. Mentjapai puncak “kemasjhurannja” sebagai agen imperialisme Djepang, terutama sekali setelah Soekarno dapat mentjiptakan satu “ideologi” baru bernama “pantjasila”. Ja’ni: satu tjiptaan, satu tjampuran masakan, jang terdiri daripada Shintoisme, hakko itjiu, Islam sjirik dan nasional-djahil. Keterangan landjutan atasnja, perik-salah di bawah! Didalam perlombaan dalam lapangan “memper-djepang-kan” Indonesia, maka tidak sedikit djasanja K.H.A. Wahid Hasjim beserta kawan2nja, jang hendak tjoba2 menjembuhkan “Mekkah” dengan “Tokio”, kepertjajaan Wahdani jah Allah dan Watsanijah (sjirik).

Sampai dimana benar atau tidaknja tuduhan “kollaborator” atas pemimpin2 agen Djepang: Soekarno cs. Wang Tjing Wei Cs., Chandra Bose cs., tidaklah mendjadi perbintjangan di dalam karangan ini.

9. Dalam djurusan lain, di dalam kalangan pemimpin-pemimpin Indonesia, jang masih tetap terkandung dalam “sangkar mas” itu, timbullah usaha2 menentang, menolak dan menghela, jang akan mentjoba dan berusaha melepaskan tjengkraman fascis Djepang, jang amat ganas, kedjam dan serem itu, jang menjebabkan berdirinja bulu roma tiap-tiap orang jang mengalami atau menjaksikannja. Adapun usaha ini, jang nanti akan ternjata menimbulkan buah dan natidjah jang amat besar dan dahsjat dalam zaman revolusi nasional, adalah “gerakan di bawah tanah” gerakan gelap gerakan subversif. Salah satu letupan daripadanja, jang mati dalam kandungan, ialah: peristiwa Singaparna, Tjilegon dan Kediri. Sungguhpun peristiwa2 itu (pembe-rontakan) merupakan usaha jang gagal, tetapi besarlah harga dan nilainja didalam perdjuangan sedjarah Indonesia, sebagai titik2 dab garis2 jang pertama jang menggambarkan minat dan hasratnja Bangsa Indonesia –terutama Ummat Islam, melepaskan belenggu dan rantai pendjadjahan dan pendudukan fascis Djepang.

(20)

------BAB III: ISLAMISME

1. Pada achir tahun 1911 dan awal 1912, barulah Ummat Islam mulai bangun dan ber-bangkit dari tidurnja. Dengan pimpinan Hadji Samanhudi Solo, dan kemudian dibantu, dilanjutkan dan dipimpin oleh Umar Sa’id Tjokroaminoto, maka didiri-kanlah Sarekat Dagang Islam (SDI) jang achirnja bernamakan kedjurusan sosial dan ekonomi, dengan dasar keagamaan (Islam), perhimpunan ini bersifat massal, meliputi seluruh Ummat Islam, sehingga gentaran langkah dan geraknja amat besar pengaruhnja, dan berkumandang djauh2, melintasi lautan seluruh nusantara, dari Atjeh hingga Merauke. Di dalam dan terutama setelah Perang Dunia Pertama (1914-1918), dan kemudian daripada ditandatanganinja perdjandjian Damai Versailles (1919), maka pemerintah djadjahan Hindia Belanda mempergunakan taktik litjin: Menina-bobokan bangsa Indonesia, dengan “pemberian hak2 politik” (walaupun amat sederhana dan ketjil sekali), sehingga dibentuknjalah Volksraad dan badan2 kenegaraan jang lainnja.

Taktik ini didahului dengan hidangan “makanan jang lezat, manis dan gurih” –sesuai dengan lidah Indonesia—, berupa duurte tooslag, kenaikan pangkat, pemberian berbagai2 bintang, tanda-tanda djasa dll. Sementara itu, njanjian merdu “November-Belofte” dilagukan dengan meriahnja, di bawah pimpinan seorang kopelmeester, jang tjerdik, pandai, ulung dan bidjaksana, sesuai dengan tugasnja (Gubernur Djendral): Idenburgh.

Njanjian jang serupa itu perlu didengungkan dan ditiupkan didalam tiap2 telinga bangsa Indonesia. Sebab djika terdjadi kerusuhan atau pemberontakan ra’jat, maka Pemerintah Belanda pada waktu itu belum mempunjai kekuatan jang mentjukupi, untuk mengatasinja, bagi mempertahankan kedudukan dan kekuasaan pemerintah djadjahan Belanda, di Indonesia, sedang kekuatan dari negeri Belanda sendiri, tidak mungkin, begitu sadja dialirkan ke Indonesia, sebagai bantuan karena Belanda harus mempertahankan

kebebasan (neutraliteit) negaranja.

Beberapa tahun kemudian daripada itu, pemerintah djadjahan Belanda menun-djukkan tangan besi dan melakukan tindakan2 keras, dalam segala lapangan (zaman Gup. Djend. De Fook).

2. Sementara itu Sarekat Islam beralih sifat dan usahanja, mendj’adilah sebuah perhim-punan politik, berdasarkan keputusan Kongresnja di Madiun (1922). Party Sarikat Islam Hindia-Timur, dan 8 tahun kemudian berubah mendjadi Party Sarikat Islam Indonesia (1929), Kongres Djakarta, dengan sendi dasar jang lebih kuat dan teguh, serta program politik, ekonomis dll. jang lebih luas.

Dalam pada itu Sarekat Islam menderita kerusakan dan perpetjahan di dalamnja, dengan karena infiltrasi komunis (periksalah di bawah, sehingga terbelah mendjadi Sarekat Islam Putih dan Sarekat Islam Merah, jang achirnja merupakan 2 party politik jang senantiasa bertentangan satu dengan lainnja, ja’ni: Party Sarekat Islam Indonesia (P.S.I.I.) dan Party Komunis Indonesia (P.K.I.).

Dengan karena tekanan pihak pemerintah djadjahan Belanda waktu itu atas kaum pergerakan ‘umumnja, maka sikap ke (co-operation) mendjadi non (non co-operation). Mereka keluarlah dari badan2 perwakilan, jang dibentuk oleh pemerintah djadjahan pada waktu itu.

3. Semasa keadaan politik di Indonesia agak panas dan perhubungan antara kaum pergerakan —terutama P.S.I.I.— mendjadi tegang, maka terdengarlah dengan sajup-sajup tapi tjukup djelas dan terang: coup d’etat kaum Wahhabi, dengan pimpinan Abdul ‘Aziz ibnu Sa’ud, jang telah berhasil merebut kekuasaan negara, dari tangan Sjarif Husein, tangan2 dan boneka Inggris, di Djaziratul ‘Arab (1925).

Kemenangan kaum Wahhabi, dan pindahnja kekuasaan negeri Arab dari Sj Husain kepada A.A. Ibnu Sa’ud, tidak sedikit pengaruh, harga dan nilainja bagi perhimpunan dan pergerakan Islam di Indonesia. Dengan segera Ummat Islam di Indonesia mempersatukan diri, di dalam suatu (perwufakatan federasi), merupakan satu Blok Islam, jang lalu mengirimkan utusannja kenegeri ‘Arab, ja’ni: ‘Umar Said Tjokro-aminoto dan K.H. Mas Masur (masing2 dari PSII, dan Muhammadiyah = MD).

(21)

farul-Hindisj-Sjarqiyah (M.A.I.H.S.), Kongres Seluruh Alam Islam tjabang Hindia Timur. Ichtisar Ummat Islam Indonesia kedjurusan Pan Islamisme ini gagal, disebabkan karena halangan dan rintangan, saingan dan tantangan pihak imperialis (terutama Inggris), karena Ummat Islam sendiri belum tjukup besar kesadaran dan himmahnja, untuk melaksanakan dan mewudjudkan buktinja Pan Islamisme itu, meskipun berpuluh-puluh tahun sebelum-nja telah diandjurkan dimulaikan oleh pemimpin-pemimpin Islam Internasional jang amat masjhur seperti: Djamaluddin Al-Afghany, Muhammad Abduh dan Amir Al Husainy. Setelah mati dan buntunja usaha Islam Internasional jang pertama itu, maka diutusnjalah untuk kedua kalinja K.H. Agus Salim, ke negeri Arab. Maka dibentuknjalah sebuah perhimpunan Islam Internasional —pengganti H.A.I. jang kandas dan terdampar di lautan karang—, bernamakan: Ansarul-Haremain (Pembela kedua Tanah Sutji: Mekkah dan Madinah). Selain daripada djalan-keluar melalui Pan Islamisme, maka Ummat Islam Indonesia (batja: PSII) mentjari pula djalan keluar kedjurusan Internasional “kiri dan merah-muda” (socialistis, social demokratis dan agak komunistis). Maka didapatnjalah hubungan administratif antara PSII dengan Liga anti-Imperialisme, anti-kapitalisme, dan anti-djadjahan, lembaga mana berpusat di Eropa Barat.

Usaha ini segera menemui djalan buntu, dan putus sama sekali. Di antara sebab2nja, perlulah ditjatat: Tekanan dan tindakan keras daripada pihak Parket pemerintah djadjahan Belanda waktu itu. Berkenaan dengan itu, maka keadaan pergerakan politik, sosial, ekonomis, keagamaan dll. Di Indonesia pada waktu itu, tidak seberapa mentjapai kemadjuanm lesu dan kurang semangat, seakan2 hampir dian (statis).

4. Pada zaman awal kedudukan Djepang, maka semuanja perhimpunan2 politik Islam dibunuhnjalah. Masjumi (Madjelis sjuro Muslimin Indonesia), dan kemudian MIAI (Madjelis Islam ‘ala Indonesia), kedua-duanja buatan Djepang —dengan perantaraan agen-agennja kijai-kijai ala Tokio—, merupakan lembaga dan medan pertempuran. Oleh pihak Islam muda, pihak revolusioner dan progresif, lembaga ini dipakai untuk menjusun dan mengatur “gerakan bawah tanah”, seperti djuga jang dilakukan oleh kawan2 seperdjuangan lainnja, di Hoo-kookai dan lain2 badan “kebaktian”, buatan “saudara tua” itu.

Benih2 subversif, dimasa “sangkar mas” Djepang —jang sesungguhnja merupakan kamp konsentrasi, kamp tawanan jang halus—, dimasa nanti, menghadapi revolusi nasional, mendjadi pendorong dan daja-kekuatan jang hebat.

------BAB IV: KOMUNISME

1. Revolusi Komunisme di Russia, jang terdjadi pada achir Perang Dunia Pertama (1917), adalah salah satu patok jang maha penting didalam sedjarah dunia, terutama jang mengenai Perkembangan Komunisme Internasional. Segera kemudian daripada selesainja, Perang Dunia Pertama itu (1919) maka agen2 komunis internasional, dengan pimpinan langsung dari Russia –Internasional III– menjebar dan menjelundup kedalam hampir tiap2 negara, diseluruh dunia. Djuga di Indonesia. Dalam pemasukan dan perkembangan Komunisme di Indonesia, all. Perlu ditjatat nama beberapa orang Belanda, seperti: Baars dan Sneevlist. Di antara murid2nja jang amat setia, bolehlah disebut: Sama’un, Darsono, Marco (Kartodikromo), Alimin, Muso, Ali-archam, Tan Malaka, dll. lagi.

Dengan tjara menginjeksi ratjun Komunisme kedalam tubuh dan djiwanja pemimpin2 Sarekat Islam pada waktu itu, maka dengan segera perhimpunan tsb. belah mendjadi dua aliran, jang bertentangan satu dengan lainnja, sebagai musuh jang ta’ kenal damai.

Keputusan tentang adanja Party-discipline dalam Kongres SI tahun 1921, memisahkan dua aliran dan ‘anasir itu, sehingga masing-masing berdiri, dengan bentuk party S.I. Putih mendjadi P.S.I. H.T. (achirnja: P.S.I.I.) dan S.I. Merah menjalurkan aliran merahnja didalam Party Komunis Indonesia (P.K.I.).

(22)

jang “tidak langsung” (inderekt): memukul kedua belah pihak, dengan membangunkan gerombolan2 Sarekat Hidjo, Daf’us-Sial, Al-Hasanatul-Chairiyah, dll. (dalam zaman achir, djuga tampak gerom-bolan tjap Djangkar), ialah alat2 pengatjau, jang dibiajai dan dipimpin langsung atau tidak langsung oleh pemerintah djadjahan. Semangat komunis muda jang berkobar-kobar waktu itu –dengan pusat (C.C.), di Semarang, dengan kiblat Moskow, dan dengan petundjuk2 langsung daripada agen2 Lenin—, ingin segera dan tjepat2 mentjapaikan maksud dan tudjuannja, merampas kekuasaan dari tangan pemerintah djadjahan Hindia-Belanda.

Peristiwa itu terdjadi pada achir tahun 1926, dan terkenal dengan nama: Pemberon-takan Komunis. Dalam tarich tertjatat, sebagai Coup d’atat Komunisme jang pertama. Dengan peristiwa itu, jang sesungguhnja karena perbuatan provokasinja, jang sudah agak lama sebelumnja sengadja diselundupkan kedalam tubuhnja Komunisme Indonesia, maka pihak pemerintah djadjahan mempunjai “alasan jang tjukup kuat dan sah” untuk membasmi dan membinasakan “Komunisme”. Beribu-ribu manusia, laki2 dan perempuan, tua dan muda mendjadi kurban perdjuangan, kurban Komunisme, dibuang-diasingkan ke Boven-Digul.

Di antara pemimpin2 jang ikut dalam pembuangan itu, ialah: Marco, jang beberapa tahun kemudian meninggal di tanah pengasingan itu. Didalam peristiwa tahun 1926 tsb. di atas, baiklah ditjatat nama seorang agen provokator bikinan Belanda, peng-chianat Komunisme di Indonesia, ialah: Sanusi, seorang alat pendjadjah Belanda, pemimpin Komunis gadungan.

Adapun pemimpin2 lainnja, mereka tjepat2 meninggalkan Indonesia, pergi keluar negeri, menudju kedjurusan Moskow. Diantara mereka jang mendapat “angin baik” bisa sampai di ibu kota Komunis itu, sedang sebagian besar lainnja terdampar di tengah djalan (Singapura, Bangkok, Rangoon, Shanghai). Di antara mereka ini, bolehlah ditjatat nama-nama: Tan Malaka, Alimin, Muso, Sama’un, Darsono, dan Subakat.

Sampai dimana mereka itu setia kepada organisasinja (di Russia), njatalah dengan terang benderang dikala mula pertama berkobar revolusi nasional di Indonesia (1945), terutama setelah revolusi tersebut agak reda. Mereka pulang kembali ke pangkalan semula, ketjuali beberapa orang. Tentu dengan tugas2 daripada induk-organisasinja.

2. Sedjak waktu itu, hingga berachirnja pemerintah djadjahan Belanda (awal 1942), maka tidaklah tampak tanda2, bahwa komunis di Indonesia akan hidup, bangun dan bangkit kembali, seakan2 pingsan kena pukau dan pukulan jang sangat hebat.

------BAB V :

NASIONALISME, ISLAMISME, DAN KOMUNISME

Pertentangan antara 3 ‘Anasir Masjarakat

Pada masa Pendudukan Djepang, Revolusi Nasional, hingga kini

1. Selama masa pendudukan Djepang (awal 1942 hingga pertengahan 1945), maka ditutupnja rapat2 segala djalan dan kesempatan mengembangkan ideologi dan aliran manapun djuga; tiada sebuah pun jang boleh tampak di muka bumi dan di atas air, melainkan hanja “Djepangisme” sadjalah. Semuanjaa disapu bersih ditjukur gundul. Tekanan jang amat berat, perkosaan hak jang melampaui batas, ditambah dengan kekedjaman dan keganasan jang tiada tara dan hingganja, memaksalah semua pe-djuang-pedjuang melakukan “sijasat”; hidup dan berkembang di bawah tanah, di alam gelap, di belakang tabir, mereka silam, menjelundup dan bergerak di bawah tanah, lepas daripada intaian dan pengawasan kenpetai (Polisi militer Djepang) dan Polisi rahasia Djepang.

(23)

‘alam semesta, dalam keadaan ta’ berdaja: “kapan harikah mereka akan erlepas daripada malapetaka, melarat dan hina, nista dan sengsara, keganasan dan kedjahatan, sewenang2 dan kedlaliman tekanan dan antjaman, jang ditimbulkan oleh anak tjutju Dewi Amaterasu pada waktu itu....?”

Beberapa waktu sebelumnja, persiapan pihak “di bawah tanah” sudahlah dimulai. Di tengah-tengah suasana jang amat gelap gulita, dimana ra’jat sudah tidak berdaja memperbuat sesuatu apapun, disa’at itulah Allah berkenan melimpahkan “Rahma-niyat-dan Rahimijat-Nja” atas Ummat manusia, dengan djatuhnja bom atom di atas beberapa kota Djepang. Peristiwa itu terdjadi pada pertengahan bulan Agustus 1945.

2. Djatuhnja Djepang, mendjadi sebab menjalanja api revolusi jang pertama di Indonesia, revolusi nasional, revolusi menentang pendjadjahan; revolusi melawan kekuasaan asing; revolusi, jang dari detik kedetik mendjalar dan meliputi seluruh nusantara Indonesia, sambil membakar-bakar tiap2 lapisan masjarakat dan tingkatan manusia; revolusi, jang hebat-dahsjat menjala-njala ta’ kundjung padam; revolusi jang menghanguskan djiwa dan semangat ra’jat, hampir2 ta’ kenal batas jang manapun; ialah revolusi jang mendjadi sebab dan dorongan pertama akan “Prokla-masi Kemerdekaan Indonesiaa 17 Agustus 1945”.

Pada waktu itu semua aliran dan lapisaan ikut serta; api revolusi merata di seluruh nusantara; ada jang ambil bagian genap lengkap 100%, dan ada pula jang hanja sebagian, dengan kadar kekuatan dan lapangan jang terbuka. Tetapi perketjualian tidak ada, dan tidak mungkin ada. Mereka ikut menggelorakan revolusi, kalau bukan karena sadar dan insjaf, sedikitnja karena takut dituduh anti revolusioner atau contra-revolusioner, chawatir dibawa agen imperialisme (Belanda) atau agen provakator, dan memang sebagian daripada mereka berbuat demikian, hanjalah karena “ikut-ikutan” (ikut hanjut) dan “hilang-akal”.

3. Beberapa bulan kemudian daripada itu (September 1945), maka langganan lama, pihak Belanda pendjadjah, mulai mendjedjakan kakinja di pantai Indonesia, naik di daratan dan memasuki kota2 dengan pengantara dan pengawal daripada pihak sekutunja: Inggris, dengan tentara Ghurkanja. Diantara kota2 jang mula pertama dimasukinja, ialah Surabaja, Djakarta dan Bandung. Bolehah ditjatat pula didalam riwajat, bahwa masuknja tentara Inggris —di dalamnja ada tentara Belanda dan kaki tangannja—, dengan idzin pemerintah Republik Indonesia pada waktu itu, dan dikawal oleh B.K.R. (Badan Keamanan Ra’jat) —jang achirnja mendjadi T.R.I. dan T.N.I. Apa gerangan sebabnja? Wallahu ‘alam! Tetapi “pembuka pintu pertama” itu sungguh2 terdjadi, dan pemimpin Republik Indonesia sendirilah membukakan pintu itu dengan tangannja sendirilah membukakan pintu itu dengan tangannja Demikianlah kenjataannja didalam riwajat, jang tidak dapat disangkal oleh tiap2 orang jang tahu perdjalanan riwajat dalam tingkatan revolusi nasional kita!

Satu bukti daripada kebodohan RI pada masa itu! Dengan datangnja “kembali” Belanda di tengah-tengah masjarakat dan ra’jat Indonesia —sementara itu kedudukan pemerintah RI tsb. di atas masih di Djakarta—, maka disebarkanlah kutu2, agen2 dan mata2nja, menjelundup dan melakukan peranannja di-tengah2 masjarakat dan ra’jat terutama di dalam kalangan pedjuang2 dan pemimpin2 revolusi pada waktu itu. Usaha Belanda “di bawah tanah” ini memang sudah sedjak lama dimulaikan oleh grup Van der Plas, jang selama itu tinggal di Australia, jang dianggap sebagai pangkalan, darimana ia melantjarkan tipu-dajanjaa, untuk mengembalikan peme-rintah djadjahan Belanda, di Indonesia. Infiltrasi pertama dilakukan kurang lebih setahun, sebelum, sebelum Djepang menjatakan kapitulasi.

4. Belum djuga revolusi nasional reda, api masih berkepul-kepul, maka tiap2 aliran jang dari tadinja —sedjak pendudukan Djepang— memang sudah mulai membuat rentjana, untuk melebarkan sajapnja dan mengembangkan ideologinja masing2, mulailah membuat dan men-traceer salurannja masing-masing. Tidaklah kiranja djauh daripada kebenaran dan kenjataan, djika dikatakan, bahwa di dalam hal ini pihak komunis, jang muda maupun jang tua, lagi sibuk dan asjik membuat saluran2 itu. Mereka melakukan tugasnja dengan tjakap tjerdiknja, atjapkali dengan tjurang dan serongnja, walaupun terpaksa merugikan kepada ra’jat, kepada perdjuangan, kepada revolusi maupun terpaksa merugikan kepada ra’jat, kepada kawan2nja seper-djuangan lainnja, jang beda aliran dan ideologinja, sikap dan haluannja. Organisasi diaturnja dengan tertib, orang2 dipersiapkan dan dipertempatkan ditempat-tempat jang penting, di dalam dan diluar organisasi negara, dengan tugas jang tentu, dan .... saluran menudju Moskow, dengan bentuk “Republik Ra’jat (Komunis) Indonesia” hendak tjepat2 dilaksanakannja. Mereka ingin mempergunakan waktu dan kesempatan untuk kepentingan ideologinja (Komunisme), dimasa kawan2 seperdjuangannja jang lainnja “lengah”. “Lengah” dalam arti kata: masih terus-menerus menggelorakan revolusi.

(24)

bendera-kamuflase komunis, untuk menjembunjikan maksud hakiki jang sesungguhnja, dan untuk memperoleh lapangan dan tempat jang lebih luas, bagi memperkembangkan ideologi komunismenja kurang tjerdik, kurang tangkas dan kurang tjepat, djika dibandingkan dengan gerak langkah pihak komunis, jang memang sudah mendapat pendidikan dan pengadjaran, latihan dan tuntunan langsung dari agen2 Moskow.

Adapun peranan “pemimpin2 Islam” dan Ummat Islam pada waktu itu, masja Allah, sungguh2 menjedihkan dan memilukan hati. Oleh pihak komunis dan nasionalis, “ pemimpin2 Islam” itu dianggap dan diperbuatnja sebagai kuda-tunggangan dan kuda penarik gerobak, sedang “Ummat Islam” dianggap dan diperlakukannja oleh kedua anasir tsb. sebagai sapi perah, jang sbar. Sapi harus memberikan air susunja kepada komunis pengchianat dan nasionalis djahil itu. Berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun proces jang kami gambarkan itu, berlaku di tengah2 masjarakat Indonesia, ditengah revolusi nasional.

Aneh dan djanggal didengar, tapi sungguh2 kedjadian, dengan bukti jang njata. Taktik dan tjara mengembangkan ideologi komunisme dilakukan dengan tjara memperbanjak “sarang” dan “sajap”, mendirikan organisasi-organisasi, baik jang menjebut dirinja komunis sedjati maupun jang setengah komunis atau memasang merk “nasional”, seperti Party Komunis Indonesia (PKI), Party Murba, Pemuda Sosialis Indonesia (Persindo), Angkatan Pemuda Indonesia (API), dan lain2 lagi. Dan pada zaman RI Djakarta (kini: RI Komunis), maka sarang2 dan sajap2nja makin diperbanjak, diperluas dan diperdalam, sehingga sebagian besar kaum buruh dan kaum tani, diseluruh Indonesia. Langkah dan taktik Komunis ini diakui oleh pihak nasionalis, tapi ketjerdasan, ketjakapan dan ketangkasannja, memang amat djauh lebih lemah, lunak dan kurang daripada pihak komunis, jang memang tidak kenal batas hukum jang manapun djuga. Kembali mwembitjarakan nasibnja “pemimpin2 Islam´dan “Ummat Islam”, sekali lagi, masja Allah, mereka tetap bodoh dan tolol (ma’af), dan melakukan usaha sebaliknja daripada kawan2 perdjuangan lainnja. “Masjumi buatan Djepang” ditjiptakan dengan bentuk baru, merupakan Party Masjumi. Besar dan hebat, tapi tidak berdaja. Gendut (log), dan tidak mungkin melakukan gerak-tjepat, serta djauh daripada bentuk “stream-line”, menurut kehendak zaman. Dalam pada itu, Masjumi tetap mendapat “penghargaan jang patut”, dan “kehormatan jang pantas” dari kawan2 dan —terutama— lawan2nja, untuk menetapkan mereka (Ummat Islam dan pemimpin Islam) dalam keduduknja jang lemah dan keadaannja “bodoh dan tolol” (ma’af) itu. Mudah ditipu, mudah diperalat dan mudah dipergunakan untuk keperluan apapun djuga, walau untuk kepentingan Moskow sekalipun! Na’udzu billahi min dzalik. Semoga selandjutnja Allah berkenan mendjauhkan Ummat Islam dan pemimpinnja daripada sifat dan kelakuan jang serupa itu, sehingga tahu, sadar dan insjaf akan tugas wadjibnja, bakti kepada ‘Azza wa Djalla: Djihad pada djalan Allah untuk membesarkan Dia, mensutjikan Agamanja, menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, Insja Allah. Amin.

5. Sementara itu, kutu2 dan lawan Belanda pendjadjah masuk-meresap, menjerbu-menjerang, dalam kalangan pedjuang-pedjuang nasional dengan tachta (pangkat dan kedudukan), harta (kekajaan dunia) dan wanita (baik jang berupakan “perem-puan” jang sesungguhnja, maupun jang mewudjudkan “keinginan”, serasi dengan getaran djiwa, nafsu dan ghodzob manusia dari — materieel —, Dengan adanja Iblis jang “ikut serta” bersma pedjuang2 kemerdekaan, menggalang negara, maka makin hari makin tambah surutlah revolusi nasional itu, dan lalu berbalikan arah-tudjuannja, mendj’adilah: revolusi sosial, revolusi kedalam dan istimewa dalam kalangan pemimpin2nja. Sudah barang tentu, jang mendjadi kurban pertama2 sekali nistjajalah si-bodoh dan si-tolol, “pemimpin2 Islam” dan “Ummat Islam”. Kijai sadja didekat kota Garut ditjulik dan dibunuh oleh PT (Polisi Tentara) Samber Njawa, pada pertengahan tahun 1940. Kijai Thoha beserta 13 orang ‘alim ‘ulama dan pemimpin Islam lainnja, di daerah Sumedang, ditawan dan dibunuh, oleh komplotan Sadikin dan Sumantri (waktu itu masing2 mendjadi Kmd. Resimen 6 TRI dan Kmd. Bataljon dp. Resimen tsb.), be-serta kawannja, semuanja pihak komunis.

Pemimpin Islam/sabil, Endang dan 4 orang kawannja, dari Limbangan, Garut, dita-wan dan dibunuh, diperbatasan antara Garut dan Sumedang, oleh PS (Pasukan Silat?), ialah salah satu bagian organisasi rahasia “setengah resmi”, masuk organisasi kom-plotan Sadikin. Dan masih banjak lagi kedjadian jang serupa itu, jang sungguh menggerakkan bulu roma, sehingga ratusan, ribuan pemimpin2 Islam, alim ulama mendjadi korban daripada pengchianatan pihak komunis itu.

(25)

suasana jang demikian, kutu2 dan mata-mata Belanda —dari NAFIS, NICA dll.— dengan mudah dan leluasa dapat melakukan tugasnja jang chianat itu? Herankah pula kita, apabila pihak tentara Belanda, dikawal oleh tentara Inggris —dan djuga oleh orang2 “bangsa Indonesia”—, dengan lenggang-lenggang kangkung boleh masuk dan menduduki tiap2 pelosok Indonesia?

6. Selain daripada itu, pihak Nasionalis dan Komunis pun melakukan tipu daja dengan organisasi “palsu”, baik setjara resmi maupun “setengah resmi”. Waktu itu, boleh diibaratkan, bahwa RI merupakan seorang machluk Allah, jang berhati merah, tjetakkan Moskow, berdjiwa palu-arit, dan berdjasad nasional, kiri atau kanan, dengan ‘amal anti-Agama, anti-Islam, anti-perdjuangan Islam, anti-Ummat Islam, anti-Tuhan dan anti-Allah, walaupun diselimuti kata2 jang manis dan perbuatan jang munafiq. Mereka itu mentjari akal dan daja-upaja untuk memperlunak perdjuangan Islam dan membinasakan Ummat Islam beserta pemimpin2nja! Dalam hal ini, sekedar jang berkenaan dengan Djawa Barat; bolehlah ditjatat nama2: Sutoko, Sama’un, Bakry, Kol. Nasution, Kol. Hidajat dan beberapa biang keladi lainnja. Djadi, kalau kita katakan, bahwa Komunis Indonesia itu agressif, tidaklah djauh daripada kebenaran dan kenjataannja, bahkan tepat.

7. Di dalam masa revolusi nasional tengah menggelora, pihak komunis sudah mulai mentjobakan perampasan kekuasaan jang kedua, dari tangan pemerintah Republik Indonesia. Peristiwa ini terdjadi di Banten, pada aksi tahun 1947, dan di dalam karanga ini dinamakan: Coup d’ etat Komunis jang kedua.

Hampir tidak ada jang mengetahui peristiwa sepenting ini, selainnja beberapa orang dalam (insider), karena usaha itu gagal, sebelum mentjapai tudjuan dan maksudnja. Tetapi usaha dan rentjana lengkap beserta sjarat rukunnja, sudahlah dihimpun dan dikerahkan.

8. Perampasan kekuasaan ketiga, jang agak besar-besaran, dengan kekuatan sendjata, dilakukan oleh Komunis Indonesia, dari tangan RI, semasa masih berpusat di Djogja. Coup d’ etat Komunis jang Ketiga ini, jang terdjadi tidak lama kemudian daripada coup d’ etat Komunis keduapun gagal pula. Kemudian diikuti oleh tindakan-tindakan keras daripada pemerintah RI: melakukan tangkapan dan penahanan besar2an atas beberapa pemimpin, diantaranja ialah: Tan Malaka, Mr. Subardjo, Mr Iwa Kusuma Sumantri, Mr. Muhd. Yamin, Abikusno Tjokrosujoso dan beberapa lainnja. Seorang panglima Divisi (Diponegoro, Sudarsono???) tersangkut pula didalam komplotan itu. Sedang beberapa kesatuan tentara (TRI = TNI) jang diperalat didalam peristiwa tsb., dilutjuti dan dimasukkan pula didalam terungku.

9. Perampasan kekuasaan keempat, atau Coup d’ etat Komunis jang keempat terdjadi di Madiun, terkenal dengan nama “Peristiwa Madiun” atau “Madiun Affaire”. Muso dan Mr. Sjarifuddin cs. Mendjadi biang keladinja. Rupanja ada tangan ketiga jang memegang peranan, dan menjokong pemberontakan Madiun dari pintu belakang. Peristiwa ini terjadi pada bulan September 1956, hampir 3 (tiga) bulan sebelum Belanda mengadakan aksi polisionilnja jang kedua. Republik Sovjet (Komunis) Madiun hanja berumur beberapa hari, mengikuti majatnja Muso masuk kelubang kubur, kurang lebih 10 hari kemudian daripada proklamasinja.

10. Djadi, selain Belanda memang ingin “kembali” menduduki Indonesia, maka dari pihak orang2 jang menamakan dirinja “pahlawan dan pedjuang kemerdekaan”itu sendirilah, jang membuka pintu masuk dengan lebarnja. Karena perbuatan jang mereka lakukan sendiri! Sehingga sudahlah selajak dan sepatutnja, jika kita menga-takan, bahwa R.I. chianat!!!

Gambar

Gambar Teks Proklamasi NII

Referensi

Dokumen terkait

iii. Was treated by a Medical Practitioner or treatment had been recommended by a Medical Practitioner. b) It shall also mean any congenital, hereditary, chronic or

Tak bisa disangkal bahwa berbagai inisiatif dalam kemitraan tiga sektor untuk pembangunan berkelanjutan telah menarik minat banyak pihak yang selama ini bekerja secara

Integritas sebagai variabel moderasi dapat memoderasi (memperkuat) hubungan antara independensi dan pengalaman terhadap kualitas audit pada study empiris Kantor Akuntan Publik di

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

nasional yang bertujuan kesejahteraan rakyat dan kelangsungan hidup bangsa. Ketahanan nasional di bidang ideologi juga ditujukan untuk mengatasi segala

Jika terlalu memaksakan sistem alarm dengan mengecilkan angka parameter akan mengakibatkan tidak akan adanya aktivitas disekitar area dan jika parameternya terlalu longgor

Susunan beberapa keterampilan yang menunjuk kan bahwa suatu keterampilan dilakukan terlebih dahulu dari keterampilan berikutnya sehingga seluruhnya merupakan

, investor merespon sebagai sinyal negatif pengumuman dividen meningkat yang diberikan oleh perusahaan tidak bertumbuh (terima Ha 5 ). Kata kunci