• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industri Animasi

Dalam dokumen BAB 4 HASIL dan PEMBAHASAN (Halaman 38-43)

Data untuk mengetahui keadaan industri animasi dengan melihat dari PDB, ketenagakerjaan, jumlah perusahaan dan nilai ekspor pada industri animasi saat ini tidak tersedia. Baik dalam asosiasi industri animasi maupun pada instansi pemerintah yang terkait. Dikarenakan pada perusahaan di industri animasi tidak bersruktur organiasi yang baik. Dan jumlah film yang dihasilkan saat ini tidak bisa dihitung berapa banyaknya (Denny A. Djunaid, 2009). Untuk saat ini baru ada satu film serial yang tayang di stasiun televisi nasional Global TV yaitu adalah Kabayan Liplap yang berjumlah 48 episode yang diproduksi oleh Castle Production, yang menjadi salah satu anggota AINAKI.

Dan ada film seri animasi yang sudah cukup banyak tayang di beberapa televisi lokal yaitu KUCI ( Kumbang Cilik) yang di produksi oleh KOJO Anima pada Program TV Lihat Animasiku berjumlah 13 episode. Diantara stasiun televisi lokal yang telah menayangkan program tersebut adalah:

1. Deli TV (Medan) 2. Padang TV (Padang) 3. Riau TV (Pekanbaru) 4. Batam TV (Batam) 5. Bandung TV (Bandung) 6. RB TV (Jogjakarta) 7. TA TV (Solo) 8. Ratih TV (Kebumen) 9. Batu TV (Malang) 10. Primavision (Bnajarmasin) 11. Pacivic TV (Madura) 12. Makassar TV (Makassar) 13. Siger TV (Lampung) 14. Lombok TV (Mataram) 15. Bima TV (Bima) 16. K3 TV (Kediri) 17. Megaswara TV (Bogor) 18. Sriwijaya TV (Palembang) 19. Space Toon (Jakarta) 20. Top TV (Jaya Pura)

Dan masih ada beberapa televisi lokal yang akan menyusul untu menayangkan serial tersebut diantaranya adalah:

1. A TV (Sukabumi) 2. TV 5 (Manado) 3. Molucca TV (Ambon) 4. TVK TV (Gorontalo)

5. Bengkulu TV (Bengkulu) 6. Tanaga TV ( Tulung agung) 7. AREK TV (Surabaya) 8. ND TV ( Malang) 9. BBS TV ( Malang) 10. Madika TV (Kupang)

Sumber: Data CAMS Solution, 2009

Dan masih ada yang akan menyusul peluncurannya pada bulan Agustus yaitu CATATAN DINA yang merupakan film lepas.

Menurut (Daniel salah satu anggota AINAKI dan pemimpin Geppeo Production, 2009) mengatakan, proyek untuk mengerjakan animasi cukup banyak tetapi yang kurang banyak itu jumlah perusahaan animasinya. Rata-rata setiap biaya produksi satu episode animasi di Indonesia bisa mencapai 50-80 juta rupiah. Kalau dibandingkan dengan film animasi luar negeri seperti Doraemon yang satu episode hanya mencapai 5 juta rupiah per episode. Sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan animasi jepang. Dan televisi nasional lebih suka membeli animasi luar negri seperti jepang, korea, dan amerika. Selain harganya lebih murah, karakter dan alur cerita yang disajikan sudah pasti disukai oleh para penonton di Indonesia. Biaya produksi film animasi nasional dapat ditekan serendah mungkin. Akan tetapi kualitas yang didapatkan sangat jauh sekali bila dibandingkan dengan film luar negeri yang memiliki harga murah dan kualitas yang sangat baik.

Untuk saat ini di Indonesia masih lebih sering menggarap video klip untuk musik, iklan, dan tambahan animasi pada film. Kita masih belum bisa membuat seperti full satu film, atau cerita seri yang dapat diputar hingga ratusan episode. Selain biaya yang cukup besar dalam pembuatan satu film animasi, tokoh dan alur ceritanya belum dapat diterima oleh masyarakat. Sangat jarang sekali film animasi buatan negeri sendiri tayang pada televisi nasional.

Industri animasi mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja, biasanya dalam satu buah perusahaan animasi biasanya memiliki 20-30 orang karyawan. Apalagi jika suatu perusahaan mendapatkan proyek pengerjaan animasi, biasanya suatu perusahaan menambah karyawan sementara/outsorcing untuk membantu dalam pengerjaan dalam proyek animasi tersebut agar proyek tersebut dapat selesai tepat pada waktunya.

Dalam mengerjakan suatu animasi dibutuhkan ketelitian dan kreatifitas oleh animator agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Dapat dibayangkan seberapa banyak tenaga kerja lagi yang mampu diserap oleh industri animasi ini jika industri animasi ini terus berkembang dari tahun ketahun. Ada banyak kabar yang menyebutkan bahwa banyak animator kita yang lari ke luar negri seperti Singapura dan Malingsia yang mencari pekerjaan disana. Mereka lebih memilih disana karena mereka sudah pasti dapat mengasah kemempuan mereka dan menyalurkan bakat dan hobi yang telah mereka dapatkan dibangku sekolah. Dan mereka merasa kehidupan mereka akan jauh lebih baik jika merekan bekerja di luar negeri.

Keadaan industri animasi pada saat ini sangat masih belum memiliki daya tarik yang tinggi oleh masyarakat di Indonesia. Cukup banyak dari masyarakat di Indonesia yang memiliki latar belakang pendidikan Disain Komunikasi Visual (DKV) lebih sering masuk pada perusahaan advertising. Mereka belum berani untuk masuk pada industri animasi. Karena industri animasi belum banyak dikenal di masyarakat.

Tingkat pertumbuhan tenaga kerja pada industri animasi ini sangatlah tinggi. Ini dapat dilihat dari kadaan yang sebenarnya. Rata-rata tiap perusahaan animasi tiap tahunnya menambah karyawan mereka 2-3 orang. Itu diluar tenaga kerja kontak/outsorcing yang digunakan ketika mereka mendapatkan proyek besar, biasanya tenaga kerja tambahan sekitar 5-7 orang, itu juga tergantung seberapa besar pengerjaan animasi tersebut. Adapun dari ketenagakerjaan yang dapat dilihat adalah rata-rata kontribusi jumlah tenaga kerja pada industri animasi terhadap kelompok film, video, dan fotografi memeng sangat jauh sekali

yang mencapai sebesar 17.496 pekerja di periode tahun 2002-2006. Memang kontribusi industri animasi terhadap kelompok film, video, dan fotografi hanya sebesar ratusan jumlah tenaga kerja tiap tahunnya yang diserap cukup jauh dari nilai jumlah tenaga kerja pada kelompok film, video, dan fotografi yang mencapai 17.496 pekerja yang diserap pada rata-rata tiap tahunnya.

Jumlah perusahaan yang bergerak pada industri animasi di Indonesia belum cukup banyak. Yang menjadi anggota AINAKI sendiri berjumlah 30 perusahaan, tetapi yang aktif dalm organisasi ini hanya 18 perusahaan. Itu diluar dari mereka yang tidak terdaftar dalam keanggotaan AINAKI atau mereka yang perorangan. Belum lagi sekolah-sekolah design atau tempat kursus komputer yang sering mendapatkan proyek animasi. Jadi jumlah perusahaan pada industri animasi saat ini masih sedikit, belum seperti industri yang lain seperti fesyen dan kerajinan. Hal ini sangat jauh sekali bila dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada pada kelompok film,video dan fotografi yang hanya berkisar rata-rata sebesar tiga ribu perusahaan tiap tahunnya. Walaupun masih sangat sedikit, tetapi kontribusinya sangat membantu dalam menembah total jumlah perusahaan yang ada pada sektor industri kreatif.

Nilai ekspor yang ada pada industri animasi saat ini belum dapat dilihat secara jelas. Banyak perusahaan animasi besar yang WarnerBros, Walt Disney, Cartoon Network, Nikelodeon, dan lain-lain. Yang yang mempercayakan sebagian animasi dalam film mereka dikerjakan di Indonesia. Tetapi yang menyedihkan tidak ada satu namapun baik itu perorangan maupun perusahaan yang dicatat dalam pembuatan film tersebut. Dan dapat disimpulkan bahwa ekspor animasi dari Indonesia sangat memprihatinkan.

Untuk itu para praktisi animasi terus melobi pihak pemerintah seperti Departemen Perindustrian, Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, Departemen Perdagangan, Departemen Komunikasi dan Informasi dan masih banyak departemen pemerintahan yang terkait dalam pemberian regulasi atau ketentuan yang menguntugkan bagi perkembangan dan kemajuan industri animaisi di Indonesia. Mereka menyebutkan kurangnya perhaitan

pemerinah terhadap perlindungan industri animasi yang menyebabkan industri ini lambat berkembang. Tidak seperti Jepang yang memprioritaskan industri ini setelah industri otomotif.

Lemahnya regulasi pemerintah terhadap industri animasi hingga saat ini menyebabkan banyak larinya para animator dalam negri ke luar negeri, banyak tayangnya film aniamasi luar negeri distasiun televisi nasional, dan tidak dihargainya hasil karya animator dalam negeri dimata dunia internasional. Sudah saatnya pemerintah lebih memfokuskan pada industri kreatif yang terus-menerus dapat dikembangkan. Ada 230 juta rakyat Indonesia, bayangkan jika separuhnya saja dapat berkembang dalam industri kreatif, berapa banyak pengangguran yang dapat diserap, dan berapa banyak PDB yang diterima oleh pemerintah. Tidak perlu kita habiskan kekayaan alam, mengeksploitasinya hingga habis dan bangsa ini juga tidak dapat merasakan manfaat yang berarti. Lebih baik kita mengasah kekayaan itelektual yang merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui dan tidak menimbulkan kerusakan alam dimuka bumi ini.

Dalam dokumen BAB 4 HASIL dan PEMBAHASAN (Halaman 38-43)

Dokumen terkait