• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industri Dan Implikasinya Terhadap Agama

Dalam dokumen Pokok-Pokok Kajian Sosiologi Industri (Halaman 99-106)

P ada bab tiga, membahas tentang Mayarakat Pra Industri, akan dibahas beberapa hal tentang: Pengertaian

E. Industri Dan Implikasinya Terhadap Agama

Ada common sense mengenai masa depan agama dalam suatu masyarakat industrial, sering diungkapkan dalam percakapan sehari-hari bahwa industrialisasi dan modernisasi merupakan ancaman terhadap religiusitas. Meskipun penilaian itu sering disertai dengan banyak contoh kasus, namun tidak berarti ia mengandung kebenaran yang bersifat mutlak dan menyeluruh. Memang benar bahwa bentuk-bentuk perubahan sosial yang menyertai proses industrialisasi telah memengaruhi secara negatif kehidupan keagamaan, misalnya dalam masyarakat industri, peranan pengelompokan sekunder semakin menggeser pengelompokkan primer. Adapun yang termasuk pengelompokkan sekunder ialah unit dan organisasi kerja atau produksi, sedangkan kelompok primer ialah keluarga, suku, agama, dan sebagainya. Sifat kelompok sekunder adalah gesellschaft, sedangkan yang primer adalah gemeinschaft. Dengan perkataan lain, formalitas, zaklijkheid dan rasionalitas semakin menggeser keakraban, kekeluargaan, dan afektivitas. Karena itu melalui berbagai sebab, peranan orangtua, khususnya ayah, sebagai agen sosialis anak, akan semakin berkurang untuk digantikan oleh bentuk-bentuk hubungan sosial yang lain, misalnya sekolah dan pergaulan. Hal ini tentu mempunyai pengaruh dalam bentuk pengenduran pola-pola religiusitas tertentu.

Dalam sebuah pergeseran religiusitas dalam masyarakat industrial terutama disebabkan oleh semakin dominannya peranan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan, baik sosial maupun lainnya, adalah bentuk kesadaran seseorang tentang lingkungannya, baik yang jauh maupun yang dekat, serta pengetahuan atau penguasaannya atas masalah-masalah yang ada. Hal itu berarti paling tidak semakin sempitnya daerah

100

kegaiban atau misteri, padahal tindakan keagamaan dilakukan karena pengakuan adanya kenyataan supra empiris atau gaib dan misteri.

Terkait dengan konsep kegaiban atau misteri, yaitu merupakan perasaan tidak berdayanya manusia terhadap kenyataan-kenyataan yang diperkirakan tidak akan mampu dimengerti. Pada masyarakat yang didominasi oleh nilai-nilai ilmu pengetahuan, suatu terra incognito akan menyuguhkan tantangan untuk diselidiki dan dibongkar rahasia dari misteri. Tetapi, pada masyarakat lain, ketidakberdayaan manusia menghadapi alam telah melahirkan konsep dan tindakan yang bersifat religius magis. Memuja suatu objek alam yang dianggap memiliki rahasia dan keagungan dapat dilihat sebagai lompatan jauh seorang manusia dalam usahanya menundukkan objek tersebut untuk kepentingan dirinya. Sedangkan jalan yang wajar (bukan loncatan jauh) ialah meneliti, menyelidiki, dan mempelajari objek tersebut.

Begitu ketatnya persaingan di era industri, telah terjadi peralihan faham masyarakat menganai agama, agama bagi mereka yang bergelut dengan industri adalah uang. Faham seperti ini menjadi sebuah realitas yang menjadi kartakterisitik masyarakat industi. Atau agama masyarakat industri adalah tidak beragama, karena ada relitas juatru mengenyampingkan agama. Proses industrialisasi akan membawa serta akibat menurunnya religio-magisme yang, untuk sebagian masyarakat, merupakan religiusitas itu sendiri. Oleh karena itu, bagi mereka, industrialisasi memerosotkan nilai-nilai rareligiusitas. Namun, pada masyarakat lain, industrialisasi dan modersnisasi mungkin justru menopang dan meningkatkan religiusitas yang paling murni dan sejati ialah yang berdimensi budaya instrinsik atau cultural

consumatory yaitu sikap keagamaan yang memandang

kepercayaan atau iman sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Dimensi religiusitas ini yang agaknya akan semakin diperkuat oleh adanya pola-pola hubungan masyarakat industrial. Karen hal-hal yang bernilai instrumental telah dengan melimpah disediakan oleh struktur dan pola masyarakat industri itu. Maka agama akan menjadi semakin murni, dalam arti bawah keagamaan tidak lagi banyak mengandung nilai instrumental. Contohnya, karena intrumen untuk meberas hama tanaman

101

pada masyarakat industi disediakan oleh ilmu dan teknologi, misalnya dalam bentuk doa dengan tujuan agar tanamannya di sawah tidak terkena hama. Ini mungkin akan akan berpindah dari religius berdimensi cultural instrumental ke cultural

consumator. di mana ia melihat ibadah sebagai tujuan pada

dirinya sendiri yang menjadi sumber kebahagiaan). Religiusitas yang tidak terancam oleh proses industrialisasi dan modernisasi, malahan memper-oleh dukungan dan pengukuhan, merupakan religiusitas yang bebas dari magisme, yaitu naturalisasi tindakan-tindakan manusia (physiomorphism

of man).

Namun syarat lainnya adalah religiusitas harus bersandar pada konsep wujud supra empiris yang tidak bergeser menjadi empiris. Dengan kata lain sumber kepercayaann dan nilai keagamaan harus dapat menjadmin bawa ia tidak akan dapat dimengerti manusia dan diketahui rahasia-rahasianya. Pertanyaannya, apakah ada kenyataan setupa itu? Seorang penganut filsafat materialisme (komunisme) akan mengatakan tidak. Sebab dengan kecerdasannya manusia, menurut falsafah itu, selalu mempunyai potensi untuk memahami dan membuka kenyataan apa saja dalam alam raya ini. Suatu objek yang dahulu dianggap agung dan penuh misteri atau kegaiban sehingga patut dipuja, misalnya matahari, kini sudah semakin dipahami manusia dan terbuka rahasia-rahasianya.

Matahari telah berhenti sebagai kenyataan supraempiris, dan hanya menjadi objek empiris biasa, sehingga tidak pantas lagi manusia menyembahnya. Maka, bagi seseorang yang religiusitasnya berkaitan dengan konsep kegaiban matahari, proses industrialisasi dan modernisasi benar-benar telah menghapuskan sama sekali religiusitas itu. Tentu, teori komunis tersbut masih harus ditunggu bukti kebenarannya sampai dengan lengkapnya pengalaman manusia dan pengetahuannya yang meliputi segala wujud di jagat raya ini. Tetapi, di sinilah letak paradoksnya: justru suatu kenyataan disebut supraempiris karena ia tidak mungkin dibuktikan ada-tidaknya melalui prosedur dan norma empiris. Manifestasi tunggal adanya kenyataan supraemiris itu hanya dirasakan oleh mereka yang meyakini dan menerima dengan sungguh-sungguh ajaran tentang adanya kebyataan itu. Hal ini membawa kita ke ungkapan sederhana, namun mungkin sekali

102

mengandung kebenaran yang bersifat prinsipil, bahwa ada atau tidak adanya religiusitas, baik di masyarakat industrial maupun lainnya, tergantung kepada kegiatan penanaman iman oleh masyarakat bersangkutan, yaitu pendidikan keagamaan pada umumnya.

103

BAB V

Masyarakat Modernisasi Teknologi dan Industrialisasi

Pada bab lima ini akan dijelaskan mengenai Masyarakat Modernisasi, Teknologi dan Industrialisasi yang

terdiri: Modernisasi, Teknologi dan Perkembangannya, Tantangan Dan Masa Depan Indonesia, Hubungan Kausalitas

Masyarakat Teknologi, dan Industrialisasi dan Modernisasi. A. Modernisasi

Modernisasi diartikan sebagai proses perubahan dari corak kehidupan masyarakat yang “tradisional” menjadi “modern”, terutama berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial. Teori modersnisasi dibangun atas asumsi serta konsep-konsep evolusi bawa perubahan sosial sebagai gerakan yang searah (linier), progresif dan berlangsung secara perlahan yang akan membawa masyarakat dari suatu tahapan primitif kepada suatu keadaan yang lebih maju.

Istilah modern berasal dari kata “modo” yang artinya “yang kini” (just now). Dengan demikian masyarakat dinyatakan modern apabila para warganya hidup dengan sistem nilai, cara berfikir, berperasaan dan bertindak, teknologi serta organisasi sosial yang baru dan konstelasi zaman sekarang. Contohnya masyarakat moderm adalah masyarakat kota. Untuk memberikan definisi atau batasan tentang kota tidak mudah. Karena banyak aspek yang harus diperhatikan dan dapat menjadi dasar dalam menyusun batasan tersebut. Suatu masyarakat dinyatakan sebagai kota karena kehidupan sosialnya, keadaan budidaya, kehidupan ekonominya, pemerintahannta, atau kerena kedaan penduduknya. Profesor Budiarto, memberikan batasan bahwa kota merupakan suatu jaringan kehidupan sosial dan ekonomi ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistik

Kota merupakan fenomena yang unik dan kontraproduktif. Di sati sisi kota merupakan idektik kemajuan, kegembiraan dan daya tarik: sebagai pisat pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan hiburan, kesehatan dan pengobatan dan sebagainya, namun di sisi lain, kota ternyata identik dengan perilaku buruk, immoralitas dan bahkan kejahatan: henisme atau kemewahan hidup, pemuasan diri tanpa batas, kepura-puraan dan ketidakjujuran.

104

Beberapa ciri umum masyarakat kota, dapat dikemukakan sebagai berikut:

a) Anonimitas

Kebanyakan warga kota hidup dengan menghabiskan waktunya di tengah kumpulan manusia yang anonim. David Riesman menyebutnya sebagai “the lonely crowd”. Heterogenitas kehidupan kota dengan keanekaragaman manusianya dari segi ras, etnisitas, kepercayaan, pekerjaan maupun kelas sosial mempertajam anonimitas. Perbedaan kepentingan membuat orang-orang kota lebih banyak berhubungan, berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama saja dengan membentuk special

interested group (kelompok kepentingan khusus) dan

berkesempatan membetuk hubungan sosial yang bersifat akrab dan personal.

b) Jarak sosial yang jauh

Secara fisik orang-orang kota berada dalam suatu jarak yang dekat dan keramaian, namun secara sosial mereka saling berjauhan sebagau akibat aninimitas impresonalitas dan heroginitas.

c) Regimentation (keteraturan hidup) Kota

Dalam iram dan keteraturan kehidupan masyarakat kota akan berbedan dengan kehidupan masyarakat Desa. Desa akan diwarnai oleh ketidakformalan dan kesantaian yang bersifat mekanik alamian, dmana masyarakat dipengaruhi oleh keadaan dan cuaca setam jam biologis binatang ternak. Sementara keteraturan hidup di kota lebih bersifat organik, diatur oleh aturan-aturan legal formal seperti: jam kerja, rambu-rambu dan lampu pengeaturan lalu-lintas, jadwal kereta api, jawal penerbangan, dan sebagainya.

d) Keramaian (crowding)

Keramaian hidup di kota disebabkan oleh kepadatan, kecepatan dan tingginya aktivitas kehidupan masyarakat kota. e) Kepribadian Kota

Sorokin, Zimmerman dan Louis Wirth dalam essainya yang berjudul “Urbanism as a way of life”. Membuat kesimpulan bahwa kota menciptakan kepribadian kota, yakni anomis, materialistis, berorentasi kepentingan, berdikasi (self

105

dangkal, manipulatif, rekayasa insekuritas dan disorganisasi pribadi.

f) Proses modernisasi

Proses modernisasi pada suatu masyarakat atau bangsa ditempuh melalui yang berbeda serta perjalanan yang panjang, tentu pada masyaraakat dan bangsa manapun memiliki sejarah dan perjalanan yang panjang masing-masing akan berbeda sesuai dengan dinamikanya.

Menurut Samuel Huntington proses modernisasi mengandung beberapa ciri pokok sebagai berikut:

a. Merupakan proses bertahap, dari tatanan hidup yang primitif-sederhana menuju kepada tatanan yang lebih maju dan kompleks

b. Merupakan proses homogenisasi.

Modernsisasi membentuk struktur dan kecenderungan yang serupa pada banyak masyarakat. Penyebab utama proses homogenisasi in adalah perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan trasformasi. Contohnya fenimena coca colunization, Mc World serta californiaztion.

c. Terwujud dalam bentuk lahir sebagai Amerikanisasi dan Erofanisasi. Merupakan proses tidak bergerak dan tidak dapat dihidari dan tidak dapat dihentikan.

d. Merupakan proses progresif ke arah kemajuan, meskipun tidak dapat dihindari adanya dampak (sampingan)

e. Merupakan proses evolusioner, namun bukan revolusioner dn radikal, banya waktu dan sejara yang dapat mencatat seluruh proses gasuk maupun akibat serta dampaknya.

Menurut Ales Inkeles dan david Smith mengemukakan bahwa ciri-ciri individu yang modern, yakni:

a. Memiliki alam pikiran (state of maind) yang terbuka terhadap pengalaman baru

b. Memiliki kesanggupan membentuk dan menghargai opini. c. Berorentasi ke masa depan

d. Melakukan perencanaan e. Percaya terhadap ilmu

f. Memiliki keyakinan bahwa segala seuatu dapat diperhitungkan g. Menghargai orang lain karena prestasinya

h. Memiliki perhatian terhadap persoalan politik masyarakat i. Mengejar fakta dan informasi.

106

Dalam dokumen Pokok-Pokok Kajian Sosiologi Industri (Halaman 99-106)