• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

C. Infeksi Saluran Penafasan Akut Bagian Atas (ISPA bagian atas)

Infeksi akut adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit/infeksi yang berlangsung

sampai dengan atau lebih dari 14 hari (Tambayong, 2000).

Fungsi dari saluran pernafasan atas adalah menghangatkan,

melembabkan, dan menyaring udara. ISPA terjadi saat berbagai patogen masuk

bersama udara yang menempel di hidung, faring, laring, atau trakea dan

berproliferasi dalam tubuh. Penyebaran infeksi dapat terjadi tergantung dari daya

tahan tubuh individu dan dari virulensi kuman yang bersangkutan. ISPA dapat

disebabkan oleh bakteri (Streptococcus, Stafilococcus), virus (Adenovirus,

Coronavirus), dan riketsia (Tambayong, 2000). Contoh ISPA bagian atas antara

lain Otitis Media, Faringitis, dan Sinusitis (Sukandar, Andrajati, Sigit, Adnyana,

Setiadi, dan Kusnandar, 2009).

1. Otitis Media

Otitis media adalah peradangan dan/atau infeksi telinga tengah dimana

adanya ketidaknormalan fungsi tuba eustakhius sehingga menyebabkan refluks

12

cairan transudat di bagian telinga tengah dan menjadi tempat perkembangan

bakteri yang secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Otitis media akut dapat terjadi bila ada infeksi bakteri atau virus di cairan

telinga tengah yang menyebabkan produksi cairan/nanah. Gejala dan

tandanya lebih dari satu serta muncul secara cepat seperti demam, otalgia,

gangguan pendengaran, gelisah, lemah, anoreksia, muntah (Betz dan

Sowden, 2009).

b. Otitis media efusi, yakni terjadinya penumpukan cairan di bagian ruang

tengah telinga. Hal ini terjadi karena adanya perubahan membran timpani

seperti kemerahan, keruh, cahaya tidak direfleksi, menonjol, dan tidak

bergerak saat dilakukan otoskopi pneumatik (Betz dan Sowden, 2009).

Bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya otitis media antara lain

Streptococcus pnemoniae (35%), Haemophilus influnzae (25%), Moxarella

catarrhalis(10%), dan sekitar 20-30% diduga etiologi oleh virus (Sukandar, dkk,

2009).

Tujuan dari terapi adalah membatasi gejala akut dan terjadinya

komplikasi supuratif oleh otitis media, membatasi gangguan pendengaran dan

efek lain yang dapat merugikan pada perkembangan berbicara dan bahasa, serta

membatasi perkembangan bakteri yang resisten terhadap antibiotik (Linsk,

Blackwood, Cooke, Harrison, Passamani, 2007).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penatalaksanaan otitis media dapat dilakukan dengan :

a. Pemberian antiperetik-analgesik (Paracetamol) untuk mengobati demam

dan nyeri.

1) Paracetamol untuk dewasa, tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6

jam), tidak boleh sampai gram/hari.

2) Paracetamol untuk anak yaitu :

a) 0–1 tahun : ½ - 1 sendok the sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4 –6 jam)

b) 1–5 tahun : 1–1 ½ sendok the sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4–6 jam)

c) 6–12 tahun : ½ - 1 tablet (250 mg– 500 mg), 3 –4 kali sehari (setiap 4–6

jam). Untuk anak, pemberian dosis obat tidak boleh sampai 2,6 gram dalam

waktu 24 jam (Muchid, Umar, Chusun, Supardi, Sinaga, Azis, dkk, 2006).

b. Pemberian antibiotik

1) Lini pertama :

a) Amoxicillin dosis standar, 40 mg/kgBB/hari peroral selama 5 hari.

b) Amoxicillin dosis tinggi, 90 mg/kgBB/hari peroral selama 5 hari.

c) Cefuroxime axetil, 30 mg/kgBB/hari peroral selama 5 hari.

2) Lini kedua :

a) Amoxicillin–clavulanate, 90 mg/kgBB/hari peroral selama 10 hari.

b) Cefuroxime axetil, 30 mg/kgBB/hari peroral selama 10 hari (Linsk, dkk,

2007).

14

2. Faringitis

Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan jaringan limfoid di

sekitarnya akibat infeksi bakteri atau virus. Faringitis biasanya timbul bersama –

sama dengan rhinitis, tonsillitis, dan laringitis. Faringitis dapat disebabkan oleh

virus seperti rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsackievirus dan oleh

bakteri seperti grup A β - hemolytic Streptococcus (paling sering), Chlamydia,

Corynebacterium diphtheria, Hemophilus influenza, Neisseria gonorrhoeae.

Gejala yang timbul akibat bakteri seperti demam yang muncul secara tiba – tiba,

disfagia (kesulitan menelan), sakit tenggorokan (sore throat), mual. Jika infeksi

yang terjadi akibat bakteri Group A streptococcus/GAS maka ditandai dengan

adanya pembengkakan kelenjar limfa, tidak batuk, demam dengan suhu tubuh >

38

o

C. Gejala yang timbul akibat virus seperti demam, nyeri menelan, batuk,

kongesti nasal, faring posterior merah atau bengkak, onset radang tenggorokannya

lambat dan progresif (Depkes RI, 2008).

Tujuan dari terapi adalah untuk mengatasi gejala yang muncul,

mengurangi meluasnya infeksi dan mencegah terjadinya komplikasi. Pengobatan

dapat dilakukan dengan :

a. Pemberian antibiotik hanya diindikasikan untuk Group A

streptococcus/GAS, seperti ;

1) Penicillin V (dewasa), 250 mg 3 – 4 kali/hari atau 500 mg 2 kali sehari

selama 10 hari. (Anak > 12 tahun), 250 mg 2–3 kali/hari atau 500 mg

2 kali/hari selama 10 hari (Sukandar, dkk, 2009).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Jika alergi terhadap penicillin dapat diberikan eritromisin estolat 20 – 30

mg/kgBB/hari atau eritromisin etilsuksinat 40 – 50 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 2–4 dosis selama 10 hari (Sukandar, dkk, 2009).

3) Amoksisilin (dewasa) 500 mg 3 x sehari selama 5 hari sedangkan

Amoksisilin (anak) 30–50 mg/kgBB/hari selama 5 hari (Depkes RI, 2008).

b. Pemberian antiperetik-analgesik (Paracetamol) untuk mengatasi demam

dan nyeri.

1) Paracetamol (dewasa), 1 tablet (500 mg) 3– 4 kali sehari (setiap 4– 6 jam),

tidak boleh sampai 4 gram/hari.

2) Paracetamol (anak) yaitu :

a) 0–1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4–6 jam)

b) 1–5 tahun : 1–1½ sendok teh sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4–6 jam)

c) 6–12 tahun : ½ - 1 tablet (250 mg–500 mg), 3–4 kali sehari (setiap 4–6

jam). Untuk anak, pemberian dosis obat tidak boleh sampai 2,6 gram dalam

waktu 24 jam (Muchid, dkk, 2006).

d) Untuk membersihkan tenggorokan dapat menggunakan gargarisma khan atau

kumur–kumur dengan larutan garam hangat.

e) Untuk mengobati nyeri tenggorokan dapat menggunakan lozenges/tablet

hisap

3. Sinusitis

Peradangan satu atau lebih dari rongga sinus paranasal, kemungkinan

disebabkan alergi, virus, bakteri, atau jamur (jarang). Sinusitis akut berlangsung

selama ≤ 4 minggu, sedangkan sinusitis recurrent berlangsung 4 atau lebih dari

16

episode sinusitis akut per tahun setiap 10 hari atau lebih dan tidak disertai dengan

munculnya gejala antara episode. Sinusitis kronik berlangsung 12 minggu atau

lebih dengan atau tanpa pengobatan. Bakteri penyebabnya antara lain

Streptococcus pnemoniae, Haemophilus influnzae, Moxarella catarrhalis. Gejala

yang sering muncul adalah hidung tersumbat, adanya sekret hidung yang kental,

nyeri muka, sakit gigi rahang atas, demam, wajah bengkak (Kennedy, Bolger, dan

Zinreich, 2001).

Tujuan terapi adalah membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas

sekret, dan eradikasi bakteri. Terapi antibiotik umumnya tidak diindikasikan,

analgesik – antipiretik untuk mengatasi nyeri dan demam, pengobatan dengan

uap, humidifier dan semprot nasal salin, dekongestan topikal atau sistemik dengan

durasi pendek bermanfaat (3–4 hari). Pemberian antibiotik diberikan pada pasien

dengan gejala sedang atau berat. Amoxicillin menjadi pilihan antibiotik untuk

sinusitis bakteri akut maupun kronik. (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, dan

Posey, 2005). Pengobatan dapat dilakukan dengan :

a. Pemberian antibiotik

1) Pengobatan lini I sinusitis bakteri akut pada anak

a) Dosis standar Amoxicillin 40 mg/kgBB/hari secara peroral selama 10 hari

b) Dosis tinggi Amoxicillin 90 mg/kgBB/hari secara peroral selama 10 hari

(Dipiro, dkk, 2005).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Pengobatan sinusitis bakteri akut pada neonatal/pediatri

Dalam pengobatan sinusitis akut pada neonatal dapat digunakan lini I

terlebih dahulu, jika tidak berhasil maka dapat diberikan :

a) Amoxicillin klavulanat 45 mg/kgBB/hari secara peroral selama 10 hari

b) Cefuroxime axetil 30 mg/kgBB/hari secara peroral selama 10 hari (Dipiro,

dkk, 2005).

3) Pengobatan lini I untuk sinusitis bakteri akut pada dewasa

a) Amoxicillin klavulanat 500 mg peroral selama 10 hari

b) Cefuroxime axetil 250 mg - 500 mg peroral setiap hari selama 10 hari

c) Azithromycin 500 mg peroral hari pertama, lalu 250 mg/hari setiap hari

selama 4 hari

d) Levofloxacin 500 mg peroral setiap hari selama 7 – 10 hari (Dipiro, dkk,

2005).

4) Pengobatan untuk sinusitis bakterirecurrent

a) Amoxicillin 500 mg peroral selama 10 hari

b) Doxycycline 200 mg peroral pada perberian pertama kemudian 100 mg

peroral pada pemberian seterusnya selama 10 hari (Dipiro, dkk, 2005).

5) Pengobatan untuk sinusitis bakteri kronik pada pediatri

a) Amoxicillin klavulanat 45 mg/kgBB/hari secara peroral selama 3 minggu

b) Clindamycin 30 mg/kgBB/hari peroral selama 3 minggu (Dipiro, dkk, 2005).

6) Pengobatan untuk sinusitis bakteri kronik pada dewasa

a) Amoxicillin klavulanat 500 mg atau 875 mg peroral selama 3 minggu

b) Clindamycin 300 mg peroral selama 3 minggu (Dipiro, dkk, 2005).

18

b. Pemberian antiperetik-analgesik (Paracetamol) untuk mengatasi demam

dan nyeri.

1) Paracetamol (dewasa), 1 tablet (500 mg) 3– 4 kali sehari (setiap 4– 6 jam),

tidak boleh sampai 4 gram/hari.

2) Paracetamol (anak) yaitu :

a) 0–1 tahun : ½ - 1 sendok the sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4 –6 jam)

b) 1–5 tahun : 1–1 ½ sendok the sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4–6 jam)

c) 6–12 tahun : ½ - 1 tablet (250 mg–500 mg), 3–4 kali sehari (setiap 4–6

jam). Untuk anak, pemberian dosis obat tidak boleh sampai 2,6 gram dalam

waktu 24 jam (Muchid, dkk, 2006).

c. Dekongestan

Dekongestan dapat secara spesifik mengobati hidung yang tersumbat

karena merupakan agonis adrenergik (simpatomimetik). Dekongestan

diindikasikan sebagai bantuan sementara pada nasal dan eustasius tersumbat dan

batuk yang terkait denganpostnasaldrip.

1) Dekongestan Oral

Dekongestan oral diindikasikan untuk mengurangi hidung tersumbat.

Contoh dekongestan oral adalah Pseudoefedrin yaitu isomer dekstro dari efedrin

dengan mekanisme kerja yang sama namun daya bronkodilatasinya lebih lemah

tetapi efek sampingnya terhadap SSP dan jantung lebih ringan. Obat ini banyak

digunakan dalam sediaan kombinasi untuk flu, misalnya Pseudoefedrin

berkombinasi dengan Paracetamol, Clorfenilramin maleat (CTM), dan Gliseril

Guaiakolat (GG) (Aziz, Supardi, dan Herman, 2005).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Dekongestan Topikal

a) Dekongestan topikal diindikasikan untuk rinitis akut yang merupakan radang

selaput lendir hidung. Bentuk sediaan dekongestan topikal berupa balsam,

inhaler, tetes hidung atau semprot hidung. Dekongestan tidak boleh

digunakan lebih dari 7-10 hari dan hindari dosis yang berlebihan saat

penggunaan (Aziz, dkk, 2005).

Contoh dekongestan topikal adalah oksimetazolin, yaitu derivate

imidazolin ini bekerja langsung terhadap reseptor alfa tanpa efek reseptor beta.

Setelah diteteskan di hidung, dalam waktu 5-10 menit terjadi vasokonstriksi.

Aturan pemakaiannya :

b) Dewasa dan anak > 6 tahun : 2– 3 tetes/semprot oksimetazolin 0,05% setiap

lubang hidung

c) Anak usia 2 – 5 tahun : 2 – 3 tetes/semprot oksimetazolin 0,025% setiap

lubang hidung

d) Obat digunakan pada pagi hari dan sebelum tidur malam serta tidak boleh

digunakan lebih dari 2x dalam 24 jam (Aziz, dkk, 2005).

d. Ekspektoran (pengencer dahak) dan antitusif (penekan batuk)

1) Obat Batuk Berdahak (Ekspektoran)

a) Gliseril Guaiakolat

Gliseril Guaiakolat (GG) diindikasikan untuk mengencerkan lendir

saluran napas. Aturan pemakaiannya adalah :

20

(1) Dewasa : 1-2 tablet (100 -200 mg), setiap 6 jam atau 8 jam sekali

(2) Anak : 2-6 tahun : ½ tablet (50 mg) setiap 8 jam

6-12 tahun : ½ - 1 tablet (50-100 mg) setiap 8 jam

(Muchid, dkk, 2006).

b) Bromheksin

Bromheksin juga ditujukan untuk membantu mengencerkan lendir

saluran napas. Aturan pemakaian nya adalah :

(1) Dewasa : 1 tablet (8 mg) diminum 3 x sehari (setiap 8 jam)

(2) Anak : > 10 tahun, 1 tablet (8 mg) diminum 3 kali sehari (setiap 8 jam)

5 –10 tahun, 1/2 tablet (4 mg) diminum 2 kali sehari (setiap 8 jam)

(Muchid, dkk, 2006).

2) Obat Penekan Batuk (Antitusif)

a) Dekstrometorfan HBr (DMP HBr)

Dekstrometorfan HBr ditujukan untuk menekan batuk yang cukup kuat

kecuali untuk batuk akut yang berat. Penggunaan dosis yang terlalu besar dapat

menimbulkan depresi pernapasan. Aturan pemakaiannya adalah :

(1) Dewasa : 10-20 mg setiap 8 jam

(2) Anak : 5-10 mg setiap 8 jam

(3) Bayi : 2,5-5 mg setiap 8 jam (Muchid, dkk, 2006).

b) Difenhidramin HCl

Difenhidramin HCl ditujukan untuk menekan batuk dan mempunyai efek

antihistamin (antialergi). Konsumen dianjurkan untuk tidak meminum obat ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ketika sedang mengendarai atau mengoperasikan mesin karena obat ini

menyebabkan kantuk. Aturan pemakaiannya adalah :

(1) Dewasa : 1-2 kapsul (25-50 mg) setiap 8 jam

(2) Anak : ½ tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam (Muchid, dkk, 2006).

Dokumen terkait