• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inflasi

Dalam dokumen Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah (Halaman 89-104)

Bab 6 Prospek Perekonomian

6.2. Inflasi

6.2. Inflasi

Pada triwulan I 2013, tekanan inflasi diperkirakan meningkat. Beberapa faktor yang akan memberikan tekanan inflasi antara lain terkait dengan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL), kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan pelarangan impor beberapa produk hortikultura. Kenaikan TTL yang direncanakan akan dilakukan secara bertahap, untuk triwulan I 2013 dampaknya akan tercatat di bulan Februari 2013. Namun, dampak kenaikan tersebut diperkirakan tidak signifikan karena sebagian besar pelanggan listrik merupakan kelompok pengguna dibawah 900 KVA yang tidak dinaikan tarifnya (lihat Boks Dampak Kenaikan TTL Terhadap Inflasi). Selain itu, ketidakpastian cuaca dengan kecenderungan curah hujan yang lebih tinggi diperkirakan akan mengganggu produksi dan pasokan komoditas bahan pangan, khususnya hortikultura. Namun, siklus musim panen yang diperkirakan akan mulai terjadi pada akhir triwulan diharapkan dapat meredam tekanan inflasi yang terjadi di triwulan I 2013.

Pada awal triwulan I 2013 (Januari 2013), inflasi IHK secara tahunan tercatat mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding triwulan IV 2012. Berdasarkan berita resmi statistik (BRS) BPS, secara bulanan laju inflasi Jawa Tengah pada bulan Januari 2013 mencapai 1,09% (mtm), jauh meningkat dari inflasi bulan Desember 2013 yang sebesar 0,41%

2013

I II III IV I II III IV* IP

PERTANIAN 2,1 0,8 -0,7 3,6 1,3 1,5 1,8 3,9 9,3 3,7 3,2 - 3,6

PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2,0 5,1 1,6 11,3 4,9 8,7 7,7 8,7 4,5 7,4 5,3 - 5,8

INDUSTRI PENGOLAHAN 7,1 6,3 6,0 7,0 6,6 7,1 5,8 5,6 3,5 5,5 5,3 - 5,8

LISTRIK,GAS DAN AIR BERSIH 7,0 5,8 4,8 6,3 6,0 6,2 5,2 5,5 8,5 6,4 8,7 - 9,2

BANGUNAN 5,6 6,5 7,8 6,9 6,7 7,0 7,6 7,9 5,4 7,0 6,1 -6,5

PERDAGANGAN,HOTEL & RESTORAN 7,6 7,8 8,0 7,6 7,7 8,1 9,4 7,8 7,7 8,2 8,6 - 9,0 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8,7 11,0 6,5 8,3 8,6 8,6 8,2 7,2 7,6 7,9 5,8 - 6,3 KEUANGAN, PERSEWAAN & JS. PERSH 4,8 7,6 6,4 7,6 6,6 7,8 9,7 10,4 9,5 9,4 10,1 - 10,6

JASA-JASA 8,2 6,8 9,8 5,5 7,5 9,4 9,3 3,4 7,4 7,3 5,8 - 6,3

PDRB 6,1 5,8 5,6 6,6 6,0 6,5 6,6 6,0 6,3 6,3 6,0 - 6,4

2012*

(mtm). Secara tahunan, laju perubahan IHK Jawa Tengah tercatat mengalami inflasi sebesar 4,92% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan Desember 2012 sebesar 4,24% (yoy). Laju inflasi tahunan Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi dibanding laju inflasi Nasional yang sebesar 4,57% (yoy) (Grafik 6.5).

Inflasi komoditas pangan menjadi penyebab utama tingginya tingkat inflasi pada bulan Januari 2013 sesuai dengan pola musimannya yang belum memasuki masa panen sehingga kondisi pasokan bahan pangan relatif terbatas. Inflasi bulanan komoditas pangan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam dua tahun terakhir. Tercatat inflasi pangan di Jawa Tengah pada bulan Januari 2013 mencapai 2,10% (mtm), tertinggi setelah Desember 2010 yang mencapai 2,19% (mtm).

Sementara inflasi komoditas non pangan di awal triwulan I 2013 masih terkendali, mencapai 0,24% (mtm). Inflasi pada komoditas non pangan tersebut terutama tercermin dari inflasi kelompok Perumahan yang mencapai 0,39% (mtm). Apabila dilihat lebih mendalam, subkelompok Biaya Tempat Tinggal mengalami inflasi yang tertinggi dalam kelompok Perumahan, mencapai 0,66% (mtm) yang dipicu salah satunya oleh kenaikan harga pasir yang mencapai 0,65% (mtm).

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.5 . Inflasi Umum dan Inflasi Triwulanan Kelompok Komoditas Jawa Tengah

Pada Januari 2013, dari sisi volatile foods, tekanan inflasi diperkirakan terkait kondisi pasokan komoditas bahan pangan yang belum optimal. Untuk komoditas padi, puncak panen diperkirakan baru akan terjadi pada pertengahan Februari hingga April 2013. Kenaikan harga beras diperkirakan juga didorong oleh terlambatnya penyaluran raskin sehingga meningkatkan permintaan beras di pasar. Namun, stok beras Bulog yang cukup kuat diperkirakan menahan kenaikan harga beras. Sementara itu, ketidakpastian cuaca dengan kemungkinan curah hujan yang lebih tinggi diperkirakan akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk pertanian, khususnya bumbu-bumbuan yang tercermin dari laju inflasi komoditas tersebut yang 13,02% (mtm). Kenaikan harga yang cukup tinggi juga terjadi pada komoditas daging, khususnya daging ayam ras dan telur, yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 4,44% dan 4,57% (mtm). Berdasarkan berbagai anekdotal informasi, kenaikan daging ayam ras tersebut diperkirakan disebabkan oleh pengalihan konsumsi masyarakat seiring harga daging sapi yang masih berada di level yang tinggi, sehingga mendorong kenaikan permintaan

-0.5 -0.3 -0.1 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2012 2013 % (mtm) % (yoy) Jateng (mtm)-RHS Nas (mtm)-RHS

Jateng (yoy) Nas (yoy) 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Bahan Makanan Makanan Jadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor

% (yoy) Jateng

Purwokerto Surakarta Semarang Tegal

masyarakat. Selain itu, karakteristik ternak yang rentan terhadap cuaca juga menjadi salah satu faktor yang memicu kenaikan harga, dimana untuk mengantisipasi cuaca buruk, peternak memberikan tambahan suplemen vitamin sehingga biaya produksi meningkat. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V juga mengkonfirmasi kondisi tersebut.

Sumber : SPH Kota Semarang, diolah

Grafik 6. 6 Perkembangan Harga Daging & Telur

Sumber : SPH Kota Semarang, diolah

Grafik 6. 7 Perkembangan Harga Komoditas Bumbu

Kenaikan harga beras juga terjadi di tingkat produsen. Kondisi tersebut tercermin dari harga padi-padian di tingkat produsen, terutama GKP yang mengalami kenaikan harga sebesar 5,90% (mtm) dari Rp. 4.297/kg menjadi Rp. 4.550/kg. Sementara harga GKG secara rata-rata turun sebesar 0,82% (mtm) dari Rp4.899,-/kg menjadi Rp4.859,-/kg. Sedangkan harga gabah kualitas rendah relatif stabil dikisaran Rp4.150,-/kg (tabel 6.3). Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V juga mengkonfirmasi adanya sedikit kenaikan harga beras tersebut. Kondisi tersebut memicu tingginya inflasi volatile

foods di awal triwulan I 2013 (Januari 2013) yang mencapai 3,49% (mtm) atau 7,41% (yoy).

Sumber : SPH Kota Semarang, diolah

Grafik 6.8 Perkembangan Harga Komoditas Beras 68.000 70.000 72.000 74.000 76.000 78.000 80.000 82.000 84.000 86.000 88.000 90.000 92.000 94.000 96.000 3.000 8.000 13.000 18.000 23.000 28.000 33.000 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2012 2013 Daging Sapi (Rp/kg) Rp/kg

Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi (RHS)

-5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2012 2013 Rp/kg

Cabai Merah Cabai Rawit Bawang Merah Bawang Putih

9.500 9.700 9.900 10.100 10.300 10.500 10.700 10.900 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2012 2013 Rp/kg

Tabel 6.3 Harga Produsen Padi Jawa Tengah Januari 2013

Kualitas Harga Petani (Rp/kg) Harga Penggilingan(Rp/kg) Terendah Tertinggi HPP Terendah Tertinggi HPP

GKG 4.400

(Blora) (Pemalang) 5.100 - (Blora) 4.450 (Pemalang) 5.190 4.150

GKP 3.700

(Semarang) (Purworejo) 5.100 3.300 (Semarang) 3.800 (Purworejo) 5.150 3.350 Kualitas rendah 4.000

(Boyolali) (Boyolali) 4.300 - (Boyolali) 4.025 (Boyolali) 4.100 -

Sumber : BPS

Sementara itu, tekanan inflasi dari faktor-faktor yang bersifat fundamental diperkirakan masih terkendali. Ekspektasi inflasi diperkirakan masih akan terjaga sejalan dengan pasokan bahan pangan yang mulai membaik sejalan dengan mulai masuknya puncak panen. Kenaikan TTL diperkirakan tidak akan banyak memengaruhi ekspektasi inflasi. Dalam pada itu, permintaan barang dan jasa secara umum masih dapat direspon sisi penawaran. Risiko tekanan inflasi inti diperkirakan bersumber dari sektor eksternal terkait dengan risiko kenaikan harga komoditas dan tekanan nilai tukar Rupiah. Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan kelompok inflasi inti diperkirakan relatif stabil.

Pada Januari 2013, perkembangan inflasi sedikit meningkat. Berdasarkan data BPS, laju inflasi bulanan kelompok inflasi inti tercatat sebesar 0,40% (mtm) atau 4,78% (yoy). Kelompok komoditas inflasi inti yang memberikan kontribusi terbesar terhadap laju inflasi Jawa Tengah pada awal triwulan I 2013 adalah subkelompok Makanan Jadi, mencatat angka inflasi sebesar 0,74% (mtm). Inflasi tersebut sejalan dengan kenaikan harga komoditas bahan pangan yang menjadi bahan baku dalam subkelompok Makanan Jadi.

Inflasi kelompok inti diwarnai oleh perkembangan harga gula dan emas perhiasan. Komoditas Gula Pasir di bulan ini berdasarkan data BPS mengalami deflasi sebesar -0,21% (mtm). Terjaganya pasokan menjadi salah satu faktor yang dapat meredam kenaikan harga komoditas ini. Sementara itu, berdasarkan hasil SPH kota Semarang yang dilakukan KPwBI Wil. V, terlihat bahwa harga komoditas gula pasir justru mengalami sedikit peningkatan.

Grafik 6.9 Grafik Perkembangan Harga Gula Pasir

Ditengah tren penurunan harga emas internasional, harga emas domestik justru mengalami peningkatan, meski masih relatif kecil. Perkembangan harga emas perhiasan pada bulan laporan, mengalami sedikit kenaikan sebesar 0,52% (mtm) meskipun perkembangan harga emas di pasar global yang menunjukkan penurunan. Selain itu, rencana The Fed untuk menambah dana stimulus berpotensi untuk meningkatkan risiko tekanan harga emas. Kondisi tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat terhadap nilai emas ke depan. Meskipun demikian, hasil SPH menangkap bahwa harga emas masih cenderung stabil. (Grafik 6.10).

Sumber: IMF dan SKDU, diolah

Grafik 6. 10 Harga Emas

Ekspektasi inflasi masyarakat pada awal triwulan I 2013 diperkirakan relatif masih terjaga (Grafik 6.11.). Berdasarkan Survei Konsumen, ekspektasi harga di bulan Januari 2012 mengalami penurunan, terutama ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang. Hal tersebut sejalan dengan siklus puncak panen yang diperkirakan akan terjadi pada bulan Maret April. Terkait dengan hal tersebut, diperlukan upaya yang maksimal dari Tim Pemantauan dan Pengendalian Harga (TPPH) Provinsi Jawa Tengah untuk menjaga ekspektasi masyarakat. Sementara itu, berdasarkan kelompok barang, indikasi kenaikan harga ke depan terutama terjadi pada kelompok komoditas Perumahan.

10.500 11.000 11.500 12.000 12.500 13.000 13.500 14.000 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2012 2013 Rp/kg

Gula Pasir

1.350 1.400 1.450 1.500 1.550 1.600 1.650 1.700 1.750 1.800 340 360 380 400 420 440 460 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2012 2013 Lokal Internasional (RHS) USD/troy once Rp.ribu/gr

Berdasarkan hasil liasion yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V dapat diketahui bahwa secara umum harga jual pada 2013 diekspektasikan masih relatif stabil, meskipun tedapat beberapa kontak liaison yang berencana menaikkan harga jual namun masih dalam kisaran normal (rata-rata 10%) menyesuaikan kenaikan biaya produksi seperti biaya bahan baku, biaya energi terkait dengan rencana kenaikan TTL, kenaikan UMK dan biaya lainnya seperti perijinan. Mayoritas kontak liaison melihat bahwa kenaikan harga jual dipandang bukan merupakan kebijakan yang efektif ditengah persaingan industri yang semakin ketat. Terkait dengan kenaikan UMK, upaya yang dilakukan pelaku usaha untuk meminimalkan dampak kenaikan UMK lebih kepada efisiensi di segala bidang, mekanisasi/otomatisasi proses produksi, dan meningkatkan produktivitas karyawan.

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 6. 11 Ekspektasi Inflasi Umum dan Ekspektasi Inflasi Sektoral

Pada kelompok administered prices, tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat sejalan dengan penerapan kebijakan kenaikan TTL. Sebagaimana telah diputuskan oleh Pemerintah, kenaikan TTL sebesar 15% di tahun 2013 akan dilakukan secara bertahap. Pada awal triwulan misalnya, TTL untuk pelanggan diatas 900 VA akan dinaikan sekitar 4% dan baru akan tercatat pada inflasi Februari 2013. Meskipun kenaikan TTL diberlakukan hanya untuk pelanggan berdaya listrik diatas 900 VA17, perlu dicermati dampak kenaikan TTL terhadap harga jual produk industri dan PHR, mengingat mayoritas pelanggan pada tingkatan daya listrik tersebut adalah kalangan industri dan PHR. Selain itu, laju inflasi kelompok ini hingga akhir tahun juga terkait dengan kenaikan harga rokok terkait kenaikan cukai rokok serta kemungkinan penyesuaian/kenaikan harga BBM (subsidi dan non-subsidi) mengingat harga minyak dunia masih berpotensi untuk mengalami kenaikan. (Grafik 6.12).

Pada Januari 2013, inflasi kelompok administered price relatif minimal. Sejalan dengan tidak adanya kebijakan yang bersifat strategis, inflasi pada kelompok ini tercatat sebesar 0,17% (mtm), relatif stabil dibandingkan inflasi pada Desember 2012 sebesar 0,17% (mtm). Inflasi tersebut bersumber dari kenaikan harga rokok. Dengan perkembangan tersebut maka secara tahunan tekanan inflasi pada kelompok administered price sebesar 3,93% (yoy) sedikit menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 3,94% (yoy).

17Terkait dengan kenaikan TTL, PT. PLN (Persero) dalam rapat Tim Pemantauan dan Pengendalian Harga Jawa Tengah menjelaskan bahwa kenaikan TTL sebesar 15% dilakukan secara bertahap setiap triwulan. Kenaikan TTL tersebut hanya dikenakan kepada pelanggan diatas 900 VA dengan bobot yang relatif 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2012 2013 SK-3 bln YAD SK-6 bln YAD 120 130 140 150 160 170 180 190 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2012 2013

Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan

Sandang Kesehatan Transpor

Sumber: IMF , diolah

Grafik 6. 12Harga Minyak Dunia

Berdasarkan perkembangan tersebut dan hasil berbagai survei, inflasi Jawa Tengah triwulan I 2013 diperkirakan akan berada dalam kisaran 4,8%-5,3% (yoy).

 0 50 100 150 200 250 20 40 60 80 100 120 140 160 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2011 2012

Indeks Harga Energi (USD) Harga Minyak

(USD/barel)

BOKS

DAMPAK KENAIKAN TARIF TENAGA LISTRIK (TTL) TERHADAP INFLASI

Sebagaimana telah diputuskan pemerintah, mulai tahun 2013, tarif tenaga listrik (TTL) akan mengalami kenaikan secara bertahap. Kenaikan tersebut akan diberlakukan dalam 4 (empat) tahap yaitu: 1 Januari 2013 s.d. 31 Maret 2013, 1 April 2013 s.d. 30 Juni 2013, 1 Juli 2013 s.d. 30 September 2013, dan 1 Oktober 2013 s.d. 31 Desember 2013. Keputusan yang diambil tersebut dengan memperhatikan bahwa subsidi listrik tahun 2013 adalah sebesar Rp78,63 triliun, tidak membebani rakyat kecil (pelanggan 450 VA dan 900 VA tidak mengalami kenaikan), serta kenaikan total adalah sebesar 15%.

Kenaikan TTL tidak terlepas dari upaya efisiensi dan perbaikan layanan bagi PLN. Selama ini selisih antara Biaya Penyediaan Produksi (BPP) dengan harga jual per Kwh masih cukup tinggi.

Sumber: PLN Jateng DIY

Grafik BPP dan Harga Jual Unit Energi Listrik (Rp/Kwh) di Jawa Tengah dan DIY Berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh pemerintah dan DPR, maka:

a. Konsumen daya 450 VA dan 900 VA yang tidak mengalami kenaikan TTL adalah kelompok yang tidak mampu dan sebagian merupakan konsumen yang baru saja menikmati listrik sehingga tidak bijak jika harus dinaikan.

b. Empat golongan pelanggan yang tidak lagi menerima subsidi pada akhir tahun 2013 :  Pelangan Rumah Tangga Besar (R3 daya 6.600 VA keatas)

 Pelanggan Bisnis Menengah (B2 daya 6.600 VA s/d 200 kVA)  Pelanggan Bisnis Besar (B3 di atas 200 kVA)

 Pelanggan kantor Pemerintah sedang (P1 6.600 VA s/d 200 kVA

Peningkatan TTL sebesar 15% otomatis hanya akan menyasar pelanggan kelompok rumah tangga besar dan pelanggan bisnis, sehingga pelanggan kelompok daya 450 VA dan 900 VA yang populasinya mencapai lebih dari 90%, tidak akan terkena dampaknya secara langsung. Sementara itu, bagi kalangan bisnis, kenaikan secara bertahap juga dipandang lebih baik,

karena tidak akan merubah struktur biaya secara drastis yang akan berdampak pada kenaikan biaya produksi dan harga jual kepada konsumen.

Pengurangan subsidi listrik yang berdampak pada kenaikan TTL, diharapkan dapat meningkatkan rasio elektrifikasi melalui penyambbungan baru pelanggan rumah tangga, penguatan jaringan dan gardu distribusi, penguatan listrik pedesaan dan pembangkit listrikk ringan, serta program listrik murah dan hemat. Upaya peningkatan rasio elektrifikasi ini, akan dilakukan secara konsisten agar pada tahun 2020 rasio elektrifikasi di Jawa Tengah dapat mendekati 100%. Dalam rangka meningkatkan ratio elektrifikasi, secara nasional PLN akan menyambung pelanggan baru sekitar 3,2 juta pada tahun 2013.

Dengan memeprtimbangkan skenario kenaikan tarif tenaga listrik tahun 2013, diperkirakan tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap inflasi dan untuk triwulan I 2013 dampaknya baru akan tercatat pada inflasi Februari 2013. Dengan asumsi kenaikan TTL setiap triwulannya sebesar 4% dan dengan bobot pelanggan yang menggunakan listrik diatas 900 VA adalah 10%, maka dampak terhadap inflasi diperkirakan sebesar 0,4% (0,04 x 10%).

Daftar Istilah

Administered price

Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik,

Base Effect

Efek kenaikan/penurunan nilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi,

BEC

Merupakan pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka, yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut,

Barang Modal (Capital)

Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, Bahan baku (Raw Material)

Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri BI Rate

Suku bunga referensi kebijakan moneter dan ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur setiap bulannya,

BI-RTGS

Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang merupakan suatu penyelesaian kewajiban bayar-membayar (settlement) yang dilakukan secara on-line atau seketika untuk setiap instruksi transfer dana,

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan dan simpanan berjangka,

Ekspor dan Impor

Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar provinsi

Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR)

Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah dan valas, Terminologi FDR untuk bank syariah, sedangkan LDR untuk bank konvensional,

Fit for Circulation

Merupakan kebijakan untuk menyediakan uang layak edar, Inflasi IHK

Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas,

Inflasi inti

Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices,

Inflow

Adalah uang yang diedarkan aliran masuk uang kartal ke Bank Indonesia, Kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang sejenis, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk :

(1) pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan note purchase agreement (NPA),

(2) pengambilan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang, Konsumsi (Consumption)

Kategori barang-barang jadi yang digunakan langsung untuk konsumsi baik habis pakai maupun tidak,

Kontraksi Pertumbuhan

Kondisi dimana pertumbuhan output/PDRB benilai negatif

Net Inflow

Uang yang diedarkan inflow lebih besar dari outflow,

Non Performing Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL)

Rasio pembiayaan atau kredit macet terhadap total penyaluran pembiayaan atau kredit oleh bank, baik dalam rupiah dan valas, Terminologi NPF dan pembiayaan untuk bank syariah, sedangkan NPL dan kredit untuk bank konvensional, Kriteria NPF atau NPL adalah : (1) Kurang lancar, (2) Diragukan, dan (3) Macet,

Outflow

Adalah aliran keluar uang kartal dari Bank Indonesia, Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Merupakan salah satu metode yang digunakan dalam SKDU dengan memperhitungkan selisih anta

kemudian dikalikan bobot tiap sektor, SBT mencerminkan perkembangan usaha di saat ini dan di masa mendatang dari tiap sektor,

LAMPIRAN

Indikator Ekonomi Jawa Tengah

1 Pertumbuhan PDRB (yoy, %) 5,9 6,0 6,2 6,4 6,1 6,3 6,5 6,3

Sektoral

a. Pertanian 1,6 2,2 3,9 3,7 -2,0 0,3 8,0 9,3

b. Pertambangan & Penggalian 2,0 8,0 7,1 11,3 8,7 7,7 8,7 4,5

c. Industri Pengolahan 7,2 6,1 6,0 7,2 8,1 6,5 5,2 3,5

d. Listrik, Gas & Air Bersih 4,9 4,1 3,1 5,1 7,6 6,2 7,1 8,5

e. Konstruksi 5,6 6,5 6,3 6,9 8,0 7,9 9,3 5,4

f. Perdagangan, Hotel & Restoran 7,0 7,2 7,1 6,5 7,5 8,8 6,7 7,7

g. Pengangkutan & Komunikasi 8,7 11,0 6,5 8,3 8,6 8,1 7,0 7,6

h. Keu., Persewaan & Jasa Persh. 4,8 7,6 6,4 7,6 8,6 9,8 11,4 9,5

i. Jasa-Jasa 8,2 6,8 9,8 5,5 9,4 9,3 3,5 7,4

Sisi Penggunaan

a. Konsumsi Rumah Tangga 6,5 7,5 7,9 5,7 5,8 4,7 4,5 5,0

b. Konsumsi LNP -4,1 -3,8 6,9 13,5 9,5 7,9 6,0 1,7 c. Konsumsi Pemerintah 11,9 10,3 6,9 3,2 4,3 7,1 2,4 (0,4) d. Investasi (PMTB) 6,4 10,1 9,8 5,2 8,1 8,5 11,0 11,0 e. Ekspor -7,1 9,2 7,8 19,1 17,0 0,9 8,7 8,3 f. Impor -6,4 13,9 21,3 26,9 19,1 4,3 5,9 7,9 2 Inflasi (yoy, %) 6,1 4,72 3,56 2,7 3,5 4,6 4,50 4,93 a. Bahan Makanan 13,2 6,36 3,62 1,1 5,1 7,0 7,15 7,69 b. Makanan Jadi 5,0 5,22 4,14 3,1 3,5 5,9 5,92 6,13 c. Perumahan 3,9 4,14 3,09 3,2 2,4 3,2 2,96 3,27 d. Sandang 6,6 6,49 9,20 6,5 5,0 3,6 2,46 3,93 e. Kesehatan 1,8 2,58 2,67 2,4 2,4 2,0 2,00 2,23 f. Pendidikan 2,6 2,47 4,07 4,5 4,4 4,2 3,82 3,64 g. Transpor 3,1 3,39 1,18 1,4 1,9 2,3 2,65 3,16

1. Total Asset - Total 155.952 163.273 170.002 179.466 187.555 197.377 208.278 210.774 1,20% 17,45%

a. Total Asset - Bank Umum 144.430 151.661 157.822 166.614 174.510 183.943 194.162 195.836 0,86% 17,54%

b. Total Asset - BPR 11.522 11.748 12.180 12.851 13.045 13.434 14.116 14.938 5,82% 16,24% 2. DPK - Total 117.054 123.089 126.693 133.739 138.709 144.368 151.362 155.842 2,96% 16,53%

a. DPK - Bank Umum 109.183 115.085 118.245 124.687 129.494 134.997 141.489 145.257 2,66% 16,50%

b. DPK - BPR 7.871 8.004 8.448 9.052 9.215 9.371 9.874 10.585 7,21% 16,94% 3. Deposito - Total 45.247 47.780 46.509 47.145 50.675 50.263 51.491 49.454 -3,96% 4,90%

a. Deposito - Bank Umum 40.554 42.991 41.508 41.875 45.248 44.846 45.777 43.506 -4,96% 3,89%

b. Deposito - BPR 4.693 4.789 5.002 5.270 5.427 5.416 5.714 5.948 4,09% 12,86% 4. Giro - Total 17.036 18.303 18.550 17.691 20.899 22.392 23.600 22.275 -5,62% 25,91% 5. Tabungan - Total 54.771 57.006 61.634 68.903 67.136 71.713 76.271 84.114 10,28% 22,08%

a. Tabungan - Bank Umum 51.593 53.791 58.188 65.121 63.348 67.758 72.111 79.476 10,21% 22,04%

b. Tabungan - BPR 3.178 3.216 3.446 3.782 3.788 3.955 4.160 4.638 11,49% 22,62% 6. Kredit - Total 112.791 120.560 124.790 131.416 134.747 145.503 151.714 162.311 6,98% 23,51%

a. Kredit - Bank Umum 104.017 111.210 115.204 121.628 124.451 134.554 140.497 150.982 7,46% 24,13%

b. Kredit - BPR 8.774 9.350 9.586 9.788 10.296 10.949 11.218 11.329 0,99% 15,74%

No. I N D I K A T O R I-11 II-11 III-11 IV-12 qtq (%) yoy (%)

I. Ekonomi Makro

II. Kinerja Perbankan (Rp. Miliar)

7. Kredit Menurut Jenis Penggunaan

a. Kredit BU & BPR - Total 112.791 120.560 124.790 131.416 134.747 145.503 151.714 162.311 6,98% 23,51% - Kredit Modal Kerja 61.204 65.943 68.895 72.182 72.076 81.332 81.823 86.785 6,06% 20,23% - Kredit Investasi 11.062 12.075 11.945 13.547 15.871 16.265 17.886 19.550 9,31% 44,32% - Kredit Konsumsi 40.525 42.541 43.950 45.688 46.800 47.905 52.006 55.976 7,63% 22,52% b. Persentase thd Total Kredit (%)

- Kredit Modal Kerja 54,26 54,70 55,21 54,93 53,49 55,90 53,93 53,47 - Kredit Investasi 9,81 10,02 9,57 10,31 11,78 11,18 11,79 12,04 - Kredit Konsumsi 35,93 35,29 35,22 34,77 34,73 32,92 34,28 34,49

c. Kredit Bank Umum 104.017 111.210 115.204 121.628 124.451 134.554 140.497 150.982 7,46% 24,13% - Kredit Modal Kerja 56.802 61.163 63.944 67.140 66.761 75.627 75.895 80.773 6,43% 20,30% - Kredit Investasi 10.602 11.584 11.484 13.064 15.374 15.817 17.428 19.084 9,50% 46,08% - Kredit Konsumsi 36.613 38.463 39.776 41.424 42.316 43.110 47.174 51.126 8,38% 23,42% d. Kredit BPR 8.774 9.350 9.586 9.788 10.296 10.949 11.218 11.329 0,99% 15,74% - Kredit Modal Kerja 4.402 4.780 4.951 5.041 5.315 5.706 5.928 6.012 1,42% 19,26% - Kredit Investasi 460 491 461 483 497 447 458 467 1,89% -3,34% - Kredit Konsumsi 3.912 4.079 4.174 4.264 4.484 4.795 4.832 4.850 0,37% 13,73% 8. Kredit Menurut Sektor Ekonomi

a. Kredit BU & BPR - Total 114.084 120.560 124.790 131.416 134.747 145.503 151.714 162.311 6,98% 23,51% 1. Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan 2.100 2.233 2.344 3.040 3.013 4.883 4.742 4.931 3,99% 62,23% 2. Perikanan 643 470 204 267 269 355 369 430 16,42% 61,17% 3. Pertambangan Dan Penggalian 166 512 194 267 299 416 414 430 3,94% 61,27% 4. Industri Pengolahan 18.377 18.713 20.808 23.263 23.767 24.841 26.276 29.190 11,09% 25,48% 5. Listrik, Gas Dan Air 178 183 92 112 127 183 178 186 4,34% 66,16% 6. Konstruksi 1.716 1.978 2.242 2.262 2.353 2.970 3.535 3.217 -8,99% 42,18% 7. Perdagangan Besar Dan Eceran 31.316 32.906 33.662 35.884 36.755 44.529 45.335 47.900 5,66% 33,48% 8. Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan Minum 874 1.083 1.175 1.356 1.551 1.711 1.889 2.058 8,95% 51,79% 9. Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi 1.381 1.623 1.674 2.064 2.257 2.407 2.563 3.028 18,16% 46,71% 10. Perantara Keuangan 1.342 2.029 1.680 1.690 1.735 2.331 2.281 2.442 7,03% 44,49% 11. Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan 3.383 3.335 3.750 3.744 3.947 4.466 4.673 4.999 6,97% 33,50% 12. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib 70 33 33 33 40 49 24 23 -4,38% -30,71% 13. Jasa Pendidikan 237 244 244 253 271 277 276 283 2,33% 11,77% 14. Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial 355 420 442 464 473 491 496 516 3,99% 11,12% 15. Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan Dan Perorangan Lainnya 1.702 1.761 1.762 2.032 1.940 2.261 2.186 2.300 5,20% 13,15% 16. Jasa Perorangan Yang Melayani Rumah Tangga 96 116 138 176 196 216 239 236 -1,63% 33,66% 17. Badan Internasional Dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 377 580 601 615 559 419 443 454 2,67% -26,10% 18. Kegiatan Yang Belum Jelas Batasannya 9.911 10.778 10.626 8.953 9.088 5.521 4.511 4.415 -2,15% -50,69% 19. Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha 39.857 41.564 43.119 44.941 46.109 47.177 51.284 55.275 7,78% 23,00% b. Kredit Bank Umum 105.310 111.210 115.204 121.628 124.451 134.554 140.497 150.982 7,46% 24,13% 1. Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan 1.341 1.421 1.512 2.167 2.105 3.949 3.803 4.019 5,68% 85,48% 2. Perikanan 626 455 188 247 247 332 345 398 15,40% 61,19% 3. Pertambangan Dan Penggalian 160 505 188 261 293 409 406 422 3,99% 61,70% 4. Industri Pengolahan 18.253 18.566 20.673 23.127 23.625 24.695 26.120 29.047 11,21% 25,60% 5. Listrik, Gas Dan Air 173 179 87 106 121 170 171 178 4,06% 68,20% 6. Konstruksi 1.654 1.906 2.152 2.159 2.245 2.837 3.383 3.062 -9,50% 41,82% 7. Perdagangan Besar Dan Eceran 28.520 30.032 30.628 32.793 33.417 40.900 41.558 44.003 5,88% 34,18% 8. Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan Minum 774 994 1.092 1.266 1.448 1.643 1.825 1.998 9,51% 57,81% 9. Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi 1.260 1.496 1.544 1.937 2.117 2.260 2.406 2.861 18,94% 47,72% 10. Perantara Keuangan 1.336 2.023 1.672 1.680 1.726 2.321 2.270 2.427 6,89% 44,42% 11. Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan 3.345 3.298 3.713 3.691 3.895 4.410 4.621 4.955 7,23% 34,26% 12. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib 1 2 1 4 7 26 5 5 6,18% 19,49% 13. Jasa Pendidikan 210 212 207 225 241 246 244 254 4,19% 12,87% 14. Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial 335 402 423 444 452 473 479 500 4,25% 12,55% 15. Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan Dan Perorangan Lainnya 1.318 1.356 1.404 1.697 1.612 1.931 1.842 1.956 6,22% 15,27% 16. Jasa Perorangan Yang Melayani Rumah Tangga 26 21 25 38 40 50 55 57 3,42% 50,08% 17. Badan Internasional Dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 7 80 123 157 150 0 0 0 12,16% -99,86% 18. Kegiatan Yang Belum Jelas Batasannya 9.086 9.800 9.795 8.206 8.396 4.792 3.790 3.714 -2,00% -54,74% 19. Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha 36.882 38.463 39.776 41.424 42.316 43.110 47.174 51.126 8,38% 23,42% c. Kredit BPR 8.774 9.350 9.586 9.788 10.296 10.949 11.218 11.329 0,99% 15,74% 1. Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan 759 812 831 873 909 933 939 912 -2,88% 4,50% 2. Perikanan 17 15 16 20 21 23 24 31 31,06% 60,89% 3. Pertambangan Dan Penggalian 6 7 6 6 6 7 8 8 1,70% 42,46% 4. Industri Pengolahan 124 147 135 136 142 146 156 143 -8,02% 5,56% 5. Listrik, Gas Dan Air 5 4 6 6 6 13 7 8 11,28% 29,50% 6. Konstruksi 62 72 91 103 108 133 151 155 2,34% 49,64% 7. Perdagangan Besar Dan Eceran 2.796 2.874 3.034 3.091 3.338 3.629 3.777 3.897 3,17% 26,04% 8. Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan Minum 100 89 83 90 103 68 64 60 -6,89% -33,25% 9. Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi 121 127 131 127 140 148 158 167 6,26% 31,35% 10. Perantara Keuangan 6 6 8 10 10 10 11 15 35,22% 57,20% 11. Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan 38 37 37 54 52 56 52 44 -15,74% -18,46% 12. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib 69 31 32 29 33 23 19 18 -7,08% -38,29% 13. Jasa Pendidikan 27 32 36 28 30 31 33 29 -11,59% 2,97% 14. Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial 20 18 19 20 21 19 17 16 -3,53% -20,39% 15. Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan Dan Perorangan Lainnya 384 405 357 336 328 330 344 344 -0,24% 2,43% 16. Jasa Perorangan Yang Melayani Rumah Tangga 70 95 113 138 155 166 184 178 -3,16% 29,11% 17. Badan Internasional Dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 370 500 477 458 409 418 442 454 2,67% -0,90% 18. Kegiatan Yang Belum Jelas Batasannya 825 978 831 747 691 728 722 701 -2,91% -6,24% 19. Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha 2.975 3.101 3.343 3.517 3.792 4.067 4.110 4.149 0,95% 17,98%

IV-11 I-12

9. LDR - Perbankan (%) 97,19 97,94 98,50 98,26 97,1 100,8 100,2 104,2 a. LDR - Bank Umum (%) 96,16 96,63 97,43 97,55 96,1 99,7 99,3 103,9 b. LDR - BPR (%) 111,47 116,81 113,48 114,48 111,7 116,8 113,6 107,0 10. NPL -Perbankan (%) 3,05 3,17 3,02 2,45 2,7 2,6 2,6 2,2 a. NPL - Bank Umum (%) 2,64 2,76 2,61 2,10 2,3 2,3 2,2 1,9 b. NPL - BPR (%) 8,06 8,03 7,93 6,90 7,3 7,1 6,9 6,1 11. Perbankan Syariah

A. Total Perbankan Syariah (BU Syariah & BPR Syariah)

a. Aset 5.530 5.931 6.730 7.959 8.050 8.555 9.487 10.783 13,66% 35,47% b. DPK 3.294 3.569 4.092 5.205 5.292 5.153 6.040 6.390 5,81% 22,77% c. Pembiayaan 4.592 4.690 5.544 6.543 6.609 7.095 7.387 8.348 13,01% 27,60%

d. FDR (%) 139,41 131,43 135,48 125,70 124,89 137,67 122,31 130,64

e. NPF (%) 2,82 4,56 4,01 2,54 3,17 3,25 3,12 2,74

B. Bank Umum Syariah & Unit Usaha Syariah

a. Aset 5.481 5.670 6.441 7.642 7.739 8.189 9.089 10.338 13,74% 35,28% b. DPK 3.217 3.407 3.913 5.003 5.083 4.896 5.774 6.092 5,50% 21,76% c. Pembiayaan 4.578 4.485 5.321 6.307 6.370 6.808 7.084 8.026 13,29% 27,25% d. FDR (%) 131,29 124,27 135,97 126,06 125,31 139,06 122,69 131,74% e. NPF (%) 2,85 4,47 3,89 2,41 3,00 3,09 2,95 2,61% C. BPR Syariah a. Aset 243 261 289 318 312 366 397 444 11,82% 39,94% b. DPK 154 161 178 202 208 258 265 298 12,39% 47,72% c. Pembiayaan 181 205 223 236 239 287 303 323 6,53% 36,98% d. FDR (%) 117,61 127,17 124,90 116,63 114,78 111,33 114,11 108,15% e. NPF (%) 6,81 6,47 6,92 6,06 7,54 7,08 7,16 6,01% 12 Sistem Pembayaran Transaksi RTGS (Rp. Triliun) 151,70 133,09 156,91 155,24 57,19 184,44 176,24 192,02 8,95% 23,69%

Rata-rata transaksi harian (Nominal) 50,57 44,36 52,30 51,75 47,96 61,48 58,75 64,01 8,95% 23,69% Rata-rata transaksi harian (Volume) 47.160 48.154 14.527 14.033 42.030 40.064 55.297 58.375 5,57% 315,99%

Transaksi Kliring (Rp. Triliun) 27,05 24,50 24,12 28,13 30,09 29,89 31,24 22,16 -29,04% -21,22%

Rata-rata transaksi harian (Nominal) 0,41 0,38 0,39 0,44 0,48 0,47 0,51 0,53 3,09% 19,97%

Rata-rata transaksi harian (Volume) 11.388 11.005 10389 11894 14830 14.679 14.660 15.450 5,39% 29,90%

Data indikator selengkapnya dapat diunduh melalui website Bank Indonesia dengan

alamat : http://www.bi.go.id/web/id/KAJIAN EKONOMI

Dalam dokumen Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah (Halaman 89-104)

Dokumen terkait