• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia

commit to user

LANDASAN TEORI

D. Nilai Tukar (Kurs)

3. Perkembangan Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia

Tujuan utama kebijakan nilai tukar di Indonesia adalah menunjang efektifitas moneter dalam rangka memelihara kestabilan harga. Stabilitas nilai tukar dapat mendorong stabilitas harga khusunya stabilitas harga barang-barang yang berasal dari impor. Depresiasi nilai tukar yang terlalu besar dapat mengakibatkan harga barang impor menjadi lebih mahal dan secara laju inflasi dapat menjadi lebih mahal dan secara keseluruhan laju inflasi dapat meningkat. Selanjutnya, inflasi yang terlalu tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan kegiatan ekonomi.

Tujuan kebijaksanaan nilai tukar lainya adalah mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan khususnya yang terkait dengan neraca perdagangan. Menjaga kesinambungan nilai tukar dalam rangka mendukung neraca perdagangan perlu dipelihara karena nilai tukar yang over valued dapat mengakibatkan neraca perdagangan menjadi memburuk dan merugikan perekonomian nasional.

Sebelum diberlakukan Undang-Undang No 23 tahun 1999 dan diperbarui dengan Undang-Undang No 3 tahun 2004 tentang “Bank Indonesia”, tujuan kebijakan nilai tukar lebih ditekankan pada menunjang efektifitas kebijakan moneter berupa inflasi yang stabil dan rendah, maka secara tidak langsung akan mendukung keseimbangan neraca pembayaran dan perekonomian nasional.

E. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Nilai Tukar (Kurs) 1. Inflasi

a. Pengertian Inflasi

Boediono (1994: 161) mendefinisikan inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali jika kenaikan tersebut mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga yang disebabkan, seperti musiman, menjelang hari raya, atau yang terjadi sekali saja dan tidak berdampak terhadap kenaikan sebagian besar harga barang-barang lain tidak d isebut inflasi.

Kenaikan harga-harga yang terjadi tersebut akan diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain (Muana Nanga. 2001: 224):

1) Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)

Adalah suatu indeks harga yang mengukur biaya sekolompok barang-barang dan jasa-jasa di pasar, yang dibeli untuk menunjang kebutuhan sehari-hari.

2) Indeks Harga Produsen (Producer Price I ndex)

Adalah suatu indeks dari harga bahan-bahan baku (raw materials), produk antara (intermediate products) dan peralatan modal serta mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau perusahaan.

commit to user

3) GNP Deflator

Adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil dikalikan dengan 100 (Muana Nanga. 2001: 224). Jadi, GNP deflator merupakan suatu ukuran tentang tingkat harga, dan indeks ini merupakan indeks harga yang secara luas digunakan sebagai basis untuk mengukur inflasi.

b. Jenis-Jenis Inflasi

Laju inflasi dapat berbeda dari negara satu dengan negara lain atau dalam satu negara dengan waktu yang berbeda. Sehubungan dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat dilakukan pengelompokan jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut pandang sebagai berikut:

1) Inflasi berdasarkan intensitasnya

Apabila d itinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (Nopirin, 2000: 27):

a) Inflasi Merayap (Creeping Inflation)

Ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10 persen per tahun). Kenaikan harga berjalan lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama. Yang digolongkan kepada inflasi ini adalah kenaikan harga-harga yang tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen. b)Inflasi Menengah (Galloping Inflation)

Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar, dan kadang kala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Di negara-negara berkembang tingkat inflasi ini tidak mudah dikendalikan. Negara-negara tersebut tidak menghadapi masalah hiperinflasi, akan tetapi juga tidak mampu menurunkan inflasi pada tingkat yang sangat rendah. Secara rata-rata di sebagian negara tingkat inflasi ini mencapai angka antara 5 hingga 10 persen.

c) Inflasi Tinggi (HiperI nflation)

Adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang singkat. Jenis inflasi ini memiliki akibat paling parah (laju inflasinya di atas 100 persen). Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat dan harga naik secara akselerasi. Atau dengan kata lain, inflasi ini timbul sebagai akibat adanya kenaikan harga-harga umum yang berlangsung sangat cepat. 2) Inflasi berdasarkan sebabnya

Adapun jenis-jenis inflasi menurut sebabnya adalah (Nopirin, 2000: 28):

a) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation)

Merupakan inflasi yang disebabkan karena tarikan permintaan. Sedangkan menurut Boediono (1994: 162) masalah

commit to user

inflasi terjadi sebagai akibat dari adanya kondisi permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat yang akhirnya ada kecenderungan untuk output naik secara bersama-sama dengan kenaikan harga umum.

Inflasi ini bermula dari adanya permintaan total (agregat demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan seperti ini, kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi atau output. Apabila kesempatan kerja penuh (full employment) telah tercapai, maka penambahan permintaan hanya akan menaikkan harga saja. Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat “inflationary gap” yang akhirnya akan dapat menimbulkan masalah inflasi.

b) Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)

Adalah inflasi yang terjadi akibat kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan adanya penurunan penawaran. Kenaikan biaya produksi ini ditimbulkan oleh beberapa faktor diantaranya: 1. Persatuan serikat buruh dalam menuntut kenaikan upah. 2. Industri yang bersifat monopolistis, sehingga dapat

menggunakan kekuasaannya di pasar untuk menentukan harga yang lebih tinggi.

3. Kenaikan harga bahan baku industri. c)Inflasi Struktural (Structural Inflation)

Adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kekuatan struktural yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

d)Inflasi Sebagai Akibat Kebijakan (Policy Induced Inflation) Adalah inflasi yang disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga dapat merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaan.

e)Inflasi Dasar (core Inflation) atau Inertial Inflation

Adalah inflasi yang cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang mengakibatkan berubah. Jika inflasi terus bertahan dan tingkat inflasi ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah, kenaikan inflasi akan terus berlanjut.

3) Inflasi berdasarkan asal terjadinya

Sementara itu,. jenis inflasi dapat digolongkan lagi berdasarkan asal dari inflasi tersebut antara lain (Tajul Khalwaty, 2000: 31):

a)Domestic Inflation

Domestic Inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya

commit to user

perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang secara psikologis berdampak inflatoar. Kenaikan harga-harga terjadi secara absolut. Akibatnya terjadilah inflasi atau semakin meningkatnya angka (laju) inflasi.

b) Imported Inflation

Inflasi yang terjadi di dalam negeri sebagai akibat karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau di negara-negara yang menjadi langganan berdagang. Kenaikan harga d i dalam negeri terutama terjadi pada barang-barang impor atau bahan baku industri yang masih belum bisa diproduksi di dalam negeri. Kenaikan harga barang-barang impor ini akan berakibat (Boediono, 1994: 164):

1. Secara langsung akan terjadi kenaikan indeks biaya hidup. 2. Secara tidak langsung akan terjadi kenaikan indeks harga

melalui kenaikan biaya produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor.

3. Secara tidak langsung akan menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah atau swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut.

4) Inflasi berdasarkan bobotnya

Inflasi jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu (Tajul Khalwaty, 2000: 34): a)Inflasi Ringan

Inflasi ringan (creeping inflation) adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10 persen per tahun.

b)Inflasi Sedang

Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10–30 persen per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam kestabilan ekonomi suatu negara.

c)Inflasi Berat

Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30–100 persen per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai oleh negara.

d)Inflasi Sangat Berat

Inflasi sangat berat atau hyper inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100 persen per tahun, sebagaimana yang terjadi di masa Perang Dunia II (1939-1945). Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.

commit to user

c. Teori Inflasi

Secara garis besar ada tiga kelompok teori inflasi yang masing-masing membicarakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi antara lain (Boediono, 1994: 167):

1) Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Inti dari teori ini adalah inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. Selain itu laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa yang akan datang.

2) Teori Keynes

Menurut Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya, sehingga permintaan masyarakat akan barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Penyebab terjadinya kenaikan permintaanini, menurut Keynes adalah akibat dari kenaikan ekspansi jumlah uang beredar, peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, atau ekspor netto.

Teori ini memberikan tekanan pada adanya ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Faktor-faktor strukural dari perekonomian itu hanya dapat berubah secara gradual dan dalam jangka panjang. Menurut teori ini, ketegaran utama dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi adalah (Boediono, 1994: 174): a) Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, artinya laju

pertumbuhan nilai ekspor lebih lamban dibanding dengan laju pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Kelambanan tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu: Pertama, harga dari barang-barang ekspor di pasaran dunia makin tidak menguntungkan. Kedua, supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga (supply barang-barang ekspor yang tidak elastis).

b) Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri, artinya laju pertumbuhan produksi bahan makanan di dalam negeri lebih lamban dibandingkan dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung meningkat meleb ihi kenaikan harga barang-barang lain.

d. Dampak Inflasi

Dampak inflasi sangat luas dan beranekaragam, namun yang pasti dampak yang ditimbulkan adalah dampak yang negatif dan

commit to user

menimbulkan akibat buruk kepada setiap individu, masyarakat, dan kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Salah satu akibat yang ditimbulkan inflasi adalah akan menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat.

Menurut Sadono Sukirno (2006: 339), inflasi akan menimbulkan dampak-dampak kepada individu dan masyarakat sebagai berikut: 1) Inflasi dapat menurunkan pendapatan riil bagi masyarakat yang

berpendapatan tetap. Karena pada umumya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga.

2) Inflasi dapat mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang, simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-istitusi keuangan lain yang merupakan simpanan keuangan. Akibatnya nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku.

3) Inflasi dapat memperburuk pembagian kekayaan. Akibatnya menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapatan tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual atau pedagang akan menjadi semakin tidak merata.

Sementara itu menurut Tajul Khalwaty (2000: 52-57), inflasi yang terus berlanjut dan melampaui dua digit dapat berpengaruh pada distribusi pendapatan dan alokasi faktor produksi nasional. Dampak terhadap distribusi pendapatan disebut equity effect, sedangkan dampak

terhadap alokasi faktor produksi dan produk nasional disebut efficiency effect.

1) Equity Effect

Equity Effect adalah dampak inflasi terhadap pendapatan. Dampak inflasi ini bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama yang bepenghasilan tetap, dan ada pula yang mengalami keuntungan dengan adanya inflasi tersebut. Mereka yang berpenghasilan tetap akan mengalami penurunan nilai riil dari penghasilannya sehingga daya belinya menjadi lemah. Sebaliknya yang terjadi dengan kelompok-kelompok yang mengalami keuntungan adalah mereka yang memperoleh kenaikan tingkat pendapatan yang lebih besar daripada inflasi, atau mereka yang memiliki kekayaan, namun kekayaan tersebut tidak dalam bentuk uang tunai.

Disamping itu, inflasi juga menyebabkan perubahan pada distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat. Seolah-olah inflasi adalah pajak bagi seseorang dan merupakan subsidi bagi orang lain yang penghasilannya lebih rendah. Hal ini akan semakin terasa jika inflasi cukup tinggi atau sudah melampaui 10 persen. Jika keadaan seperti ini tidak diatasi, maka dalam jangka panjang akan semakin memperlebar kesenjangan pada lapisan masyarakat. yang semakin lama akan merusak tatanan perekonomian dan melumpuhkan semua sektor ekonomi potensial.

commit to user

2) Efficiency Effect

Inflasi juga berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga merubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan tersebut dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang selanjutnya mendorong perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi, permintaan barang-barang tertentu akan mendorong peningkatan produksi barang-barang tersebut. Kenaikan produksi yang demikian akan mengubah pola alokasi faktor produksi barang-barang tersebut menjadi lebih efisien yang disebut dengan efficiency effect.

3) Output Effect

Analisis terhadap equity effect dan efficiency effect berdasarkan pada asumsi bahwa output dalam keadaan tetap (cateris paribus). Berbeda dengan analisis output effect, yaitu analisis tentang inflasi terhadap keluaran (output), dimana output diasumsikan sebagai variabel terikat.

Inflasi dikatakan dapat meningkatkan produksi dengan asumsi bahwa produksi akan mengalami kenaikan mendahului kenaikan upah dan gaji pekerja. Kenaikan harga produksi mengakibatkan keuntungan bagi produsen, yang selanjutnya akan mendorong produsen untuk lebih meningkatkan produksinya. Apabila tingkat inflasi tinggi melebihi dua digit dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang maka biaya

produksi juga akan naik, akibatnya keuntungan yang diterima produsen menjadi berkurang. Karena terus berkurang sementara biaya produksi terus mengalami peningkatan, menyebabkan produsen mengurangi produksinya hingga batas tertentu yang dianggap masih memungkinkan untuk terus melanjutkan usahanya. Jika dinilai sudah tidak menguntungkan lagi, keputusan yang terbaik adalah menghentikan produksi atau usaha tersebut. Pengurangan ataupun penghentian produksi akan berimbas pada meningkatnya jumlah pengangguran.

Dokumen terkait