• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

IV.2 Penyajian dan Analisis Data

IV.2.5 Informan Kelima

Rudy anto adalah nama dari informan ke-5, Rudy begitu biasa ia disapa oleh teman-teman kampusnya ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Sosiologi stambuk 2008. Lelaki yang punya senyuman khusus dengan lesung pipi ini merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara. Mahasiswa yang hobi membaca dan gemar bermain bola kaki ini merupakan keturunan China-Jawa. A lun begitu ia dipanggil dilingkungan keluarganya ini adalah satu-satunya anak yang menganut agama Islam diantara saudara-saudara kandungnya yang beragama Budha. Rudy sendiri mengakui bahwa dirinya adalah seorang Muallaf. Ketika ia duduk di kelas 3 Sekolah Menengah Pertama ia memutuskan untuk memeluk agama Islam. Namun, walaupun informan adalah seorang muallaf, ia telah banyak mempelajari dan mendalami ajaran Islam. Keadaan inilah yang membuat peneliti merasa tertarik menjadikannya sebagai informan.

Menanggapi persoalan tentang film yang cukup fenomenal di kalangan masyarakat ini, informan mengatakan film “My name is Khan” adalah film yang sangat bagus. Alasannya, bentuk cerita dalam film ini merupakan realitas yang dapat kita lihat dan rasakan pasca persitiwa 11 September 2001, selain itu cerita

ini jalan cerita yang terjadi sangat alamiah dan terkesan tidak direkayasa. Walaupun ada beberapa bagian dalam film tersebut yang cukup berlebihan dan tidak sesuai. Jika dilihat dari tema film ini, informan mengatakan bahwa film ini ingin mempresentasikan bahwasanya Islam itu bukan teroris. Film ini benar-benar menyampaikan isi pesan dimana seorang muslim yang berjuang untuk mengatakan kepada seluruh masyarakat dunia bahwa dirinya, dan tidak semua Islam itu adalah teroris.

Banyaknya tragedi kemanusiaan (peledakan bom) yang terjadi di beberapa negara yang salah satunya adalah Indonesia, membuat umat Islam semakin termarjinalkan, stigma teroris yang diberikan barat terhadap kalangan kelompok Islam yang ingin menunjukkan simbol-simbol arabisme telah mempengaruhi ke Imanan dan Ukhuwah Islamiyah umat Islam di negeri ini. Indonesia sebagai penganut agama Islam terbesar di dunia sepertinya semakin kebingungan dan merasa tidak percaya diri untuk menunjukkan eksistensinya sebagai kelompok mayoritas. Pasca tragedi runtuhnya WTC pada 11 September 2001, yang disebut-sebut Amerika sebagai ulah jaringan Al-Qaidah, secara tidak langsung, berimplikasi pada stigmatisasi Islam, misalnya, radikal, teroris, atau ekstrimis. Apalagi, dengan pemberitaan masif media masa, stigma tersebut hingga kini masih sering disematkan. Narasi terorisme akan ditangkap oleh kalangan yang ingin memojokkan Islam. Sosok para teroris yang santun, hormat kepada orang tua, disayangi keluarga, dan anak-anak teladan dalam lingkungan dipandang merupakan representasi Islam, namun keliru karena pemahaman ideologis mereka. Selanjutnya isu dilemparkan pada stigma bahwa ideologi Islam yang menginspirasi terorisme.

Ketika telah teropini bahwa Islam yang menginspirasi terorisme, maka dengan mudah mereka-mereka yang tidak menyukai Islam dan membuminya syariat Islam akan mengarahkan stigma negatif ke pesantren-pesantren, ormas-ormas Islam, kelompok-kelompok dakwah dan institusi manapun yang menyampaikan Islam secara kaffah. Dengan mudahnya makna jihad pun dibolak-balik. Jihad seolah identik dengan teror. Karena ternyata mereka yang dituduh melakukan teror, adalah alumni-alumni mujahidin, baik di Afghanistan. Mungkin memang ada kalangan muslim yang salah tempat dalam memaknai jihad. Tetapi harus diakui, bahwa kelompok ini memang terkadang disimpan oleh yang berwenang untuk tujuan tertentu. Dampak dari peristiwa ini adalah kesalahfahaman bagi muslim awam dalam memandang jihad. Padahal Jihad yang merupakan aktivitas tertinggi bagi seorang muslim dengan pengorbanan terbesar yakni jiwa, terikat dengan hukum-hukum tertentu. Ujar informan. Lebih lanjut lagi informan menjelaskan, Jihad hanya berlaku untuk menghadapi orang-orang kafir muhariban fi’lan, yang secara langsung menyerang negeri-negeri muslim. Mujahid bukanlah teroris. Teroris bukanlah Mujahid. Jihad Fii Sabiilillah adalah hukum tersendiri bagi kaum muslimin. Terikat dengan tempat, waktu, kapan dan dimana. Semuanya harus sejalan dengan hukum syara’. Demikian juga tatacara peperangan. Siapa yang menyerukan, siapa saja yang wajib atasnya berjihad, maka Fiqh Islam menjelaskan secara rinci. Bahkan cara-cara berperang pun diatur, antara lain perempuan dan anak tidak boleh diganggu dan dibunuh, kecuali terpaksa atau dia menjadi mata-mata. Orang tua yang tidak kuat berperang tidak boleh disakiti. Merusak negeri dengan membakar dan menghancurkan tidak dibolehkan. Musuh yang belum sampai kepadanya seruan Islam juga belum boleh

diperangi. Semuanya diatur dalam hukum-hukum syariat Islam. Jadi sebenarnya akhir dari drama ini hanyalah stigma negatif pada Islam, yaitu mengkaburkan makna jihad yang sesungguhnya. Tak ada satupun muslim yang setuju dengan aksi-aksi terorisme. Lebih tak setuju lagi bila jihad disamakan dengan terorisme, ujar informan dengan tegas.

Informan juga mengungkapkan bahwa film ini sebenarnya cukup komplit dalam membentuk konflik cerita agar film ini sukses dipasaran. Menurutnya film yang dibumbui dengan percintaan dan kekeluargaan ini dapat diacungi jempol. Keseluruhan produksi film juga sangat bagus, sutradara dari film ini menurut informan telah cukup sukses dalam mengarahkan para pemain maupun tim produksi lainnya dalam menghasilkan film yang berkualitas. Apalagi dengan para aktor atau pun aktris berhasil dalam membangun cerita dan menghidupkan karakter dalam film tersebut. Begitu juga dengan nilai positif yang bisa ditangkap informan dalam film ini, selain mengajarkan kita toleransi, nilai kemanusian, juga mengajarkan agar tidak mudah berputus asa. Pada akhir wawancara informan mengungkapkan masukannya secara pribadi, film My name is Khan ini dapat dijadikan sebuh nilai positif yang pro terhadap Islam. Film ini dapat menjadi masukan untuk negara-negara yang selama ini kontra terhadap Islam. Namun, alangkah lebih baiknya lagi masyarakat Islam pada masa ini yang mulai ikut tenggelam dengan hedonisme, budaya barat kembali pada syariahnya. Menjadi sumber inspirasi bagi pemeluk agama-agama lain untuk menegakkan ideologi perdamaian dengan kekuatan Islamiyah.

Dokumen terkait