• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

IV.2 Penyajian dan Analisis Data

IV.2.1 Informan Pertama

Fiqi Listiya Fujiyasih, mahasiswi yang berusia 21 tahun ini adalah salah satu mahasiswi semester akhir di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Fiqi Listiya Fujiyasih, atau yang akrab dipanggil dengan Fiqi ini juga aktif dalam beberapa organisasi kampus seperti UKMI As-Siyasah Fisip USU dan KAMMI Merah Putih USU yang menduduki bidang informasi dan komunikasi. Mahasiswi bersuku jawa ini memiliki hobi membaca buku-buku fiksi ilmiah, yang salah satu buku favoritnya adalah “negeri 5 menara”. Fiqi juga salah satu mahasiswi yang sedang sibuk menyelesaikan tugas akhirnya tentang analisis wacana terhadap novel “Negeri 5 Menara”. Selain menjadi mahasiswi yang aktif dibeberapa organisasi kampus, ia juga bekerja sebagai kontributor free lance majalah Sabili. Informan yang satu ini juga sangat aktif dalam beberapa kegiatan keagamaan di lingkungan FISIP USU seperti menjadi mentor mahasiswi lainnya untuk mengajarkan

nilai-nilai ke-Islaman sesuai dengan syariah seperti yang telah ditetapkan di dalam ajaran Islam.

Informan seperti dalam kutipan wawancara yang dilakukan oleh peneliti saat dilapangan, sangat menaruh simpati yang teramat mendalam pada stigma terorisme terhadap Islam. Ia merasa sangat miris dengan situasi dan kondisi yang tengah dihadapi masyarakat Islam pada saat itu, meski informan pada peristiwa itu masih duduk dibangku SMP kelas 1 dan belum mengerti dengan keadaan yang dilihatnya. Informan mengaku ia cukup terperangah melihat siaran televisi yang menyiarkan secara langsung peristiwa yang merekam detik demi detik hancurnya menara kembar World Trade Center dan Pentagon di negara Amerika Serikat. Peristiwa 11 September 2001, Kebesaran Amerika negara adidaya seolah runtuh karena hancurnya menara kembar World Trade Center dan Pentagon diserang oleh sekelompok teroris telah menewaskan 3000 jiwa warga Amerika Serikat. Sejak peristiwa tersebutlah kata terorisme mencuat ke permukaan walaupun pada dasarnya istilah terorisme itu sudah dikenal di negara Prancis.

Menurut informan, film My name is Khan yang dirilis pada 12 Februari 2010 ini menjadi sebuah luka lama yang dibuka lagi. Pasca peristiwa tersebut Islam seolah dicoreng mukanya, karena dalih sekelompok orang yang mengatasnamakan agama dengan doktrin jihad. Dan pasca peristiwa tersebut banyak masyarakat minoritas Muslim di Amerika Serikat menjadi korban kemarahan warga Amerika lainnya. Tidak hanya itu, Afghanistan negara yang dituding sebagai tempat persembunyian Osama Bin Laden, yaitu pimpinan jaringan Al-Qaedah, jaringan terorisme yang telah menghancurkan letak kebesaran negara Amerika Serikat itu menjadi sasaran Invasi negara adidaya tersebut.

Seolah mensituasikan kondisi seperti yang terjadi dalam beberapa tahun yang lalu digambarkan dalam film My name is Khan. Film My name is Khan yang diharapkan dapat memberikan pengertian atau pun informasi yang lebih terhadap masayarakat non-muslim setelah menyaksikan film tersebut, bahkan juga masyarakat non-muslim yang berpikiran bahwa ajaran Islam adalah terorisme dan orang-orang Islam adalah teroris dapat merubah pandangannya setelah menonton film My name is Khan dikritisi oleh Informan bahwa film ini belum sampai pada tahap tersebut. Informan mengharapkan bahwasanya walaupun film ini bukan film dokumenter atau pun film yang sengaja dikhususkan untuk merehabilitasi stigma yang telah terbentuk pada sebahagian masyarakat dunia, maka harus dibuat secara benar dan tegas.

Keberadaan media dalam menyampaikan informasi kepada khalayak mengenai terorisme harusnya menjadi sarana yang dapat membentuk kognitif para khalayaknya jauh dari keterkaitan agama sebagai dasar dari tindakan terorisme, tetapi yang diamat sayangkan bawa media selalu membawa-bawa agama dalam kasus-kasus terorisme dan membebaskan para teroris mengungkapkan klaim dasar tindakannya, hal ini seolah memang sudah diwacanakan, tutur informan. Saat ditanyakan kepada informan, bagaimana persepsinya terhadap Islam yang distigmatisasi sebagai terorisme, mahasiswa penyuka warna pink ini menegaskan bahwa tetap tidak menerima tentang ajaran Islam adalah ajaran terorisme, sedikit menambahkan tentang konsep jihad yang diklaim para teroris dalam melakukan terorisme adalah kesalahan besar. Jihad memang ada dalam ajaran Islam, tapi Islam tidak pernah mengajarkan jihad dengan kekerasan. Jihad yang sesungguhnya membawa kita dari kegelapan ke arah yang terang. Informan juga

sangat menyesalkan keadaan yang mengkaburkan inti atau arti dari Jihad itu sendiri.

Publikasi yang terus menerus melalui media massa mengangkat keterkaitan Islam dengan terorisme seolah membuat pemahaman bahwasanya Islam dan bagian-bagiannya harus diwaspadai. Di dalam film My name is Khan kita bisa melihat beberapa simbol-simbol agama seperti wanita bercadar, lelaki yang berjenggot dan berjubah dicurigai dan diwaspadai sebagai karakteristik teroris, setiap kegiatan ke Islaman tidak bisa bebas karena selalu dimata-matai dan dianggap dapat melahirkan teroris-teroris baru. Beberapa jaringan atau organisasi kepemudaan Islam juga ditakutkan merupakan jaringan terorisme, padahal tidak semua orang Islam, tidak semua jaringan organisasi Islam, dan tidak semua kegiataan ke Islaman adalah bagian dari terorisme.

Pesan dalam film My name is Khan cukup tertangkap dengan jelas dan kuat oleh informan. Jika dilihat dari hasil film tersebut secara keseluruhan sangat memuaskan, apalagi para aktor/aktis yang berperan dalam film tersebut sangat berkualitas, khususnya Shahrukhan yang berperan sebagai Khan dalam film tersebut. Durasi yang cukup panjang dalam film ini, serta alur yang maju mundur mengisahkan satu persatu dari bagian cerita dalam film tersebut menjadi sangat menarik dan sangat unik. Film ini benar-benar menyampaikan isi pesannya kepada seluruh masyarakat dunia, kalimat yang selalu berulang di dalam beberapa adegan, “My name is Khan, and I’m not Terorist” cukup mempresentasikan pesan yang ingin disampaikan dalam film yaitu Khan, sebuah marga di India yang menganut Islam bukanlah teroris. Ini mengungkapkan Islam bukanlah teroris dan tidak semua Muslim adalah teroris. Walaupun ada beberapa adegan di dalam film

tersebut yang menurut informan cukup menyalahi aturan dan syariah Islam, tetapi film ini sangat bagus menanamkan pendidikan moral dan nilai kemanusian yang cukup tinggi yang mengajarkan toleransi antar umat beragama dan menumbuhkan semangat tolong-menolong diantara masyarakat dengan perbedaan-perbedaan tersebut.

Dokumen terkait