• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA

5.2.6. Informan Utama IV

Nama : SL

Tempat/Tanggal Lahir : Siantar, 27 Februari 1990

Usia : 20 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Sidempuan

Agama : Islam

SL adalah seorang mahasiswa di daerah tapanuli selatan, ia anak ke 4 dari 5 bersaudara. SL mulai mengenal narkoba selama 4 tahun yaitu sejak ia SMA. Kebisaaannya suka masuk tempat-tempat hiburan malam yang ada di daerahnya membuat ia lebih cepat untuk mendapatkan narkoba. Mula-mula SL menghisap ganja, ganja ditawarkan teman-teman sekolahnya secara gratis. Berikut penuturan SL:

“Teman-teman SMA saya banyak yang memakai ganja, teman sebangku saya sewaktu SMA malah sudah pakai shabu. Mereka selalu membujuk saya untuk ikut mencoba, katanya bisa buat lebih percaya diri. Saya memang tertarik dan sering membayangkan rasanya. Saya pikir kalau saya hanya memakai ganja biayanya tidak akan terlalu mahal dan kalau tidak terlalu sering dipakai tidak akan membuat candu. Saat itu ganja hanya RP. 5000/arm dan dapat dibagi 3 linting atau dimasukkan ke dalam 3 batng rokok untuk dihisap. Diawali rasa ingin tahu saya menerima ganja yang mereka tawarkan itu aktivitas itu terus saya lakukan sampai saya tamat SMA”.

Memasuki bangku perkuliahan, SL beralih ke pemakaian shabu-shabu. SL mulai menemukan teman-teman yang memiliki kesenangan seperti dirinya.tidak canggung bagi SL untuk bergabung dengan seniornya karena merasa berlatarbelakang yang sama dengannya. Untuk mendapatkan shabu tersebut apabila kekurangan modal untuk membelinya, mereka bisaa mengumpulkan uang bersama. Harga shabu pada masa itu 1 gram seharga 1 juta rupiah. ½ gram seharga Rp. 500.000,-, ¼ gram Rp. 300.000,-.

Terbisaa mengkonsumsi shabu, SL mulai ketergantungan. Awalnya SL sulit untuk tidur, bahkan selera makan pun hilang. Badan SL waktu itu sempat drastis mengalami penurunan berat badan karena shabu itu tidak cocok dengan kondisi fisik tubuhnya. Tetapi karena selalu dipakai akhirnya menjadi terbisaa. Keluarga SL tergolong keluarga yang terlalu bebas, orangtuanya terlalu sibuk mencari uang. Faktor kurang perhatian mungkin yang memicu anak-anaknya yang lain juga ikut memakai narkoba. Bukan hanya SL saja, abang dan adik SL juga terlibat dalam pemakaian narkoba. Tetapi orangtua mereka sama sekali tidak mengetahui kalau ketiga anaknya sudah lama menjadi pemakai narkoba. Pengakuan SL, lingkungan tempat dia tinggal di daerah sidempuan merupakan daerah yang rentan dengan narkoba. Pemuda setempat disana rata-rata sudah lama menggunakan narkoba.

Lama menggunakan narkoba, SL kesulitan untuk berhenti kebutuhannya akan uang selalu bertambah. SL menambahkan:

“Karena terlalu butuh dengan barang itu, saya dan teman-teman nekat mencuri komputer di lab kampus saya. Kami waktu itu ada sekitar 5 orang. Hasil penjualan komputer itu berkisar 8 juta dan semuanya kami habiskan malam itu untuk membeli shabu”.

Kecurigaan keluarga mulai timbul melihat kebisaan SL yang suka tidur dalam jangka waktu yang lama. Abang SL menemukan bungkus shabu di tempat sampah kamarnya. SL mengaku kalau dia benar menggunakan narkoba tetapi berjanji akan berhenti. SL juga menambahkan bahwa:

“Semenjak abang saya menemukan bungkus shabu dikamar, saya diawasi ketat oleh orangtua. Semua kegiatan saya dipantau, pada waktu itu sempat 2 bulan saya berhenti pakai narkoba. Sebenarnya kalau saya niat saya bisa berhenti hanya saja ajakan teman untuk memakai ini yang sulit sekali untuk saya tolak apalagi kalau saya ada masalah pelampiasan saya selalu ke narkoba”.

Ayah SL berencana untuk memasukkannya ke sekolah AKPOL, harapan orangtuanya ingin mengubah semua kebisaaan SL. Ternyata SL memiliki tato di punggungnya dari kelas 2 SMA, dan selama ini tidak ada keluarga yang mengetahui itu. Mengetahui akan tato yang dimiliki SL membuat orangtuanya sangat kecewa karena tatto itu membuat SL tidak akan bisa masuk AKPOL.

Keluarga lelah melihat perubahan sikap SL yang selalu saja bersikap kasar dirumah karena diketahui kembali menggunakan narkoba. Orangtuanya memutuskan untuk membawa SL ke medan menemui Bapak Kamal teman dekat ayah SL di Rumah Kopi Demokrasi Mongonsidi dengan maksud untuk merehabilitasi SL. Pak kamal sudah lama dekat dengan ayah SL.

Karena keluarga ingin menyembuhkan SL, mereka akhirnya pergi ke medan bermaksud untuk menemui Pak Kamal di rumahnya jalan mongonsidi. Pak Kamal merupakan pemilik Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre. Pak Kamal itu sudah lama dekat dengan orangtua SL jauh sebelum SL terlibat dengan narkoba. Keluarga SL

membujuk SL untuk mau ikut ke medan dengan alasan untuk menghilangkan tatto, karena kata keluarga SL kalau terus pakai tatto akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. SL merasa itu seperti keseriusan dari keluarga mereka, SL tidak tahu kalau dia sedang ditipu dan akan segera direhabilitasi.

Mengeahui dirinya akan direhabilitasi, SL berontak dan melawan orang-orang yang ingin memasukan ia ke dalam ambulance mobil untuk residen milik panti. Berikut penuturan SL:

“kalau bukan karena di bohongi saya tidak akan mau ikut ke medan dengan orangtua saya. Mereka pertama mengatakan mau cari tempat PKL buat saya, waktu itu memang saya di kampus di wajibkan mengambil tempat PKL. Ayah saya juga menyarankan untuk menghilangkan tattoo di punggung saya, saya menurut. Tahu kalau saya ingin direhabilitasi saya banting meja, dan teriak mengatakan kalau diri saya bukan orang gila yang harus di rehabilitasi. Tetapi orangtua saya lebih tenang kalau saya di bawa ke Sibolangit untuk direhabilitasi saja.

Pada tahun 2014 SL masuk rehabilitasi dan sudah 4 bulan menjalani proses pemulihan, awalnya SL merasa terkurung dan merasa kebebasannya terbatas. SL berada di ruang isolasi selama satu minggu. SL merasa di penjara, dia sering sakit dan menggigil karena tidak menggunakan narkoba lagi. Selama di isolasi SL harus putus zat dan sama sekali tidak bisa memakai narkoba. Tahap demi tahap di jalani oleh SL, suka duka dia rasakan selama jauh dari kelurga. Program-program panti itu pun ikhlas tidak ikhlas harus dijalankannya, karena kalau tidak mengikuti peraturan pasti akan mendapat peringatan dan diberi hukuman menyikat lantai sampai bersih dengan sikat gigi.

Hukuman-hukuman seperti itu diberlakukan oleh pihak panti dengan maksud untuk mengubah kebdiasaan residen yang malas agar kembali mau beraktivitas.

Setelah menjalani program therapeutic community, mental dan perilaku SL sudah mulai tumbuh, butuh waktu 2 bulan mengubah berpikir SL ke arah-arah yang positif. SL sudah mulai tumbuh kesadarannya dan sudah menyesal karena sudah memakai narkoba. SL mulai menikmati proses rehabilitasinya, mulai bergaul dengan teman-teman sekamarnya. SL mulai menerima dan senang dirinya berada direhabilitasi tersebut. SL mendapat banyak pelajaran berharga selama ia di rehabilitasi, ia berusaha untuk sembuh dan mengobati dirinya dari ketergantungan narkoba.

SL mengaku kalau ia kurang suka melapor segala keluhannya kepada konselor, kalau untuk urusan konseling SL malas. Karena merasa sudah bisa mengatasi masalah sendiri, dan merasa tidak punya masalah di rehabilitasi tersebut. SL juga menjelaskan bahwa:

“Saya sering di ajak sharring oleh konselor untuk membagikan segala keluhan perubahan semenjak berada di Sibolangit Centre ini, tetapi saa mengatakan kalau saya baik-baik saja dan masih bisa mengendalikan pikiran saya sendiri”.

SL berharap masa rehabilitasinya tidak akan terasa lama, SL mengaku ingin cepat pulih dan kembali melanjutkan kuliahnya. SL berharap untuk kedepannya kehidupannya akan lebih baik dan ia mampu menahan diri untuk tidak terjerumus kembali ke dalam narkoba

Dokumen terkait