• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA

5.3. Analisis Data

5.3.1.1 Melakukan Asesmen Terhadap Individu

Salah satu upaya untuk mengetahui kronologis asal mula klien jatuh ke dalam penyalahgunaan narkoba yaitu melalui asesmen. Asesmen adalah menilai permasalahan klien melalui rangkaian penyelidikan secara terus menerus, hati-hati, dan komprehensif. Asesmen dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang pemakaian narkoba, keadaan kesehatan, fungsi psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, tetapi sebagian dapat dilakukan sendiri. Sebagian tidak, karena menjadi tugas profesi lain (Joewana & Martono, 2008: 46).

Asesmen dalam proses penyembuhan pada pengguna narkoba ini sangat diperlukan agar semua tahap berjalan dengan baik dan terarah, informasi yang dibutuhkan serta kondisi yang diketahui dengan baik akan memudahkan diagnosa secara efektif. Tujuan asesmen merupakan salah satu penunjang dalam program wajib lapor, melalui asesmen akan diketahui tingkat keparahan yang dialami oleh klien sehingga bisa dilakukan tindakan yang tepat.

Informan utama pertama FM mengatakan bahwa dirinya sudah terjerat narkoba dari kelas 2 SMP, FM mendapatkan narkoba dari teman sekelasnya. Hal ini menunjukkan bahwa FM sudah terjerat narkoba dari usia remaja. Dimana masa remaja diketahui adalah masa-masa yang labil dan dan rentan sekali masuk dalam pergaulan yang membahayakan.

Informan utama kedua PR hampir sama dengan Informan utama pertama FM dari SMP sudah terlibat dalam pemakaian narkoba. Bedanya FM dulunya anak yang pendiam sehingga sewaktu bergaul dengan temanya lebih mudah di bujuk untuk memakai ganja, sedangkan PR adalah seorang anak yang keras kepala dan sulit di atur

pergaulannya tanpa pilih inilah yang membawa dirinya cepat sekali terkontaminasi dengan narkoba.

Informan utama ketiga sama dengan Informan utama kedua PR, RH juga mengenal narkoba dari sejak SMP dari teman sekolah yang mengajaknya untuk ikut memakai shabu dengan teman-teman yang sudah lebih dulu memakai narkoba. Narkoba yang pertama sekali dikonsumsi RH adalah shabu-shabu.

Informan utama keempat SL Sama seperti dengan informan lain, SL mengenal narkoba dari pengaruh teman sepergaulannya. SL merupakan salah satu mahasiswa di tapanuli selatan, anak ke 4 dari 5 bersaudara. Pergaulan SL tergolong anak yang bandal, suka masuk tempat hiburan malam dan jarang pulang ke rumah. Narkoba pertama sekali dipakai SL adalah ganja, semenjak kuliah SL beralih ke pemakaian shabu. Keluarga SL merupakan keluarga yang bebas, orangtuanya teralalu sibuk mencari uang, pemberian bimbingan di rumah sangat jarang sekali di dapatkan SL dan saudaranya yang lain, menurut penuturan SL adiknya juga seorang pecandu narkoba yang diketahuinya sendiri saat melihat adiknya memakai shabu, bedanya adiknya tidak mengetahui kalau SL juga seorang pecandu narkoba.

Informan utama kelima FY mengalami trauma pada dirinya karena sempat ditahan polisi saat terjaring razia sewaktu melintasi jalan di daerah pakam Sumatera Utara dan menemukan shabu di dalam mobilnya, FY terjaring razia dengan keksihnya yang sama-sama pemakai narkoba. FY baru sekitar 6 bulan memakai shabu, shabu itu dipakai untuk melupakan masalah akibat putus cinta dengan kekasihnya yang sudah berpacaran selama 4 tahun.

Hasil asesmen dari kelima informan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ketertarikan menggunakan narkoba itu lebih banyak terjadi saat usia remaja, karena di

usia remaja rasa ingin tahu berlebih itu sering memicu terjadinya penyimpangan remaja kehal yang negatif. Terutama bagi anak yang sedang dalam masa perkembangan seperti yang dialami oleh informan pertama, kedua, ketiga dan kempat dimana mulai mengkonsumsi narkoba sejak SMP dan SMA. Pergaulan yang tidak benar dapat mempengaruhi perilaku anak karena mereka ingin dikatakan layak masuk dalam pergaulan teman sebayanya. Hal ini menyebabkan anak dapat dengan mudahnya terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba karena tidak mampu menolak ajakan teman yang menawarkan narkoba kepadanya secara gratis.

Perubahan fisik dan emosi pada masa remaja anak juga mengakibatkan perubahan dan perkembangannya, menyebutkan dua bentuk perkembangan yaitu, memisahkan diri dari orangtua dan menuju kearah teman sebaya. Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan maksud menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi ini membuat remaja sengat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap penampilan dan perilaku.

Awalnya memang narkoba diberikan secara cuma-Cuma oleh pengedar kepada calon pemakai, namun setelah pemakai tidak bisa lepas dari penagruh narkoba ia akan melakukan apapun demi mendapatkan narkoba tersebut. Tingkat awal, dosis pemakaian masih rendah dengan biaya pembelian narkoba juga masih bisa ditoleransi dari uang jajannya. Tahap kecanduan masa pemakaian dosis sampai harus memakai setiap hari sampai minimum 4 (empat) kali sehari, tentunya dia mulai mencari jalan bagaimana mendapatkan uang dengan menipu, atau mencuri (BNN RI, 2008: 22).

Informan FM membeli narkoba dari uang jajannya, ditambah dengan sering berbohong kepada ibunya berdalih uang yang diminta untuk keperluan sekolah. Hal-hal seperti itu dilakukannya sampai ia tamamt SMA.

Informan PR membeli narkoba dari kebiasaannya bermain judi serta taruhan dengan teman-temanya hasil judi tersebut dipakai untuk membeli narkoba, terkadang ia ikut membantu di bengkel temannya untuk mendapat tambahan membeli narkoba. Karena kebutuhan akan narkoba terus bertambah PR mulai sering mencuri barang- barang yang ada di rumahnya.

Informan RH membeli narkoba dari uang saku yang diberikan ibunya, ditambah lagi dengan kebiasaannya yang suka merampok bersama geng motor.

Informan SL membeli narkoba dengan mencuri barang-barang di rumah dan dimana saja apabila SL merasa tindakan criminal yang dilakukannya itu aman bagi dirinya. Hasil penjaualn barang-barang curian itu dipakainya utuk menambah uang pembelian narkoba.

Informasi yang disampaikan informan merupakan data yang membuktikan bahwa apabila seseorang sudah jatuh kedalam narkoba, hal apapun akan dilakukan hanya untuk mendapatkan dan merasakan kembali barang itu demi untuk memenuhi kebutuhannya akan narkoba. Kelima informan yang peneliti wawancarai berasal dari keluarga yang berkecukupan dan rata-rata memiliki uang jajan yang besar, sehingga mudah bagi informan untuk kembali mendapatkan anrkoba yang ia batuhkan. Efek penenang yang dirasakan informan membuat mereka sulit lepas dari jerat narkoba sehingga ketika tubuh mereka butuh mereka akan melakukan segala cara agar mereka dapat merasakan efek penenang dari narkoba itu kembali.

Banyak individu yang terjerumus untuk mengkonsumsi narkoba karena adanya efek penenang (mood-altering) yang dirasakan oleh pengguna, dan ini secara semu membantu para idividu tersebut menghadapi dinamika kehidupan mereka sehari-hari. Meski terkesan positif bagi pengguna narkoba, sangat peting untuk digarisbawahi bahwa efek penenang semacam itu hanya dirasakan untuk jangka waktu yang singkat. Untuk jangka waktu yang panjang, seiring dengan problem emosional yang tak kunjung teratasi, pengaruh-pengaruh negatif narkoba terhadap penggunanya justru jauh lebih dahsyat. Permasalahn yang lazim muncul adalah para pengguna terlanjur terlena oleh manfaat-manfaat jangka pendek narkoba. Akibatnya, mereka terus-menerus mengkonsumsi narkoba seraya berspekulasi bahwa mereka cukup kuat dan beruntung untuk menghindari efek kontraproduktif narkoba.

5.3.1.2 Memberikan pelayanan konseling dan intervensi dini

Konseling adalah suatu layanan profesional yang dilakukan oleh konselor terlatih terhadap klien. Layanan konseling ini dilakukan secara tatap muka dan direncanakan untuk membantu klien dalam memahami dirinya, membuat keputusan, dan memecahkan masalah. Karena itu, keberhasilan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan konseling (konselor dan klien).

Melakukan konseling harus dilakukan wawancara terhadap klien, berkaitan dengan latar belakang masalah, kejadian kasus yang dihadapi, sampai harapan-harapan klien kedepannya. Konseling/pemberian bimbingan psikologis adalah tindakan yang dilakukan sebagai upaya penguatan psikologis korban.

Sebagai individu yang sudah lama terjerat narkoba, perlu antara konselor dan klien menjalin interaksi yang lebih intim ini bertujuan untuk membangun relasi agar

pecandu narkoba dapat lebih mudah lepas dari tuntutan keinginan untuk terus mengkonsumsi narkoba.

Konseling tidak bertujuan untuk mengarahkan atau menyarankan sesuatu kepada klien, tidak memberikan nasihat, bukan arena mgobrol, bukan interogasi, bukan pengakuan, dan bukan pula doa dan harapan. Prinsip konseling adalah pendekatan yang hangat, terbuka, tidak menghakimi, serta penuh perhatian. Proses konseling harus dibangun kesederajatan antara pembimbing dengan klien. Si pembimbing harus aktif mendengarkan (http:/www.kemsos.go.id,

Perlu adanya bimbingan dari tenaga profesional terlatih dengan maksud tujuan mempengaruhi perilaku klien secara sukarela. Individu yang sudah terjerat narkoba perlu mendapat penguatan psikologis agar mau lepas dari narkoba.

di akses pada tanggal 5 juni 2014, pada pukul 10.15 WIB).

Informan utama pertama FM mengatakan bahwa dirinya diminta untuk menjalani program rehabilitasi oleh konselor Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre sewaktu orangtuanya berkonsultasi langsung ke kantor yang ada di medan tempat informasi langsung mengenai Sibolangit Centre, hal itu dilakukan agar FM bisa berhenti dari ketergantungan narkoba. FM menjelaskan dari konseling tersebut, banyak manfaat yang didapatkannya, penguatan mental, rasa percaya diri dan melupakan trauma mendalam dari ingatan di masa lalu. FM mengatakan bahwa dirinya begitu sangat senang mendapatkan bimbingan psikologis dan mendapat penguatan spiritual dari konseling tersebut.

Informan utama kedua PR mengaku banyak mendapat pengaruh positif dalam dirinya selama melakukan konseling dengan konselor, suasana konseling dibuat senyaman mungkin seperti tempat terbuka yang ada di sekitar rehabilitasi. PR

mengharapkan manfaat dari konseling tersebut, bisa menjadikan hidupnya lebih percaya diri lagi dan bebas dari narkoba bukan hanya semasa di rehabilitasi saja tetapi juga saat nantinya menjalani kehidupan kembali di lingkungannya.

Informan utama ketiga RH mengaku jarang ada keluhan yang memaksa dirinya untuk melakukan bimbingan psikologis dengan konselor, RH hanya melakukan konseling sesuai dengan peraturan program yang dibuat di Sibolangit Centre. RH mengaku lebih tertarik untuk melakukan konseling kelompok bersama teman-temannya di panti, RH membenarkan kalaudirinya lebih merasa terbantu untuk pulih belajar dari pengalaman-pengalaman pahit dimasa lalu bersama teman-temannya yang berasal dari latarbelakang yang sama.

Informan utama keempat SL mengaku jarang sekali melakukan bimbingan konseling dengan konselor, dirinya memang agak sulit untuk terbuka, ia lebih suka menyimpan masalah pribadinya daripada harus bercerita kepada oranglain. Selama ia direhabilitasi pun tidak terlalu punya teman dekat, hanya saja SL masih suka sulit mengontrol emosinya. SL gampang emosi kalau ada diantara petugas piket yang sudah di atur jadwalnya oleh staf panti untuk membersihkan kamar tetapi malah tidak mau mengerjakan, karena hal-hal kecil seperti itulah membuat SL sering selisih dengan binaan yang lain. SL mengharapakan konseling kelompok yang diberikan konselor kepadanya memberikan jalan keluar baginya untuk tidak memakai narkoba kembali, diakui SL kalau dirinya masih suka mengingat suasana masa-masa ia masih memakai narkoba.

Informan utama kelima FY mengharapkan dirinya banyak perubahan dari konseling yang diberikan konselor kepadanya, FY ingin hidupnya kembali normal

seperti sebelum memakai narkoba, dan lebih percaya diri lagi. FY mengarapkan setelah rehabilitasi ini selesai dirinya diterima kembali di lingkungan sekitarnya.

Dengan demikian dilihat dari penuturan kelima informan dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan konseling yang di damping oleh konselor merupakan wadah terbaik tempat untuk melakukan pembenahan diri bagi para informan. Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre memberikan pelayanan konsling baik itu melalui konseling individu maupun konseling kelompok.

Konseling individu merupakan konseling yang dilakukan terhadap individu, sebagai suatu hubungan yang bersifat bantuan antara konselor dank lien. Bantuan tersebut tidak bersifat material, tetapi dukungan psikologis dan social yang bermakna bagi kehidupannya.

Dengan konseling, klien diharapkan dapat:

1. Terampil mencegah dan menghadapi masalah

2. Belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain

3. Menerima/menyesuaikan diri terhadap persoalan yang tidak dapat diubah, baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain dalam kehidupannya.

Konseling dalam proses pemulihan pecandu juga meliputi:

1. Mempelajari fakta tentang penyalahgunaan narkoba, adiksi, dan pemulihan 2. Mengenal dampak buruk penyalahgunaan narkoba

3. Mengakui adiksi/kecanduan pada dirinya 4. Menyadari perlunya hidup bebas tanpa narkoba

Setiap individu adalah unik. Karena itu, konselor perlu menyesuaikan program yang tepat bagi setiap kebutuhan individu. Konseling berarti membimbing klien untuk

berubah selangkah demi selangkah melalui pembelajaran. Konseling mengajarkan klien banyak hal, membantunya menyelesaikan masalah, antara lain:

1. Menetapkan prioritas

2. Berpikir saksama dan menolak dorongan sesaat 3. Melihat situasi secara lebih realistic

4. Membagikan perasaan yang paling dalam 5. Menghargai cara pandang orang lain

6. Menerima pertolongan dan bimbingan orang lain

Konseling kelompok merupakan kegiatan layanan konseling tehadap dua orang atau lebih, melalui pendektan kelompok. Pendekatan ini umumnya lebih efektif dan efisien, karena lebih aktif, dalam arti pembimbing membuat perencanaan yang sistematik. Suasana bimbingan bersifat dialog, terbuka, dan memberi kesempatan untuk saling belajar dan saling member saran pemikiran. Kelompok terdiri atas anggota dengan masalah yang lebih kurang sama.

Cara yang paling baik dalam proses pembelajaran social bagi pemulihan pecandu adalah kelompok kecil sesama pecandu yang sedang pulih. Karena merasa senasib, rasa malu dan kebanggaan berkurang, muncul rasa persaudaraan dan ikatan bersama sehingga dukungan dan bimbingan lebih mudah diterima, dan selanjutnya proses pembelajaran menjadi nyata melalui pengaruh positif.

Secara bertahap mereka akan menganggap kelompok sebagai otoritas tempat mereka berindentifikasi. Mereka menghormati kelompok, tidak saja dengan menyetujui norma-norma kelompok, tetapi juga menerima norma-norma itu bagi dirinya. Dengan demikian, kelompok berfungsi sebagai komunitas kecil yang memberi kesempatan pada anggotanya untuk berkembang dan berlatih disiplin diri serta tanggung jawab social.

Syaratnya, kelompok harus bebasdari unsur paksaan, sebab paksaan menghambat pembelajaran dan pertumbuhan.

Setiap residen yang melakukan konseling akan didampingi oleh konselor untuk memberikan alternatif terbaik dalam pemecahan masalah yang dihadapi residen. Suasana tersebut dipakai konselor untuk menjalankan fungsi otak para informan dengan memberikan masukan yang terbaik untuk membuat keputusan pada diri mereka.

Seorang konselor harus memahami secara mendalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Ia harus memahami dan mencermati kebutuhan kliennya. Akan tetapi, ia harus menyadari pula tugas-tugas konselor. Karena itu, tujuan konseling akan berbeda untuk setiap klien. Secara umum, tujuan konseling adalah membantu pertumbuhan dan perkembangan individu, serta membantunya agar dapat berperan aktif di lingkungan sosialnya.

Adapun tujuan dari konseling tersebut adalah: 1. Memfasilitasi perubahan perilaku

2. Meningkatkan keterampilan menghadapi masalah 3. Meningkatkan kemampuan mengambil keputusan 4. Meningkatkan hubungan antar peroranagan

Konseling diperlukan untuk mengevaluasi setiap klien dengan sifat-sifat yang unik, dengan kekuatan dan kelemahannya. Seorang konselor yang baik akan mengembangkan cara pendekatan yang luwes untuk mengakomodasi berbagai macam sifat dan persoalan klien.

Konseling tidak akan berfungsi optimal tanpa di ikuti dengan adanya intervensi. Hal ini sejalan untuk menuju pemulihan, terapi dan rehabilitasi agar proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba dapat berjalan dengan baik dengan adanya dukungan

dari semua pihak, termasuk yang berperan penting didalamnya adalah dukungan psikologis yang diberikan konselor.

Intervensi sangat diperlukan bagi individu yang ingin berhenti menggunakan narkoba. Intervensi adalah konfrontasi secara sistematik yang dilakukan terhadap pecandu dan segala akibat pemakaiannya, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Sebelum melakukan intervensi seorang konselor perlu membangun jaringan kerja sama dengan sumber lain yang mengetahui tentang seluk beluk dari pecandu narkoba. Sumber-sumber lain itu misalnya, tempat individu dapat beroleh pertolongan, seperti keluarga, sekolah dan hukum.

Tujuan intervensi secara langsung dapat menetapkan:

1. Bahwa ada masalah (berlainan dengan mengingkari masalah).

2. Bahwa perubahan itu perlu, sesuatu harus dikerjakan (berbeda dengan tidak perlu melakukan apa-apa).

3. Bahwa pertolongan ada (apa saja alternatifnya)

Intervensi ini dipimpin oleh konselor yang ada di rehabilitasi yang sedang dijalani klien, intervensi ini berlangsung secara bertahap. Intervensi korban, perlu dilakukan oleh tenaga professional yang bisa mengerti sejauh mana pertolongan serta alternatif terbaik yang perlu diberikan kepada korban, termasuk juga keluarga korban. Intervensi ini dilakukan oleh konselor terlebih dahulu lewat perwakilan orangtua ataupun keluarga yang datang melapor ke rehabilitasi dan meminta pertolongan pemulihan. Intervensi yang mendalam terjadi apabila korban memberi respon penolakan untuk diberikan pengobatan bagi dirinya.

Informan pertama FM mengatakan bahwa dirinya di intervensi sewaktu sebelum di rehabilitasi oleh Bapak Sanjaya, Konselor di Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit

Centre, tujuan intervensi agar FM lebih mudah melepas narkoba dengan memberikan keterangan dampak terburuk akibat narkoba apabila FM tidak serius untuk menjalani rehabilitasi.

Informan kedua PR mengatakan sebelum di rehabilitasi kunjungan pertama dengan orangtua ke Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre itu adalah melakukan intervensi yang dilakukan bapak Sanjaya selaku konselor terhadap dirinya dan keluarganya. Selesai wawancara dengan bapak Sanjaya, maka dibuat surat perjanjian dengan langkah terapi/rehabilitasi untuk proses penyembuhan yang harus dilalui PR. Sejak itu PR langsung diproses untuk upaya pemulihan, melihat hasil dari fakta-fakta yang dikumpulkan konselor memutuskan rencana terapi yang akan dilakukan. Terapi rehabiliasi inilah tujuan dari intervensi dengan mengutarakan sebab akibat apabila keinginan untuk pulih tidak segera dijalankan oleh korban maka akan ada masalah-masalah yang baru muncul dalam kehidupannya.

Informan ketiga pertama sekali sebelum akan rehabilitasi, RH dan orangtuanya melakukan intervensi dengan berbagai fakta dan resiko yang akan terjadi, dari hasil wawancara konselor dengan RH dan orangtuanya, awalnya ibu RH menolak RH untuk direhabilitasi, karena alasan RH tidak sampai hati melihat anaknya jauh dari keluarga,

Informan keempat pertama sekali sebelum melakukan terapi rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre, SL mengikuti beberapa prinsip dasar pemberian treatment, Bapak Sanjaya mendampingi dan membuat surat perjanjian dengan pihak keluarga bahwa SL siap untuk direhabilitasi. Intervensi berkaitan dengan pemeriksaan (assessment) hal ini bertujuan untuk memastikan ada atau tidaknya penyakit-penyakit semacam HIV/AIDS, hepatitis B dan C, tuberculosis, dan penyakit- penyakit infeksi lain di dalam tubuhnya.

Informan kelima tidak banyak penyangkalan yang diberikan FY ketika konselor Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre memutuskan recana terapi yang dilakukan untuk dirinya. Fakta yang terjadi FY harus masuk penjara saat terjaring razia, dan terbukti dengan test urine akan dirinya terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

Informasi yang didapatkan peneliti ini merupakan hasil data yang dikumpulkan konselor sebelum memutuskan untuk rencana menjalani terapi rehabilitasi. Dengan begitu para informan akan merasa lebih termotivasi untuk sembuh melihat dampak terburuk yang terjadi pada masing-masing individu selama mereka masih terkontaminasi dengan narkoba.

5.3.1.3 Melakukan Pemulihan, Terapi dan Rehabilitasi

Pemulihan merupakan suatu proses yang dinamis dan progresif, sebagai perjalanan panjang dan menyakitkan, dari ketergantungan seseorag terhadap narkoba kea rah gaya hidup sehat tanpa narkoba

Pemulihan dimulai dengan berhenti menggunakan narkoba (abstinensia). Akan tetapi, tidak cukup hanya berhenti memakai. Gaya hidup juga harus berubah. Perubahan- perubahan yang terjadi mempengaruhi keadaan tubuh, jiwa dan rohaninya, serta mengubah gaya hidupnya dengan sehat dan memuaskan. Pada pemulihan dimulailah proses dipertahankannya keadaan bebas dari narkoba, terjadinya perubahan-perubahan pribadi , hubungan dengan sesamanya. Banyak hal yang harus dipulihkan, yaitu keadaan jasmani, psikologis atau kejiwaan, hubungan social, keadaan rohani, pekerjaan, pendidikan, dan bahkan masalah keuangan dan hokum

Terapi dan rehabilitasi merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang diberikan kepada pecandu, untuk melepaskannya dari ketergantungannya pada narkoba,

sampai ia dapat menikmati kehidupan bebas tanpa narkoba. Detoksifikasi merupakan tahap pertama terapi dan rehabilitasi, yaitu melepaskan seseorang dari pengaruh langsung narkoba yang disalahgunakannya. Detoksifikasi diikuti tahap kedua dari proses melepaskan seseorang dari ketergantungan narkoba, yaitu upaya rehabilitasi (Joewana, 2008: 92-93).

Informan utama pertama mengatakan sebelum dirinya kembali di lepas ke keluarga dan bermasyarakat ia menjalani rehabilitasi, dari rehabilitasi itu ia diberikan terapi dengan menjalani berbagai treatment program pemulihan di panti tersebut.Selama FM di rehabilitasi, ia menjalani program pemulihan yang ada di Sibolangit Centre dengan metode therapeutic community yang dibimbing oleh konselor, FM merasa mentalnya mulai bertumbuh dengan baik dan ia mulai memikirkan hal-hal yang positif setelah 2 bulan menjalani rehabilitasi. FM mengatakan dirinya semakin sadar untuk berhenti menggunakan narkoba, ia menyadari kalau selama ini ia hanya menyiksa dirinya sendiri dengan narkoba yang digunakannya.

Informan utama kedua juga mengatakan selama menjalani terapi rehabilitasi di Sibolangit Centre, pola hidup PR banyak berubah, terlebih soal emosinya yang dulunya suka meledak. Tetapi sekarang ia sudah mampu berinteraksi baik dengan lingkungan sekitarnya. PR mampu untuk menyesuaikan diri dengan sesama binaan di Panti Al-

Dokumen terkait