• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 GAMBARAN UMUM

4.7 Komposisi penduduk berdasarkan masalah kesejahteraan social

5.1.2 Informan Utama Informan I

Informan yang pertama adalah Bapak Zulkarnaen, yang lahir di kota Tanjung Pura pada tanggal 8 February 1963 dan sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak. Bapak ini adalah pemeluk agama Islam dan bersuku melayu. Pak Zulkarnaen yang selanjutnya dipanggil dengan sebutan Pak Kancil ini tinggal seorang diri dirumah yang berukuran 4 x 3 m 2, dinding rumahnya terbuat dari tepas-tepas, pintunya terbuat dari triplek, atapnya hanya ditutupi oleh seng, lantai terbuat dari susunan papan-papan. Rumah ini merupakan rumah panggung, disetiap sudut rumah terdapat batang kayu yang menjadi pondasi dan berdiri satu meter dari bibir sungai.Rumah Pak Kancil berdiri atas izin dari kepala lingkungan dan pihak Kelurahan. Sebelum tinggal di daerah bantaran sungai Batang

90

Serangan, beliau bersama keluarganya tinggal di tengah kota Tanjung Pura ini. Tahun 2000 keluarga ini pindah kekota Medan, berdasarkan penuturan Pak Kancil, ia memilih untuk pulang kembali kekampung halamannya yaitu Tanjung Pura pada tahun 2005, sementara keluarganya tinggal dikota Medan. Keluarganya beralasan bahwa tinggal di Tanjung Pura tidak nyaman karena seringnya terjadi banjir diwilayah ini.

Memenuhi kebutuhan hidupnya pak Kancil yang tamatan SMP ini bekerja sebagai Penjaga Parkir di Kantor Unit Bank BRI Tanjung Pura. Pak Kancil mendapatkan penghasilan sebesar 50-60 ribu setiap hari kerja yaitu Senin sampai Jumat, jika ditotal pendapatannya selama sebulan sekitar Rp. 1.500.000,-. Penghasilannya sebagian dikirimkan untuk keluarganya yang ada di Medan dan sebagian lagi untuk keperluan hidupnya sehari-hari.Sisa uang yang didapatkannya tidak cukup untuk mendirikan rumah yang layak, sehingga memilih membangun rumah didaerah bantaran sungai sebagai tempat tinggalnya.

Pak kancil sebenarnya tahu bahwa mendirikan bangunan disekitar bantaran sungai dilarang dan jika minta izin kepemerintah langsung pasti akan diusir. Warga masyarakat yang ada di bantaran sungai ini sudah menetap disini berpuluh-puluh tahun lamanya, menumpang dijalur hijau ini merupakan pilihan masyarakat karena ketidakmampuan untuk membeli rumah yang layak.Larangan tersebut ternyata tidak menyurutkan niat dari masyarakat sekitar untuk membangun rumah dibantaran sungai tersebut meskipun mereka juga tahu bahwa tinggal didaerah bantaran sungai beresiko tinggi kena banjir.

Alasan pak Kancil tinggal di Tanjung Pura karena merupakan tanah kelahiran dan merupakan kampong halaman, beliau yang dulunya pernah tinggal

91

di Medan sekitar 5 tahun menjelaskan bahwa tinggal dimedan suasananya panas dan tidak memiliki pekerjaan disana, menurutnya tinggal di Tanjung Pura hidupnya tenang, kalau kerja juga hanya setengah hari, selebihnya bisa santai dirumah, selain itu karena faktor strategis rumahnya yang tengah kota. Tanda-tanda banjir yang diketahui oleh pak Kancil adalah kalau dihulu hujan, air sungai membawa limbah pabrik sawit, kalau airnya berjalan deras, maka akan terjadi banjir. Kondisi cuaca juga harus diperhatikan kalau hujan terus pasti banjir. Banjir terkadang datang tidak menentu, kadang-kadang banjir, kadang-kadang tidak, kalau untuk tahun ini yang banjir yang terjadi baru bulan Januari saja, sekarang justru Tanjung Pura sedang kekeringan, jarang turun hujan.

a. Mitigasi Bencana Sebelum Terjadi Banjir

Upaya Pak Kancil untuk mengurangi resiko banjir adalah dengan meninggikan rumah saja, menurutnya, benteng jangan sampai jebol, dulu pernah jebol, yaitu ketika banjir besar tahun 1973, dia tidak merasakan dampaknya karena dulunya Pak Kancil tidak tinggal dirumah panggung, namun tinggal didaerah kota Tanjung Pura. Banjir tahun 2015 tidak sampai kejalan raya, hanya sampai sebatas besi tanggul saja.Upaya seperti penghijauan tidak pernah dilakukan masyarakat sekitar tanggul.Mereka menganggap bahwa banjir yang terjadi merupakan suatu peristiwa yang biasa-biasa saja, yang tidak perlu dikhawatirkan.Mengenai kinerja pemerintah dalam sosialisasi mengenai banjir tidak pernah dilakukan.Semuanya tergantung dari diri sendiri, kalau ingin mengungsi keposko yang sudah difasilitasi oleh pemerintah atau memilih tetap tinggal dirumah.

92

Bangunan rumah panggung yang didirikan pak Kancil tingginya sekitar 1,5 meter menyelamatkan beliau dari banjir tersebut, air berada tepat dibawah lantai rumah pak Kancil. Melihat banjir yang sedemikian tingginya Pak Kancil membuat jembatan darurat disamping kiri rumahnya yang langsung menuju keatas jembatan, sehingga ketika banjir datang dan pak kancil ingin beraktifitas tidak kena banjir.

Beliau menuturkan dalam setahun kadang banjir tidak ada, kalau pun ada banjir tidak parah seperti yang terjadi pada bulan Januari ini, ketinggian banjir rata-rata hanya sebatas lutut saja. Secara umum dalam hal ini Pak Kancil tidak mendapatkan kerugian atau pun keuntungan dari banjir tersebut.Pak kancil menuturkan mengenai upaya merelokasi dan kebiasaan buruk dari masyarakat sebagai berikut.

Kalau untuk rencana merelokasi belum ada , tapi rencananya itu akan diadakan pengerukan sungai, karena sungai sudah dangkal. Pengerukan hanya dilakukan sekali saja sekitar tahun 1990 an, semenjak itu tidak pernah lagi dilakukan pengerukan sungai. Kebiasaan buruk dari masyarakat sini gak ada, dari hulu sana itu pembuangan sampahnya, kalau kita buang sampah kesungai ini tidak ada masalah, karena tidak menumpuk disini, nanti sampah nya jalan terus sampai kelaut, kadang-kadang sampahnya dibakar saja.

Pak kancil hanya menyayangkan sampah-sampah yang dari hulu seperti kayu-kayu gelondongan dibawa arus hingga kesungai sini. Menurut pak kancil, tidak ada pengaruh penanaman sawit dengan terjadinya banjir, yang menjadi masalah hutan jadi gundul itulah makanya jadi banjir. Menurutnya penyebab banjir senada dengan yang dituturkan oleh Pak Lurah A.Lutfi bahwa banjir yang di Tanjung Pura adalah karena sungai yang dangkal, yang berpengaruh besar dengan pengalih fungsian menjadi lahan sawit adalah daerah sungai wampu karena di Tanjung Pura sumber banjirnya dari sungai batang serangan. Sungai

93

yang dangkal, air yang meluap dari hulu, sungai yang tidak sanggup menampung air banjir, meluap dan mengalir kerumah-rumah warga, seandainya sungai dalam pasti air tertampung, kecuali digunung sana diubah menjadi lahan sawit mungkin akan berdampak langsung ke Tanjung Pura, karena disana kemungkinnan tidak cukup untuk menampung limbah atau sampah juga kayu-kayunya sehingga merembes kesini.

b. Mitigasi Bencana Saat Terjadi Banjir

Pak Kancil lebih memilih tinggal dirumah dari pada tinggal di posko, yaitu gedung nasional, kondisi yang tidak parah mendukung beliau untuk tetap tinggal dirumah, masyarakat yang tinggal dijalan udang semua menggungsi. Untuk bantuan dibagikan langsung oleh Kepling kerumah-rumah warga, karena Kepling yang mengetahui siapa saja warganya.Bantuan yang didapatkan dari pemerintah selama banjir adalah seperti beras dan indomie.Warga yang mendapat izin tinggal dibantaran sungai sajalah yang mendapat bantuan, sementara warga yang menetap tanpa ada melapor dianggap penghuni liar dan tidak diberikan bantuan.

Mengatasi banjir, partisipasi warga hanya terlihat dalam gotong royong yang hanya terjadi ketika banjir sudah mulai mendekati pemukiman, warga bekerjasama untuk menjaga benteng agar tidak jebol dengan menimpahnya dengan tanah, dan karung berisi pasir. Beliau membenarkan tersedianya perahu karet untuk warga yang terkena dampak banjir yang parah.Selain bantuan sembako, warga tidak mendapatkan bantuan lainnya seperti uang atau pembangunan rumah yang rusak. Untuk urusan MCK selama banjir pak kancil menumpang dirumah tetangga, jika tidak terjadi banjir pak Kancil memilih air

94

sungai yang tepat berada dibelakang rumahnya.Meskipun banjir tidak sampai kerumah tapi barang-barang sudah dinaikkan keatas lemari.

c. Mitigasi Bencana Setelah Terjadi Banjir

Setelah banjir selesai, pak Kancil hanya membersihkan lumpur yang ada dibawah rumahnya.Tidak ada upaya spesifik yang dilakukan pak Kancil setelah banjir selesai, karena tidak merusak rumahnya.

Gambar 5.1

Keadaan Rumah Pak Kancil

95

Gambar 1.2

Letak Fasilitas MCK yang berada tepi sungai

96

Informan selanjutnya adalah Ibu Rodiyah Marpaung yang lahir di Air Hitam Kecamatan Gebang.Ibu Rodiyah adalah pemeluk agama Islam dan bersuku batak.Ibu Rodiyah mengenyam pendidikan hingga SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).Beliau membuka usaha warung kecil-kecilan yang menjual beberapa jenis sembako, dan jajanan seperti kerupuk, roti, permen, minuman botol kaca dan plastik. Penghasilan yang didapat dalam sehari sebesar 300-400 ribu setiap minggunya dan jika ditotal dalam sebulan penghasilan sekitar Rp. 1.600.000,-.

Rumah yang ditempati oleh Ibu Rodiyah merupakan milik mereka sendiri, keadaan fisik rumah yang setengah permanen. Atap rumah hanya ditutupi oleh seng, ¾% (tiga per empat persen) dinding rumahnya terbuat dari tepas-tepas, ¼ % (seperempat persen) lagi bersifat permanen, lantai rumahnya sudah bersemen. Ibu Rodiyah sudah berkeluarga dan memiliki 2 (dua) orang anak, keluarga ini merupakan salah satu korban banjir yang bertempat tinggal didesa Pekubuan, alasan peneliti mewawancarai Ibu Rodiah karena berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Pak Lurah, bahwa salah satu daerah yang terkena dampak banjir parah salah satunya adalah Desa Pekubuan yang berlangsung sekitar dua minggu lamanya.

Desa Pekubuan merupakan salah satu wilayah yang berada di Kecamatan Tanjung Pura.Jarak rumah ibu Rodiyah dari sungai sekitar ± 500 meter.Jarak yang begitu dekat dengan sungai dan juga wilayah desa Pekubuan yang lebih rendah dari sungai menyebabkan air meluap dengan sangat cepat dan menggenangi rumah warga.Berdasarkan penuturannya banjir bulan Desember tahun 2014 tidak separah yang terjadi pada bulan Januari 2015 silam.

97

Banjir bulan Desember dan banjir- banjir sebelumnya paling tinggi hanya selutut, sedangkan banjir tahun ini tingginya mencapai lebih dari semeter. Ibu Rodiyah membenarkan bahwa banjir tahun ini merupakan banjir terparah yang pernah terjadi selama ia tinggal didesa Pekubuan ini. Ia menuturkan apabila hujan datang lebih dari 2 (dua) jam dipastikan akan terjadi banjir. Selain dari hujan yang turun deras, dia tidak tahu lagi tanda-tanda banjir akan datang. Pemerintah juga tidak pernah melakukan sosialisasi mengenai peringatan dini datangnya banjir juga mengenai penanganan bencana banjir.Di Desa Pekubuan setiap tahunnya pasti ada banjir.Melihat rutinnya banjir yang terjadi di wilayah ini, alasan beliau hanya mengatakan bahwa memang sudah dari dulu tinggal disini dan karena mengikut suami selain itu tidak memiliki alasan yang spesifik mengapa memilih tinggal di Desa Pekubuan.Ketinggian banjir yang lebih dari satu meter, ternyata tidak membuat ibu Rodiah dan keluarga memutuskan untuk mengungsi.Alasannya adalah karena takut dan ingin menjaga rumah dari hal-hal yang tidak diinginkan apabila rumah ditinggalkan.

Setiap banjir datang keluarga ini tidak pernah mengungsi.Keluarga Rodiyah lebih memilih tinggal di tempat mertuanya yang tepat berada didepan rumahnya.Rumah dari mertuanya memang lebih tinggi daripada rumah ibu Rodiah yang lebih rendah dari bibir jalan.

a. Mitigasi Bencana Sebelum Terjadi Banjir

Upaya yang dilakukannya sebelum banjir datang tidak banyak hanya menaikkan dan meletakkan barang-barang yang gampang rusak ketempat yang lebih tinggi.Rumah yang sudah ditinggikan ternyata tidak cukup untuk menyelamtkan keluarga ini dari dampak banjir.

98 b. Mitigasi Bencana Saat Terjadi Banjir

Upaya yang dilakukan saat banjir datang hanya dengan menyelamatkan barang-barang berharga dan membawanya kerumah mertua. Ibu Rodiyah menuturkan bahwa ia dan warga yang ada di desa Pekubuan tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah sama sekali, yang mendapat bantuan adalah mereka yang mengungsi digedung nasional dan di depan kantor camat Tanjung Pura. Bantuan yang diberikan selama banjir datang hanya didapatkan dari bantuan dari orang lain yaitu Indomie sebayak 3 (tiga) bungkus dan minyak goreng sebanyak 1 (satu) ons. Jika ada pihak regu penyelamat yang menjemput mereka untuk diantarkan kepengungsian maka ibu Rodiyah dan keluarga akan mengunggsi. Dia menyayangkan sikap pemerintah daerah yang tidak memberikan perhatian dan bantuan.Ia menuturkan bantuan berupa selimut tidak sampai kepada warga masyarakat yang memilih tinggal dirumah. Selain tidak mendapatkan bantuan, kerugian yang dialami oleh Ibu Rodiyah adalah kehilangan mata pencaharian, karena selama banjir, pemilik warung kecil-kecilan ini akan menutup warungnya, karena sudah tergenang oleh banjir. Selama banjir, anak-anak dari Ibu rodiyah menderita demam, yang masih belum sembuh total hingga sekarang, sakitnya sembuh dan sakit kembali. Kerugian fisik lainnnya hanya kerusakan lemari saja.Rakit dari batang pisang adalah kendaraan yang digunakan selama banjir jika ingin pergi kesuatu tempat.

Menurut ibu terkait dengan penebangan pohon berpengaruh terhadap terjadinya banjir, namun penanam sawit tidak memiliki pengaruh dengan datangnya banjir.Mengenai pembuangan sampah, warga yang ada di Desa

99

Pekubuan, sampah yang ada mereka bakar, sehingga ketika banjir tidak ada sampah yang tergenang.

c. Mitigasi Bencana Saat Terjadi Banjir

Upaya yang dilakukan setelah banjir yaitu dengan membersihkan sisa-sisa lumpur yang memenuhi rumah dan juga halaman rumah, dan juga memperbaiki bagian belakang rumah yang sedikit rusak, selain itu ibu Rodiah ingin menimbun tanah lagi sebagai upaya untuk mengurangi dampak banjir tersebut agar air tidak meluap banyak kedalam rumah, namun masih terkendala karena tidak memiliki cukup uang, karena utang kepada bank untuk membuka usaha warung belum lunas. Harapan dari Ibu Rodiyah kalau banjir kiranya diberikan perhatian dan juga bantuan.

Gambar 5.3

100 Informan III:

Informan ketiga adalah keluarga Bapak Ruslan, saat datang kerumahnya peneliti diterima dengan baik oleh keluarga ini.Bapak Ruslan yang seorang bersuku Melayu didampingi oleh istrinya yang bersuku Banjar yang bernama Nuriyah dan menganut agama Islam. Pak Ruslan berasal dari Tanjung Beringin, setelah orang tuanya meninggal saat ia kecil yaitu ketika kelas 3 SD, kemudian diasuh oleh neneknya yang tinggal di Tanjung Pura. Ibu Nuriyah sendiri berasal dari Pulau Merbau.Keluarga ini sudah membina rumah tangga selama 10 (sepuluh) tahun, dan tinggal dirumah ini juga sudah 10 (sepuluh) tahun.Keluarga ini dikarunia dua orang anak. Memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari pak Ruslan yang hanya tamatan SD ini bekerja serabutan, kadang menjadi buruh bangunan harian, sebagai nelayan, mengangkat barang seperti beras ketoko-toko, apapun dikerjakan oleh Pak Ruslan semampunya. Pendapatannya sehari-hari sekitar 60-100 setiap harinya.Sedangkan istrinya bekerja sebagai ibu rumah tangga.

101

Lokasi rumah pak Ruslan dan Ibu Rodiyah dari pusat kota sekitar 5 menit, sedangkan dari tanggul terdekat berjarak sekitar 200 (dua ratus) meter. Keadaan fisik rumah Pak Ruslan ini sudah permanen, lantai rumah terbuat dari semen, dan dindingnya terdiri dari batu blok beton, rumah yang berukuran 4x2( empat kali dua) meter ini dihuni oleh Bapak Ruslan, Istrinya dan juga 2 (dua) orang anak. Rumah yang ditempati oleh Pak Ruslan merupakan rumah yang didirikan oleh pemerintah karena merupakan warga miskin yang dikerjakan selama satu minggu yang belum mendapatkan aliran listrik sama sekali, sehingga jika memerlukan listrik maka disambungkan dengan rumah seorang kakek yang menjadi tetangganya dan setiap bulannya membayar biaya listrik kepada kakek.

Alasan tinggal di Tanjung Pura ini, karena sejak kecil sudah menetap di Tanjung Pura.Posisi rumah pak Ruslan yang lebih rendah ± 30 cm dari bahu jalan membuat rumahnya dengan mudah tergenang banjir. Peristiwa banjir bulan Januari 2015 ini merupakan banjir terparah yang pernah dirasakan oleh keluarga ini, meskipun setiap tahunnya terjadi banjir di wilayah tempat tinggalnya Pak Ruslan memilih untuk tetap tinggal disini dan enggan untuk pindah rumah, karena sudah memiliki rumah dan karena penghasilan yang tidak mendukung dalam pembangunan rumah yang bebas banjir.

a. Mitigasi Bencana Sebelum Terjadi Banjir

Upaya yang dilakukan oleh keluarga ini, saat ini sedangmembangun rumah Pak Ruslan panjangnya ditambahi, dan semua urusan pengerjaannya dilakukan oleh Bapak Ruslan sendiri termasuk membuat batu bata sendiri dengan meminjam alat dari orang lain.

102

Kemampuan untuk mendektesi akan datangnya musibah banjir ternyata dimiliki oleh Bapak Ruslan yang dulunya bekerja sebagai nelayan, berdasarkan penuturannya musim penghujan terjadi pada bulan November dan Desember, jika dihulu hujan deras, dan di Tanjung Pura juga turun hujan, dapat dipastikan akan banjir, selain curah hujan yang tinggi ia dapat mengukur kecepetan air tersebut, sehingga ketika hal dirasa air sudah mulai mendekat, bapak Ruslan mengambil antisipasi terhadap banjir tersebut. Peringatan dini mengenai datangnya banjir tidak pernah diberikan oleh pemerintah, hanya saja seperti bulan Januari lalu air yang sudah tinggi, masyarakat setempat diinstruksikan untuk segera menggungsi si diposko atau ditempat yang lebih tinggi.

Gambar 5.4

103 b. Mitigasi Bencana Saat Terjadi Banjir

Banjir yang terjadi bulan Januari ini karena ketinggian banjir yang sudah hampir ±1 meter dan sepeda motor serta mobil tidak bisa lewat lagi, memaksa Pak Ruslan dan keluarga untuk mengungsi selama dua hari di posko pengungsian, setelah air mulai surut itu Bapak Ruslan dan keluarga kembali kerumah meskipun banjir masih terjadi selama hampir 2 minggu.

Secara keseluruhan kerugian yang diderita masyarakat menurut Bapak Ruslan adalah semua aktivitas lumpuh total, masyarakat tidak bisa beraktivitas. Meskipun kerugian yang dialami oleh Pak Ruslan boleh dikatakan tidak ada, karena kerugian yang diderita hanya gatal-gatal dikaki akibat banjir, justru Pak Ruslan mendapat keuntungan dari musibah banjir ini yaitu mendapatkan ikan dengan memasang bubut dibelakang rumahnya. Jenis ikan yang didapat bermacam-macam ada ikan gabus, dan ikan badung.Jumlah yang didapat juga lumayan banyak yaitu sekitar 6-7 Kg, ikan banyak didapat tergantung dimana posisi bubut diletakkan.

104

Bapak Ruslan mengatakan keterbatasan penghasilan membuat tidak ada barang berharga yang perlu diselamatkan karena tidak mempunyai barang tersebut.Yang dilakukan oleh keluarga ini adalah hanya dengan menyelamatkan keluarga agar tidak terjebak oleh banjir.Penyebab banjir terjadi menurutnya adalah selain penebangan pohon banyak masyarakat yang membuat kolam ikan dihulu, sehingga ketika hujan besar datang, tanah tidak mampu menopang debit air yang sedemikian banyaknya, hancurnya pertahanan dihulu membuat air meluap hingga kehilir.Terkait dengan kebiasaan masyarakat membuang sampah, katanya tidak memiliki pengaruh terhadap datangnya banjir diwilayah tersebut.Wilayahnya masih perkampungan, kalaupun sampah banyak hanya dibakar saja.

Pernyataan yang hampir sama dengan Ibu Rodiyah mengenai bantuan yang diberikan oleh pemerintah yang tidak sampai kepada warga yang tidak mengunggsi/ menetap dirumah, berdasarkan penuturan beliau memang ada ada instruksi dari agar makan keposko, hal ini sangat disesalkan pihak keluarga karena selain dijatah hanya sekali sehari, setiap kali Pak Ruslan dan keluarga datang makanan sudah habis, jadi bisa disimpulkan bahwa keluarga ini tidak mendapatkan bantuan, yang mendapat dan merasakan bantuan hanyalah mereka yang menggungsi di posko. Dengan model pemberian bantuan seperti diatas, Pak Ruslan dan Ibu Nuriah yakin bahwa banjir selama sepuluh tahun pun tidak menjadi masalah, karena sebagai penggungsi dimanjakan dengan banyak bantuan berupa makanan, minuman, selimut serta keperluan lainnya, tidak perlu bekerja, dan menggangap bahwa banjir bukanlah masalah besar bagi mereka.

105

Keluarga ini sangat menyesalkan atas sikap pemerintah yang menurutnya tidak memberikan bantuan secara merata kepada masyarakat khususnya warga yang tidak menggungsi, selain itu sikap kepala desa yang tidak peduli dengan kondisi masyarakatnya.Untuk urusan MCK selama banjir terjadi, keluarga ini memilih menumpang dirumah tetangga, dan mereka juga menuturkan terkadang ditengah kondisi seperti ini ada saja orang yang tidak mau memberikan tumpangan kepada tetangga untuk sekedar mandi, mencuci, buang air besar/kecil. c. Mitigasi Bencana Setelah Terjadi Banjir

Upaya yang dilakukan oleh keluarga ini secara individu setelah banjir surut, yaitu dengan melakukan pembersihan lumpur dan memperbaiki bagian yang rusak .Gotong royong setelah banjir untuk membersihkan sekitar tempat tinggal pernah dilakukan, namun sekarang kegiatan tersebut tidak pernah dilaksanakan lagi, warga secara pribadi hanya membersihkan rumahnya saja.Selanjutnya keluarga ini juga mengharapkan agar benteng penahan air segera di lebarkan dan ditinggikan untuk mencegah air masuk kepemukiman warga, pembangunan drainase segera dilakukan karena drainase yang ada tidak berfungsi.

Informan IV

Informan keempat adalah Ibu dan Anak yang tinggal bersebelahan, yaitu Ibu M Nurhana adalah seorang janda yang berusia 78 (tujuh puluh delapan) tahun, dan anaknya Bapak Isa Ansari berumur 39 (tiga puluh Sembilan) tahun, bersuku Melayu dan beragama Islam. Bapak Isa sudah berkeluarga dan memiliki 2 (dua) orang anak.

106

Pak Isa mendirikan bangunan diatas waduk.Tidak adanya larangan untuk membangun rumah didalam waduk tersebut, siapa saja bisa mendirikan bangunan diatasnya.Alasannya keluarga ini tinggal disini karena nenek moyang mereka sudah tinggal disini, dan berdasarkan penjelasan Ibu M.Nur bahwa tetangga yang ada disekitarnya tersebut memiliki hubungan ikatan kekeluargaan.Curah hujan yang tinggi menurut keluarga ini menjadi penyebab terjadinya banjir, selain itu sungai yang dangkal sangat memperngaruhi debit banjir.

a. Mitigasi Bencana Setelah Terjadi Banjir

Kondisi fisik rumah ibu M. Nur dapat dilihat melalui gambar yaitu bangunan permanen berukuran 3x6 m (tiga kali enam meter), sementara itu bangunan pak Ansari non permanen, rumah ini termasuk rumah pannggung yang

Dokumen terkait