• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Tinjauan Literatur

3. Informasi Keuangan

Tabel 2.1 (lannjutan)

Daftar Indikator Pengungkapan CSR Menurut GRI-G4

NO ASPEK INDEKS KETERANGAN

133 G4-PR7 Jumlah total Insiden

ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela tentang komunikasi

pemasaran, termasuk iklan, promosi, dan sponsor, menurut jenis hasil

134 Aspek: Privasi Pelanggan G4-DMA Pengungkapan Pendekatan Manajemen untuk Privasi Pelanggan

135 G4-PR8 Jumlah total keluhan yang

terbukti terkait dengan pelanggaran privasi

pelanggan dan hilangnya data pelanggan

136 Aspek: Kepatuhan G4-DMA Pengungkapan Pendekatan Manajemen untuk Kepatuhan

137 G4-PR9 Nilai moneter denda yang

signifikan atas

ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan terkait penyediaan dan

penggunaan produk dan jasa

Sumber: Global Reporting Initiative G4 (www.globalreporting.org)

3. Informasi Keuangan

a. Return on Equity (ROE)

Jika, investor ingin memilih salah satu di antara banyak jenis saham, maka unsur-unsur neraca dan laporan laba rugi harus diperbandingkan untuk mengetahui perusahaan mana yang paling produktif dilihat dari segi return on equity.

34 Menurut Sartono (2001) dalam Yuliana, dkk (2013) Return on Equity adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan. Apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga akan semakin besar.

Tetapi pada rasio ini terdapat satu kelemahan, yaitu tidak memperhitungkan adanya deviden maupun capital gain untuk pemegang saham (Hartono dan Sihotang, 2009). Secara matematis ROE dapat dirumuskan sebagai berikut:

ROE = πΏπ‘Žπ‘π‘Ž π΅π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–β„Ž π‘†π‘’π‘‘π‘’π‘™π‘Žβ„Ž π‘ƒπ‘Žπ‘—π‘Žπ‘˜ π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΈπ‘˜π‘’π‘–π‘‘π‘Žπ‘ 

Harahap (2008) dalam Anugrawati dan Wahidahwati (2015) menyatakan bahwa return on equity digunakan untuk mengukur besarnya pengembalian terhadap investasi para pemegang saham. Rasio ini mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan. Rasio ini dihitung dengan rumus membagi laba bersih dengan modal pemegang saham.

Pada umunya investor yang akan membeli saham akan tertarik dengan ukuran profitabilitas ini, atau bagian dari total profitabilitas yang dapat dialokasikan ke pemegang saham. Semakin tinggi nilainya,

35 maka perusahaan semakin baik dalam meningkatkan kekayaan pemegang saham, sebaliknya jika nilai ROE menurun maka bukti bahwa investasi baru yang dilakukan perusahaan memiliki nilai ROE yang lebih rendah dibandingkan investasi masa lalu (Faizah dan Priyadi, 2014).

Tingkat pengembalian yang tinggi ini akan menujukkan keberhasilan perusahaan sehingga dapat menghasilkan peningkatan harga saham. Hal ini mengakibatkan perusahaan dapat mudah menarik dana baru dan melakukan ekspansi usaha yang pada akhirnya menghasilkan peningkatan keuntungan menurut Mulyono (2008) dalam Faizah dan Priyadi (2014).

b. Return on Asset (ROA)

Investor di pasar modal sangat memperhatikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan, menunjang, dan meningkatkan profit. Salah satu alternatif apakah informasi laporan keuangan yang dihasilkan bermanfaat memprediksi harga atau return saham di pasar modal, termasuk kondisi keuangan perusahaan di masa depan adalah rasio keuangan.

Untuk menguji kemampuan prediksi informasi akuntansi dalam memprediksi return saham dapat menggunakan rasio keuangan yang tercermin, karena dengan informasi yang tercermin dalam laporan

36 keuangan. Kita dapat menilai kinerja perusahaan dalam mengelola bisnisnya. Informasi akuntansi dalam bentuk rasio keuangan memiliki kemampuan prediksi ketika diasosiasi dengan return. Oleh karena itu dengan memprediksi manfaat informasi akuntansi dalam memprediksi return saham yang dihubungkan dengan karakteristik industri tertentu dapat memberikan acuan bagi investasi dalam membuat keputusan bisnis.

Salah satu rasio yang digunakan adalah rasio profitabilitas. Menurut Sartono (2001) dalam Yuliana, dkk (2013) rasio ini mengukur seberapa kemampuan perusahaan memperoleh laba atau keuntungan (profitabilitas), baik hubungannya dengan penjualan, aset maupun laba bagi modal sendiri. Profitabilitas untuk kelangsungan hidup perusahaan. Suatu perusahaan haruslah dalam keadaan yang menguntungkan. Pada penelitian ini profitabilitas diukur dengan salah satu rasio keuangan yaitu return on asset (ROA).

Return on asset (ROA) adalah kemampuan perusahaan memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba (Prastowo dan Yulianty, 2005). ROA mengukur seberapa efisien laba dapat dihasilkan dari aset yang digunakan atau dimiliki perusahaan (Syuta dan Widjaja, 2009). ROA dapat dijadikan indikator earning power perusahaan yang mencerminkan kinerja manajeman dalam menggunakan seluruh asset yang dimiliki. Tinggi rendahnya Return

37 On Asset (ROA) tergantung pada pengelolaan aset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan.

Semakin tinggi Return On Asset (ROA) semakin efisien operasional perusahaan. ROA yang rendah mengindikasikan pendapatan perusahaan yang rendah terhadap sejumlah asset yang dimilikinya dapat disebabkan oleh banyaknya asset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, kelebihan uang kertas, aktiva tetap beroperasi di bawah normal dan lain-lain.

Jadi ROA yang rendah jika dibandingkan rata-rata industrinya menunjukan bahwa adanya penggunaan asset perusahaan yang tidak efisien. Perusahaan dengan ROA tinggi akan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. ROA merupakan rasio antara laba bersih sesudah pajak atau Net Income After Tax (NIAT) terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:

ROA = 𝑁𝐼𝐴𝑇 π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑

38 Menurut Limpaphayom dan Ngamwutikul (2004) dalam Priharyanto (2009) hal lain yang perlu juga diperhatikan dalam analisis ROA adalah proporsi profit margin dan perputaran aktiva. Komposisi profit margin dan perputaran aktiva berbeda – beda pada setiap perusahaan dan industri, di mana perbedaaan komposisi tersebut dipengaruhi oleh pembatasan kapasitas dan pembatasan kompetisi. Pembatasan kapasitas perusahaan bergantung padabesarnya intensitas modal, sedangkan pembatasan kompetisi dipengaruhi oleh bentuk kompetisi dalam suatu industri. Perusahaan yang menghadapi pembatasan kapasitas, lebih memilih strategi meningkatkan profit marginnya dibandingkan perputaran aktiva. Sebaliknya, perusahaan yang menghadapi pembatasan karena kompetisi tajam, perusahaan lebih menerapkan strategi perputaran aktiva

Husnan (2001) dalam Novaliyanti (2007) mengemukakan bahwa sebelum melakukan transaksi di pasar modal, para investor terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap emiten yang menerbitkan saham di bursa efek. Salah satu aspek yang menjadi penilaian adalah kemampuan emiten untuk menghasilkan laba. Kalau kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham perusahaan tersebut akan meningkat.

39

c. Size Perusahaan

Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, jumlah modal dan jumlah tenaga. Ukuran ideal skala perusahaan merupakan kemampuan fungsi perusahaan, fungsi adaptasi, fungsi sentralisasi, fungsi jenis usaha, dimana bobot ukuran masing-masing perusahaan hanya dapat diukur oleh perusahaan tersebut (Sasongko, 2010).

UU No. 20 Tahun 2008 mengkategorikan ukuran perusahaan ke dalam 4 kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset yang dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut.

UU No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut:

1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar

40 yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

4) Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Adapun kriteria perusahaan yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 diuraikan dalam tabel 2.2.

41

Tabel 2.2

Kategori Ukuran Perusahaan

Ukuran Perusahaan

Kategori Aset (Tanah &

Bangunan) (dalam Rupiah)

Penjualan/Tahun (dalam Rupiah)

Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta Usaha Kecil >50 juta – 500 juta >300 juta – 2,5 M Usaha Menengah >500 juta – 10 M >2,5 M – 50 M

Usaha Besar >10 M >50 M

Sumber: UU No. 20 Tahun 2008

Perusahaan kecil mempunyai tingkat pertumbuhan (growth) yang relatif lebih tinggi, sehingga lebih berpengaruh pada perubahan fundamental. Hal ini dikarenakan earning yang diperoleh pada perusahaan kecil cenderung lebih rendah sehingga peningkatan earning pada tahun berikutnya lebih mudah dilakukan. Sedangkan pada perusahaan besar dengan earning yang besar, pertumbuhan relatif lebih rendah karena earning periode sebelumnya cenderung sudah tinggi (Mar'ati, 2013).

Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak dari pada perusahaan kecil.

Dokumen terkait